Vio baru saja turun dari taksi online yang dia pesan tadi didepan gedung Hongfang.
"Vio!"Violita menoleh, Nino mendekat, pria itulah yang tadi memanggilnya."Iya pak." Vio menunduk hormat."Jangan lupa Hari ini kita kunjungan ke Alexander grub." Nino mengingatkan. Mereka pun berjalan beriringan masuk kedalam gedung Hongfang corp."Aaaa.... saya minta ijin dulu pada Pak Dira ya pak. " ucap Vio,"Ooohh.. masalah itu sudah kami bicarakan. Kamu akan langsung pada penanganan saya.""Apa?" Vio terkejut. Dia hanya seorang enginer biasa. Bagaimana bisa langsung berhubungan dengan pemilik perusahaan. Bukankah itu melanggar kebijakan?"Tapi, saya pikir itu tidak sesuai dengan prosedur, pak Nino." ucap Vio sedikit keberatan, dia sadar jika seperti ini hanya akan membuat para rekannya cemburu."Itu, kebijakan baru."Sahut Nino mengambil langkah lebar.Meninggalkan vio yang terbengong, dan berhenti sejenak.Vio tersenyum menang."Apa kau mau melanjutkannya, Senior?" Sinis Vio dengan wajah sombongnya. Dia tau jika rekaman CCTV nya dibuka, sudah pasti kebohongan Reina terbongkar."Uugghhh.."Reina tersudut,"Sudahlah, aku akan memaafkanmu dan tidak mempermasalahkan hal ini."Vio terkekeh."Kau pasti sangat ketakutan senior." cibir Vio melangkah pergi."Kalau begitu inginn membuka CCTV lakukan saja. aku tidak tertarik."Di kejauhan Rena menyaksikan drama itu, tersenyum sinis."Vio."Vio menoleh. Dia merasa muak dengan wanita yang baru saja memanggilnya itu."Mau apa lagi kamu, Rena?" tanya Vio datar."Aku sudah berniat melupakan mu.""Kenapa kamu bisa ikut dalam project A?""Apa urusannya denganmu?""Aku manager perencanaan disini Vi. Ingat, posisiku lebih tinggi darimu." ucap Rena akuh."Hmmpppttt..... Kamu pasti lupa kami klien disini. Mau setinggi apapun jabatanmu jika klien tidak puas.... Kau tau sendiri kan?" balas Vio datar dengan diselipi sedikit cemoohan."Yang menentukan puas tidaknya b
Vio berjalan di lorong rumah sakit. Tentu saja Nino ikut bersamanya.Akhirnya aku tak bisa lepas juga dari pria ini. Batin Vio melirik pria yang berjalan di sampingnya itu.Kenapa dia memaksa sekali. Benar-benar menyebalkan. Pikir Vio berjalan terus menuju ruangan Papanya di rawat.Vio menggeser pintu ruang VIP itu, mendapati Papanya sedang duduk bersandar pada kepala brankar. Sepertinya sedang menonton tivi, matanya fokus kedepan kadang diselingi tawa. Di samping nya, Mariah duduk di kursi sebelah brankar. Tangannya sibuk mengupas apel. Menatap ke arah yang sama."Papa."panggil Vio pelan.Hendra dan Mariah menoleh ke arahnya. Vio masuk lebih dulu di susul oleh Nino."Akhirnya kamu datang juga."celetuk Hendra sedikit kesal pada Vio karena merasa tak dipedulikan oleh vio selama ini."Papamu sakit keras begini kenapa baru datang?"Mariah tersenyum sinis pada Vio."Benar! Anak gadis mana ini yang baru muncul. Benar-benar tida
Vio tertegun, melihat Nino berdiri diujung lorong, sepertinya dia menyaksikan drama tak mengenakkan tadi. Wajah Vio berubah jadi tak enak. Nino menatapnya datar."Kau melihatnya.""Pertengkaran kalian begitu keras, bagaimana aku tidak tertarik untuk melihat?" terang Nino tersenyum kecut."Huuhh.. Memalukan. Ini di rumah sakit."Vio menepuk jidatnya sendiri. Dan melangkahkan kakinya lagi untuk pergi. Nino menyesuaikan langkah."Ternyata kalian punya hubungan yang rumit."ucap nino."Itu ranah pribadiku, PAK NINO." tegas Vio menekankan sebutan nama atasannya."Baiklah. Kau sampai ngucapkan sebutan tak ramah itu." kata Nino tersenyum geli.Sesampainya mereka di depan gedung rumah sakit."Tunggulah disini. Aku ambil mobil dulu." kata Nino berlari kecil."Nggak usah aku sudah panggil taksi online."tolak Vio cepat."Cancel." sahut Nino sampai tubuhnya tak terlihat lagi.Vio menghela nafasnya.
