Pagi hari telah tiba di kota Jakarta. Kota yang tak pernah mati itu sudah dimulai berbagai aktivitas. Meskipun matahari belum menampakkan sinar terangnya.
Sama halnya dengan seorang gadis berusia 25 tahun yang baru saja terbangun—jam pada ponselnya sudah menunjukkan pukul enam pagi.
Gadis yang bernama lengkap Tenri Az-Zahra itu tengah bersiap- siap untuk pergi ke kantor. Karena dia sedang ada tes kenaikan jabatan. Jadi, Tenri harus menampilkan sikap yang baik.
Hari ini Tenri sangat cantik dengan hijab biru gelapnya yang melekat apic di kepala serta dipadukan dengan rok berwarna hitam yang tidak terlalu spam dan dilengkapi dengan atasan kemeja biru lautnya. Tubuhnya yang pendek membuat ia tampak sangat imut.
"Semangat Ten," ucapnya menyemangati diri sendiri, setelahnya dia mengambil tasnya dan berlalu dari rumah kost tersubut.
...
"Pagi, Pak Herman," sapa Tenri ramah pada satpam yang berjaga di depan kantornya. Gadis cantik itu selalu menyapa satpam yang berjaga di depan pintu masuk perusahaan tempatnya bekerja.
"Pagi Bu Ten," balas pak Herman sembari tersenyum ramah pula.
Setelah itu Tenri masuk ke dalam perusahaan tempatnya mengais rezeki. Tenri bekerja di Bank Artha Graha Internasional, hampir dua tahun terakhir ini sudah cukup lama bukan? Saat sampai pada meja kerjanya Tenri menyapa sahabatnya—Yasmin.
"Pagi Yas," sapanya sembari duduk di kursi kerjanya dan mulai membuka beberapa laporan.
"Eh, pagi juga, Sayang," balas Yasmin dengan suara dibuat centil.
"Masih aja lebay," ejek Tenri sembari menggeleng sedangkan yang diejek langsung mencerutkan bibirnya tidak suka.
"Biarin, tapi kamu suka 'kan," ucap Yasmin sembari mengedipkan matanya yang membuat gadis itu makin menggeleng sembari tersenyum kecil.
Ketika Tenri memeriksa beberapa laporan datanglah seorang nasabah prioritas coumplain padanya yang ditanggapi senyum oleh gadis cantik itu. Sepertinya dia tak bisa untuk tidak tersenyum sehari saja.
"Mbak, saya mau coumplain sama perusahaan ini," tutur wanita itu dengan nada tidak sabar.
Tenri hanya tersenyum maklum karena ucapan wanita yang berdiri pogah di depannya. Tenri sudah kenyang menghadapi masalah seperti ini dan dia sudah biasa. Dengan intonasi suara lembut Tenri bertanya dengan tenang.
"Ibu mau coumplain apa?" tanyanya sangat lembut disertai senyuman tipis.
"Kenapa pada saat saya ingin gunakan kartu kredit malah dikenakan biaya lima ratus rupiah. Katanya pelayanan di sini bagus dan gratis? Terus kenapa ada hal seperti itu. Apa lagi saya ini nasabah prioritas di Bank ini, lain kali saya tidak mau lagi menyimpan uang saya di Bank ini," jawab wanita itu tajam dengan nada membentak.
Tenri tersenyum sebelum menjawab. "Memang di Bank kami peraturannya seperti itu Bu, pengenaan itu hanya memastikan kalau kartu Ibu masih aktif," terang Tenri lembut dan mempertahankan senyumannya.
Setelah mengalami perdebatan yang panjang akhirnya wanita tersebut mengerti dan pergi meninggalkan bank tempat Tenri bekerja.
"Sabar ya Ten," sahut Yasmin prihatin karena dia tahu Tenri sangat terbebani walaupun dia tidak pernah mengeluh. Jadi, itulah kenapa dia sangat salut dengan sahabatnya.
Tenri tersenyum seraya menjawab. "Aku enggak pa-pa kok Yas, kamu bisa tanganin ini sebentar," tutur Tenri tersenyum kemudian berlalu dari hadapan Yasmin. Tujuannya sekarang adalah toilet ia ingin menenangkan pikirannya untuk sejenak.
