Tanpa suara Bastian menatap Vio yang perlahan mendekat. Vio menumpukan lututnya di sela sela antara kaki Bastian. Tangan Vio menyentuh pundak kokoh pria yang menatapnya sayu.
Vio memangkas jarak, menyatukan bibirnya pada benda kenyal Bastian. Dengan sendirinya Bastian menutup matanya, mengikuti permainan Vio menari-nari di dalam mulutnya. Tangan Bastian memeluk pinggang Vio. Tubuh Bastian terjatuh ke belakang, mendarat sempurna di atas ranjang yang empuk.Vio menjeda ciumannya, mengatur nafas yang mulai tersengal. Begitupun dengan Bastian yang nafasnya kian memburu."Bagaimana kau akan melayaniku, wanita?" Bastian menatap Vio dalam jarak sedekat itu dengan mata yang berkabut."Biar aku yang bergerak diatas tubuhmu, tuan Bastian...""Panggil aku suami." perintah Bastian."Biar aku yang beraksi diatas tubuhmu suamiku...""Aku sangat menantikannya..."Vio kembali memangkas jarak, memulai lagi yang sempat terjeda. B"Apa kau bilang?" geram Ninor,"Mengundurkan diri..??"Nino berjalan cepat keluar dari perusahaannya, dan masuk ke dalam mobilnya, Sembari menghubungi Vio. Tapi nomornya tidak aktif."Shhiiiittt!" umpat Nino memukul setir mobilnya.Nino mengendari mobil tak tentu arah. Terngiang apa yang pak Dira jelaskan. Selama dia pergi kemarin, Vio mendapat perlakuan yang tak baik. Juga tentang berita diforum itu. Nino merasa bersalah juga. Karena Nino merasa ikut terlibat."Vio.... Vio... Dimana kamu?" gumam Nino mencari ke segala arah.Nino teringat dengan ayah Vio yang berada dirumah sakit. Gegas Nino menuju rumah sakit itu. Dan langsung mendatangi ruangan Hendra. Sayang ayah Vio sudah keluar dari rumah sakit."Sekarang bagaimana?" gumam Nino kesal."Aaahh.. Rumah. Aku harus ke rumahnya."Ini mengecek alamat rumah Vio dari data perusahaan. Lalu Nino bergegas menuju rumah Vio di kawasan x.Sesampainya Nino di kediaman Hendra
Setelah dari pantai vio dan Bastian berpindah ke salah satu taman bermain di kota S. Disana vio menaiki kora-kora, tentu pria kaku yang tak tau caranya bersenang-senang itu pun ikut.Bastian duduk disamping vio dengan mencengkram kuat pegangan. Vio yang antusias berteriak keras dengan gembira. Berbeda dengan Bastian yang menahan teriakannya di tenggorokan dan memilih mencengkram kuat dari pada berteriak. Hingga mereka turun dari kora-kora."Menyenangkan bukan?" Girang vio membungkuk, menumpu tangannya di lutut.Vio menoleh menatap Bastian, yang terkesan datar dan biasa saja."Apa kamu tidak menikmatinya?" tanya vio lagi."Aku senang melihatmu senang.""Aaahh.. jawaban macam apa itu?" kesal vio membuang muka."Mmm.. Kamu mau es krim?"tawar vio melihat penjual eskrim di sekitar situ."Sepertinya enak juga makan eskrim setelah seharian bermain."ucap vio melangkahkan kaki."Tunggulah disini. Biar aku beli."
