Setelah melihat kelembutan Ayra dengan seorang anak Arthur merasa jatuh hati kepada Ayra. Arthur dan Ayra sekarang ini sudah berada di villa tempat mereka menginap. "Kamu suka anak-anak?" tanya Arthur. "Iya pak, saya sangat menyukai anak-anak," ucap Ayra dengan senyum manisnya. Arthur menatap Ayra dengan penuh arti. Apa aku harus menikah lagi setelah tahu kalau Adelia tidak menginginkan anak? batin Arthur, tapi baik Adelia atau Ayra pasti mereka tidak mau di duakan, pikir Arthur. "Ayra, apakah setelah menikah kamu ingin memiliki anak?" "Bapak ngomong apa sih, ya setiap orang yang mau menikah pasti menginginkan anak, bapak aja begitu kan? ya saya juga begitu pak," "Ya kamu benar semua orang pasti ingin memiliki anak, tapi tidak dengan istri saya, dia lebih ingin tampil sempurna tanpa ingin memliki anak," lirih Arthur. "Apa pak, tapi pak bukannya istri anda dan anda sering kedokter kandungan untuk mengecek nona Adelia?" "Ia benar, dia membohongi saya," "Bapak yang sabar ya, mu
Arthur nampak berpikir dengan ucapan Ayra."Baiklah, kalau begitu kita menikah setelah kita pulang dari sini," ucap Arthur."Terima kasih pak," ucap Ayra."Saya bilang jangan panggil saya bapak, tapi panggil saya mas," ucap Arthur."Maaf mas," sesal Ayra yang sudah tertunduk karena takut Arthur marah."Sekarang pergilah istirahat,"Ayra mengangguk dan pergi ke kamarnya, ia akan beristirahat, namun sampai dikamar Ayra tidak bisa tidur ia terus-terusan memikirkan perkataan Arthur."Apa benar pak Arthur akan menikahiku?" gumam Ayra."Kalau benar, aku akan menjadi istri kedua pak Arthur, apa yang akan dikatakan oleh ayah? pasti Ayah akan marah," Pikir Ayra .Karena banyak berpikir Ayra pun tertidur.Sedangkan Arthur sedang memikirkan ucapannya, ucapannya yang akan mengajak Ayra menikah."Benarkah keputusanku ini? Apakah aku harus menikah lagi, dan bagaimana dengan Adelia?" gumam Arthur."Aku harus tegas dengan Adelia, dia sudah lama mempermainkanku, dan menipuku,"Sedang asyik-asyiknya Ar
"Ibu tiri kamu tidak mau menandatangani surat untuk operasi ayah kamu," jelas Arthur. "Apa! tega sekali dia," Geram Ayra. "Sebenarnya apa yang membuat ibu tiri mu tidak mau menandatangani surat iniz pasti kamu tahu kan?" tanya Arthur. "Mereka hanya ingin uang saya saja mas," lirih Ayra. "Jadi selama ini kamu bekerja hanya untuk diberikan kepada mereka?" tanya Arhur. "Ya mas, jika saya tidak memberi mereka uang, mereka akan menyusahkan saya jika ayah saya tidak berada dirumah," "Uang itu akan mereka gunakan untuk apa?" "Untuk kesenangan mereka pak, makanya saya selalu menyembunyikan gaji saya separuh, dan mereka juga tidak tahu jika saya adalah seorang sekretaris, kalau mereka tahu pasti mereka akan meminta lebih banyak uang lagi kepada saya," jelas Ayra. "Tanda tanganilah surat-surat ini, agar ayah kamu bisa segera diobati," "Baiklah pak," Ayra pun menandatangani berkas-berkas itu,lalu Arthur mengirimkannya kembali ke rumah sakit. "Sekarang kamu pergilah istirahat, besok kit
Arthur dan Ayra sudah kembali ke Indonesia, Arthur benar-benar menepati janjinya, setelah pekerjaan mereka selesai dia membawa Ayra pulang untuk bertemu dengan Ayahnya. "Ayah," panggil Ayra, matanya sudah tergenang air mata yang siap terjun kapan saja. Namun Baskara sang ayah tidak menyahut, bahkan matanya pun masih setia terpejam. "Kamu disini saja ya temani ayah kamu, saya akan menemui dokter," ucap Arthur. Ayra menganggukkan kepalanya sebagai jawaban ucapan Arthur. Air matanya pun kini sudah turun membasahi pipinya, "Ayah, kenapa ayah masih saja memejamkan mata ayah? Ayra sudah pulang yah." "Ayah ayo lah bangun, apa ayah tidak mau melihat Ayra." Ayra kini sudah terisak, menangis melihat keadaan ayahnya. Brak.... Mayumi membuka pintu ruangan Baskara dengan kasar, mereka masuk keruangan itu dengan tertawa, tidak terlihat sedikit pun kesedihan di wajah mereka. "Oh ternyata kamu sudah pulang anak sial," ucap Yuni yang langsung memarahi Ayra. "Kemana aja kelian? kena
