Sudah beberapa hari ini Violeta keliling dan mengikuti seleksi karyawan. Dan semua menolaknya. Vio sampai heran sendiri.
"Kenapa dengan mereka?"gumamnya jengkel sampai ke umbun-umbun."Butuh karyawan, tapi datang karyawan terbaik bisa bisa nya ditolak." gerutunya narsis."Baiklah. Aku tidak mungkin kembali ke perusahaan Nino. Juga tidak mau ke Z2x grup..." vio menatap gedung didepannya yang menjulang tinggi."Aku juga tidak akan kemari." gumamnya datar melihat plat perusahaan Alexander grup yang mana disana juga sedang mencari engenering."Mana sudi aku bekerja dibawah Felix, manna masih harus berhadapan dengan Rena. Haaaahh... tidak sudi."gumamnya lagi, sambil terus melajukan kendaraannya ke tujuan lain.Vio menghentikan mobilnya di sebuah gedung yang dia lihat melalui laman web. Bukan gedung yang besar apalagi megah. Hanya sebuah pabrik kecil.Vio menghela nafasnya."Disini sepertinya cocok." ucap Vio dengan s"Kenapa Fang langsung pergi? Kenapa dia tidak ikut?" Vio heran, tak biasanya Fang dan para ekor Bastian tak ikut berhenti."Ekormu juga...""Ituu.... Mereka sudah ada tugas yang lain." ucap Bastian menggaruk kepala yang tidak gatal mencari alasan."Haaa.... kupikir tugasnya hanya menyertaimu." gumam Vio kecewa.Memang! Tapi aku tak mau mereka ikut menyertai kita makan berdua. Mengacau saja. Batin Bastian."Ya sudahlah. Ayo kita masuk."Vio menarik lengan Bastian agar memasuki resto Banyu biru. Sampai didalam, Vio membawa Bastian ke meja yang sudah Vio pesan. Beberapa meja di satukan menjadi panjang dan sudah ditata berbagai jenis makanan.Vio menarik kursi untuk Bastian duduk. Pria itu menatapnya,"Tunggu! Bukankah seharusnya aku yang menarik kursi untukmu?""Hhaaa? Sudah lah itu tidak penting." acuh Vio menarik kursi untuknya sendiri dan bersiap duduk."Tidak! Pria harus menarik kursi untuk wanitanya."B
Vio tertegun melihat siapa yang keluar."Nino!""Bahaya tau nggak?" sentak Vio begitu keduanya bertemu."Kamu ke mana aja Vio?"tanya Nino menarik tangan Vio."Aku nyari kamu ke mana-mana. nomormu juga tidak aktif. Aku khawatir tau nggak."Vio tersentak."Kenapa kamu khawatir. Kita atasan dan bawahan, apalagi aku sudah keluar dari perusahaan mu. Jadi ku pikirr...""Kita berteman kan?"Vio terdiam."Kita berteman kan? Atau hanya aku aja yang nganggap kamu teman?" cerca Nino dengan wajah sayu.Vio menyentuh keningnya. Pening juga, Nino berhasil membuat hati Vio tak enak."Yaaa, tapi apa yang kamu lakuin ini salah. Bisa membuat kecelakaan," ucap Vio masih agak kesal walau dia merasa tak enak juga pada Nino."Sembarangan memotong jalan , jika aku tidak sigap mengerem. Sudah pasti terjadi tabrakan. Kita berdua celaka. Apa teman akan mencelakai temannya sendiri, heeemmm?"Nino merasa bersalah juga."Maaf.""Aku sudah memanggilmu tadi. Tapi kamu nggak dengar," lanjut Nino lirih."Baiklah." Vio
Pagi itu Vio bangun agak telat. Segera Dia ke kamar mandi untuk menggosok gigi. Di depan wastafel sudah ada Bastian yang sedang mencukur bulu halus di wajahnya. Vio asal menerobos saja, berdiri di depan Bastian, dan mulai menggosok gigi nya.Melalui kaca netra keduanya bertemu. Vio nyengir, sedang Bastian tersenyum tipis. Entah kenapa jadi terasa canggung. Vio mempercepat menggosok gigi, berkumur dan sedikit membungkuk membuang kumuran.Terdengar samar suara Bastian bersenandung. Vio menggeser tubuhnya ke kanan. Tangan kanan Bastian sudah menguncinya di meja wastafel. Sedang tangan kirinya masih mencukur.Vio beralih menggeser tubuhnya ke kiri. Kini giliran tubuh Bastian yang menekuk.Ini tidak benar! Kenapa dia seperti sengaja mengunci tubuhku disini? batin Vio jengkel, dia sedang buru-buru tapi Bastian seolah sedang menggodanya.Vio mencoba menggerakkan tubuhnya. Namun, tubuh Bastian semakin memepetnya. Vio kesal, jengkel dan geram memb
