“Jadi, ayah saya harus segera melakukan operasi, Dok?”
“Iya, demi kebaikan pasien.”“Lakukan yang terbaik untuk ayah saya, Dok! Saya mohon!” pinta Maya pada dokter yang menangani ayahnya.“Baik, persiapkan biayanya ya! Kalo begitu saya permisi!”Setelah berbincang dengan dokter, Maya pun pergi ke ruangan tempat ayahnya dirawat. Maya benar-benar bingung, bagaimana caranya mendapatkan uang untuk biaya operasi ayahnya.“Ayah, bertahan ya! Maya janji bakal berusaha semampu Maya untuk kesembuhan, Ayah. Ayah harus ingat kebersamaan kita selama ini. Pasti, Ayah nggak bakal tega ninggalin Maya!"Saat Maya tengah beranalog sendiri, tiba-tiba,"Saya akan membiayai semua biaya rumah sakit ayah kamu, asalkan kamu mau melakukan apa yang saya perintahkan!" Seseorang mengeluarkan sebuah kalimat dari arah belakang Maya.Maya sontak langsung menengok ke arah suara, terlihat seorang ibu tua seumuran dengan ayahnya. Ia pun langsung mengusap air matanya yang sempat lolos dari kelopak matanya tadi."Ma-maaf, Ibu siapa ya? Dan maksud ucapan Ibu barusan itu apa ya?" tanya Maya yang bingung dengan kedatangan ibu itu."Maaf jika saya lancang, masuk begitu saja tanpa permisi!""Iya, tidak apa-apa, Bu. O iya silakan duduk dulu, Bu!" Maya yang begitu paham dengan tata krama dan sangat menghormati orang yang lebih tua pun langsung mempersilakan ibu itu untuk duduk."Iya, Nak, terima kasih," Ibu itu bergegas duduk di samping Maya."Jadi?" Maya mempertanyakan kembali maksud ibu itu. "Kamu butuh biaya untuk operasi ayah kamu kan? Saya tidak sengaja mendengar pembicaraan kamu dengan dokter. Maaf jika saya lancang telah menguping pembicaraan kalian. Tadi sebenarnya saya tidak sengaja ingin lewat, tapi saya juga ingin memberikan penawaran dengan kamu!" ungkap ibu itu pada Maya.Maya berpikir sejenak sebelum melanjutkan pembicaraan yang lebih jauh. Dalam hati ia terus bertanya-tanya soal penawaran apa yang akan ibu itu berikan padanya. Apakah ibu itu benar akan membantunya untuk biaya operasi ayahnya. Jika benar, maka ia pasti akan mengiyakan sebuah tawaran tersebut demi ayahnya."Jika boleh tahu, memangnya Ibu benar akan membantu biaya operasi ayah saya?""Iya, saya akan membiayai seluruhnya asalkan kamu mau menikah dengan anak saya besok!""A-apa? Menikah dengan anak Ibu besok?" Maya tak menyangka itu, bagaimana mungkin ia baru saja lulus sekolah tadi dan besok harus menikah."Saya tahu, pasti kamu syok mendengar itu tapi saya sangat membutuhkan bantuan kamu, Nak. Demi nama baik keluarga saya. Saya mohon sama kamu ya, saya janji akan memenuhi janji saya untuk membiayai semua biaya rumah sakit ayah kamu hingga ayah kamu sembuh!" Ibu itu sangat memohon pada Maya.Maya kebingungan. Tak pernah terpikirkan sebelumnya jika ia akan menikah secepat ini. Namun, ia juga tidak tega melihat ibu itu yang terlihat sedih. Selain itu, ia juga memikirkan keadaan ayahnya yang harus segera dioperasi. Maya memejamkan matanya lalu menarik napas panjang. Ya mau tidak mau dia harus menerima tawaran itu demi ayahnya."Baiklah, saya