"Tidak, aku tidak menyembunyikan apa-apa," sangkal Hely dengan suara yang mulai bergetar.Sebenarnya, sebelum masuk kamar dan melihat foto janin yang ada di perutnya, Hely duduk di meja makan menunggu Ze pulang. Namun sayangnya, sampai pukul sebelas lewat sang suami tak kunjung pulang. Akhirnya, wanita itu memutuskan untuk pergi ke kamar dan mengganti bajunya dengan piyama. Lalu, ia menatap foto janinnya dan sialnya Ze tiba-tiba muncul."Jangan bohong." Ze melangkah maju membuat Hely melangkah mundur, "Apa yang kau sembunyikan di belakang tubuhmu, Hely?" geram Ze."Aku bilang, aku tidak menyembunyikan apa-apa," sangkal Helios lagi. Semakin mengelak, maka semakin membuat Ze percaya bahwa ia menyembunyikan sesuatu darinya. "Baiklah, tunjukan tanganmu," ujar Ze sambil berkacak pinggang.Mendengar permintaan sang suami, Hely mengulurkan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya senantiasa ia sembunyikan di belakang tubuhnya. Tentu saja karena saat ini ia sedang memegang foto hasil USG."
"Cepat buka mulutmu!" seru Ze lagi yang kemudian dibalas dengan sebuah gelengan kepala oleh sang istri.Sambil tersenyum menyeringai, Ze mendorong tubuh Hely hingga jatuh terlentang di atas tempat tidur. Pria itu mengungkung tubuh Hely sambil mengapit kakinya agar tidak bisa bergerak. Kemudian, kedua tangannya berusaha menjauhkan tangan Hely dari mulut. Setelah berhasil, ia menyatukan tangan itu dan menahannya dengan satu tangan di atas."Aku mohon jangan, Mas. Aku mau ke rumah sakit. Aku sudah tidak tahan perutku sakit sekali," mohon Hely dengan sisa-sisa tenaganya yang hanya sedikit.Di tengah putus asanya Hely memohon, Ze mengambil kesempatan dengan memasukkan obat kontrasepsi ke dalam mulut Hely. Untuk sesaat, wanita itu terkejut dan hendak mengeluarkannya dari mulut. Namun sayang, Ze lekas membungkam bibirnya dan menjepitnya kuat-kuat.Sepersekian detik kemudian, rasa pahit mulai menyebar di seluruh rongga mulut. Hely terbatuk dan Ze menjepit hidungnya tiba-tiba. Sontak, obat itu
Keesokan harinya, Hely membuka mata secara perlahan. Kemudian, ia mengedarkan pandang dan mendapati Ze juga Draka di sana."Mas Aka?" panggil Hely lirih.Alih-alih memanggil nama sang suami, Hely justru memanggil pengacara itu. Mendengar hal itu, sontak Ze merasakan nyeri di dadanya. Akan tetapi, ia berusaha mengabaikan perasaan itu dan menghampiri sang istri."Kau sudah sadar, Hely?" Draka langsung mendekat."Anakku? Anakku baik-baik saja, 'kan? Mas Aka berhasil menyelamatkan anak aku, 'kan?" tanya Hely dengan seulas senyuman. Tangannya senantiasa mengusap lembut perut ratanya.Semalam, Hely meminta tolong pada Draka untuk menyelamatkan anaknya dengan cara membawanya ke rumah sakit secepat mungkin. Jadi mengingat permintaannya itu, Hely langsung bertanya pada Draka setelah sadar."Mas? Mas Aka kenapa diam saja?" tanya Hely panik. Air matanya jatuh begitu saja dalam hitungan detik.Tiba-tiba, pintu terbuka membuat semua orang menoleh dan terpampang sosok Dokter Rani masuk ke dalam. "K
"Kau di mana, Hely? Aku mohon jangan pergi!" lirih Ze frustasi.Setelah mencari Hely di taman dan tidak menemukannya, ia lekas kembali. Mencari sang istri di setiap sudut rumahnya. Akan tetapi, ia tetap tidak menemukan istrinya. Akhirnya, ia pergi ke keluar menggunakan mobil dan mencari di sepanjang jalan. Namun seberapa jauh ia melajukan mobilnya, ia tetap tidak menemukan Hely."Yah, Dokter Rani. Pasti Hely sedang menemuinya," tebak Ze. Selain Dokter Rani dan Draka, pria itu tidak tahu Hely dekat dengan siapa.Ze langsung berbalik arah mencari Hely ke rumah sakit. Kemudian, ia lekas menemui untuk Dokter Rani yang saat ini sedang jaga malam."Kau? Kenapa kau ada di sini? Apa kau melukai Hely lagi?" tanya Dokter Rani terkejut melihat keberadaan Ze di sana."Jadi, Hely tidak datang ke sini untuk menemuimu?" Alih-alih menjawab, Ze justru balas melempar pertanyaan."Untuk apa Hely menemuiku? Kau? Apa yang kau lakukan pada Hely?" Dokter Rani menunjuk wajah Ze curiga dengan apa yang telah p