Bastian dan Vio menikmati kare yang tadi dimasak Vio sendiri akhirnya. Mereka makan dengan tenang dan hening.Bastian melirik Vio yang ternyata makan sambil menoleh kearahnya. Membuat Pria itu salah tingkah.Hmmmppp... Sebenarnya dia lucu juga. Baru diperhatikan sedikit saja sudah terlihat salah tingkah. Apa dia memang sepolos ini? Tapi bagaimana bisa dia menekan perusahaan papa jika bodoh begini.Vio menghela nafasnya."Apa kare nya enak?""Heemmm...""Kalau begitu, makan yang banyak." ucap Vio dengan senyum manisnya."Baiklah." kata Bastian, "Aku tambah."lanjutnya menunjukan piringnya yang kosong.Vio tersenyum lebar."Bibi Ana, tuan Bastian mau tambah.""Baik Nyonya." Bibi Ana mengambil piring Bastian dan mengisinya lagi dengan kare."Makan!" ucap Vio geli.beberapa saat."Nambah.""Bibi Ana." nyanyian suara Vio."Baik nyonya." Bibi Ana menjawab dengan rian
"Jangan kuwatir nggak akan ketahuan, aku menggunakan nama anomim sebagai identitas di forum karyawan. Jadi tidak akan ketahuan."Suara yang muncul dari bibir merah seorang wanita, yang ditangannya tergenggam telpon seluler.["Baiklah. Aku hanya membantumu mendapatkan beberapa foto itu. Lakukan tugasmu dengan baik."] sahut suara wanita lain disebrang sana."Senang bekerja sama denganmu." ucap wanita berbibir merah, dengan senyum sinisnya.["Kelak jangan hubungi aku untuk urusan apapun. Kita saling menguntungkan, kau juga dapat tips."] suara Rena dengan senyum tipis.****"Vio!" panggil Davi dengan nada panik dan kuwatir."Ada apa?"Sahut Vio lemas."Lihatlah berita di forum karyawan."Vio terbangun dari sandarannya segera Vio membuka komputernya dan mengklik forum Karyawan."Aa-apaa ini?" pekik Vio, melihat forum berita disana yang menjadi tranding topik.Dalam berita di forum pekerja, Vio menjadi
Bastian dalam perjalanan pulang ke mansionnya."Tuan!" panggil Fang melirik tuannya yang termenung dibelakang, "Apa anda ingin kembali memutar?"Bastian hanya terdiam."Jika melewati belokan di depan kita akan melewati kantor tempat Nyonya bekerja. Tapi kita akan memutar sangat jauh." ujar Fang dengan senyuman diwajahnya."Belok saja.""Ehehe.. Baik Tuan."Fang membelokkan kemudinya, Bastian masih terdiam di belakang."Tunggu!" suara Bastian menegakkan punggungnya, "Vio tidak suka dengan para pengawal dibelakang.""Tenang saja tuan, saya sudah menginstruksikan mereka menyebar kedepan dan beberapa meter dibelakang. Nyonya tidak akan menyadarinya." Senyum ramah Fang menjelaskan."Ng?" Fang melebarkan sedikit matanya, saat melewati depan Gerbang perusahaan tempat Vio bekerja."Krumunan apa itu?"Bastian melongok, melihat jelas keluar. Matanya membola, melihat istrinya tengah ditindas banyak orang.
