"Bagaimana? Kau benar hamil 'kan?" tanya Dokter Rani.Sampai di rumah sakit, Hely langsung menemui Dokter Rani. Ia menjelaskan keluhan-keluhan apa saja yang ia alami saat ini. Lalu, dokter itu mulai memeriksa kondisinya dan menebak tentang kemungkinan yang terjadi. Akhirnya, Dokter Rani menyarankan agar Hely pergi ke bagian dokter kandungan."Iya, aku hamil tiga .inggu," sahut Hely lesu."Kenapa? Hamil bukannya senang kenapa malah murung?" tanya Dokter Rani heran."Hey, kenapa? Ayo, cerita!" Dokter Rani kembali bertanya karena Hely hanya diam sambil mendesah."Sebenarnya, aku ingin menceraikan suamiku. Kalau aku hamil sekarang, bagaimana nasib anakku nanti? Aku tidak bisa membiarkan anakku lahir tanpa seorang ayah," jelas Hely sendu.Belum genap dua jam Hely berencana untuk menceraikan Ze dan ia sudah mendapat kabar bahwa saat ini ia tengah hamil. Padahal, ia sudah mantap ingin menceraikan suaminya dan sekarang justru dilanda kebingungan. Lalu, apa yang harus ia lakukan saat ini? "Ad
"Tidak, aku tidak menyembunyikan apa-apa," sangkal Hely dengan suara yang mulai bergetar.Sebenarnya, sebelum masuk kamar dan melihat foto janin yang ada di perutnya, Hely duduk di meja makan menunggu Ze pulang. Namun sayangnya, sampai pukul sebelas lewat sang suami tak kunjung pulang. Akhirnya, wanita itu memutuskan untuk pergi ke kamar dan mengganti bajunya dengan piyama. Lalu, ia menatap foto janinnya dan sialnya Ze tiba-tiba muncul."Jangan bohong." Ze melangkah maju membuat Hely melangkah mundur, "Apa yang kau sembunyikan di belakang tubuhmu, Hely?" geram Ze."Aku bilang, aku tidak menyembunyikan apa-apa," sangkal Helios lagi. Semakin mengelak, maka semakin membuat Ze percaya bahwa ia menyembunyikan sesuatu darinya. "Baiklah, tunjukan tanganmu," ujar Ze sambil berkacak pinggang.Mendengar permintaan sang suami, Hely mengulurkan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya senantiasa ia sembunyikan di belakang tubuhnya. Tentu saja karena saat ini ia sedang memegang foto hasil USG."
"Cepat buka mulutmu!" seru Ze lagi yang kemudian dibalas dengan sebuah gelengan kepala oleh sang istri.Sambil tersenyum menyeringai, Ze mendorong tubuh Hely hingga jatuh terlentang di atas tempat tidur. Pria itu mengungkung tubuh Hely sambil mengapit kakinya agar tidak bisa bergerak. Kemudian, kedua tangannya berusaha menjauhkan tangan Hely dari mulut. Setelah berhasil, ia menyatukan tangan itu dan menahannya dengan satu tangan di atas."Aku mohon jangan, Mas. Aku mau ke rumah sakit. Aku sudah tidak tahan perutku sakit sekali," mohon Hely dengan sisa-sisa tenaganya yang hanya sedikit.Di tengah putus asanya Hely memohon, Ze mengambil kesempatan dengan memasukkan obat kontrasepsi ke dalam mulut Hely. Untuk sesaat, wanita itu terkejut dan hendak mengeluarkannya dari mulut. Namun sayang, Ze lekas membungkam bibirnya dan menjepitnya kuat-kuat.Sepersekian detik kemudian, rasa pahit mulai menyebar di seluruh rongga mulut. Hely terbatuk dan Ze menjepit hidungnya tiba-tiba. Sontak, obat itu
Keesokan harinya, Hely membuka mata secara perlahan. Kemudian, ia mengedarkan pandang dan mendapati Ze juga Draka di sana."Mas Aka?" panggil Hely lirih.Alih-alih memanggil nama sang suami, Hely justru memanggil pengacara itu. Mendengar hal itu, sontak Ze merasakan nyeri di dadanya. Akan tetapi, ia berusaha mengabaikan perasaan itu dan menghampiri sang istri."Kau sudah sadar, Hely?" Draka langsung mendekat."Anakku? Anakku baik-baik saja, 'kan? Mas Aka berhasil menyelamatkan anak aku, 'kan?" tanya Hely dengan seulas senyuman. Tangannya senantiasa mengusap lembut perut ratanya.Semalam, Hely meminta tolong pada Draka untuk menyelamatkan anaknya dengan cara membawanya ke rumah sakit secepat mungkin. Jadi mengingat permintaannya itu, Hely langsung bertanya pada Draka setelah sadar."Mas? Mas Aka kenapa diam saja?" tanya Hely panik. Air matanya jatuh begitu saja dalam hitungan detik.Tiba-tiba, pintu terbuka membuat semua orang menoleh dan terpampang sosok Dokter Rani masuk ke dalam. "K