Tanpa banyak bicara Yasmin mengiyakan. Karena dia tahu pasti Tenri akan ke mana.
Saat ini Tenri sedang berada di toilet wanita dia menumpahkan semua kesedihannya walaupun di luar dia nampak baik-baik saja. Akan tetapi, di dalam dia sangatlah rapuh. Gadis yang merantau jauh dari keluarga hanya untuk menghidupi keluargannya dan memberikan kehidupan yang layak untuk orang terkasih. Biarlah ia yang menderita atas semuanya asalkan mereka baik-baik saja. Gadis yang menjadi tulang punggung keluarga ini harus memikul semuanya sendiri bahkan mengorbankan kebahagiaannya sendiri gadis itu tidak pernah mengeluh.
Sayup-sayup Tenri mendegar perbincangan teman sekantornya.
"Tenri tuh orangnya sok kecantikan banget ya," ucap suara itu melontarkan kalimat ketidak sukaannya.
"Iya bener, dia mau ambil semua perhatian untuknya sendiri dia pikir dia siapa? Tadi dia dimarahi habis-habisan sama nasabah, dia memang pantas mendapatkannya, Haha," timpal suara yang satunya diakhiri dengan tawa mengejek.
Tenri hanya mampu menghela napas berat. Dia tahu dia tidak disukai oleh sebagian orang di kantor ini. Namun, tak sedikit juga yang menyukai dirinya, contohnya saja sahabatnya—Yasmin, itulah kenapa Tenri tetap bertahan demi orang tuanya. Apa lagi Tenri adalah tulang punggung keluarga ia masih punya dua adik yang harus dia biayai. Ayu yang masih kuliah semester lima harus membayar uang kuliah ditambah ayahnya yang suka sakit-sakitan semuanya membutuhkan uang untuk diselesaikan walaupun begitu Tenri tidak pernah mengeluh pada siapa pun kecuali Yasmin yang tahu segalanya tentang diri Tenri.
Setelah tidak mendengar lagi bisik-bisik itu Tenri mulai beranjak dari toilet untuk kembali bekerja. Dia harus bisa naik jabatan agar gajinya bertambah agar dapat membantu pengobatan sang ayah. Entah kapan semua itu berakhir Tenri tidak tahu intinya dia bisa membahagiakan keluarganya. Itu yang terpenting, gadis ini selalu saja memikirkan kebahagiaan orang lain tanpa memikirkan kebahagiaannya sendiri bahwa dia juga harus bahagia.
Memikirkan orang lain boleh, tapi ingat kamu juga harus bahagia. Hidup hanya sekali, maka nikmai hidup ini dengan caramu sendiri biarkan semuanya mengalir seperti air. Tenri pasti bisa menghadapi semuanya ia adalah gadis yang kuat dan sabar.
"Gimana udah baikan?" tanya Yasmin saat melihat seluet sahabatnya mendekat.
"Udah," jawabnya sembari mengumbar senyum manis. Giginya yang putih dan rapi nampak saat bulan sabit tercipta yang makin menambah nilai plus pada penampilannya.
"Syukurlah, kamu yang semangat ya. Aku yakin kamu pasti bisa." Yasmin berucap dengan tulus.
"Tentu, makasih perhatiannya," balas Tenri sembari mencubit pipi Yasmin gemas.
"Awch, sa-sa-kit ... lepasin!" pinta Yasmin sembari berusaha melepaskan cubitan maut Tenri.
"Udah, fokus kerja!" ujarn Tenri ketika melepas cubitannya. Yasmin hampir saja meledak untung ia masih mengingat jika mereka masih di kantor saat ini.
Cukup jalani apa yang kita miliki terkadang semuanya terasa berat. Akan tetapi, jika kita ingin mengerjakannya pasti semua akan mudah—seperti halnya dengan hidup jika kita tak ingin menjalaninya dengan berlapang dada, maka semuanya akan terasa sulit dan juga berat.
