"Maya, mama sebenarnya sudah mencari tahu siapa kamu, rumah tinggal kamu, sekolah kamu dan keluarga kamu. Ya pokoknya semua yang berkaitan sama kamu lah. Terus mama juga tahu bahwa kamu baru saja lulus SMA kemarin kan? Nah, mama sama papa sudah sepakat untuk menyekolahkan kamu ke jenjang yang lebih tinggi. Bagaimana sayang, kamu mau kan?" ujar mama Indah pada Maya.
Sekolah ke jenjang yang lebih tinggi? Jelas itu adalah impian Maya sedari kecil. Menjadi dokter adalah cita-citanya. Alasan Maya bercita-cita menjadi dokter adalah ayah dan ibunya. Melihat ayahnya yang sering sakit-sakitan juga ibunya yang meninggal karena kecelakaan tabrak lari. Karena penanganannya yang kurang cepat atau bisa dibilang terlambat, ibunya meninggal saat baru saja tiba di rumah sakit. Ibunya diduga kehabisan banyak darah karena benturan keras di bagian kepalanya.Maya begitu penasaran, bagaimana bisa mama mertuanya mendapat informasi tentang dirinya."Bagaimana bisa, Mama tahu informasi tentang aku? Mama juga tahu jika aku baru lulus SMA. Keren sih!" Maya menatap takjub pada mama Indah."Bukan hal yang bisa dibanggakan sayang! Itu karena memang mama menyuruh orang untuk mencari tahu informasi tentang kamu saja, karena mama ingin tahu tentang kehidupan pribadi kamu. Ternyata kamu itu anak yang pintar, jadi mama sama papa ingin kamu bisa mencapai cita-cita kamu sayang!" jawab mama Indah."Oh begitu ternyata! Hebat ya orang suruhan mama itu!" Maya menganggukkan kepalanya berulang kali."Jadi bagaimana? Kamu mau sekolah dimana? Biar mama sama papa yang urus semuanya!" tawar mama Indah lagi."Em, Maya kayaknya nggak bisa sekolah lagi deh, Ma!" wajah Maya berubah jadi murung.Entah mengapa Maya harus mengatakan kalimat itu. Namun, baginya saat ini yang terpenting adalah kesembuhan ayahnya. Dia juga tidak mau terlalu banyak hutang balas budi pada mama dan papa mertuanya. Apalagi keadaannya sekarang, suaminya belum bisa menerimanya. Pasti akan menjadi masalah di dalam rumah tangganya nanti. Dia tidak mungkin berlaku semaunga tanpa izin dari seorang suami.Mama Indah membulatkan kedua matanya, ia menatap Maya tak percaya. Mengapa menantunya tidak mau bersekolah lagi padahal ia sangat ingin cita-citanya terpenuhi."Loh kenapa memangnya? Kamu berhak melanjutkan pendidikan, Nak! Lanjut aja ya?!" Mama Indah bersi keras membujuk Maya agar mau melanjutkan pendidikannya."Tapi, Ma, Maya kan sudah menikah jadi Maya harus minta izin dulu ke Mas Bryan dan masalah biaya juga pasti tidak sedikit kan? Aku tidak ingin merepotkan kalian lagi. Maya amat sangat bersyukur, karena berkat keluarga ini, ayah bisa operasi dan berjalan lancar!" jelas Maya pada mama Indah."Ya ampun sayang, itu masalah gampang. Nanti biar mama yang bilang ke Bryan. Kamu juga jangan khawatir soal biaya ya! Kamu juga anak mama sekarang, kamu juga punya suami yang wajib bertanggung jawab atas kamu. Bryan tak akan keberatan jika hanya untuk masalah pendidikan. Jadi kamu jangan mikir yang macam-macam ya!" bujuk mama Indah lagi."Em, kalo begitu aku nurut sama, Mama saja. Sebenarnya aku juga ingin lanjut pendidikan lagi si, Ma. Terima kasih banyak ya, Ma karena sudah pengertian dan sangat baik sama aku!""Iya sama-sama sayang!"Dilain sisi ada sesosok lelaki yang mendengar percakapan mereka berdua tetapi hanya sebagian saja dan itu membuat dirinya menjadi salah paham.Sosok itu telah menunggu Maya di dalam kamar. Siap dengan segala kalimat yang akan menyakiti hati Maya lagi."Ekhem, selain perempuan murahan lalu gadis bodoh, ternyata kamu juga matre ya?" sindir Bryan saat Maya memasuki kamar.Langkah Maya terhenti lalu menghadap ke arah Bryan."Maksud, Mas Bryan apa ya?" tanya