Vio berjalan di lorong rumah sakit. Tentu saja Nino ikut bersamanya.
Akhirnya aku tak bisa lepas juga dari pria ini. Batin Vio melirik pria yang berjalan di sampingnya itu.Kenapa dia memaksa sekali. Benar-benar menyebalkan. Pikir Vio berjalan terus menuju ruangan Papanya di rawat.Vio menggeser pintu ruang VIP itu, mendapati Papanya sedang duduk bersandar pada kepala brankar. Sepertinya sedang menonton tivi, matanya fokus kedepan kadang diselingi tawa. Di samping nya, Mariah duduk di kursi sebelah brankar. Tangannya sibuk mengupas apel. Menatap ke arah yang sama."Papa."panggil Vio pelan.Hendra dan Mariah menoleh ke arahnya. Vio masuk lebih dulu di susul oleh Nino."Akhirnya kamu datang juga."celetuk Hendra sedikit kesal pada Vio karena merasa tak dipedulikan oleh vio selama ini."Papamu sakit keras begini kenapa baru datang?"Mariah tersenyum sinis pada Vio."Benar! Anak gadis mana ini yang baru muncul. Benar-benar tidaVio tertegun, melihat Nino berdiri diujung lorong, sepertinya dia menyaksikan drama tak mengenakkan tadi. Wajah Vio berubah jadi tak enak. Nino menatapnya datar."Kau melihatnya.""Pertengkaran kalian begitu keras, bagaimana aku tidak tertarik untuk melihat?" terang Nino tersenyum kecut."Huuhh.. Memalukan. Ini di rumah sakit."Vio menepuk jidatnya sendiri. Dan melangkahkan kakinya lagi untuk pergi. Nino menyesuaikan langkah."Ternyata kalian punya hubungan yang rumit."ucap nino."Itu ranah pribadiku, PAK NINO." tegas Vio menekankan sebutan nama atasannya."Baiklah. Kau sampai ngucapkan sebutan tak ramah itu." kata Nino tersenyum geli.Sesampainya mereka di depan gedung rumah sakit."Tunggulah disini. Aku ambil mobil dulu." kata Nino berlari kecil."Nggak usah aku sudah panggil taksi online."tolak Vio cepat."Cancel." sahut Nino sampai tubuhnya tak terlihat lagi.Vio menghela nafasnya.
Bastian dan Vio menikmati kare yang tadi dimasak Vio sendiri akhirnya. Mereka makan dengan tenang dan hening.Bastian melirik Vio yang ternyata makan sambil menoleh kearahnya. Membuat Pria itu salah tingkah.Hmmmppp... Sebenarnya dia lucu juga. Baru diperhatikan sedikit saja sudah terlihat salah tingkah. Apa dia memang sepolos ini? Tapi bagaimana bisa dia menekan perusahaan papa jika bodoh begini.Vio menghela nafasnya."Apa kare nya enak?""Heemmm...""Kalau begitu, makan yang banyak." ucap Vio dengan senyum manisnya."Baiklah." kata Bastian, "Aku tambah."lanjutnya menunjukan piringnya yang kosong.Vio tersenyum lebar."Bibi Ana, tuan Bastian mau tambah.""Baik Nyonya." Bibi Ana mengambil piring Bastian dan mengisinya lagi dengan kare."Makan!" ucap Vio geli.beberapa saat."Nambah.""Bibi Ana." nyanyian suara Vio."Baik nyonya." Bibi Ana menjawab dengan rian
"Jangan kuwatir nggak akan ketahuan, aku menggunakan nama anomim sebagai identitas di forum karyawan. Jadi tidak akan ketahuan."Suara yang muncul dari bibir merah seorang wanita, yang ditangannya tergenggam telpon seluler.["Baiklah. Aku hanya membantumu mendapatkan beberapa foto itu. Lakukan tugasmu dengan baik."] sahut suara wanita lain disebrang sana."Senang bekerja sama denganmu." ucap wanita berbibir merah, dengan senyum sinisnya.["Kelak jangan hubungi aku untuk urusan apapun. Kita saling menguntungkan, kau juga dapat tips."] suara Rena dengan senyum tipis.****"Vio!" panggil Davi dengan nada panik dan kuwatir."Ada apa?"Sahut Vio lemas."Lihatlah berita di forum karyawan."Vio terbangun dari sandarannya segera Vio membuka komputernya dan mengklik forum Karyawan."Aa-apaa ini?" pekik Vio, melihat forum berita disana yang menjadi tranding topik.Dalam berita di forum pekerja, Vio menjadi
Bastian dalam perjalanan pulang ke mansionnya."Tuan!" panggil Fang melirik tuannya yang termenung dibelakang, "Apa anda ingin kembali memutar?"Bastian hanya terdiam."Jika melewati belokan di depan kita akan melewati kantor tempat Nyonya bekerja. Tapi kita akan memutar sangat jauh." ujar Fang dengan senyuman diwajahnya."Belok saja.""Ehehe.. Baik Tuan."Fang membelokkan kemudinya, Bastian masih terdiam di belakang."Tunggu!" suara Bastian menegakkan punggungnya, "Vio tidak suka dengan para pengawal dibelakang.""Tenang saja tuan, saya sudah menginstruksikan mereka menyebar kedepan dan beberapa meter dibelakang. Nyonya tidak akan menyadarinya." Senyum ramah Fang menjelaskan."Ng?" Fang melebarkan sedikit matanya, saat melewati depan Gerbang perusahaan tempat Vio bekerja."Krumunan apa itu?"Bastian melongok, melihat jelas keluar. Matanya membola, melihat istrinya tengah ditindas banyak orang.