'Ah, semangat Ten demi Ayah!' ujarnya dalam hati. Senyuman senantiasa terparti di bibir tipisnya.
Jangan pikirkan bagaimana pandangan orang terhadapmu. Sikapilah sewajarnya, jangan down semuanya pasti dapat menerima jika itu adalah hal positif. Terkadang orang lain tak tahu apa yang kita rasakan. Jadi, buat apa kita menjelaskan diri sendiri yang ujung-ujungnya akan tetap salah di mata mereka. Itulah mengapa Tenri tak pernah membeci teman-temannya yang suka menghujatnya di belakang.
'Semua akan baik-baik saja. Semoga!'
Ia merapalkan kalimat tersebut dalam hatinya berharap semua akan baik-baik saja. Namun, semuanya tak akan berjalan dengan baik semuanya akan berbeda. Akan tetapi, lepas dari itu semua ia pasti dapat mengatasi hal tersebut.
Seperti biasanya ketika gadis cantik ini datang ke kantor dia selalu menyapa Pak Herman—satpam perusahaan tempatnya bekerja. Sikapnya yang ramah membuatnya disukai oleh banyak orang. Namun, tak banyak pula yang membencinya. Gadis itu, Tenri memasuki area perkantoran dengan senyum yang mengembang seakan dia tak mempunyai beban sedikitpun. "Pagi, Yas," sapanya kepada gadis cantik yang sudah duduk manis di kursinya. "Pagi juga gimana tidurnya, nyenyak?" tanya gadis tersebut Yasmin yang dibalas anggukan oleh Tenri. Setelah Tenri duduk di kursi kerjanya dan memulai rutinitas paginya tak berapa lama kepala cabang Tenri—pak Irfan datang menghampiri yang membuat gadis itu mau tak mau kembali berdiri dan menyapa kepala cabangnya tersebut. "Ten, kamu pergi ke perusahaan NC Group sekarang, ya. Soalnya kata kepala keuangan di sana beberapa karyawannya ingin payroll di bank kita hal itu disampaikan oleh Pak Rudi, kepala keuangan di per
"Mah, telepon Narenda, ada yang ingin Papa sampaikan," pinta seorang pria paruh bayah. Om Narendra yaitu om Salim. "Kenapa enggak Papa aja yang nelepon? Lagi berantem ya sama Narendra? Pa, Narendra itu udah dewasa palingan kamu cuman kasih saran aja sama dia, kalau kamu kerasin dia bakal ngebantah dan enggak mau ke rumah kita lagi," tukas tante Narendra tante Meli. Om Salim adalah adik dari papa Narendra–Sony–om salim juga yang mengajarkan bisnis keluarga Sony pada Narendra hingga berkembang sampai sekarang. Karena Meli tidak bisa punya anak jadi ia sangat menyayangi Narendra seperti anak kandungnya sendiri. "Iya Ma, kamu suruh ajak Arza sekalian," ucap salim pada istrinya lagi. Meli langsung saja menelpon nomor keponakan yang sudah ia anggap anaknya sendiri. "Hello, anak Tante yang ganteng, sebentar makan malam ke sini ya, kamu ajak A
Menjalani semua ini bukan inginku. Namun, aku harus tetap bertahan demi mereka. __Tenri__ Pagi ini Narendra pergi ke Bank Artha Graha Internasional untuk mengganti ATM-nya yang tertelan di mesin ATM. Narendra diberi nomor antrian oleh pak satpam yang berjaga. Dia tidak percaya seorang CEO ternama antri? Padahal dia juga adalah nasabah prioritas di bank ini. Parah! Narendra jadi bahan perhatian di kantor tersebut karena setelan jas yang ia pakai sangat formal orang-orang berspekulasi bahwa dia bukan orang sembarangan. Karena di Indonesia setelan jas tidak terlalu dipakai saat bekerja, mereka hanya memakai jas saat ada acara penting saja. Narendra melihat di ujung sana seorang costumer servis sepertinya dia pernah melihat costumer itu, tetapi dia lupa di mana. "Nomor antrian 9 ke locet 3," suara mesin antrian menyebutkan nomor antrian Narendra. Lagi-lagi Narendra jadi bahan tontonan para karyawan wanita yang menatapnya memuja. "Halo Pak, saya Tenri ada yang bisa saya bantu?" tan
