Bastian tengah berbaring tengkurap, dengan tubuh bagian atas yang terlihat terbuka, membiarkan kulit indahnya terbuka merasakan dingin yang mulai mencair oleh hangatnya kamar itu."Eennaaakk... Sekali...." ucap Bastian merem melek."Sudah! Aku lelah!" pinta Vio dengan keringat yang bercucuran di wajahnya."Em... emm... eemmm... Aku belum puas!" tolak Bastian dengan wajah menang."Uuuuggghhh....." Vio kembali melanjutkan memijit Bastian.Sudah hampir dua jam pria itu minta di pijit dan di urut. Tentu saja tangan Vio pegal setengah mati. Mungkin malah sudah mati rasa. Padahal Vio pikir waktu Bastian meminta melayaninya, untuk hal lain, Ehem.. Ehemm.."Ternyata memijit pun termasuk dalam kategori melayani" batin Vio."Aku menyerah! Aku sudah tak kuat!" rintih Vio menjatuhkan tubuhnya di samping Bastian dengan terlentang. Bastian menoleh melihatnya"Haaaaaahhh.... Tanganku sudah kebas.""Vio! Aku
Di ruang meting kecil.Morena duduk dengan percaya diri sepaket berkas tertumpuk di depann ya. Wanita itu menunggu dengan sabar, Rena mengambil kaca dan lipstiknya, memoles lagi bibirnya agar makin merona."Sempurna!" pujinya sedikit mengerutkan bibirnya lalu memisahkan bibir bawah dan atasnya dengan seksi.Rena memasukan lagi kaca dan lipstiknya ke dalam tas bahunya. Melihat seluruh ruangan meting kecil. Walau kecil ruangan itu tetap mampu menampung setidaknya 15-20 orang.Rena saat itu memakai pakaian yang sedikit terbuka, baju terusan berwarna krem tanpa lengan yang memperlihatkan belahan dadanya bagian atas, dengan dipadankan dengan jaket blazer warna coklat.Rena membenarkan dadanya agar sedikit terangkat dan makin padat. Lalu kembali pura-pura membuka-mbuka berkasnya.Tak lama kemudian,pintu ruang metting di buka oleh Fang. Dengan wajah senang Rena menoleh, Dia sedikit kecewa karena Fang yang masuk bukan Bastian.
Sore itu, Vio pulang lebih awal. Setelah selesai membersihkan diri, Vio mengunjungi dapur. Vio ingin membuat makan malam sendiri untuk nya dan suaminya. Setelah semua selesai dalam dua jam, Vio menunggu di balkon yang dapat melihat ke arah pintu utama. Agar bisa melihat bila suaminya pulang.Vio bersenandung, sambil menatap langit yang mulai berubah warna pada pekatnya malam. Dengan senyum kecil di wajahnya.****Rena terperanjat ketika dia keluar dari salon sebuah mobil mewah menantinya, dengan seorang supir yang menunduk hormat padanya. Tentu itu sukses membuatnya makin melambung tinggi.'Astaga! Pelayanan apa ini? Begini kah bila bisa mengambil hati Tuan Bastian? Luar biasa. Akan lebih baik bila bisa menjadi istrinya. Vi kau pasti sangat makmur sekarang yaa? Tapi itu tak akan lama, berlian seperti Bastian tak akan ku lepas!' Pikir Rena dengan senyum kepedean nya.Rena memasuki mobil itu. Yang lalu bergerak membelah jalanan. Menuju