menerima tawaran Ibu untuk menikah dengan anak Ibu, demi ayah saya!""Syukurlah, kalo begitu saya langsung urus biaya operasi ayah kamu dan ini adalah kartu nama saya. Besok pagi-pagi sekali kamu harus datang ke alamat yang tertera di sana!" Belum sempat Maya mengiyakan, Ibu itu pergi begitu saja meninggalkan Maya.Maya menatap kosong kepergian Ibu itu yang semakin lama semakin tak terlihat dari pandangannya. Lalu ia melihat kartu nama yang berada ditangannya dan menghela napas panjang."Kita lihat saja besok apayang terjadi?"***"Pernikahan tetap berlangsung besok pagi!""Apa dia sudah kembali, Ma?""Dia? Kamu masih berharap perempuan itu kembali? Apa kamu sudah bodoh, Bryan?""Ma, aku yakin dia nggak pergi ninggalin aku! Dia pasti akan kembali besok saat pernikahan!""Terserah apa katamu! Yang mama tahu, pernikahan kamu tetap berlangsung besok pagi dan mama sudah menemukan pengantin wanita untuk menggantikan perempuan gila itu!""Ma, dia bukan perempuan gila! Dia adalah kekasih ku dan akan menikah dengan ku karena kita saling mencintai!""Oh ya? Kita lihat saja nanti! Jika perempuan gila itu tidak datang, maka kamu harus menikah dengan perempuan pilihan mama!""Baiklah, aku ikuti perintah Mama jika dia benar-benar tidak datang besok pagi!""Good! Mama mau pergi nemuin Papa kamu dulu. Kamu istirahat saja, persiapkan diri kamu buat acara besok pagi!""Hem, iya Ma!"Terdengar deru nafas panjang dari sosok lelaki itu. Ia terlihat begitu frustasi dengan keadaan yang dialami saat ini. Baru saja, menerima keadaan tentang kenyataan yang menimpanya dan kini masa depannya sedang dipertaruhkan. Apakah dia akan menikah dengan kekasih hatinya atau perempuan pilihan mamanya?"ARGH! SIAL!"***Maya berdiri di depan rumah mewah nan megah sembari memegang sebuah kartu nama."Apa benar ini rumahnya? Dari alamat ini sih harusnya bener ya, pantes saja Ibu itu begitu mudah mengeluarkan uang untuk biaya rumah sakit ayah."Maya pun memutuskan untuk masuk ke dalam area pekarangan rumah itu. Lalu salah satu satpam yang bekerja di rumah tersebut menghampirinya."Maaf Mba, Mba ini siapa ya? Karena tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam rumah ini!" ucap Satpam yang menghampiri Maya.Maya pun terkaget, bingung juga sedikit takut jika ia salah alamat."Em, sa-saya Maya, Pak. Em, begini Pak, sa-saya ingin pergi ke alamat ini! Apakah benar ini rumahnya?" Akhirnya Maya bertanya dan menunjukkan kartu nama pada Satpam.Satpam itu mengambil kartu nama itu lalu mengamati."Benar, ini rumahnya. Memang Mbak ada keperluan apa datang ke rumah ini? Mba mau menemui siapa? Mba juga dapat kartu nama ini dari siapa?" Pertanyaan yang bertubi keluar dari mulut Satpam untuk memastikan ada keperluan apa Maya datang ke rumah itu.Maya terdiam sejenak, pasalnya ia tidak tahu siapa nama ibu itu. Lalu dia harus menjawab apa pada Satpam itu?'Duh, aku kan lupa tidak tanya nama kemarin.' batin Maya.Ada apa dengan Maya? Bukannya di dalam kartu nama itu juga tertera nama pemiliknya?"Mba? Mau bertemu dengan siapa? Mba