Bertemu denganmu di luar kehendakku. Mengenalmu bukan inginku. Aku tak pernah berpikir bahwa ini adalah awal dari semuanya. ____Tenri____ Hari ini Tenri kembali bekerja di cafee A. Walaupun rasa lelah melingkupinya ia tetap semangat untuk bekerja hanya ini yang dapat ia lakukan untuk orang tua. Karena hari ini adalah hari minggu jadi tamu membludak bahkan list waiting sangat banyak. Tenri sampai kualahan, tapi untung ada Dinda yang senantiasa membantunya. Lapisan keringat telah terlihat di dahinya, tapi hal tersebut tak mengurangi kecantikannya. Sampai tengah malam pun tamu belum juga reda malah bertambah banyak. Di saat Tenri sedang berbicara dengan Dinda lewat walkie tokie seorang tamu menyapanya. "Hy, Nona manis kamu bekerja di caffe ini juga? Bukanya kamu kerja di bank Artha Graha Internasional, ya?" tanya tamu itu yang tak bukan adalah Arza.
Hp Tenri berdering terus tapi sang empunya belum terbangung mungkin dia sangat lelah sudah dua kali dia pulang subuh dan itu membuatnya lelah. Karena Tenri lupa mengubah dering ponselnya menjadi silent jadi ponsel itu selalu bergetar dan akhirnya jatuh dan menimpannya. Langsung saja Tenri terbangung sudah ada 26 panggilan dari adiknya 'Ayu'. "Halo Dek, assalamualaikum," ucap Tenri mengangkat telefon, suaranya masih terdengar lesuh karena baru saja bangun dari tidurnya. "Wa'alaikumsalam, Kak bapak masuk rumah sakit dan harus di operasi kata dokter 50 juta dulu buat menjamin karena biaya operasinya 100 juta Kak," terdengar suara Ayu yang panik diiringi dengan isak tangis. "Astagfirullah, kapan bapak masuk, Dek?" tanya Tenri juga dengan suara panik, kini dia sudah sadar sepenuhnya dari rasa kantuk saat mendengar informasi dari sang adik yang ada di kampung. "Tadi pagi Kak, Adek udah hubungi Kakak tapi Kakak tidak angkat," jawab Ayu diseberang sana masih terisak. "Tenang Dek
Hari ini Tenri masuk kerja dengan keadaan yang sudah agak mendingan ketimbang kemarin. Tenri tidak ingin mencampur adukan masalah pribadi dan pekerjaannya jadi dia harus terlihat baik-baik saja, dia harus menghadapinya dengan berani tanpa rasa takut karena yang hanya dirinya sendiri yang dapat Tenri Andalkan. "Hy, bebz udah mendingan?" Sapaan itu mengalihkan atensi Tenri yang akan menaruh tasnya, lantas senyuman itu terbit di bibir manisnya, polesan make up itu sedikit mengurangi penampilannya yang menyedihkan. "Allhamdulilah udah mendingan, Yas," jawabnya pelan, dia sangat suka dengan sahabat ini yang selalu menanyakan kabarnya, hanya Yasmin yang benar-benar tulus untuk berteman dengannya. Setelah percakapan singkat itu, mereka kini fokus pada pekerjaan masing-masing untuk melayani nasabah yang sudah mulai berdatangan, mereka larut dalam pekerjaan sampai jam menunjukkan pukul dua belas siang yang berarti waktu istirahat telah tiba. Di saat itu pula Tenri izin pamit kepada Pak