Malam itu Vio masih menunggu di atas balkon. Menatap pintu utama yang tak juga menunjukkan Suaminya datang. Vio menghela nafasnya, melihat jam di ponselnya. Sudah pukul 8 malam, dan masih tak ada pesan atau telpon dari Bastian.Vio menghela nafasnya."Tak biasanya dia belum pulang jam segini. Juga tidak menghubungi," gumam Vio.Dia mencari kontak Bastian, mengetik pesan, lalu terdiam, dia hapus lagi. Begitu berulang."Haaahhh.... Sudahlah. Mungkin dia memang sibuk."****Bastian meninggalkan Club Pasific dengan Rena yang masih histeris dikerubungi oleh pria-pria berwajah beringas bin mesum diruangan private itu. Bastian tidak perduli apa yang Rena pilih, semua tidaklah penting bagi nya. Dia hanya ingin memberi wanita laknut itu pelajaran.Bastian sedang dalam perjalanan kembali, menatap keluar jendela dengan memangku wajahnya.Fang yang saat itu sedang menyetir, menerima panggilan."Kabur?" suarany
Kenapa? Aku merasa di hianati? Kenapa aku bahkan tak rela? Hutang pribadi yang tak bisa di wakilkan? Hutang macam apa itu? Hutang pribadi.....Tak terasa bulir bening keluar dari netra Vio yang indah. Bastian yang sedang menikmati aktifitasnya menyesapi kulit dada Vio, mengangkat kepalanya. Melihat istrinya yang sedang menangis saat sedang pemanasan. Membuat hatinya tercenung."Apa yang tidak nyaman? Bagian mana yang sakit?" tanya Bastian dengan cemas menatap wajah Vio.Vio menunjuk bekas merah yang tepat berada di dadanya, tepat di mana hatinya terletak. Bastian terkesima. Dia menelan ludahnya.Apa aku terlalu bersemangat?Bastian mengusap pelan pada bagian yang Vio tunjuk, lalu mengecupnya dengan lembut."Maaf...."Bastian bangkit dan duduk di pinggiran ranjang. Menghisap dalam-dalam udara."Tenanglah junior.... Tenang! Jangan memaksakan....."Vio menyentuh bibirnya, yang bergetar. Dia menggigit kecil
Vio membuka matanya, Sejak hari itu, kedua anak manusia itu jadi lebih sering melakukannya. Hampir setiap malam Bastian memintanya, ada saja alasan dan sikapnya untuk menuntut.Vio meraba ruang disampingnya. Kosong! Tak ditemukannya Bastian di sana. Hanya ruang kosong saja.. Vio berjalan menuju kamar mandi, membersihkan dirinya.Seusai membersihkan diri Vio berjalan keluar dari kamar, rumah itu tiba-tiba serasa sepi. Tak ditemukannya seorangpun disana. Vio merasa begidig kengerian. Bayangkan saja, rumah sebesar itu tak ada penghuninya. Hanya dia seorang.Di dapur terdengar suara gaduh, juga aroma yang entah apa. Vio mendekat, dilihatnya dapur yang berantakan. Dan Bastian yang sedang memasak entah apa."Apa yang sedang kamu lakukan suamiku?" tanya Vio mendekat.Bastian menoleh dengan sedikit kaget."Memasak.""Apa yang kamu masak?"Bastian hanya melirik masakannya yang acakkadut dan setengah gosong itu. Lalu berp
"Entahlah, aku tak ingin memikirkan nya sekarang."Bastian bangkit dan merangkak hingga wajah nya berjarak beberapa inci saja dengan Vio. Tangan Bastian menekan kedua tangan Vio. Melewati atas kepala gadis itu."Kau mau kita memulai pengembangbiakan kecebong lagi?""Aarrgg... Kita baru saja selesai. Bolak-balik apa kamu tidak capek."protes Vio mencoba meloloskan diri."Tidak! Kamu santapan kesukaan ku." Tangan Bastian memegang dagu Vio, dengan satu tangan yang lain nya mencengkram kedua lengan gadis itu. Bastian melummaaatt bibir Vio."Uuummmpp...."*****Di sebuah Cafe yang agak sepi di kota itu, Alexa duduk seorang diri. Di depannya segelas minuman orenge yang siap di seruput.Alexa mengotak-atik hp nya. Menunggu seseorang untuk datang. Sesekali gadis cantik itu menyeruput minuman nya. Tak lama seseorang yang di nanti datang. Orang itu berdiri tepat di depan meja nya."Oohh, kau sudah datang? Dud