mau bertemu dengan Nyonya Indah?" tanya Satpam lagi."I-iya, Pak, saya mau bertemu dengan Nyonya Indah!"Sedangkan dilain tempat ada seorang ibu dan anak yang tengah bertengkar."Mana, Bryan? Mana calon istri kebanggaan kamu yang katanya mencintai kamu itu?" sindir Mama Indah."Sebentar lagi juga datang, Ma!" jawab Bryan enteng."Pft, sebentar lagi kata kamu! Bahkan sebagian tamu undangan mungkin sudah bersiap untuk datang ke gedung acara pernikahan kamu!""Ma, mungkin saja dia sedang dalam perjalanan!" protes Bryan."Mengapa kamu bodoh sekali sih, Bryan? Nggak habis pikir mama sama kamu tu!""Ma, plis!""Jika lima menit lagi perempuan gila itu tidak datang, maka kamu harus menikah dengan perempuan pilihan mama!"Bryan tak lagi membalas ucapan sang mama. Dalam hati ia terus berharap jika kekasihnya itu akan datang untuk menikah dengannya.Lima menit telah berlalu, hati Bryan terus berdebar. Perasaan takut terus menghantuinya.Tiba-tiba saja..."Maaf, Nyonya ada seorang perempuan yang datang ingin menemui Nyonya!"Bryan dan mamanya kompak melihat ke arah perempuan yang datang bersama seorang Satpam."Kamu?"Bersambung...Selamat membaca dan ikuti terus kisahnya ya.New chapter =>Terima kasih.Maya datang untuk memenuhi perintah mama Indah, seperti kesepakatan kemarin saat di rumah sakit. Bryan semakin takut karena kekasihnya tak kunjung datang. Jika dihitung ini sudah lebih dari lima menit. Karena waktu semakin bertambah dan kekasih Bryan yang tak kunjung datang, akhirnya Bryan terpaksa menikah dengan Maya. Pernikahan mereka pun segera dilangsungkan.***"Sini kamu!" sentak Bryan. "A-aku?" Maya menunjuk dirinya sendiri. "Iya kamu lah, siapa lagi? Di sini cuma ada kamu! Apa kamu buta sampai-sampai tidak bisa melihat kondisi disekitar kamu!" bentak Bryan. "I-iya maaf, Ma-Mas," "Lancang sekali kamu memanggil ku dengan sebutan 'Mas'? Oh, ternyata kamu memang benar-benar percaya diri sekali ya? Dasar perempuan murahan!" Bryan terus mengeluarkan kalimat yang menyakiti hati Maya. Maya bingung dengan semua kalimat yang keluar dari mulut suaminya, Bryan. Apa salahnya jika dia memanggil Bryan dengan sebutan itu? Bukankah Bryan seorang lelaki dan lebih tua dari dirinya? Bukanka
"Ekhem! Bryan, istri kamu mana?" tanya papa Putra. "Di kamar, Pa!" jawab Bryan enteng. "Kenapa nggak bareng sama kamu?" tanya Papa Putra lagi dengan ekspresi penuh selidik. "Dia ketiduran mungkin!" jawab Bryan lalu mulai mengambil nasi untuk dirinya sendiri. Suasana hening sejenak. Bryan yang semula sibuk lalu berhenti dan mengamati keadaan sekitar, mengapa keadaan menjadi sepi tanpa suara. "Kenapa pada ngeliatin aku seperti itu? Enggak, Ma, Pa! Aku beneran nggak ngapa-ngapain dia kok, jangan berburuk sangka sama aku lah!" ucap Bryan yang terlihat begitu santai. Mama Indah dan Papa Putra kompak hanya mengangkat kedua bahu mereka masing-masing. Padahal kekeadaan yang sebenarnya adalah Maya tengah menderita saat ini. Di dalam kamar ia sedang kebingungan untuk meminta bantuan pada siapa? "Aku lelah, tetapi aku tidak boleh menyentuh apa pun. Lalu bagaimana caranya aku beristirahat? Bagaimana pula caraku mandi? Handuk saja tidak ada apalagi pakaian untuk ganti. Akh, perutku terasa