"Mereka satu darah dari tuan besar."Vio terkejut, menutup mulutnya secara reflek."Aku pikir jarak usia mereka tidak jauh.""Benar hanya dua taun."Vio makin terkejut, netra nya membulat bersamaan dengan mulutnya yang membuka. Vio menutup mulutnya tak percaya."Tuan Bastian langsung pindah kemari begitu keluarga baru itu masuk ke rumah lama. Sampai sekarang. Hanya sesekali saja tuan kembali, itupun hanya untuk jamuan dan makan malam." lirih Bibi Ana prihatin."sejak itu pula, tuan tidak pernah tersenyum. Karena itu, saya sangat senang sekali nyonya datang."ucap Bibi Ana yang terlihat sangat bersyukur."Nyonya membawa wajah tersendiri buat tuan Zander."Malam itu Bibi Ana menceritakan semuanya, bahkan tentang perselingkuhan ayah Bastian dengan mama Anggie, ibunya Nino. Hingga kini semua menjadi seperti ini.Vio menatap ribuan bintang dilangit malam itu, pandangan matanya masih terasa sendu.###
Vio membuka bungkus kadonya."I-ini.....""Apa kau menyiapkan ini sendiri?"tanya vio dengan wajah datar.Bastian mengangguk walau dengan wajah tak yakin. Masih penasaran dengan isi kado nya."Jadi kau membelinya sendiri?""Apa? memang apa?"Bastian makin penasaran terngiang ucapan fang."Yang pasti membuat tuan dan nyonya senang."'Apa dia sedang senang?' pikir Bastian, 'Tapi kenapa wajahnya begitu datar?'"Kau membelinya sendiri?" tanya Vio lagi.'Mungkin jika menjawab iya akan membuatnya sedikit gembira,' batin Bastian."Tentu saja. Aku memilihnya secara khusus untukmu," jawab Bastian dengan mimik dibuat serius."Aaaahhhh.... " Vio manggut manggut.Vio mengambil isi dari kado itu, lalu menjembrengkannya. Bastian melirik sekilas dan matanya membulat. Melihat baju transparan berwarna hitam yang begitu minim."Apa ini?" pekiknya terkejut."Bukankah kau yan
Alexa mengendarai mobil nya tak tentu arah pagi tu. Gadis cantik itu masih merasa marah, dan sakit hati atas perlakuan Bastian padanya semalam. Apalagi ucapannya yang mengatakan bahwa Bastian sudah menikah.Alexa mwnggigit kukunya."Dia memang sudah tak memgijinkan aku masuk kesana. Tapi, ini masih pagi. Jika wanita Jalang itu beneran ada. berarti dia ada di ranjang Bastian sekarang!" gumam Alexa."Benar! Aku harus memastikannya," tekat Alexa memantapkan diri.Alexa membawa mobilnya menuju vila Bastian. Sampai di depan pintu utama Alexa menghentikan mobilnya. Ada mobil lain yang terparkir tak jauh dari sana juga.Alexa yang baru saja keluar dari mobilnya memperhatikan mobil putih itu. Itu adalah mobil milik Tante Anggia."Tante Anggia ada disini. Bagus," gumam Alexa mempercepat langkahnya.Diruang utama terdengar suara Anggia sedang marah-marah. Alexa mengintip. Ada Bibi Ana dan beberapa pelayan di sana.Karena
Sudah beberapa hari ini Violeta keliling dan mengikuti seleksi karyawan. Dan semua menolaknya. Vio sampai heran sendiri."Kenapa dengan mereka?"gumamnya jengkel sampai ke umbun-umbun."Butuh karyawan, tapi datang karyawan terbaik bisa bisa nya ditolak." gerutunya narsis."Baiklah. Aku tidak mungkin kembali ke perusahaan Nino. Juga tidak mau ke Z2x grup..." vio menatap gedung didepannya yang menjulang tinggi."Aku juga tidak akan kemari." gumamnya datar melihat plat perusahaan Alexander grup yang mana disana juga sedang mencari engenering."Mana sudi aku bekerja dibawah Felix, manna masih harus berhadapan dengan Rena. Haaaahh... tidak sudi."gumamnya lagi, sambil terus melajukan kendaraannya ke tujuan lain.Vio menghentikan mobilnya di sebuah gedung yang dia lihat melalui laman web. Bukan gedung yang besar apalagi megah. Hanya sebuah pabrik kecil.Vio menghela nafasnya."Disini sepertinya cocok." ucap Vio dengan s