Vio masih berbincang dengan neneknya. Bastian mendekat, dan duduk berjongkok di depan nenek."Apa nenek senang?""Tentu saja. Terima kasih nak, sudah merawat Vio untuk nenek. Dan semua perhatian yang sudah kamu berikan pada nenek." ucap Nenek dengan senyum teduhnya."Nenek sangat menghargainya."Bastian membalasnya dengan senyuman ramah juga. "saya juga senang kalau begitu.""Nenek, boleh saya minta tolong untuk menjaga Vio sebentar untukku?" pinta Bastian lembut. Wajah vio terkejut."Apa kamu mau pergi?" tanya Vio."Iya, hanya sebentar.""Baiklah."Nenek menyetujui."Biar Nenek menjaganya untukmu.""Terima kasih Nek, Akan ku bawakan oleh-oleh untuk nenek nanti."janji Bastian ramah.Bastian berdiri menatap wajah istrinya."Kau mau pergi?" tanya Vio tak rela."Kemana?""Ada hal yang harus ku urus." kata Bastian mendekat."Tapi...""Aku akan menempatkan beberapa orang disin
Tanpa suara Bastian menatap Vio yang perlahan mendekat. Vio menumpukan lututnya di sela sela antara kaki Bastian. Tangan Vio menyentuh pundak kokoh pria yang menatapnya sayu.Vio memangkas jarak, menyatukan bibirnya pada benda kenyal Bastian. Dengan sendirinya Bastian menutup matanya, mengikuti permainan Vio menari-nari di dalam mulutnya. Tangan Bastian memeluk pinggang Vio. Tubuh Bastian terjatuh ke belakang, mendarat sempurna di atas ranjang yang empuk.Vio menjeda ciumannya, mengatur nafas yang mulai tersengal. Begitupun dengan Bastian yang nafasnya kian memburu."Bagaimana kau akan melayaniku, wanita?" Bastian menatap Vio dalam jarak sedekat itu dengan mata yang berkabut."Biar aku yang bergerak diatas tubuhmu, tuan Bastian...""Panggil aku suami." perintah Bastian."Biar aku yang beraksi diatas tubuhmu suamiku...""Aku sangat menantikannya..."Vio kembali memangkas jarak, memulai lagi yang sempat terjeda. B
Setelah Vio sadar, beberapa saat kemudian, bayi-bayi vio dibawa keruangan an vip. sang dokter juga mengarahkan bagaimana cara menyusui bayi kembar juga berlatih duduk dan bergerak pasca oprasi caesar."Sayang! Lihat! Doble J lucu sekali." Ucap Vio sambil menyusui keduanya.Bastian menelan ludahnya. Didalam ruangan itu hanya ada Bastian dan Vio dan satu dokter wanita satu perawat wanita. Tentu saja Fang dan laki laki tak di ijinkan melihat Vio menyusui. Mau mati apa mereka?Setelah beberapa hari dirumah sakit, Vio pun di ijinkan pulang. Di vila pribadi Bastian, mobil yang membawa Vio dan dan doble J berhenti dihalaman. Bastian dengan sigap memapah istrinya. menuntun wanita itu untuk masuk kediamannya.Didepan pintu, keluarga kecil itu disambut oleh bibi Ana dan para pelayan. Vio tersenyum haru. Mungkin, inilah keluarga yang selama ini dia impikan. Yang tidak dia dapatkan dari keluarga Tan.Vio mwnatap satu persatu wajah-wajah yang menyambu
"Bagaimana dokter?" Bastian sangat tak sabar dan cemas.Sang dokter tersenyum maklum."Semuanya selamat dan berjalan dengan lancar. Selama beberapa jam kedepan pasien akan ditempatkan diruang isolasi dulu. Mohon bersabar."Bastian bernafas lega, tubuhnya lemas dan merosot kebawah, seolah dia sudah tak punya tulang lagi."Ba-bagaimana dengan bayi nya?""Sangat sehat dan sempurna. Sementara kami akan menempatkannya di ruang khusus. Anda bisa melihatnya nanti.""Fang! Apa yang harus aku lakukan? Aku sangat bahagia, juga bersyukur.""Lakukan seperti biasanya tuan. Saya bisa menyiapkan segalanya."Fang ikut berjongkok disamping tuannya yang terduduk lemas dilantai."Tapi aku, seperti tak bertulang.""Apa anda mau saya menggantikannya untuk anda tuan?"Bastian tersentak menatap Fang."kau mau?""Tidak!" jawab Fang yakin dengan gelengan kepala mantap."Sialan kau!""