Alexa tersenyum licik. Foto Vio dan Felix yang sedang berpelukan di sebuah rumah sakit, dan saat Felix sedang di tampar oleh Vio setelah nya."Aku pikir, kamu mungkin masih memiliki perasaan pada mantan pacarmu itu." sinis Alexa,"Aku rasa Nona Rena akan keberatan jika melihat ini, dan aku juga tak tau apa yang harus aku lakukan dengan kedua foto ini. Apakah akan ku edarkan ke masyarakat, atau menyimpannya."tukas Alexa, "Bagaimana menurutmu tuan Felix?""Apa kau sedang mengancam ku, nona Alexa?""Tidak! Hanya apakah kamu sudah tidak memiliki perasaan lagi pada Vio? Aku bisa membantumu mendapatkannya kembali. Aku saat ini ada di posisi yang sama denganmu, Bastian adalah tunangan ku. Dan entah bagaimana mereka bisa menikah. Aku sangat yakin, ini adalah hal yang tidak benar. Karena itu, mari kita kembalikan semua ke tempat semula.""Kau bisa mendapatkan kembali Vio pacar mu itu, dan aku kembali pada tunangan ku." lanjut Alexa lagi dengan sen
Setelah Vio sadar, beberapa saat kemudian, bayi-bayi vio dibawa keruangan an vip. sang dokter juga mengarahkan bagaimana cara menyusui bayi kembar juga berlatih duduk dan bergerak pasca oprasi caesar."Sayang! Lihat! Doble J lucu sekali." Ucap Vio sambil menyusui keduanya.Bastian menelan ludahnya. Didalam ruangan itu hanya ada Bastian dan Vio dan satu dokter wanita satu perawat wanita. Tentu saja Fang dan laki laki tak di ijinkan melihat Vio menyusui. Mau mati apa mereka?Setelah beberapa hari dirumah sakit, Vio pun di ijinkan pulang. Di vila pribadi Bastian, mobil yang membawa Vio dan dan doble J berhenti dihalaman. Bastian dengan sigap memapah istrinya. menuntun wanita itu untuk masuk kediamannya.Didepan pintu, keluarga kecil itu disambut oleh bibi Ana dan para pelayan. Vio tersenyum haru. Mungkin, inilah keluarga yang selama ini dia impikan. Yang tidak dia dapatkan dari keluarga Tan.Vio mwnatap satu persatu wajah-wajah yang menyambu
"Bagaimana dokter?" Bastian sangat tak sabar dan cemas.Sang dokter tersenyum maklum."Semuanya selamat dan berjalan dengan lancar. Selama beberapa jam kedepan pasien akan ditempatkan diruang isolasi dulu. Mohon bersabar."Bastian bernafas lega, tubuhnya lemas dan merosot kebawah, seolah dia sudah tak punya tulang lagi."Ba-bagaimana dengan bayi nya?""Sangat sehat dan sempurna. Sementara kami akan menempatkannya di ruang khusus. Anda bisa melihatnya nanti.""Fang! Apa yang harus aku lakukan? Aku sangat bahagia, juga bersyukur.""Lakukan seperti biasanya tuan. Saya bisa menyiapkan segalanya."Fang ikut berjongkok disamping tuannya yang terduduk lemas dilantai."Tapi aku, seperti tak bertulang.""Apa anda mau saya menggantikannya untuk anda tuan?"Bastian tersentak menatap Fang."kau mau?""Tidak!" jawab Fang yakin dengan gelengan kepala mantap."Sialan kau!""