Maya lirih."Percuma saja kamu mau melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi tetapi uangnya hasil menipu orang. Jadi tujuan kamu masuk di kehidupan keluarga aku adalah ini? Hanya ingin melanjutkan pendidikan? Aneh!" Kalimat hinaan lagi yang keluar dari mulut Bryan.Maya membuang napas dengan kasar."Apa, Mas Bryan mendengar pembicaraan aku dan mama? Pasti hanya mendengar sebagian saja kan? Pantas saja bisa menyimpulkan seperti itu!" ucap Maya enteng."Tapi itu kenyataan kan? Kamu memang matre!" bisik Bryan tepat ditelinga Maya."Mas Bryan, dimana-mana perempuan yang menjual diri itu pasti matre! Karena yang ada dipikiran mereka adalah uang dan uang! Hanya uang!" Kini wajah Maya begitu dekat dengan wajah Bryan.Seketika jantung Bryan berdetak dengan kencang melebihi batas normal biasanya."Mas Bryan wangi sekali!" celetuk Maya dengan begitu polosnya.'Sial! Berani sekali dia kepada ku?" Bryan terpancing dengan kepolosan Maya. Ia mengira jika Maya memang sengaja menggodanya.Bryan menarik tangan Maya."Kamu menggodaku ya? Ternyata seperti ini kemampuan kamu dalam hal merayu! Cih, masih rendahan ternyata!""Apa, Mas Bryan tergoda? Tapi aku tidak sedang menggoda!" bantah Maya."Tidak! Aku ingin tidur!" Bryan langsung melepaskan tangan Maya lalu pergi untuk bersiap tidur.Maya tersenyum, ia melihat Bryan yang mulai memejamkan matanya. Dimataya, ia terlihat imut saat ini.***"Bryan, kamu mau kemana? Kenapa rapi begitu?" tanya mama Indah yang melihat kondisi Bryan begitu rapi pagi-pagi sekali."Ke kantor la, Ma! Capek di rumah terus. Sumpek tahu nggak, ketemu dia, dia, dia terus! Mending pergi kerja aja sekalian, lihat karyawan yang cantik-cantik!""Bryan! Inget ya, kamu udah punya istri! Jangan macam-macam kamu ya!" Emosi mama Indah memuncak karena ucapan Bryan yang keterlaluan."Hem, ya ya ya! Aku akan ingat dan sangat ingat! Aku pergi!" Bryan pun berlalu pergi begitu saja."Maya, kamu yang sabar ya sayang! Bryan memang begitu, tapi mama yakin kamu pasti bisa mengambil hatinya. Bryan memang tidak mudah percaya sama orang baru tapi sekalinya orang itu bisa mengambil hatinya, ia akan begitu percaya sama orang itu. Mama minta sama kamu ya, selamatkan pernikahan kalian! Buat Bryan lupa sama perempuan itu! Perempuan itu tidak baik makanya ia tega meninggalkan Bryan saat ia terpuruk seperti sekarang ini!" Mama Indah menggenggam kedua tangan Maya, jelas ia sangat memohon pada Maya."Iya, Ma! Maya akan berusaha sekuat tenaga Maya."Mama pasti bantu kamu kok, jangan khawatir kamu tidak sendiri sayang!" Mama Indah langsung memeluk Maya.Tanpa Maya sadari, mama Indah menangis. Sejak awal, mama Indah memang sudah menyukai Maya. Apalagi semenjak Maya resmi menjadi menantunya, Maya sudah ia anggap seperti anaknya sendiri. Dan dia berharap Maya membawa kebaikan di dalam kekeluarga Putra."Ma, makasih ya karena pelukan hangat ini, Maya merasa seperti sedang memeluk ibu Maya sendiri."Deg!Bersambung...Selamat membaca dan ikuti terus kisahnya ya.New chapter =>Terima kasih.Mama Indah melepaskan pelukannya pada Maya. Ia tersenyum pada Maya. "Kamu kemarin gagal kan menjenguk ayah kamu gara-gara, Bryan?" tanya mama Indah. "Em, kemarin aku...""Udah, mama tahu kok kalo kemarin Bryan banyak mau. Dia nyuruh kamu ini itu kan? Jangan bohong sama mama, mama tahu kamu menutupi kelakuan Bryan sama mama. Sekarang kita ke rumah sakit ya, mama temani kamu nungguin ayah yang akan operasi nanti!" "Operasi? Ah iya, Maya sampe lupa soal operasi ayah, Ma. Tapi bukankah harusnya operasinya kemarin ya, Ma?" tanya Maya bingung. "Iya, tapi kemarin kebetulan dokter yang akan menangani operasi ayah kamu nggak ada, jadi operasinya dilakukan hari ini. Ayo siap-siap ke rumah sakit sekarang!" "Oh gitu, ya udah Maya ke kamar buat siap-siap dulu ya, Ma!" pamit Maya. "Iya, sayang!" Tiba-tiba saja, papa Putra datang menghampiri mama Indah. "Jadi ke rumah sakit kan, Ma?" tanya papa Putra. "Iya, Pa. Papa jadi ikut kan?" "Jadi kok, kebetulan Papa lagi nggak ada kerjaan juga dika