BRAK!!! "A-aku kenapa, Mas?" tanya Maya lirih. Bryan mendekat pada Maya. "Jangan pernah mengadu apa pun pada mama dan papa! Awas aja kalo kamu ngomong yang macam-macam! Apalagi soal kejadian yang semalam! " Bryan langsung meninggalkan Maya sendiri di dalam kamarkamar setelah mengeluarkan kalimat ancaman itu. Lagi dan lagi Maya menghela napas panjang. Baru juga siuman tetapi dirinya sudah mendapat ancaman dari suaminya. "Sabar, semua ini demi ayah. Aku pasti bisa lewati semua ini karena Tuhan tidak akan menguji hambanya di atas batas kemampuan hambanya kan? Ya, aku memang tidak pernah mengharapkan sebuah pernikahan yang seperti ini tapi mau bagaimana pun semua ini sudah terjadi. Mau tidak mau aku harus bisa menerima semuanya. Semoga perlahan suami ku bisa menerima kehadiran ku dan pernikahan kita berjalan sesuai semestinya. Aku sangat berharap akan hal itu karena aku tidak mau mengalami kegagalan dalam hal pernikahan." Maya terus bermonolog sendiri. Kepala Maya masih terasa berat
"Maya, mama sebenarnya sudah mencari tahu siapa kamu, rumah tinggal kamu, sekolah kamu dan keluarga kamu. Ya pokoknya semua yang berkaitan sama kamu lah. Terus mama juga tahu bahwa kamu baru saja lulus SMA kemarin kan? Nah, mama sama papa sudah sepakat untuk menyekolahkan kamu ke jenjang yang lebih tinggi. Bagaimana sayang, kamu mau kan?" ujar mama Indah pada Maya. Sekolah ke jenjang yang lebih tinggi? Jelas itu adalah impian Maya sedari kecil. Menjadi dokter adalah cita-citanya. Alasan Maya bercita-cita menjadi dokter adalah ayah dan ibunya. Melihat ayahnya yang sering sakit-sakitan juga ibunya yang meninggal karena kecelakaan tabrak lari. Karena penanganannya yang kurang cepat atau bisa dibilang terlambat, ibunya meninggal saat baru saja tiba di rumah sakit. Ibunya diduga kehabisan banyak darah karena benturan keras di bagian kepalanya. Maya begitu penasaran, bagaimana bisa mama mertuanya mendapat informasi tentang dirinya. "Bagaimana bisa, Mama tahu informasi tentang aku? Mama j
Mama Indah melepaskan pelukannya pada Maya. Ia tersenyum pada Maya. "Kamu kemarin gagal kan menjenguk ayah kamu gara-gara, Bryan?" tanya mama Indah. "Em, kemarin aku...""Udah, mama tahu kok kalo kemarin Bryan banyak mau. Dia nyuruh kamu ini itu kan? Jangan bohong sama mama, mama tahu kamu menutupi kelakuan Bryan sama mama. Sekarang kita ke rumah sakit ya, mama temani kamu nungguin ayah yang akan operasi nanti!" "Operasi? Ah iya, Maya sampe lupa soal operasi ayah, Ma. Tapi bukankah harusnya operasinya kemarin ya, Ma?" tanya Maya bingung. "Iya, tapi kemarin kebetulan dokter yang akan menangani operasi ayah kamu nggak ada, jadi operasinya dilakukan hari ini. Ayo siap-siap ke rumah sakit sekarang!" "Oh gitu, ya udah Maya ke kamar buat siap-siap dulu ya, Ma!" pamit Maya. "Iya, sayang!" Tiba-tiba saja, papa Putra datang menghampiri mama Indah. "Jadi ke rumah sakit kan, Ma?" tanya papa Putra. "Iya, Pa. Papa jadi ikut kan?" "Jadi kok, kebetulan Papa lagi nggak ada kerjaan juga dika