Davi meniup luka di wajah Jil. Dia mengobati bekas pukulan Andi. Davi menatap pria yang terus memperhatikannya itu."Kenapa?" tanya Davi masih mengolesi luka di wajah Jil."Seorang dokter tidak boleh terlihat memiliki memar seperti ini." ucap Davi lagi."Aku sangat bersyukur pria itu memukulku sampai seperti ini."Davi menghentikan pergerakan tangannya,"Dengan begitu aku bisa sedekat ini denganmu."Davi terkekeh kecil."Jangan menggombal." cibir Davi masih terkekeh."Harusnya kau yang menghajar dia. bukan bersikap sok gagah seperti tadi, tapi justru kena pukul lebih banyak." Ejek Davi dengan senyum geli."Sudah kubilang aku ini dokter. Mana boleh dokter menambah jumlah pasien rumah sakit dengan tangannya yang berharga ini."Davi tergelak."Jangan kau samakan dokter dengan ganster macam duo macan FB."Davi terdiam sejenak mendengar duo macan FB."Siapa duo macan FB?""
Fang berjalan dalam gang sempit di sekitar kosan Davi. Pria itu mengenakan jaket dan sepatu boot kulit. Fang berhenti tepat di ujung gang, di mana dari sana dia dapat melihat kosan Davi dengan lebih penuh dan leluasa.Fang menggigit batang rokok di mulutnya, menyalakan memantik dan menyulut rokok. Api telah padam. Bara tembakau dari rokok menyala-nyala oleh kuatnya isapan dari mulut Fang. Dia menjepit batang rokok dengan jarinya, dan menyemburkan asap ke udara.Mata elangnya tak lepas menatap bangunan tua itu dalam pekatnya malam.***Pagi yang cerah, menggantikan malam yang dingin dan gelap. Membawa hari baru yang lebih ceria, suara riang burung gereja yang hinggap di dahan pohon di samping Vila Bastian membangunkan Vio yang masih terlelap dalam pelukan hangat suaminya.Vio mengangkat lengan Bastian dari atas perutnya dengan hati-hati. Vio perlahan turun dari ranjangnya, berjinjit menuju kamar mandi, guna membersihkan diri.Pagi
Davi meremas-remas tangannya. Jantung gadis cantik itu berdetak lebih kencang dari biasanya. Dari wajahnya terlihat sekali dia sangat tegang.Jil melirik Davi dari ekor matanya. Sementara dia masih menyetir."Kenapa?""Bagaimana jika ayah dan ibumu menolak ku?" tanya Davi masih sangat gelisah.Jil tersenyum maklum."Mereka bukan orang yang kolot.""Tapi... Aku hanya gadis biasa. Aku bahkan tak punya orang tua...""Itu bukan masalah bagi mereka.""Tapii...""Percaya padaku, dan tegakkan dada mu. Heeemm?"Davi membuang nafasnya. Masih ada kekhawatiran di dirinya. Jil tersenyum gemas melihat Davi yang masih gelisah tak kunjung tenang. Pria itu menghentikan laju mobilnya dan menepi. Davi menatapnya dengan tatapan tanya."Sepertinya wanitaku ini masih butuh penyemangat dan energi positif."Jil mendekatkan wajahnya, mengecup ringan bibir ranum Davi. Gadis itupun membalasnya. Dengan