"Kenapa Fang langsung pergi? Kenapa dia tidak ikut?" Vio heran, tak biasanya Fang dan para ekor Bastian tak ikut berhenti."Ekormu juga...""Ituu.... Mereka sudah ada tugas yang lain." ucap Bastian menggaruk kepala yang tidak gatal mencari alasan."Haaa.... kupikir tugasnya hanya menyertaimu." gumam Vio kecewa.Memang! Tapi aku tak mau mereka ikut menyertai kita makan berdua. Mengacau saja. Batin Bastian."Ya sudahlah. Ayo kita masuk."Vio menarik lengan Bastian agar memasuki resto Banyu biru. Sampai didalam, Vio membawa Bastian ke meja yang sudah Vio pesan. Beberapa meja di satukan menjadi panjang dan sudah ditata berbagai jenis makanan.Vio menarik kursi untuk Bastian duduk. Pria itu menatapnya,"Tunggu! Bukankah seharusnya aku yang menarik kursi untukmu?""Hhaaa? Sudah lah itu tidak penting." acuh Vio menarik kursi untuknya sendiri dan bersiap duduk."Tidak! Pria harus menarik kursi untuk wanitanya."B
Vio tertegun melihat siapa yang keluar."Nino!""Bahaya tau nggak?" sentak Vio begitu keduanya bertemu."Kamu ke mana aja Vio?"tanya Nino menarik tangan Vio."Aku nyari kamu ke mana-mana. nomormu juga tidak aktif. Aku khawatir tau nggak."Vio tersentak."Kenapa kamu khawatir. Kita atasan dan bawahan, apalagi aku sudah keluar dari perusahaan mu. Jadi ku pikirr...""Kita berteman kan?"Vio terdiam."Kita berteman kan? Atau hanya aku aja yang nganggap kamu teman?" cerca Nino dengan wajah sayu.Vio menyentuh keningnya. Pening juga, Nino berhasil membuat hati Vio tak enak."Yaaa, tapi apa yang kamu lakuin ini salah. Bisa membuat kecelakaan," ucap Vio masih agak kesal walau dia merasa tak enak juga pada Nino."Sembarangan memotong jalan , jika aku tidak sigap mengerem. Sudah pasti terjadi tabrakan. Kita berdua celaka. Apa teman akan mencelakai temannya sendiri, heeemmm?"Nino merasa bersalah juga."Maaf.""Aku sudah memanggilmu tadi. Tapi kamu nggak dengar," lanjut Nino lirih."Baiklah." Vio
Setelah Vio sadar, beberapa saat kemudian, bayi-bayi vio dibawa keruangan an vip. sang dokter juga mengarahkan bagaimana cara menyusui bayi kembar juga berlatih duduk dan bergerak pasca oprasi caesar."Sayang! Lihat! Doble J lucu sekali." Ucap Vio sambil menyusui keduanya.Bastian menelan ludahnya. Didalam ruangan itu hanya ada Bastian dan Vio dan satu dokter wanita satu perawat wanita. Tentu saja Fang dan laki laki tak di ijinkan melihat Vio menyusui. Mau mati apa mereka?Setelah beberapa hari dirumah sakit, Vio pun di ijinkan pulang. Di vila pribadi Bastian, mobil yang membawa Vio dan dan doble J berhenti dihalaman. Bastian dengan sigap memapah istrinya. menuntun wanita itu untuk masuk kediamannya.Didepan pintu, keluarga kecil itu disambut oleh bibi Ana dan para pelayan. Vio tersenyum haru. Mungkin, inilah keluarga yang selama ini dia impikan. Yang tidak dia dapatkan dari keluarga Tan.Vio mwnatap satu persatu wajah-wajah yang menyambu
"Bagaimana dokter?" Bastian sangat tak sabar dan cemas.Sang dokter tersenyum maklum."Semuanya selamat dan berjalan dengan lancar. Selama beberapa jam kedepan pasien akan ditempatkan diruang isolasi dulu. Mohon bersabar."Bastian bernafas lega, tubuhnya lemas dan merosot kebawah, seolah dia sudah tak punya tulang lagi."Ba-bagaimana dengan bayi nya?""Sangat sehat dan sempurna. Sementara kami akan menempatkannya di ruang khusus. Anda bisa melihatnya nanti.""Fang! Apa yang harus aku lakukan? Aku sangat bahagia, juga bersyukur.""Lakukan seperti biasanya tuan. Saya bisa menyiapkan segalanya."Fang ikut berjongkok disamping tuannya yang terduduk lemas dilantai."Tapi aku, seperti tak bertulang.""Apa anda mau saya menggantikannya untuk anda tuan?"Bastian tersentak menatap Fang."kau mau?""Tidak!" jawab Fang yakin dengan gelengan kepala mantap."Sialan kau!""