"Lo denger sendiri kan tadi lewat panggilan video, Tenri mau hapus point ke tiga di perjanjian lo buat, fiks sih kalau bukan karena bapaknya mau operasi dia mungkin ga mau nikah kontrak sama lo," ujar Arza menggebu saat sedang menelpon dengan Narendra, si pelaku utama dalam drama ini. [Ck, gua ga terlalu perduli intinya semua dilakuin berdasarkan kontrak yang udah gua buat] balas Narendra dengan intonasi nada yang datar. "Siap Tuan muda, semuanya beres sesuai rencana, tapi Ndra lo ga penasaran ga sih sama kehidupan Tenri? Gua penasaran banget, gila! Kek di satu waktu dia kerja di cafee A, terus kerja lagi di bank, weekend juga masih kerja, ga ada istirahatnya, dia keknya tulang punggung keluarga deh plus anak sulung," tutur Arza penasaran dengan kehidupan pribadi Tenri karena jujur saja dia salut dengan wanita itu, mampu melakukan berbagai pekerjaan tanpa rass gengsi sedikitpun. Narendra yang mendengar ocehan Arza di sambungan. telepon ikut terdiam yang membuat Arza bingung ke
Tanpa mengucapkan apa pun mobil maybach hitam itu melesat ke jalan raya yang legang. Sama halnya dengan gadis cantik yang masih memaku ditempatnya dia belum beranjak sedikit pun hanya menatap jalan raya yang banyak kendaraan berlalu lalang di mana mobil Narendra berlalu. 'Hufft, kenapa sih dia tadi kek gitu, kalau aku nanti suka gimana? Ahhh enggak boleh, enggak boleh ingat Ten posisi kamu di mana!' Setelah memenangkan pikirannya Tenri berjalan kembali menuju kantornya karena dia minta diturunkan di depan gang yang tidak jauh dari bank tempatnya bekerja. Sementara itu, keesokan harinya terlihat seorang gadis cantik berjalan ke sebuah meja di mana ada seorang yang sedang fokus pada layar laptop. Kacamata baca bertengker manis di hidung mancungnya yang menambah berkali-kali lipat pesona dan ketampanan seorang Narendra Adipta Sonny "Pak, apa saya kirim lagi bunga seperti kemarin ke kantor Ibu Tenri?" tanya sekertaris cantik Narendra—Eka. "Tidak perlu," jawab Narendra tanpa mena
Tanpa mengucapkan apa pun mobil maybach hitam itu melesat ke jalan raya yang legang. Sama halnya dengan gadis cantik yang masih memaku ditempatnya dia belum beranjak sedikit pun hanya menatap jalan raya yang banyak kendaraan berlalu lalang di mana mobil Narendra berlalu. 'Hufft, kenapa sih dia tadi kek gitu, kalau aku nanti suka gimana? Ahhh enggak boleh, enggak boleh ingat Ten posisi kamu di mana!' Setelah memenangkan pikirannya Tenri berjalan kembali menuju kantornya karena dia minta diturunkan di depan gang yang tidak jauh dari bank tempatnya bekerja. Sementara itu, keesokan harinya terlihat seorang gadis cantik berjalan ke sebuah meja di mana ada seorang yang sedang fokus pada layar laptop. Kacamata baca bertengker manis di hidung mancungnya yang menambah berkali-kali lipat pesona dan ketampanan seorang Narendra Adipta Sonny "Pak, apa saya kirim lagi bunga seperti kemarin ke kantor Ibu Tenri?" tanya sekertaris cantik Narendra—Eka. "Tidak perlu," jawab Narendra tanpa mena
"Lo denger sendiri kan tadi lewat panggilan video, Tenri mau hapus point ke tiga di perjanjian lo buat, fiks sih kalau bukan karena bapaknya mau operasi dia mungkin ga mau nikah kontrak sama lo," ujar Arza menggebu saat sedang menelpon dengan Narendra, si pelaku utama dalam drama ini. [Ck, gua ga terlalu perduli intinya semua dilakuin berdasarkan kontrak yang udah gua buat] balas Narendra dengan intonasi nada yang datar. "Siap Tuan muda, semuanya beres sesuai rencana, tapi Ndra lo ga penasaran ga sih sama kehidupan Tenri? Gua penasaran banget, gila! Kek di satu waktu dia kerja di cafee A, terus kerja lagi di bank, weekend juga masih kerja, ga ada istirahatnya, dia keknya tulang punggung keluarga deh plus anak sulung," tutur Arza penasaran dengan kehidupan pribadi Tenri karena jujur saja dia salut dengan wanita itu, mampu melakukan berbagai pekerjaan tanpa rass gengsi sedikitpun. Narendra yang mendengar ocehan Arza di sambungan. telepon ikut terdiam yang membuat Arza bingung ke