"Suamiku?"Vio, mengeratkan pelukannya pada tubuh Bastian.. Sehabis pertempuran malam itu."Apa Fang sungguhan tak punya pacar?"Bastian menghela nafasnya dengan sabar."Kenapa menanyakannya lagi?""Aku hanya ingin tau.""Kau menanyakannya berulang. Dan aku juga sudah menjawabnya sampai lelah.""Bagaimana kalau kita dekatkan Davi dan Fang?""Tidak usah.""Kenapa?" Vio memukul dada bidang suaminya itu dengan sedikit mengangkat tubuhnya menjauh dari suaminya."Fang tidak tertarik pada wanita."Bastian menarik kembali lengan Vio dan mendekapnya."Jangan terlalu jauh dariku. Aku bisa kangen.""Apa sih? Orang masih disini juga.""Tubuhku kanngen. Jika tidak menempel di kulit mu.""Iiiisshhh.." Vio mencubit perut Bastian."Auuu.. sakit sayang." Bastian mengusap perutnya."Oo iya, kapan USG lagi? Aku sangat ingin melihat doble J laki-laki
Pagi itu, daun- daun basah oleh embun, tetesannya jatuh dan membias tak tapak di tanah. Sinar kekuningan menghangatkan hawa sejuk dan menyibak kabut perlahan.Dalam ruang yang begitu rapi dan manly, netra Davi mengerjab, melihat sekeliling dengan pandangan yang sedikit berkabut, lalu terang oleh biasnya warna pagi itu.Davi merasa berada di tempat yang asing. Di manakah dia? Dia tak pernah berada di sana sebelumnya. Davi bangun terduduk dengan wajah bingungnya.Davi mencoba mengingat-ingat."Aahh,, benar! Aku bersama dokter Jil."Davi pun tersentak, sekilat ingatannya timbul, Dia sempat minum saat masih berada didalam pesta. Lalu dokter Jil mengantarnya, Mereka sempat terlibat percakapan kecil. Lalu tiba-tiba Dokter Jil menciumnya. Lalu berlanjut hingga akhirnya Dokter itu membawa Davi ke Apartemennya."Astaga!" Davi menutup mulutnya tak percaya. "Apa yang sudah kulakukan? Kami bahkan melakukannya lebih dari sekali."CEK
"Fang!""Iya Nyonya?""Duduklah."Fang melihat sekitar."Bastian sedang mandi. Biasanya lama."Dengan ragu duduk di sofa yang lain disisi sofa yang Vio duduki."Mmmm... Kau bisa menyelidiki apapun kan?" tanya Vio."Apa anda punya tugas untuk saya?""Mmm... Kau tau, Davi memiliki seorang pacar. Kalau tidak salah, namanya Andi. Tapi dia tidak terlihat sama sekali di pemakaman ibu Davi. Apa kau tau kenapa?""Aaahh, pria brengsek itu sudah putus dengan Nona Davi, nyonya.""Benarkah?" Vio tampak sangat terkejut"Heem.."Vio merasa menyayangkan karena Davi bahkan tidak bercerita padanya. Vii menghela nafasnya. Tak lama Bastian ikut bergabung."Ada apa?""Nyonya hanya menanyakan tentang nona Davi, tuan."Bastian manggut-manggut."Besok kita datangi keluarga Hendrawan.""Baiklah""Kenapa begitu lesu?""Sebenarnya aku sudah
"Nona Lyn." Jil mendekat dan berhenti tepat didepan Lyn. Tangan nya menengadah, Lyn meletakkan tangannya pada tangan Jin."Selamat ulang tahun." ucap Jil sambil mencium tangan Lyn.Tentu saja itu membuat Lyn tersipu malu. Sedangkan Andi jadi marah dan kesal. Di pisahkannya tangan keduanya segera. Lalu merangkul pinggang Lyn."Dia pacarku! Jangan sembarangan menyentuhnya."Jil tercengang, begitupun dengan orang-orang disekitarnya."Sayang sekali kau sudah punya pacar." oceh Jil lembut dengan memasang wajah sedih."Ya ampuunn... Tangkapan besar lepas demi ikan teri.""Sayang sekali ya, padahal Jil terlihat begitu berharap.""Aku tidak menyangka selera Lyn begitu rendah dengan memilih pria yang tak ada apa-apanya itu."Gumaman-gumaman teman Lyn sangat menggelitik telinga Andi. Tentu saja dia sangat kesal dengan ocehan teman-teman Lyn."Tidak!" Lyn segera melepaskan tangan Andi dari pingg