Vio masih berbincang dengan neneknya. Bastian mendekat, dan duduk berjongkok di depan nenek."Apa nenek senang?""Tentu saja. Terima kasih nak, sudah merawat Vio untuk nenek. Dan semua perhatian yang sudah kamu berikan pada nenek." ucap Nenek dengan senyum teduhnya."Nenek sangat menghargainya."Bastian membalasnya dengan senyuman ramah juga. "saya juga senang kalau begitu.""Nenek, boleh saya minta tolong untuk menjaga Vio sebentar untukku?" pinta Bastian lembut. Wajah vio terkejut."Apa kamu mau pergi?" tanya Vio."Iya, hanya sebentar.""Baiklah."Nenek menyetujui."Biar Nenek menjaganya untukmu.""Terima kasih Nek, Akan ku bawakan oleh-oleh untuk nenek nanti."janji Bastian ramah.Bastian berdiri menatap wajah istrinya."Kau mau pergi?" tanya Vio tak rela."Kemana?""Ada hal yang harus ku urus." kata Bastian mendekat."Tapi...""Aku akan menempatkan beberapa orang disin
Tanpa suara Bastian menatap Vio yang perlahan mendekat. Vio menumpukan lututnya di sela sela antara kaki Bastian. Tangan Vio menyentuh pundak kokoh pria yang menatapnya sayu.Vio memangkas jarak, menyatukan bibirnya pada benda kenyal Bastian. Dengan sendirinya Bastian menutup matanya, mengikuti permainan Vio menari-nari di dalam mulutnya. Tangan Bastian memeluk pinggang Vio. Tubuh Bastian terjatuh ke belakang, mendarat sempurna di atas ranjang yang empuk.Vio menjeda ciumannya, mengatur nafas yang mulai tersengal. Begitupun dengan Bastian yang nafasnya kian memburu."Bagaimana kau akan melayaniku, wanita?" Bastian menatap Vio dalam jarak sedekat itu dengan mata yang berkabut."Biar aku yang bergerak diatas tubuhmu, tuan Bastian...""Panggil aku suami." perintah Bastian."Biar aku yang beraksi diatas tubuhmu suamiku...""Aku sangat menantikannya..."Vio kembali memangkas jarak, memulai lagi yang sempat terjeda. B
"Apa kau bilang?" geram Ninor,"Mengundurkan diri..??"Nino berjalan cepat keluar dari perusahaannya, dan masuk ke dalam mobilnya, Sembari menghubungi Vio. Tapi nomornya tidak aktif."Shhiiiittt!" umpat Nino memukul setir mobilnya.Nino mengendari mobil tak tentu arah. Terngiang apa yang pak Dira jelaskan. Selama dia pergi kemarin, Vio mendapat perlakuan yang tak baik. Juga tentang berita diforum itu. Nino merasa bersalah juga. Karena Nino merasa ikut terlibat."Vio.... Vio... Dimana kamu?" gumam Nino mencari ke segala arah.Nino teringat dengan ayah Vio yang berada dirumah sakit. Gegas Nino menuju rumah sakit itu. Dan langsung mendatangi ruangan Hendra. Sayang ayah Vio sudah keluar dari rumah sakit."Sekarang bagaimana?" gumam Nino kesal."Aaahh.. Rumah. Aku harus ke rumahnya."Ini mengecek alamat rumah Vio dari data perusahaan. Lalu Nino bergegas menuju rumah Vio di kawasan x.Sesampainya Nino di kediaman Hendra
Setelah dari pantai vio dan Bastian berpindah ke salah satu taman bermain di kota S. Disana vio menaiki kora-kora, tentu pria kaku yang tak tau caranya bersenang-senang itu pun ikut.Bastian duduk disamping vio dengan mencengkram kuat pegangan. Vio yang antusias berteriak keras dengan gembira. Berbeda dengan Bastian yang menahan teriakannya di tenggorokan dan memilih mencengkram kuat dari pada berteriak. Hingga mereka turun dari kora-kora."Menyenangkan bukan?" Girang vio membungkuk, menumpu tangannya di lutut.Vio menoleh menatap Bastian, yang terkesan datar dan biasa saja."Apa kamu tidak menikmatinya?" tanya vio lagi."Aku senang melihatmu senang.""Aaahh.. jawaban macam apa itu?" kesal vio membuang muka."Mmm.. Kamu mau es krim?"tawar vio melihat penjual eskrim di sekitar situ."Sepertinya enak juga makan eskrim setelah seharian bermain."ucap vio melangkahkan kaki."Tunggulah disini. Biar aku beli."