Davi meniup luka di wajah Jil. Dia mengobati bekas pukulan Andi. Davi menatap pria yang terus memperhatikannya itu."Kenapa?" tanya Davi masih mengolesi luka di wajah Jil."Seorang dokter tidak boleh terlihat memiliki memar seperti ini." ucap Davi lagi."Aku sangat bersyukur pria itu memukulku sampai seperti ini."Davi menghentikan pergerakan tangannya,"Dengan begitu aku bisa sedekat ini denganmu."Davi terkekeh kecil."Jangan menggombal." cibir Davi masih terkekeh."Harusnya kau yang menghajar dia. bukan bersikap sok gagah seperti tadi, tapi justru kena pukul lebih banyak." Ejek Davi dengan senyum geli."Sudah kubilang aku ini dokter. Mana boleh dokter menambah jumlah pasien rumah sakit dengan tangannya yang berharga ini."Davi tergelak."Jangan kau samakan dokter dengan ganster macam duo macan FB."Davi terdiam sejenak mendengar duo macan FB."Siapa duo macan FB?""
Fang berjalan dalam gang sempit di sekitar kosan Davi. Pria itu mengenakan jaket dan sepatu boot kulit. Fang berhenti tepat di ujung gang, di mana dari sana dia dapat melihat kosan Davi dengan lebih penuh dan leluasa.Fang menggigit batang rokok di mulutnya, menyalakan memantik dan menyulut rokok. Api telah padam. Bara tembakau dari rokok menyala-nyala oleh kuatnya isapan dari mulut Fang. Dia menjepit batang rokok dengan jarinya, dan menyemburkan asap ke udara.Mata elangnya tak lepas menatap bangunan tua itu dalam pekatnya malam.***Pagi yang cerah, menggantikan malam yang dingin dan gelap. Membawa hari baru yang lebih ceria, suara riang burung gereja yang hinggap di dahan pohon di samping Vila Bastian membangunkan Vio yang masih terlelap dalam pelukan hangat suaminya.Vio mengangkat lengan Bastian dari atas perutnya dengan hati-hati. Vio perlahan turun dari ranjangnya, berjinjit menuju kamar mandi, guna membersihkan diri.Pagi
Davi meremas-remas tangannya. Jantung gadis cantik itu berdetak lebih kencang dari biasanya. Dari wajahnya terlihat sekali dia sangat tegang.Jil melirik Davi dari ekor matanya. Sementara dia masih menyetir."Kenapa?""Bagaimana jika ayah dan ibumu menolak ku?" tanya Davi masih sangat gelisah.Jil tersenyum maklum."Mereka bukan orang yang kolot.""Tapi... Aku hanya gadis biasa. Aku bahkan tak punya orang tua...""Itu bukan masalah bagi mereka.""Tapii...""Percaya padaku, dan tegakkan dada mu. Heeemm?"Davi membuang nafasnya. Masih ada kekhawatiran di dirinya. Jil tersenyum gemas melihat Davi yang masih gelisah tak kunjung tenang. Pria itu menghentikan laju mobilnya dan menepi. Davi menatapnya dengan tatapan tanya."Sepertinya wanitaku ini masih butuh penyemangat dan energi positif."Jil mendekatkan wajahnya, mengecup ringan bibir ranum Davi. Gadis itupun membalasnya. Dengan