"Kamu ngedumel hah? Nggak ikhlas melayani suami?" Bryan membuka matanya kembali. Deg! "Ah, eng-enggak, Mas, bukan nggak ikhlas. Aku ikhlas kok, cuma heran aja sama sikap kamu, kenapa nggak langsung bilang aja dengan baik-baik gitu!" ucap Maya sedikit takut jika Bryan tetap marah. Bryan merubah posisinya menjadi duduk. Perlahan ia mendekatkan wajahnya pada Maya. Melihat Maya dari atas hingga bawah. Seperti sedang mencari sesuatu di sana. "Yah, aku rasa memang pantas jika kamu banyak disukai lelaki. Pasti tarifnya mahal kan?" Bryan memegang tangan Maya lalu menatap Maya dengan intens. Ucapan Bryan benar-benar menyakiti hati Maya kali ini. Setelah memaksa dirinya untuk melakukan pekerjaan yang perintahkan oleh Bryan lalu ia masih dituduh untuk hal yang tidak pernah ia lakukan. "Lepas! Dengarkan ini baik-baik ya, Mas! Aku bukan perempuan murahan! Aku juga tidak pernah melayani laki-laki manapun seperti yang kamu tuduhkan itu! Aku tidak pernah menjual diri pada siapa pun! Kamu menger
"A-ayah? Maksudnya apa, Pa, Ma?" Bola mata Bryan bergerak ke kanan dan ke kiri, melihat ke arah mama dan papanya. "Iya, ayahnya Maya habis melakukan operasi dan lagi proses pemulihan, Bryan. Ayah mertua kamu itu, nanti kamu ikut jengukin Beliau! Kemarin kamu ditanyain waktu Beliau habis operasi. Pokoknya kamu harus jaga sikap kamu di depan ayahnya Maya, jangan sampai kamu membuat Beliau kecewa!" ujar Papa Putra. "Oh begitu, ya udah nanti Bryan ikut dan ya, sebagai rasa hormat Bryan kepada orang yang lebih tua, Bryan bakal jaga sikap kok, Pa!" "Bagus lah, kalo gitu!" ***Bryan, Maya, mama Indah dan papa Putra telah sampai di rumah sakit. Ini pertama kalinya Bryan bertemu dengan ayah mertuanya. "Ayah, Maya datang lagi buat jenguk, Ayah!" ucap Maya dengan tersenyum. "Em, ayah juga senang kamu datang lagi, Nak!" ayah Doni juga tersenyum membalas Maya. "Bagaimana, Pak, sudah lebih baik dari kemarin?" tanya papa Putra. "Alhamdulillah, sudah lebih baik, Pak, kata Dokter besok siang
"Hah? Cucu?" Bryan dan Maya saling pandang. Mengapa mama Indah malah mengira jika mereka ingin pergi kencan atau bulan madu. "Bukan, Ma! Kita nanti mau jemput ayah dari rumah sakit, kan ayah nanti sudah boleh pulang, Ma!" ungkap Bryan. "Oh, kirain hehe. Ya sudah lah, gak apa-apa deh. Tapi nanti pergi bulan madu ya? Mama sama papa udah pengin gendong cucu loh. Eh tapi Maya mau kuliah lagi kan? Hem, gimana ya?" "Itu urusan gampang, Ma! Nanti kita pikirin masalah itu kok, jangan khawatir!" ucap Bryan. Maya melihat ke arah Bryan. Maya bingung apa yang Bryan maksud sebenarnya. Perihal bulan madu yang akan dibahas atau masalah Maya yang ingin berkuliah. "Baiklah, Mama tunggu kabar baiknya aja deh!" celetuk mama lalu tertawa kecil. "Hem, Mama ada-ada aja. Ya udah, Bryan udah selesai makan terus mau berangkat ke kantor sebentar sebelum jemput ayahnya Maya!" ujar Bryan. "Kamu tunggu aku di rumah ya! Aku ke kantor cuma sebentar aja kok!" pinta Bryan pada Maya. "Iya, Mas," "Semangat ke