"Kamu ngedumel hah? Nggak ikhlas melayani suami?" Bryan membuka matanya kembali. Deg! "Ah, eng-enggak, Mas, bukan nggak ikhlas. Aku ikhlas kok, cuma heran aja sama sikap kamu, kenapa nggak langsung bilang aja dengan baik-baik gitu!" ucap Maya sedikit takut jika Bryan tetap marah. Bryan merubah posisinya menjadi duduk. Perlahan ia mendekatkan wajahnya pada Maya. Melihat Maya dari atas hingga bawah. Seperti sedang mencari sesuatu di sana. "Yah, aku rasa memang pantas jika kamu banyak disukai lelaki. Pasti tarifnya mahal kan?" Bryan memegang tangan Maya lalu menatap Maya dengan intens. Ucapan Bryan benar-benar menyakiti hati Maya kali ini. Setelah memaksa dirinya untuk melakukan pekerjaan yang perintahkan oleh Bryan lalu ia masih dituduh untuk hal yang tidak pernah ia lakukan. "Lepas! Dengarkan ini baik-baik ya, Mas! Aku bukan perempuan murahan! Aku juga tidak pernah melayani laki-laki manapun seperti yang kamu tuduhkan itu! Aku tidak pernah menjual diri pada siapa pun! Kamu menger
"A-ayah? Maksudnya apa, Pa, Ma?" Bola mata Bryan bergerak ke kanan dan ke kiri, melihat ke arah mama dan papanya. "Iya, ayahnya Maya habis melakukan operasi dan lagi proses pemulihan, Bryan. Ayah mertua kamu itu, nanti kamu ikut jengukin Beliau! Kemarin kamu ditanyain waktu Beliau habis operasi. Pokoknya kamu harus jaga sikap kamu di depan ayahnya Maya, jangan sampai kamu membuat Beliau kecewa!" ujar Papa Putra. "Oh begitu, ya udah nanti Bryan ikut dan ya, sebagai rasa hormat Bryan kepada orang yang lebih tua, Bryan bakal jaga sikap kok, Pa!" "Bagus lah, kalo gitu!" ***Bryan, Maya, mama Indah dan papa Putra telah sampai di rumah sakit. Ini pertama kalinya Bryan bertemu dengan ayah mertuanya. "Ayah, Maya datang lagi buat jenguk, Ayah!" ucap Maya dengan tersenyum. "Em, ayah juga senang kamu datang lagi, Nak!" ayah Doni juga tersenyum membalas Maya. "Bagaimana, Pak, sudah lebih baik dari kemarin?" tanya papa Putra. "Alhamdulillah, sudah lebih baik, Pak, kata Dokter besok siang
"Hah? Cucu?" Bryan dan Maya saling pandang. Mengapa mama Indah malah mengira jika mereka ingin pergi kencan atau bulan madu. "Bukan, Ma! Kita nanti mau jemput ayah dari rumah sakit, kan ayah nanti sudah boleh pulang, Ma!" ungkap Bryan. "Oh, kirain hehe. Ya sudah lah, gak apa-apa deh. Tapi nanti pergi bulan madu ya? Mama sama papa udah pengin gendong cucu loh. Eh tapi Maya mau kuliah lagi kan? Hem, gimana ya?" "Itu urusan gampang, Ma! Nanti kita pikirin masalah itu kok, jangan khawatir!" ucap Bryan. Maya melihat ke arah Bryan. Maya bingung apa yang Bryan maksud sebenarnya. Perihal bulan madu yang akan dibahas atau masalah Maya yang ingin berkuliah. "Baiklah, Mama tunggu kabar baiknya aja deh!" celetuk mama lalu tertawa kecil. "Hem, Mama ada-ada aja. Ya udah, Bryan udah selesai makan terus mau berangkat ke kantor sebentar sebelum jemput ayahnya Maya!" ujar Bryan. "Kamu tunggu aku di rumah ya! Aku ke kantor cuma sebentar aja kok!" pinta Bryan pada Maya. "Iya, Mas," "Semangat ke