Arthur kembali kerumahnya, ia tidak melihat keberadaan Adelia. Art Arthur melihat kepulangan Arthur, ia pun menyambut kedatangan Arthur, "Tuan sudah kembali," "Dimana Adelia bi?" "Nyonya lagi keluar tuan, katanya ada arisan dengan teman-teman sosialitanya," "Apa tuan mau saya buatkan kopi atau tuan ingin makan?" "Buatkan saja saya kopi, dan letakkan di ruang kerja saya bi," "Baik tuan," Arthur pergi menuju kamarnya, ia melihat sekeliling kamarnya, namun ada sesuatu yang ia lihat diatas meja rias Adelia. "Ternyata dia sudah tidak menyembunyikan ini lagi, dia secara terang-terangan tidak ingin memiliki anak," gumam Arthur. Arthur melihat obat yang sama ia lihat sebelum ia bertengkar dengan Adelia, yaitu obat pencegah kehamilan. Di bawah guyuran air shower yang dingin Arthur mendinginkan kepalanya, ia merasa isi kepalanya sangat panas memikirkan Adelia, namun saat ia memejamkan matanya, ia melihat bayang-bayang Ayra yang tersenyum dan berinteraksi dengan seorang anak. "Come on
Seminggu telah berlalu, ayah Ayra sudah sadar dari komanya, Baskara merasa senang karena anaknya sudah kembali dengan selamat dari perjalanan bisni, namun ada yang mengganggu hati dan pikirannya, istri dan kedua anak tirinya tidak ada di rumah sakit dari semenjak ia siuman dari koma."Ayra, apa atasan kamu tidak marah kalau kamu selalu libur?" tanya Baskara."Tidak ayah, atasan Ayra sendiri yang memberi izin untuk menemani ayah, lagi pula hari ini ayah akan pulang dari rumah sakit,""Baik sekali atasan kamu, dia sudah membiayai biaya rumah sakit ayah dan dia juga mau memberimu izin libur kerja,""Itu karena Ayra adalah calon istri saya pak," ucap Arthur yang tiba-tiba sudah berada di dalam ruang rawat Baskara."Apa calon istri?" tanya Baskara."Iya ayah, mas Arthur adalah calon suami Ayra,""Bagaimana bisa atasan kamu menikahi kamu Ayra?""Maafkan saya pak ini terlalu mendadak, tetapi saya dan Ayra sudah sepakat, jika saya membiayai seluruh pengobatan bapak, maka Ayra akan menikah den
"Ayra, kenapa di depan rumah kita banyak orang?" tanya Baskara."Ayra gak tahu ayah, Ayra juga baru ini pulang kerumah," jawab Ayra."Ayra turun dulu ya mas, ayah, Ayra lihat dulu mereka siapa dan cari siapa,"Arthur mengantarkan Ayra dan Baskara sampai di depan rumah mereka, namun mereka melihat begitu banyak pria yang bertubuh kekar dan berpakaian preman di depan rumah Ayra. Rumah itu merupakan rumah peninggalan ibu Ayra untuk Ayra, makanya ibu tiri dan saudara tirinya mendapatkan surat tanah itu di kamar Ayra."Maaf bapak-bapak ini siapa?" tanya Ayra dengan sopan."Kamu siapa?" tanya salah satu dari pria itu."Saya Ayra pemilik rumah ini,"Mereka membuka map yang mereka bawa dan melihat foto yang ada diberkas itu mirip dengan Ayra."Rumah ini akan kami sita karena kamu tidak membayar pinjaman kamu,""Apa, disita? pinjaman?" tanya Ayra yang merasa bingung."Ya, Rumah ini kami sita, dan kamu harus membayar uang pinjaman itu sekarang juga, jika kamu tidak membayarnya maka rumah dan ta
"Tega sekali mereka kepadamu, sekarang mereka dimana? tanya Arthur. "Aku tidak tahu, terakhir aku melihat mereka...." Ayra Tampak berfikir. "Ah, terakhir aku melihat mereka ketika di rumah sakit ketika aku baru pulang dari London dan aku melihat mereka habis berbelanja yang banyak," lanjut Ayra. "Jadi mereka menggadaikan rumahmu untuk berfoya-foya demi kesenangan mereka dengan alasan pengobatan ayah kamu," Ayra hanya mengangguk. "Ya sudah kalau mereka pulang kamu bicarakan dengan mereka, kalau dalam 3 hari mereka tidak pulang, saya yang akan berbicara dengan orang-orang tadi, sekarang saya mau ke kantor, kamu besok saja masuk kantor." "Iya." Ayra mengantar Arthur kedepan menuju mobilnya dan masuk kembali kedalam rumahnya setelah mobil Arthur tak terlihat lagi. Ayra masuk kedalam kamarnya untuk menyimpan pakaiannya yang masih tersusun rapi di dalam koper. Katika Ayra masuk ke dalam kamarnya betapa terkejutnya Ayra melihat kamarnya yang begitu berantakan, seperti habis kema