"ini!""Ini""Dan Ini!""Semua dicoba."Bastian menunjuk beberapa baju di sebuah butik ternama. Di belakangnya seorang karyawan dengan sigap mengambil gaun-gaun yang Bastian mau.Vio yang melihat kelakuan Bastian hanya menggelengkan kepala sambil berdecak."Ck.. ck... ck.. Macam sultan.""Aku memang sultan. Cepat ganti!" perintah Bastian narsis, duduk di kursi tunggu."Mari Nyonya.." sang karyawan mempersilahkan."Baik," ucap Vio mengikuti."Apakah aku benar-benar harus mencoba semuanya?" tanya Vio melirik baju-baju yang di bawa beberapa karyawan butik itu. Di ruang ganti."Tidak kok, Anda hanya perlu coba yang ini." ucap pemilik butik mengambil satu gaun ."Aaaa...."Vio mengambil gaun berwarna peach itu. lalu mencobanya. Vio menatap pantulan diri di cermin. Gadis itu menggigit bibirnya,"Anda cantik sekali Nyonya,"puji sang pemilik butik itu."Baju ini sanga
Dalam perjalanan pulang Vio duduk termenung di dalam mobil disisi suaminya."Aku memang bukan apa-apa tanpa nya. Melihat bagaimana mereka menjilat membuat aku sadar. Lucu sekali. Bagaimana bisa hidupku seperti ini. Entah bagaimana nantinya jika dia meninggalkanku. Saat ini aku sudah berhutang banyak padanya," pikir Vio menyenderkan kepalanya di dada Bastian.Bastian menoleh, merasa Vio bersandar padanya, senyumnya mengembang. Diusapnya kepala Vio dan mengecup pelan punca kepalanya. Vio mengangkat wajahnya untuk melihat wajah Bastian.Pria itu tersenyum dan mendekatkan wajahnya. mencium bibir milik Vio. Vio menyambutnya. Menyesap pelan bibir Bastian. Fang yang duduk di depan melirik kecil dan menutup pembatasnya. Memberi tuan dan nyonya-nya privasi.Sesampainya di vila, Fang kembali melirik ke belakang. Walau tak terlihat, Sepertinya dia tau apa yang terjadi di belakang sana.'Baiklah. Jalan lagi saja. goncangannya sampai di sini. Jika tib
"Aauuu...""Aaauuuu...""Sakit vi.. Bisa pelan sedikit tidak?"rengek Nino.Vio yang merasa bersalah pada Nino karena suaminya sudah membuatnya babak belur begini. Mau tak mau ikut Nino pulang dan merawat luka-luka Nino."Bagaimana kalian bisa bertengkar?"tanya vio yang masih merawat wajah Nino yang luka."Aku tidak tau. Dia tiba-tiba menggebrak lalu memukuliku," jawab Nino berbohong.Vio terdiam. Mengingat perangai Bastian yang marah tiap melihatnya dekat dengan seseorang membuatnya percaya pada Nino."Tapi, dia tak pernah memukul orang selama ini. Apakah ada pemicu lain, atau karena aku selalu menenangkannya, jadi aku tak tau sifat asli Bastian?" batin Vio bermonolog."Sudah,"ucap Vio menutup kotak p3k setelah menyelesaikan merawat luka Nino."Aku pulang dulu," Vio beranjak dari duduknya, mata Nino mengikuti wajah Vio yang bergerak naik.Tangan Nino terulur menahan lengan Vio. Vio menatap tang
Bastian mondar mandir di depan gerbang vilanya."Kenapa dia tidak kembali? Ini sudah satu jam." Kesal Bastian menendang kerikil di depannya.Bastian marah, sangat marah, bagaimana bisa istrinya justru memilih pergi dengan lelaki lain dan meninggalkannya seperti ini."Baiklah! Aku tidak akan menunggu lagi. Tidak usah pulang kalau begitu!"Bastian masuk ke dalam vila nya, mencoba meredam hawa panas di hatinya. Bastian akhirnya memilih berendam saja. Selama berendam pikiran Bastian tak lepas dari istrinya. Entah kenapa otak nya selalu berfikiran buruk, Saat dia berendam, membayangkan Vio juga sedang berendam dengan Nino. Bastian memukul air di depannya saking kesalnya. Setelah berendam selama satu jam. Bastian keluar dari kamar mandi. Melihat ponselnya. Tak ada pesan ataupun telpon dari Vio."SIAALLL!" umpatnya menendang ranjang, Namun justru betisnya yang terpentok. Bastian memegangi betisnya yang sakit."Aduh!! Aduh! adu
Bastian tengah berbaring tengkurap, dengan tubuh bagian atas yang terlihat terbuka, membiarkan kulit indahnya terbuka merasakan dingin yang mulai mencair oleh hangatnya kamar itu."Eennaaakk... Sekali...." ucap Bastian merem melek."Sudah! Aku lelah!" pinta Vio dengan keringat yang bercucuran di wajahnya."Em... emm... eemmm... Aku belum puas!" tolak Bastian dengan wajah menang."Uuuuggghhh....." Vio kembali melanjutkan memijit Bastian.Sudah hampir dua jam pria itu minta di pijit dan di urut. Tentu saja tangan Vio pegal setengah mati. Mungkin malah sudah mati rasa. Padahal Vio pikir waktu Bastian meminta melayaninya, untuk hal lain, Ehem.. Ehemm.."Ternyata memijit pun termasuk dalam kategori melayani" batin Vio."Aku menyerah! Aku sudah tak kuat!" rintih Vio menjatuhkan tubuhnya di samping Bastian dengan terlentang. Bastian menoleh melihatnya"Haaaaaahhh.... Tanganku sudah kebas.""Vio! Aku