Davi meniup luka di wajah Jil. Dia mengobati bekas pukulan Andi. Davi menatap pria yang terus memperhatikannya itu."Kenapa?" tanya Davi masih mengolesi luka di wajah Jil."Seorang dokter tidak boleh terlihat memiliki memar seperti ini." ucap Davi lagi."Aku sangat bersyukur pria itu memukulku sampai seperti ini."Davi menghentikan pergerakan tangannya,"Dengan begitu aku bisa sedekat ini denganmu."Davi terkekeh kecil."Jangan menggombal." cibir Davi masih terkekeh."Harusnya kau yang menghajar dia. bukan bersikap sok gagah seperti tadi, tapi justru kena pukul lebih banyak." Ejek Davi dengan senyum geli."Sudah kubilang aku ini dokter. Mana boleh dokter menambah jumlah pasien rumah sakit dengan tangannya yang berharga ini."Davi tergelak."Jangan kau samakan dokter dengan ganster macam duo macan FB."Davi terdiam sejenak mendengar duo macan FB."Siapa duo macan FB?""
Fang berjalan dalam gang sempit di sekitar kosan Davi. Pria itu mengenakan jaket dan sepatu boot kulit. Fang berhenti tepat di ujung gang, di mana dari sana dia dapat melihat kosan Davi dengan lebih penuh dan leluasa.Fang menggigit batang rokok di mulutnya, menyalakan memantik dan menyulut rokok. Api telah padam. Bara tembakau dari rokok menyala-nyala oleh kuatnya isapan dari mulut Fang. Dia menjepit batang rokok dengan jarinya, dan menyemburkan asap ke udara.Mata elangnya tak lepas menatap bangunan tua itu dalam pekatnya malam.***Pagi yang cerah, menggantikan malam yang dingin dan gelap. Membawa hari baru yang lebih ceria, suara riang burung gereja yang hinggap di dahan pohon di samping Vila Bastian membangunkan Vio yang masih terlelap dalam pelukan hangat suaminya.Vio mengangkat lengan Bastian dari atas perutnya dengan hati-hati. Vio perlahan turun dari ranjangnya, berjinjit menuju kamar mandi, guna membersihkan diri.Pagi
Davi meremas-remas tangannya. Jantung gadis cantik itu berdetak lebih kencang dari biasanya. Dari wajahnya terlihat sekali dia sangat tegang.Jil melirik Davi dari ekor matanya. Sementara dia masih menyetir."Kenapa?""Bagaimana jika ayah dan ibumu menolak ku?" tanya Davi masih sangat gelisah.Jil tersenyum maklum."Mereka bukan orang yang kolot.""Tapi... Aku hanya gadis biasa. Aku bahkan tak punya orang tua...""Itu bukan masalah bagi mereka.""Tapii...""Percaya padaku, dan tegakkan dada mu. Heeemm?"Davi membuang nafasnya. Masih ada kekhawatiran di dirinya. Jil tersenyum gemas melihat Davi yang masih gelisah tak kunjung tenang. Pria itu menghentikan laju mobilnya dan menepi. Davi menatapnya dengan tatapan tanya."Sepertinya wanitaku ini masih butuh penyemangat dan energi positif."Jil mendekatkan wajahnya, mengecup ringan bibir ranum Davi. Gadis itupun membalasnya. Dengan
