"Kamu mau meracuni saya?"Kainan menghardik Mahika, saat hanya tinggal mereka berdua di ruangan sang CEO. Andaru sudah meninggalkan tempat itu beberapa saat lalu, setelah mendapat teguran keras dari Kainan karena melanggar peraturan perusahaan. Sedangkan Damar, sebagai satu-satunya yang tahu bahwa atasannya dan sang gadis adalah pasangan suami-istri, memilih pamit sebelum diusir. Pria muda itu paham, Kainan dan Mahika perlu berbicara."Meracuni? Apa maksud kamu?" sahut Mahika dengan suara tinggi.Sang suami berjalan mendekati meja, kemudian menunjuk cangkir kopi yang masih terletak di atasnya."Coba minum!" titah Kainan."Kenapa aku harus minum? Aku tidak suka kopi. Apalagi yang tidak ada manis-manisnya sama sekali. Iyyuuhh ... maaf saja, nanti aku muntah." Mahika menunjukkan wajah mual seusai kalimat tersebut terucap."Tidak usah pura-pura tidak tahu. Kamu sengaja memasukkan banyak garam ke dalam sana, bukan?" tuduh Kainan."Sembarangan menuduh saja. Aku hanya membawa minuman itu dar
Kainan memasuki rumah ketika waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Lembur sendirian di ruangan pribadinya pada lantai tiga kantor utama Happy Company, membuat pria itu pulang terlambat."Hhh ... lelah sekali," keluhnya sembari membuat gerakan patahan leher ke kiri dan ke kanan guna menghilangkan rasa pegal. Bunyi 'krek' mantap pun terdengar memuaskan.Seorang atasan sekaligus pemilik perusahaan seperti dia seharusnya bisa menyerahkan semua pekerjaan kepada bawahan. Tinggal menunggu laporan bahwa segalanya sudah beres dikerjakan.Namun, Kainan bukanlah tipe orang yang demikian. Apalagi jika sedang ada permintaan item boneka model baru dari buyer seperti sekarang. Sebelum melempar ke para pekerja di bagian sampel produksi, Kainan akan terlebih dahulu mempelajari sendiri. Biasanya ada Damar yang menemani. Hanya saja, hari ini si pria muda izin untuk tidak ikut lembur karena ada urusan pribadi.Sampel barang dari buyer, Kainan bongkar. Membuka hati-hati jahitan di setiap sisi, kemudian
"PAK TUA, APA YANG KAMU LAKUKAN?"Jeritan dari Mahika membuat Kainan seketika menegakkan badan bersamaan dengan dadanya yang didorong oleh sang istri. Alhasil, pria itu pun terjengkang hingga jatuh terlentang di sisi lain sofa. Beruntung tak menubruk dan menumpahkan makanan di atas meja. Kuah panas dari mie instan, lumayan juga jika sampai mengenai kulitnya."Sial. Apa-apaan kamu, Mahika?" hardik Kainan. Si perempuan yang masih setengah sadar itu mendudukkan badan dengan cepat dan mengerjap kilat. Namun, setelah ingat jika baru saja Kainan menindihnya, Mahika pun berang."Justru aku yang seharusnya bertanya, kamu ini apa-apaan?" balas perempuan muda itu. "Aku sedang tidur dan kamu berniat berbuat yang tidak-tidak padaku?" imbuhnya dengan nada tinggi."Astaga. Apanya yang macam-macam? Saya hanya ingin membangunkan kamu yang mengeluh kelaparan. Tapi kamu malah mengigau seperti sedang kerasukan jin gila. Kamu menarik tubuh saya sembarangan. Karena itulah saya bisa berakhir menindih kamu.