"Suamiku?"Vio, mengeratkan pelukannya pada tubuh Bastian.. Sehabis pertempuran malam itu."Apa Fang sungguhan tak punya pacar?"Bastian menghela nafasnya dengan sabar."Kenapa menanyakannya lagi?""Aku hanya ingin tau.""Kau menanyakannya berulang. Dan aku juga sudah menjawabnya sampai lelah.""Bagaimana kalau kita dekatkan Davi dan Fang?""Tidak usah.""Kenapa?" Vio memukul dada bidang suaminya itu dengan sedikit mengangkat tubuhnya menjauh dari suaminya."Fang tidak tertarik pada wanita."Bastian menarik kembali lengan Vio dan mendekapnya."Jangan terlalu jauh dariku. Aku bisa kangen.""Apa sih? Orang masih disini juga.""Tubuhku kanngen. Jika tidak menempel di kulit mu.""Iiiisshhh.." Vio mencubit perut Bastian."Auuu.. sakit sayang." Bastian mengusap perutnya."Oo iya, kapan USG lagi? Aku sangat ingin melihat doble J laki-laki
Pagi itu, daun- daun basah oleh embun, tetesannya jatuh dan membias tak tapak di tanah. Sinar kekuningan menghangatkan hawa sejuk dan menyibak kabut perlahan.Dalam ruang yang begitu rapi dan manly, netra Davi mengerjab, melihat sekeliling dengan pandangan yang sedikit berkabut, lalu terang oleh biasnya warna pagi itu.Davi merasa berada di tempat yang asing. Di manakah dia? Dia tak pernah berada di sana sebelumnya. Davi bangun terduduk dengan wajah bingungnya.Davi mencoba mengingat-ingat."Aahh,, benar! Aku bersama dokter Jil."Davi pun tersentak, sekilat ingatannya timbul, Dia sempat minum saat masih berada didalam pesta. Lalu dokter Jil mengantarnya, Mereka sempat terlibat percakapan kecil. Lalu tiba-tiba Dokter Jil menciumnya. Lalu berlanjut hingga akhirnya Dokter itu membawa Davi ke Apartemennya."Astaga!" Davi menutup mulutnya tak percaya. "Apa yang sudah kulakukan? Kami bahkan melakukannya lebih dari sekali."CEK
"Fang!""Iya Nyonya?""Duduklah."Fang melihat sekitar."Bastian sedang mandi. Biasanya lama."Dengan ragu duduk di sofa yang lain disisi sofa yang Vio duduki."Mmmm... Kau bisa menyelidiki apapun kan?" tanya Vio."Apa anda punya tugas untuk saya?""Mmm... Kau tau, Davi memiliki seorang pacar. Kalau tidak salah, namanya Andi. Tapi dia tidak terlihat sama sekali di pemakaman ibu Davi. Apa kau tau kenapa?""Aaahh, pria brengsek itu sudah putus dengan Nona Davi, nyonya.""Benarkah?" Vio tampak sangat terkejut"Heem.."Vio merasa menyayangkan karena Davi bahkan tidak bercerita padanya. Vii menghela nafasnya. Tak lama Bastian ikut bergabung."Ada apa?""Nyonya hanya menanyakan tentang nona Davi, tuan."Bastian manggut-manggut."Besok kita datangi keluarga Hendrawan.""Baiklah""Kenapa begitu lesu?""Sebenarnya aku sudah
"Nona Lyn." Jil mendekat dan berhenti tepat didepan Lyn. Tangan nya menengadah, Lyn meletakkan tangannya pada tangan Jin."Selamat ulang tahun." ucap Jil sambil mencium tangan Lyn.Tentu saja itu membuat Lyn tersipu malu. Sedangkan Andi jadi marah dan kesal. Di pisahkannya tangan keduanya segera. Lalu merangkul pinggang Lyn."Dia pacarku! Jangan sembarangan menyentuhnya."Jil tercengang, begitupun dengan orang-orang disekitarnya."Sayang sekali kau sudah punya pacar." oceh Jil lembut dengan memasang wajah sedih."Ya ampuunn... Tangkapan besar lepas demi ikan teri.""Sayang sekali ya, padahal Jil terlihat begitu berharap.""Aku tidak menyangka selera Lyn begitu rendah dengan memilih pria yang tak ada apa-apanya itu."Gumaman-gumaman teman Lyn sangat menggelitik telinga Andi. Tentu saja dia sangat kesal dengan ocehan teman-teman Lyn."Tidak!" Lyn segera melepaskan tangan Andi dari pingg