"Aawww!" Hely memekik terkejut. "Ma-maaf, Tuan. Sa-saya tidak bermaksud untuk masuk ke kamar Tuan tanpa izin. Sa-saya ha-hanya ingin meletakkan baju pengantin, Tuan, saja." Hely menoleh menatap tuxedo yang ia letakkan di atas tempat tidur sebelumnya. Wanita itu terus menunduk sama sekali tidak berani menatap majikannya. "Kalau begitu, saya permisi." Hely pamit dan bersiap keluar. Sayangnya, ia kembali didorong ke tempat tidur. "A-aww!" Merasa ada yang aneh, Hely memberanikan diri untuk mengangkat kepala. Namun, ia dikejutkan dengan gerakan tangan majikannya yang sedang melepas jas dan melemparnya ke sembarang arah. Terlebih selang beberapa detik, pria itu mulai melepas kancing kemejanya. "Tu-tuan? A-apa ya-yang sedang Tuan lakukan?" tanya Hely terbata. Tubuh dan suaranya sudah mulai bergetar Di sana, Ze terlihat sedang melucuti pakaiannya satu per satu. Takut terjadi hal buruk, Hely beranjak melangkah maju hendak keluar. "Maaf, Tuan. Saya mau permisi keluar karena baju pengant
"Kau masih berani bertanya? Harusnya papa yang tanya, sebenarnya ada apa denganmu? Apa yang kau lakukan pada Hely, sedangkan besok pagi kau akan menikah?" sanggah Asilas menggebu. Pria paruh baya itu berkata sambil menggertakkan giginya. Manik matanya menatap tajam sang putra bak mata belati. "Maksud Papa apa? Memangnya apa yang aku lakukan pada Hely?" tanya Ze masih belum sadar atas apa yang telah ia lakukan pada Hely. Tatapan mata Asilas tertuju pada Hely yang meringkuk di lantai menggunakan selimut. Kemudian, Ze mengikuti arah pandangnya. "Hely? Apa yang kau lakukan di kamarku?" tanya Ze terkejut. Hely semakin terisak dan semakin menenggelamkan wajahnya. Ia merasa hidupnya sudah hancur karena sesuatu yang paling berharga darinya sudah direnggut paksa oleh Ze. Terlebih, pria itu bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. "Jangan tanya pada Hely! Tanyakan saja pada dirimu sendiri, apa yang telah kau lakukan padanya. Kau lihat? Tubuhmu terlihat sangat kotor dan menjijikan," timpal
"Ini kamarku dan kau tidak boleh memasukinya. Terserah kau mau tidur di mana yang penting bukan di kamarku," ujar Ze mengingatkan.Setelah sah menikah, Ze langsung memboyong Hely pindah ke apartemen yang sebelumnya ia siapkan untuknya dan Minerva. Namun alih-alih Minerva yang ia bawa sebagai seorang istri, justru Hely si pembantu di rumah orang tuanya yang ia bawa."Baik, Tuan," jawab Helios mengangguk.Sementara Ze masuk ke dalam kamarnya, Hely mencari kamar lain. Dengan cepat, ia menemukan kamar tidak jauh dari kamar Ze. Ia lekas masuk ke dalam dan beristirahat.Baru saja merapikan pakaian di lemari dan membaringkan tubuhnya, ia mendengar suara pintu dibanting. Akhirnya, ia memutuskan untuk keluar dan melihat Ze sedang berlarian menuruni anak tangga. Hampir saja pria itu jatuh menggelinding, jika tangannya tidak bergegas berpegangan pada besi penjagaan."Tuan Ze mau ke mana? Kenapa kelihatannya buru-buru sekali?" batin Hely bertanya-tanya.Wanita itu beranjak menuruni anak tangga de
Hely hanya bisa bergumam, "Jangan, jangan lakukan ini padaku!" Kakinya digerak-gerakkan dan tangannya tidak bisa berhenti memukuli dada bidang Ze.Sambil berusaha berontak, Hely terus bergumam diiringi buliran-buliran bening yang menetes. Seluruh tubuhnya yang berlumuran darah seakan tidak sebanding dengan luka hati dan rasa takutnya. Sementara Ze, pria itu semakin bersemangat menggagahi tubuh Hely. Semakin wanita itu ketakutan dan berontak, maka semangatnya untuk terus menyakitinya terus meningkat."Lihat saja! Aku akan membuatmu hidup segan mati pun segan," tekad Ze.Pria itu benar-benar kejam. Sejak awal, ia yang membuat kesalahan dengan menodai Hely, tetapi ia tidak mau disalahkan. Ia justru melimpahkan semua kesalahan pada Hely yang jelas-jelas statusnya di sana sebagai korban dan bersikap seolah ia adalah orang yang paling tersakiti atau istilah kerennya playing victim."Buka matamu, Hely!" Ze menampar wajah Hely karena wanita itu terlihat memejamkan matanya, "Buka matamu, bodoh