Surai bergelombang sewarna arang, tersibak saat sang pemilik memacu langkah menantang udara yang bergerak menyapu alam.Gantari Mahika, namanya. Berlari dengan ayunan kaki lebar, membiarkan rambutnya yang tergerai itu berkibar."Berani-beraninya! Siapa yang memberi izin untuk membangun pabrik di sana?! Aku tidak merasa pernah menjual tanah itu kepada siapa pun." Gantari Mahika menggerutu di setiap hela napas.Tak seperti namanya yang memiliki arti menyinari bumi, yang seharusnya mencerminkan sikap hangat dan lembut hati. Mahika justru menunjukkan diri sebagai gadis pemberani pemilik tatapan sadis.Wajah tegasnya pun terkadang beraut bengis. Siapa saja yang mencoba melawannya, pasti dibuat gentar dan berakhir dalam tangis, pun bernasib tragis.Aura kemarahannya terpancar begitu kuat saat ini.Penyebabnya adalah kerumunan orang di depan sana. Pada sebuah tanah
"Jadikan aku istrimu, maka kamu berhak atas apa yang aku punya. Bagaimana?!"Kasak-kusuk dari arah kerumunan, kontan saja terdengar. Tak sedikit yang melontar cibiran, pun banyak yang menyerukan kekaguman atas keberanian si perempuan. Karena nyatanya, bisikan yang Mahika lakukan, masih cukup lantang untuk didengar oleh telinga-telinga yang terpasang begitu siaga di sana.Mahika tidak ingin kehilangan harta warisan orang tua, yang memang hanya tanah tersebutlah satu-satunya. Namun, ia pun sadar tidak akan mampu memberikan sejumlah uang yang pria itu minta.Menghubungi sang kakak untuk mengembalikan nominal yang sudah dibayarkan Kainan Arshad pun, tidak mungkin ia lakukan. Shaka pasti sudah menghabiskannya. Dan lagi, Mahika tidak tahu di mana keberadaan pria bernama lengkap Gibran Arshaka tersebut.Jadi, biarlah ia dianggap rendah dan mendapat caci maki dengan menawarkan diri untuk dijadikan istri oleh
Gadis dengan tubuh tinggi ramping itu mondar-mandir di ruangan yang sudah disediakan khusus untuk ia sebagai sang calon pengantin wanita.Riasan sederhana sudah terpoles di wajah ayunya. Kebaya berwarna putih tulang yang tampak elegan, kini membalut badan bersama kain batik sebagai bawahan.Mahika tidak menyangka bahwa dia akan benar-benar menikah hari ini juga. Bersama seorang pria yang selisih delapan belas tahun jarak usia dengan dirinya. Yang bahkan belum pernah ia kenal sebelumnya.Sepertinya ia lupa bahwa Kainan adalah orang kaya. Apa pun bisa ia lakukan, bahkan untuk sebuah pernikahan mendadak layaknya yang terjadi sekarang."Ini gila!" serunya tertahan. "Apa yang akan terjadi dengan hidupku setelah ini?" lanjutnya, bergumam samar. Kakinya tetap terayun ke sana dan kemari bersama tangan yang memilin ujung kebaya."Bodoh. Kamu sendiri yang memulai hal ini. Dan sekarang kamu
"Kamu sudah siap?"Mahika tersentak saat sebuah suara mengagetkan. Meski begitu, ia menahan diri untuk tak menoleh ke belakang. Belum siap untuk menerima sosok Kainan berada dalam kamar yang sama dengan dirinya.Ijab kabul sudah dilaksanakan. Kainan yang memang menyewa sebuah villa di kota kecil tersebut, membayar mahal untuk seorang pemuka agama yang ia panggil untuk menikahkan dirinya dengan si gadis belia.Akan memakan waktu lama jika Kainan harus membawa Mahika ke pusat kota di mana pria itu tinggal. Acara pun tidak dihadiri oleh banyak orang. Hanya beberapa saksi yang berasal dari anak buah Kainan sendiri. Sedangkan dari pihak Mahika, hanya ada Shaka seorang bersama dua tetangga.'Jadi ... pernikahan ini benar-benar dilakukan diam-diam?! Tanpa sepengetahuan keluarganya?! Wah, bagus! Aku tidak perlu memperkenalkan diri pada mereka. Tidak perlu berpura-pura ramah pada orang-orang di sekitar Kainan
Malam pertama?!Yang benar saja. Kainan Arshad justru lebih dulu terlelap di saat Mahika masih membersihkan badan di kamar mandi. Mereka bahkan tertidur dengan saling memunggungi. Tidak ada malam pertama bagi si pasangan pengantin.Kini, setelah pagi datang, bukannya bermalas-malasan di atas ranjang layaknya pengantin baru pada umumnya, Kainan bahkan sudah hampir rapi dengan pakaian kerja yang melekat pas di badan."Bersiap-siaplah, Mahika! Kita akan berangkat satu jam dari sekarang," tutur Kainan saat pria itu memasang dasi pada kerah kemeja berwarna baby blue yang begitu pas membalut raga. Tubuh tinggi tersebut sedikit menunduk untuk melihat pantulan dirinya pada cermin yang ada di belakang meja rias, di samping tempat tidur, di mana sang istri masih bergelung selimut.Mahika yang baru saja menggeliat dan menguap lebar, kontan menghentikan paksa pergerakan."Apa?" Gadis itu bertanya dengan suara serak sambil beberapa kali mengerjapkan mata saat m