"Udah selesai belum, sayang?" tanya Bryan pada Maya. Maya menghela nafas lalu menghampiri Bryan. "Sudah kok," Maya tersenyum manis pada Bryan. "Ya ampun cantiknya, istri aku ini. Mau kemana sih?" goda Bryan. "Kan mau kencan sama ayang, hehe!" "Gemasnya! Ayo jalan!" Bryan menggandeng tangan Maya lalu mereka berjalan beriringan. Mama Indah dan Papa Putra tak henti-hentinya menatap pasangan yang lagi dilanda asmara itu. Sudah pasti mereka sangat terkejut melihat mereka berdua terlihat begitu mesra. Bryan dengan gagahnya menggandeng tangan Maya yang begitu cantik pagi ini. "Ma, Papa nggak salah lihat kan?" bisik papa Putra pada mama Indah dengan mata yang terus tertuju ke arah Bryan dan Maya. "Mama kira, Mama yang udah rabun, Pa. Ternyata, Papa juga melihat pemandangan itu?" sahut mama Indah lirih. "Memangnya, Mama sedang lihat apa?" tanya Papa Putra memastikan. "Lihat Pangeran dan Putri lagi jalan menuju kita. Oh tidak! Maksudnya, Bryan dan Maya yang begitu mesra, Pa!" jawab Ma
"Ada apa ya? Tiba-tiba perasaan ku tidak enak begini. Tiba-tiba juga langsung teringat dengan Maya. Seharusnya jam segini aku sudah tertidur karena pengaruh dari obat. Tapi aku malah belum bisa memejamkan mata. Sebenarnya ada apa dengan Maya? Atau jangan-jangan Maya sedang..." "Auw," Tiba-tiba saja, dada ayah Doni terasa sedikit sesak. Entah apa yang tengah terjadi pada ayah Doni saat ini. Apakah penyakitnya kembuh kembali atau hanya sesak biasa. Yang jelas, perasaan ayah Doni kini sulit dijelaskan. Pikirannya terus menuju pada putri semata wayangnya, Maya. ***Esok hari. Hari ini seharusnya Maya tengah bahagia karena acara kencan pertamanya di malam minggu. Namun, acara yang mereka rencanakan harus gagal setelah kejadian yang diciptakan oleh Bryan. Maya yang biasanya bangun pagi dan penuh semangat untuk menyambut pagi hari, kini terlihat lesu. Terduduk di pinggiran ranjang dengan wajah ditekuk, mata sembab karena kebanyakan menangis semalam. Weekend ini sungguh, Maya benar-benar
PRANG!!! Bryan membanting ponselnya ke meja makan yang terbuat dari kaca. Karena benturan yang keras, membuat meja kaca itu melantar. Namun, suara keras itu muncul karena ponsel Bryan juga mengenai piring di meja itu. Piring itu pecah sehingga mengeluarkan suara dan itu membuat Maya memutuskan untuk kembali ke ruang makan. "Mas Bryan?!" pekik Maya. Bryan langsung menoleh ke Maya. Dilihatnya Maya tengah berdiri tak jauh darinya. Dengan satu tangan menutup mulutnya. Bryan masih tidak sadar bahwa dirinya tengah berdiri tegak sekarang. Sedangkan Maya sungguh masih tak percaya dengan pemandangan yang ada di depannya ini. Maya berpikir apakah ini semua mimpi atau memang Bryan yang sengaja membohongi dirinya. "Kamu udah sembuh, Mas?" tanya Maya sembari berjalan mendekat pada Bryan. "Ah, a-aku?" Bryan seketika melihat dirinya sendiri dan sadar bahwa dirinya tengah berdiri tegak. "Kamu bohong sama aku, Mas tentang kebenaran ini?" tanya Maya lagi. "A-aku bisa jelasin soal ini, May!" Bry
