Vio masih berbincang dengan neneknya. Bastian mendekat, dan duduk berjongkok di depan nenek.
"Apa nenek senang?""Tentu saja. Terima kasih nak, sudah merawat Vio untuk nenek. Dan semua perhatian yang sudah kamu berikan pada nenek." ucap Nenek dengan senyum teduhnya."Nenek sangat menghargainya."Bastian membalasnya dengan senyuman ramah juga. "saya juga senang kalau begitu.""Nenek, boleh saya minta tolong untuk menjaga Vio sebentar untukku?" pinta Bastian lembut. Wajah vio terkejut."Apa kamu mau pergi?" tanya Vio."Iya, hanya sebentar.""Baiklah."Nenek menyetujui."Biar Nenek menjaganya untukmu.""Terima kasih Nek, Akan ku bawakan oleh-oleh untuk nenek nanti."janji Bastian ramah.Bastian berdiri menatap wajah istrinya."Kau mau pergi?" tanya Vio tak rela."Kemana?""Ada hal yang harus ku urus." kata Bastian mendekat."Tapi...""Aku akan menempatkan beberapa orang disinTanpa suara Bastian menatap Vio yang perlahan mendekat. Vio menumpukan lututnya di sela sela antara kaki Bastian. Tangan Vio menyentuh pundak kokoh pria yang menatapnya sayu.Vio memangkas jarak, menyatukan bibirnya pada benda kenyal Bastian. Dengan sendirinya Bastian menutup matanya, mengikuti permainan Vio menari-nari di dalam mulutnya. Tangan Bastian memeluk pinggang Vio. Tubuh Bastian terjatuh ke belakang, mendarat sempurna di atas ranjang yang empuk.Vio menjeda ciumannya, mengatur nafas yang mulai tersengal. Begitupun dengan Bastian yang nafasnya kian memburu."Bagaimana kau akan melayaniku, wanita?" Bastian menatap Vio dalam jarak sedekat itu dengan mata yang berkabut."Biar aku yang bergerak diatas tubuhmu, tuan Bastian...""Panggil aku suami." perintah Bastian."Biar aku yang beraksi diatas tubuhmu suamiku...""Aku sangat menantikannya..."Vio kembali memangkas jarak, memulai lagi yang sempat terjeda. B
"Apa kau bilang?" geram Ninor,"Mengundurkan diri..??"Nino berjalan cepat keluar dari perusahaannya, dan masuk ke dalam mobilnya, Sembari menghubungi Vio. Tapi nomornya tidak aktif."Shhiiiittt!" umpat Nino memukul setir mobilnya.Nino mengendari mobil tak tentu arah. Terngiang apa yang pak Dira jelaskan. Selama dia pergi kemarin, Vio mendapat perlakuan yang tak baik. Juga tentang berita diforum itu. Nino merasa bersalah juga. Karena Nino merasa ikut terlibat."Vio.... Vio... Dimana kamu?" gumam Nino mencari ke segala arah.Nino teringat dengan ayah Vio yang berada dirumah sakit. Gegas Nino menuju rumah sakit itu. Dan langsung mendatangi ruangan Hendra. Sayang ayah Vio sudah keluar dari rumah sakit."Sekarang bagaimana?" gumam Nino kesal."Aaahh.. Rumah. Aku harus ke rumahnya."Ini mengecek alamat rumah Vio dari data perusahaan. Lalu Nino bergegas menuju rumah Vio di kawasan x.Sesampainya Nino di kediaman Hendra
Setelah dari pantai vio dan Bastian berpindah ke salah satu taman bermain di kota S. Disana vio menaiki kora-kora, tentu pria kaku yang tak tau caranya bersenang-senang itu pun ikut.Bastian duduk disamping vio dengan mencengkram kuat pegangan. Vio yang antusias berteriak keras dengan gembira. Berbeda dengan Bastian yang menahan teriakannya di tenggorokan dan memilih mencengkram kuat dari pada berteriak. Hingga mereka turun dari kora-kora."Menyenangkan bukan?" Girang vio membungkuk, menumpu tangannya di lutut.Vio menoleh menatap Bastian, yang terkesan datar dan biasa saja."Apa kamu tidak menikmatinya?" tanya vio lagi."Aku senang melihatmu senang.""Aaahh.. jawaban macam apa itu?" kesal vio membuang muka."Mmm.. Kamu mau es krim?"tawar vio melihat penjual eskrim di sekitar situ."Sepertinya enak juga makan eskrim setelah seharian bermain."ucap vio melangkahkan kaki."Tunggulah disini. Biar aku beli."