Hari ini Tenri masuk kerja dengan keadaan yang sudah agak mendingan ketimbang kemarin. Tenri tidak ingin mencampur adukan masalah pribadi dan pekerjaannya jadi dia harus terlihat baik-baik saja, dia harus menghadapinya dengan berani tanpa rasa takut karena yang hanya dirinya sendiri yang dapat Tenri Andalkan. "Hy, bebz udah mendingan?" Sapaan itu mengalihkan atensi Tenri yang akan menaruh tasnya, lantas senyuman itu terbit di bibir manisnya, polesan make up itu sedikit mengurangi penampilannya yang menyedihkan. "Allhamdulilah udah mendingan, Yas," jawabnya pelan, dia sangat suka dengan sahabat ini yang selalu menanyakan kabarnya, hanya Yasmin yang benar-benar tulus untuk berteman dengannya. Setelah percakapan singkat itu, mereka kini fokus pada pekerjaan masing-masing untuk melayani nasabah yang sudah mulai berdatangan, mereka larut dalam pekerjaan sampai jam menunjukkan pukul dua belas siang yang berarti waktu istirahat telah tiba. Di saat itu pula Tenri izin pamit kepada Pak
Hp Tenri berdering terus tapi sang empunya belum terbangung mungkin dia sangat lelah sudah dua kali dia pulang subuh dan itu membuatnya lelah. Karena Tenri lupa mengubah dering ponselnya menjadi silent jadi ponsel itu selalu bergetar dan akhirnya jatuh dan menimpannya. Langsung saja Tenri terbangung sudah ada 26 panggilan dari adiknya 'Ayu'. "Halo Dek, assalamualaikum," ucap Tenri mengangkat telefon, suaranya masih terdengar lesuh karena baru saja bangun dari tidurnya. "Wa'alaikumsalam, Kak bapak masuk rumah sakit dan harus di operasi kata dokter 50 juta dulu buat menjamin karena biaya operasinya 100 juta Kak," terdengar suara Ayu yang panik diiringi dengan isak tangis. "Astagfirullah, kapan bapak masuk, Dek?" tanya Tenri juga dengan suara panik, kini dia sudah sadar sepenuhnya dari rasa kantuk saat mendengar informasi dari sang adik yang ada di kampung. "Tadi pagi Kak, Adek udah hubungi Kakak tapi Kakak tidak angkat," jawab Ayu diseberang sana masih terisak. "Tenang Dek
Bertemu denganmu di luar kehendakku. Mengenalmu bukan inginku. Aku tak pernah berpikir bahwa ini adalah awal dari semuanya. ____Tenri____ Hari ini Tenri kembali bekerja di cafee A. Walaupun rasa lelah melingkupinya ia tetap semangat untuk bekerja hanya ini yang dapat ia lakukan untuk orang tua. Karena hari ini adalah hari minggu jadi tamu membludak bahkan list waiting sangat banyak. Tenri sampai kualahan, tapi untung ada Dinda yang senantiasa membantunya. Lapisan keringat telah terlihat di dahinya, tapi hal tersebut tak mengurangi kecantikannya. Sampai tengah malam pun tamu belum juga reda malah bertambah banyak. Di saat Tenri sedang berbicara dengan Dinda lewat walkie tokie seorang tamu menyapanya. "Hy, Nona manis kamu bekerja di caffe ini juga? Bukanya kamu kerja di bank Artha Graha Internasional, ya?" tanya tamu itu yang tak bukan adalah Arza.