Suasana hening seketika, mereka kembali melakukan kegiatan makan malam. Namun tiba-tiba saja, "Ma, apa benar dulu Mama yang suruh Rania untuk pergi ninggalin Bryan?" "Hah?" Seketika mama Indah dan papa Putra terkaget. Bagaimana bisa Bryan tiba-tiba membahas soal Rania dan bertanya semacam itu pada mamanya. Dan bukan hanya mama Indah dan papa Putra saja yang kaget, Maya juga ikut kaget sekaligus bingung. Maya bingung, siapa itu Rania sebenarnya. Apa begitu penting bagi Bryan, atau jangan-jangan Rania itu adalah mantan kekasih Bryan yang gagal menikah dengannya itu. "Kamu apa-apa sih, Bryan? Kamu tiba-tiba nanya kaya gitu ke mama, seolah-olah kalo mama adalah penyebab bubarnya hubungan kalian berdua!" cerca Mama Indah tak habis pikir dengan Bryan. "Ya, Bryan emang penasaran soal itu, Ma!" "Lagian kamu kok keterlaluan sih, bahas masalah mantan alias masa lalu di depan istri kamu yang jelas-jelas masa depan kamu sekarang sampe nanti!" omel Papa Putra pada Bryan yang juga kesal kare
'Kamu harus pergi dari sini sekarang juga! Karena anak ku tidak membutuhkan kamu di sini!' Rania. "SHIT!!!" Bryan mengusap wajahnya kasar. "Apa maksud dari semua ini? Dia tiba-tiba saja muncul di kehidupan ku lagi setelah menghilang begitu saja dan dia malah berusaha menjelek-jelekkan mama di depan ku. Terus maksud dia kirim seperti tadi itu apa? Apa maksud dia, itu adalah suruhan dari mama untuk dia? Tapi aku nggak percaya kalo seperti itu! Argh, gila lama-lama kalo begini!"Bryan menghapus pesan dari Rania. Lalu dia menyuruh supir untuk pergi ke tempat penjualan ponsel. Bryan memang berniat untuk membelikan ponsel untuk istrinya, Maya.Maya memang tidak memiliki ponsel selama ini. Bryan sempat penasaran karena tidak pernah melihat Maya memegang atau main ponsel di mana pun. Akhirnya Bryan bertanya dan memang benar jika Maya tidak pernah membeli ponsel sebelumnya. Sejak kejadian itu, Bryan semakin merasa bersalah karena pada awal-awal pernikahan dia selalu menuduh Maya yang tidak-
Bryan dan Leon sontak melihat ke arah sumber suara. "Astaga!!!""Kenapa pada kaget begitu? Kaya lihat hantu saja!" "Lah memang kaya hantu, Tiba-tiba nongol setelah lama menghilang tanpa pamit tanpa kabar!" cibir Leon. "Hem, aku bisa jelaskan semuanya, Bryan!" "Aku nggak peduli apa pun tentang kamu!" tegas Bryan. "Sayang, aku mohon dengerin aku dulu ya! Plis, sayang!" "Enggak ada yang perlu dijelaskan lagi, dan enggak ada lagi ada panggilan sayang!" Bryan kembali menegaskan kalimat itu pada perempuan yang ada di depannya itu. "A-apa maksudnya? Aku calon istri kamu loh, Bryan! Emang apa salahnya dengan panggilan sayang itu? Bukankah sejak dulu kamu senang dengan panggilan itu? Ayo lah, plis jangan seperti ini aku mohon!" Perempuan itu kembali memohon pada Bryan. "Apa lagi sih? Kita sudah tidak terikat dengan hubungan itu lagi! Semenjak kamu pergi dan nggak datang di hari dimana pernikahan kita seharusnya berlangsung. Kemana kamu selama ini, hah?" pekik Bryan. "Aku bisa jelasin