"Maafin, Ze, Pa, Ma," lirih Ze dengan kepala yang tertunduk dalam. "Maaf kau bilang?" Asilas mengeraskan rahangnya sambil menatap tajam putranya. "Maaf untuk apa, Sayang?" tanya Diana bingung. "Maaf karena Ze membunuh calon cucu Mama dan Papa sehingga Hely pergi," jawab Ze menjatuhkan kepala di lutut. Hatinya serasa diremas-remas ketika mengucapkannya. Mendengar putranya berkata seperti itu membuat Diana dan Asilas menganga terkejut. Di dunia ini, mana ada seorang ayah yang tega membunuh anaknya sendiri? Terlebih, anaknya belum terbentuk sempurna dan masih sangat-sangat kecil. "Yang benar saja, Ze. Bercandamu sangat konyol dan mama sangat tidak suka itu," ujar Diana tersenyum canggung. Sementara sang istri tidak mempercayai putranya, Asilas tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Pria itu terus menatap putranya seolah meminta agar Ze melanjutkan ucapannya. "Pa? Kenapa Papa diam saja?" protes Diana. "Diam! Biarkan Ze melanjutkan kata-katanya," sanggah Asilas menggebu. Sont
Sepeninggalnya sang ayah, Ze menenggelamkan tubuhnya ke dalam bathtub. Merasakan betapa perih seluruh tubuhnya. Terlebih sambil membayangkan perlakuannya kala itu terhadap Hely, hingga kepalanya terbentur dan berdarah. Bayangkan saja, tubuh penuh luka akibat pukulan ikat pinggang, kepala terluka karena benturan keras, tubuhnya direndam di air dingin, dan wajahnya ditenggelamkan di dalam air. Betapa menyesalnya Ze saat ini. Sepertinya, penyesalan pria itu sama sekali tidak bisa digambarkan. Setelah meratapi penyesalan, Ze lekas membersihkan diri dan menghubungi sekretarisnya. "Pak? Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa ayah Anda melakukan rapat dadakan dengan tema pelengseran jabatan Anda?" Belum lama sang ayah pergi, rapat umum di perusahaan sudah langsung digelar. Dulu, hal ini yang paling Ze takutkan. Akan tetapi, bukan hanya jabatan saja yang pria itu takutkan. Harta warisan dan status anak dari keluarga Chartwheel akan dicabut. Namun, sekarang hal itu tidak lebih penting daripa
"Bagaimana ini, Pa? Putra kita ... Putra kita satu-satunya koma dan tidak kunjung bangun," rengek Diana sambil menangis sesenggukan.Saat ini, Ze sedang berbaring di atas ranjang pasien di ruangan VVIP. Tubuhnya penuh dengan selang karena kecelakaan yang menimpanya. Padahal, saat itu kondisi tubuhnya sedang tidak baik. Tiba-tiba, mobilnya dihantam oleh sebuah mobil dan truk bermuatan sekaligus."Sudah tiga bulan anak kita terbaring lemah seperti ini. Seharusnya kau melakukan sesuatu karena semua ini salahmu." Diana mengguncang tubuh suaminya yang hanya diam, "Seharusnya kau bantu putramu untuk mencari Hely dan bukannya mengabaikannya," imbuh wanita itu menggebu.Diana tahu betul apa yang telah suaminya lakukan pada sang putra. Menyiksanya, memecatnya dari perusahaan, dan berencana mencoret namanya dari daftar keluarga. Selama ini ia diam karena ia pikir itu yang terbaik sebagai hukuman. Namun, melihat putranya berbaring lemah tak berdaya seperti ini membuatnya hancur."Cukup, Diana! I
Dua tahun sudah Helios menghilang tanpa kabar apa pun. Kini, setelah mendapat perawatan di rumah sakit selama berbulan-bulan, kesehatan mental Ze sudah menjadi lebih baik atau bisa dikatakan bahwa ia sudah benar-benar sembuh. Pria itu nampak lebih segar dan terlihat seperti Ze yang dulu. Bedanya, pria itu terlihat lebih sering tersenyum dan menghargai orang lain."Silahkan duduk, Pak," kata seorang wanita yang diketahui pemilik Panti Asuhan Dewi Bulan.Saat ini, Ze sedang berada di acara tahunan yang digelar oleh Panti Asuhan Dewi Bulan untuk mengucapkan terima kasih pada donatur tetap. Sebenarnya sang ayah yang diundang, tetapi sang ibu yang memintanya untuk menggantikan karena kondisi kesehatan Asilas yang sedang tidak baik. Padahal, hubungan mereka masih renggang mengingat Ze belum membawa kembali Hely pulang."Ya. Toilet sebelah mana, Bu?" Ze merasa betah berada di sana dan tiba-tiba ingin buang air kecil."Oh, toilet. Anda bisa keluar dari aula ini dan belok ke kiri. Lalu, lurus