"Mereka satu darah dari tuan besar."Vio terkejut, menutup mulutnya secara reflek."Aku pikir jarak usia mereka tidak jauh.""Benar hanya dua taun."Vio makin terkejut, netra nya membulat bersamaan dengan mulutnya yang membuka. Vio menutup mulutnya tak percaya."Tuan Bastian langsung pindah kemari begitu keluarga baru itu masuk ke rumah lama. Sampai sekarang. Hanya sesekali saja tuan kembali, itupun hanya untuk jamuan dan makan malam." lirih Bibi Ana prihatin."sejak itu pula, tuan tidak pernah tersenyum. Karena itu, saya sangat senang sekali nyonya datang."ucap Bibi Ana yang terlihat sangat bersyukur."Nyonya membawa wajah tersendiri buat tuan Zander."Malam itu Bibi Ana menceritakan semuanya, bahkan tentang perselingkuhan ayah Bastian dengan mama Anggie, ibunya Nino. Hingga kini semua menjadi seperti ini.Vio menatap ribuan bintang dilangit malam itu, pandangan matanya masih terasa sendu.###
Vio membuka bungkus kadonya."I-ini.....""Apa kau menyiapkan ini sendiri?"tanya vio dengan wajah datar.Bastian mengangguk walau dengan wajah tak yakin. Masih penasaran dengan isi kado nya."Jadi kau membelinya sendiri?""Apa? memang apa?"Bastian makin penasaran terngiang ucapan fang."Yang pasti membuat tuan dan nyonya senang."'Apa dia sedang senang?' pikir Bastian, 'Tapi kenapa wajahnya begitu datar?'"Kau membelinya sendiri?" tanya Vio lagi.'Mungkin jika menjawab iya akan membuatnya sedikit gembira,' batin Bastian."Tentu saja. Aku memilihnya secara khusus untukmu," jawab Bastian dengan mimik dibuat serius."Aaaahhhh.... " Vio manggut manggut.Vio mengambil isi dari kado itu, lalu menjembrengkannya. Bastian melirik sekilas dan matanya membulat. Melihat baju transparan berwarna hitam yang begitu minim."Apa ini?" pekiknya terkejut."Bukankah kau yan
Alexa mengendarai mobil nya tak tentu arah pagi tu. Gadis cantik itu masih merasa marah, dan sakit hati atas perlakuan Bastian padanya semalam. Apalagi ucapannya yang mengatakan bahwa Bastian sudah menikah.Alexa mwnggigit kukunya."Dia memang sudah tak memgijinkan aku masuk kesana. Tapi, ini masih pagi. Jika wanita Jalang itu beneran ada. berarti dia ada di ranjang Bastian sekarang!" gumam Alexa."Benar! Aku harus memastikannya," tekat Alexa memantapkan diri.Alexa membawa mobilnya menuju vila Bastian. Sampai di depan pintu utama Alexa menghentikan mobilnya. Ada mobil lain yang terparkir tak jauh dari sana juga.Alexa yang baru saja keluar dari mobilnya memperhatikan mobil putih itu. Itu adalah mobil milik Tante Anggia."Tante Anggia ada disini. Bagus," gumam Alexa mempercepat langkahnya.Diruang utama terdengar suara Anggia sedang marah-marah. Alexa mengintip. Ada Bibi Ana dan beberapa pelayan di sana.Karena
Sudah beberapa hari ini Violeta keliling dan mengikuti seleksi karyawan. Dan semua menolaknya. Vio sampai heran sendiri."Kenapa dengan mereka?"gumamnya jengkel sampai ke umbun-umbun."Butuh karyawan, tapi datang karyawan terbaik bisa bisa nya ditolak." gerutunya narsis."Baiklah. Aku tidak mungkin kembali ke perusahaan Nino. Juga tidak mau ke Z2x grup..." vio menatap gedung didepannya yang menjulang tinggi."Aku juga tidak akan kemari." gumamnya datar melihat plat perusahaan Alexander grup yang mana disana juga sedang mencari engenering."Mana sudi aku bekerja dibawah Felix, manna masih harus berhadapan dengan Rena. Haaaahh... tidak sudi."gumamnya lagi, sambil terus melajukan kendaraannya ke tujuan lain.Vio menghentikan mobilnya di sebuah gedung yang dia lihat melalui laman web. Bukan gedung yang besar apalagi megah. Hanya sebuah pabrik kecil.Vio menghela nafasnya."Disini sepertinya cocok." ucap Vio dengan s
"Kenapa Fang langsung pergi? Kenapa dia tidak ikut?" Vio heran, tak biasanya Fang dan para ekor Bastian tak ikut berhenti."Ekormu juga...""Ituu.... Mereka sudah ada tugas yang lain." ucap Bastian menggaruk kepala yang tidak gatal mencari alasan."Haaa.... kupikir tugasnya hanya menyertaimu." gumam Vio kecewa.Memang! Tapi aku tak mau mereka ikut menyertai kita makan berdua. Mengacau saja. Batin Bastian."Ya sudahlah. Ayo kita masuk."Vio menarik lengan Bastian agar memasuki resto Banyu biru. Sampai didalam, Vio membawa Bastian ke meja yang sudah Vio pesan. Beberapa meja di satukan menjadi panjang dan sudah ditata berbagai jenis makanan.Vio menarik kursi untuk Bastian duduk. Pria itu menatapnya,"Tunggu! Bukankah seharusnya aku yang menarik kursi untukmu?""Hhaaa? Sudah lah itu tidak penting." acuh Vio menarik kursi untuknya sendiri dan bersiap duduk."Tidak! Pria harus menarik kursi untuk wanitanya."B