"Aih, Ma tadi Maya berantem sama siswa di kampusnya tahu?!" "Hah, apa?" Mama Indah kaget dan benar-benar tak percaya sama ucapan Bryan. "Dih, nggak percaya kan? Tuh tanya sama supir Bryan biar jelas!" cetus Bryan. "Hem, oke oke, nanti mama nanya sama supir kamu. Tapi kenapa kok bisa berantem?" tanya mama Indah penasaran. "Gara-gara ada yang hina Bryan, Ma! Sebenarnya Bryan ikut turun itu karena Bryan mau bertemu dengan salah satu dosen di sana, maksud Bryan itu biar ada yang mengawasi Maya gitu loh. Gini-gini, Bryan juga suami yang baik dan pengertian tahu, Ma!" cetus Bryan. "Oh ya ya, mama paham maksud kamu. Ikh tumben kamu pinter, gitu dong jadi anak mama yang baik. Kan jadi bangga kalo gini, coba aja kalo oon kaya dulu, beeeuh, mama rasanya pengin buang kamu ke laut tahu nggak sih? Kesel mama tuh, jadi agak nyesel punya anak kaya kamu!" oceh mama Indah. "Hem, tapi sekarang enggak kan? Bryan udah jadi anak yang baik, kan? Tapi menurut mama, Maya cinta nggak sih sama, Bryan?"
"BUGH!" Maya langsung menghajar salah satu siswa tersebut. Rasanya ia sungguh tak terima karena mereka telah menghina suaminya. Jika mereka hanya menghinanya, ia tak akan mempermasalahkan itu karena dari dulu juga ia sering dihina. "Aww! Apa-apaan kamu berani sekali menghajar ku? Aku laporkan juga kamu ke pihak kampus!" Siswa itu meringis kesakitan lalu tak terima dengan perlakuan Maya dan mengancam Maya untuk melaporkannya pada pihak kampus. "Laporin aja kalo berani! Aku nggak takut sama sekali!" Tanpa rasa takut, Maya justru menantang balik siswa tersebut. "Oke, awas aja kamu!" Siswa itu pun pergi begitu saja meninggalkan Maya, Bryan dan supir. "Dih, sok banget sih? Beraninya main lapor-lapor aja! Kalo berani tuh di ring! Adu skill! Dasar payah!" ejek Maya pada siswa itu. "Maya, kamu apa-apaan sih? Baru juga pertama kali masuk sekolah udah buat ulah saja!" omel Bryan. "Siapa yang buat ulah? Orang dia duluan yang mulai kok!" kilah Maya membela diri. "Kamu mau sekolah atau ma
Beberapa hari telah berlalu. Maya dan Bryan semakin dekat sesuai dengan perjanjian mereka tempo lalu. Maya akan terus mengurus Bryan hingga Bryan sembuh. Sedangkan Bryan akan menentukan pilihan apa yang akan diambil. Apakah akan bercerai atau tetap melanjutkan pernikahan mereka yang artinya dia harus menerima Maya sebagai istrinya. Keadaan Bryan semakin membaik, Maya, mama Indah dan papa Putra pun senang dan berharap Bryan bisa berjalan kembali seperti semula. Pagi ini, seperti biasa Bryan akan pergi ke kantor dan itu artinya Maya harus menyiapkan dan mengurus semua keperluan Bryan. "Mas, nanti aku sudah mulai masuk kuliah!" ucap Maya sembari merapikan dasi Bryan. "Ya sudah, memangnya aku harus apa?" respon Bryan terlihat cuek dan biasa saja. "Enggak harus apa-apa juga, aku cuma bilang aja sih!" balas Maya lalu dirinya bersiap untuk mandi. "Hem," Sepeninggalan Maya, Kevin terdiam. 'Aku harus menyembunyikan hal ini dari semuanya untuk sementara waktu. Aku belum siap jika nanti