Menjalani semua ini bukan inginku. Namun, aku harus tetap bertahan demi mereka. __Tenri__ Pagi ini Narendra pergi ke Bank Artha Graha Internasional untuk mengganti ATM-nya yang tertelan di mesin ATM. Narendra diberi nomor antrian oleh pak satpam yang berjaga. Dia tidak percaya seorang CEO ternama antri? Padahal dia juga adalah nasabah prioritas di bank ini. Parah! Narendra jadi bahan perhatian di kantor tersebut karena setelan jas yang ia pakai sangat formal orang-orang berspekulasi bahwa dia bukan orang sembarangan. Karena di Indonesia setelan jas tidak terlalu dipakai saat bekerja, mereka hanya memakai jas saat ada acara penting saja. Narendra melihat di ujung sana seorang costumer servis sepertinya dia pernah melihat costumer itu, tetapi dia lupa di mana. "Nomor antrian 9 ke locet 3," suara mesin antrian menyebutkan nomor antrian Narendra. Lagi-lagi Narendra jadi bahan tontonan para karyawan wanita yang menatapnya memuja. "Halo Pak, saya Tenri ada yang bisa saya bantu?" tan
"Mah, telepon Narenda, ada yang ingin Papa sampaikan," pinta seorang pria paruh bayah. Om Narendra yaitu om Salim. "Kenapa enggak Papa aja yang nelepon? Lagi berantem ya sama Narendra? Pa, Narendra itu udah dewasa palingan kamu cuman kasih saran aja sama dia, kalau kamu kerasin dia bakal ngebantah dan enggak mau ke rumah kita lagi," tukas tante Narendra tante Meli. Om Salim adalah adik dari papa Narendra–Sony–om salim juga yang mengajarkan bisnis keluarga Sony pada Narendra hingga berkembang sampai sekarang. Karena Meli tidak bisa punya anak jadi ia sangat menyayangi Narendra seperti anak kandungnya sendiri. "Iya Ma, kamu suruh ajak Arza sekalian," ucap salim pada istrinya lagi. Meli langsung saja menelpon nomor keponakan yang sudah ia anggap anaknya sendiri. "Hello, anak Tante yang ganteng, sebentar makan malam ke sini ya, kamu ajak A
Seperti biasanya ketika gadis cantik ini datang ke kantor dia selalu menyapa Pak Herman—satpam perusahaan tempatnya bekerja. Sikapnya yang ramah membuatnya disukai oleh banyak orang. Namun, tak banyak pula yang membencinya. Gadis itu, Tenri memasuki area perkantoran dengan senyum yang mengembang seakan dia tak mempunyai beban sedikitpun. "Pagi, Yas," sapanya kepada gadis cantik yang sudah duduk manis di kursinya. "Pagi juga gimana tidurnya, nyenyak?" tanya gadis tersebut Yasmin yang dibalas anggukan oleh Tenri. Setelah Tenri duduk di kursi kerjanya dan memulai rutinitas paginya tak berapa lama kepala cabang Tenri—pak Irfan datang menghampiri yang membuat gadis itu mau tak mau kembali berdiri dan menyapa kepala cabangnya tersebut. "Ten, kamu pergi ke perusahaan NC Group sekarang, ya. Soalnya kata kepala keuangan di sana beberapa karyawannya ingin payroll di bank kita hal itu disampaikan oleh Pak Rudi, kepala keuangan di per
Pagi hari telah tiba di kota Jakarta. Kota yang tak pernah mati itu sudah dimulai berbagai aktivitas. Meskipun matahari belum menampakkan sinar terangnya.Sama halnya dengan seorang gadis berusia 25 tahun yang baru saja terbangun—jam pada ponselnya sudah menunjukkan pukul enam pagi.Gadis yang bernama lengkap Tenri Az-Zahra itu tengah bersiap- siap untuk pergi ke kantor. Karena dia sedang ada tes kenaikan jabatan. Jadi, Tenri harus menampilkan sikap yang baik.Hari ini Tenri sangat cantik dengan hijab biru gelapnya yang melekat apic di kepala serta dipadukan dengan rok berwarna hitam yang tidak terlalu spam dan dilengkapi dengan atasan kemeja biru lautnya. Tubuhnya yang pendek membuat ia tampak sangat imut."Semangat Ten," ucapnya menyemangati diri sendiri, setelahnya dia mengambil tasnya dan berlalu dari rumah kost tersubut....