Pagi-pagi sekali, Maya telah bangun dan menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan Bryan, apalagi sekarang Bryan telah kembali bekerja dengan rutin. "Aku udah siapin air untuk mandi kamu, Mas!" ucap Maya pada Bryan yang baru saja bangun. "Ya, aku akan mandi sekarang! Tolong ambilkan handuk milik ku!" pinta Bryan pada Maya. "Ya, sebentar ya, Mas!" Maya pun langsung pergi untuk mengambil handuk milik Bryan. Tak lama kemudian, Maya kembali membawa handuk lalu memberikannya pada Bryan. "Ini, Mas! Ayo aku bantu kamu mandi sekalian!" Maya pun mendorong kursi roda milik Bryan. "Apa karena kejadian dua hari ini, kamu jadi berpikir bahwa aku telah mencintai kamu? Sebenarnya aku masih belum bisa mencintai kamu tapi aku sudah mulai melakukan,-" "Iya, aku tahu itu kok, Mas!" Maya memotong ucapan Bryan. Maya membuang napas kasar. "Aku tidak berpikir seperti itu, tapi apa aku salah jika aku mengharapkan semua itu? Bagaimana pun juga kita sudah menjadi sepasang suami istri bukan? Aku juga pu
Beberapa hari telah berlalu. Maya dan Bryan semakin dekat sesuai dengan perjanjian mereka tempo lalu. Maya akan terus mengurus Bryan hingga Bryan sembuh. Sedangkan Bryan akan menentukan pilihan apa yang akan diambil. Apakah akan bercerai atau tetap melanjutkan pernikahan mereka yang artinya dia harus menerima Maya sebagai istrinya. Keadaan Bryan semakin membaik, Maya, mama Indah dan papa Putra pun senang dan berharap Bryan bisa berjalan kembali seperti semula. Pagi ini, seperti biasa Bryan akan pergi ke kantor dan itu artinya Maya harus menyiapkan dan mengurus semua keperluan Bryan. "Mas, nanti aku sudah mulai masuk kuliah!" ucap Maya sembari merapikan dasi Bryan. "Ya sudah, memangnya aku harus apa?" respon Bryan terlihat cuek dan biasa saja. "Enggak harus apa-apa juga, aku cuma bilang aja sih!" balas Maya lalu dirinya bersiap untuk mandi. "Hem," Sepeninggalan Maya, Kevin terdiam. 'Aku harus menyembunyikan hal ini dari semuanya untuk sementara waktu. Aku belum siap jika nanti
"BUGH!" Maya langsung menghajar salah satu siswa tersebut. Rasanya ia sungguh tak terima karena mereka telah menghina suaminya. Jika mereka hanya menghinanya, ia tak akan mempermasalahkan itu karena dari dulu juga ia sering dihina. "Aww! Apa-apaan kamu berani sekali menghajar ku? Aku laporkan juga kamu ke pihak kampus!" Siswa itu meringis kesakitan lalu tak terima dengan perlakuan Maya dan mengancam Maya untuk melaporkannya pada pihak kampus. "Laporin aja kalo berani! Aku nggak takut sama sekali!" Tanpa rasa takut, Maya justru menantang balik siswa tersebut. "Oke, awas aja kamu!" Siswa itu pun pergi begitu saja meninggalkan Maya, Bryan dan supir. "Dih, sok banget sih? Beraninya main lapor-lapor aja! Kalo berani tuh di ring! Adu skill! Dasar payah!" ejek Maya pada siswa itu. "Maya, kamu apa-apaan sih? Baru juga pertama kali masuk sekolah udah buat ulah saja!" omel Bryan. "Siapa yang buat ulah? Orang dia duluan yang mulai kok!" kilah Maya membela diri. "Kamu mau sekolah atau ma
"Aih, Ma tadi Maya berantem sama siswa di kampusnya tahu?!" "Hah, apa?" Mama Indah kaget dan benar-benar tak percaya sama ucapan Bryan. "Dih, nggak percaya kan? Tuh tanya sama supir Bryan biar jelas!" cetus Bryan. "Hem, oke oke, nanti mama nanya sama supir kamu. Tapi kenapa kok bisa berantem?" tanya mama Indah penasaran. "Gara-gara ada yang hina Bryan, Ma! Sebenarnya Bryan ikut turun itu karena Bryan mau bertemu dengan salah satu dosen di sana, maksud Bryan itu biar ada yang mengawasi Maya gitu loh. Gini-gini, Bryan juga suami yang baik dan pengertian tahu, Ma!" cetus Bryan. "Oh ya ya, mama paham maksud kamu. Ikh tumben kamu pinter, gitu dong jadi anak mama yang baik. Kan jadi bangga kalo gini, coba aja kalo oon kaya dulu, beeeuh, mama rasanya pengin buang kamu ke laut tahu nggak sih? Kesel mama tuh, jadi agak nyesel punya anak kaya kamu!" oceh mama Indah. "Hem, tapi sekarang enggak kan? Bryan udah jadi anak yang baik, kan? Tapi menurut mama, Maya cinta nggak sih sama, Bryan?"