"Suamiku?"Vio, mengeratkan pelukannya pada tubuh Bastian.. Sehabis pertempuran malam itu."Apa Fang sungguhan tak punya pacar?"Bastian menghela nafasnya dengan sabar."Kenapa menanyakannya lagi?""Aku hanya ingin tau.""Kau menanyakannya berulang. Dan aku juga sudah menjawabnya sampai lelah.""Bagaimana kalau kita dekatkan Davi dan Fang?""Tidak usah.""Kenapa?" Vio memukul dada bidang suaminya itu dengan sedikit mengangkat tubuhnya menjauh dari suaminya."Fang tidak tertarik pada wanita."Bastian menarik kembali lengan Vio dan mendekapnya."Jangan terlalu jauh dariku. Aku bisa kangen.""Apa sih? Orang masih disini juga.""Tubuhku kanngen. Jika tidak menempel di kulit mu.""Iiiisshhh.." Vio mencubit perut Bastian."Auuu.. sakit sayang." Bastian mengusap perutnya."Oo iya, kapan USG lagi? Aku sangat ingin melihat doble J laki-laki
Pagi itu, daun- daun basah oleh embun, tetesannya jatuh dan membias tak tapak di tanah. Sinar kekuningan menghangatkan hawa sejuk dan menyibak kabut perlahan.Dalam ruang yang begitu rapi dan manly, netra Davi mengerjab, melihat sekeliling dengan pandangan yang sedikit berkabut, lalu terang oleh biasnya warna pagi itu.Davi merasa berada di tempat yang asing. Di manakah dia? Dia tak pernah berada di sana sebelumnya. Davi bangun terduduk dengan wajah bingungnya.Davi mencoba mengingat-ingat."Aahh,, benar! Aku bersama dokter Jil."Davi pun tersentak, sekilat ingatannya timbul, Dia sempat minum saat masih berada didalam pesta. Lalu dokter Jil mengantarnya, Mereka sempat terlibat percakapan kecil. Lalu tiba-tiba Dokter Jil menciumnya. Lalu berlanjut hingga akhirnya Dokter itu membawa Davi ke Apartemennya."Astaga!" Davi menutup mulutnya tak percaya. "Apa yang sudah kulakukan? Kami bahkan melakukannya lebih dari sekali."CEK
"Fang!""Iya Nyonya?""Duduklah."Fang melihat sekitar."Bastian sedang mandi. Biasanya lama."Dengan ragu duduk di sofa yang lain disisi sofa yang Vio duduki."Mmmm... Kau bisa menyelidiki apapun kan?" tanya Vio."Apa anda punya tugas untuk saya?""Mmm... Kau tau, Davi memiliki seorang pacar. Kalau tidak salah, namanya Andi. Tapi dia tidak terlihat sama sekali di pemakaman ibu Davi. Apa kau tau kenapa?""Aaahh, pria brengsek itu sudah putus dengan Nona Davi, nyonya.""Benarkah?" Vio tampak sangat terkejut"Heem.."Vio merasa menyayangkan karena Davi bahkan tidak bercerita padanya. Vii menghela nafasnya. Tak lama Bastian ikut bergabung."Ada apa?""Nyonya hanya menanyakan tentang nona Davi, tuan."Bastian manggut-manggut."Besok kita datangi keluarga Hendrawan.""Baiklah""Kenapa begitu lesu?""Sebenarnya aku sudah
"Nona Lyn." Jil mendekat dan berhenti tepat didepan Lyn. Tangan nya menengadah, Lyn meletakkan tangannya pada tangan Jin."Selamat ulang tahun." ucap Jil sambil mencium tangan Lyn.Tentu saja itu membuat Lyn tersipu malu. Sedangkan Andi jadi marah dan kesal. Di pisahkannya tangan keduanya segera. Lalu merangkul pinggang Lyn."Dia pacarku! Jangan sembarangan menyentuhnya."Jil tercengang, begitupun dengan orang-orang disekitarnya."Sayang sekali kau sudah punya pacar." oceh Jil lembut dengan memasang wajah sedih."Ya ampuunn... Tangkapan besar lepas demi ikan teri.""Sayang sekali ya, padahal Jil terlihat begitu berharap.""Aku tidak menyangka selera Lyn begitu rendah dengan memilih pria yang tak ada apa-apanya itu."Gumaman-gumaman teman Lyn sangat menggelitik telinga Andi. Tentu saja dia sangat kesal dengan ocehan teman-teman Lyn."Tidak!" Lyn segera melepaskan tangan Andi dari pingg