Seperti biasanya ketika gadis cantik ini datang ke kantor dia selalu menyapa Pak Herman—satpam perusahaan tempatnya bekerja. Sikapnya yang ramah membuatnya disukai oleh banyak orang. Namun, tak banyak pula yang membencinya.
Gadis itu, Tenri memasuki area perkantoran dengan senyum yang mengembang seakan dia tak mempunyai beban sedikitpun.
"Pagi, Yas," sapanya kepada gadis cantik yang sudah duduk manis di kursinya.
"Pagi juga gimana tidurnya, nyenyak?" tanya gadis tersebut Yasmin yang dibalas anggukan oleh Tenri.
Setelah Tenri duduk di kursi kerjanya dan memulai rutinitas paginya tak berapa lama kepala cabang Tenri—pak Irfan datang menghampiri yang membuat gadis itu mau tak mau kembali berdiri dan menyapa kepala cabangnya tersebut.
"Ten, kamu pergi ke perusahaan NC Group sekarang, ya. Soalnya kata kepala keuangan di sana beberapa karyawannya ingin payroll di bank kita hal itu disampaikan oleh Pak Rudi, kepala keuangan di perusahaan dan jangan lupa bawa formnya nanti, minta Pak Dede supir kita buat antar kamu agar cepat sampai!" perintah Pak Irfan kepala cabang Tenri. Gadis itu hanya mengangguk paham.
"Baik, Pak," jawabnya sembari tersenyum dan merapikan berkas yang akan dia bawa ke perusahaan NC Group. Setelah berpamitan dengan pak Irfan dan Yasmin, Tenri bergegas pergi ke perusahaan NC Group Sesampainya di perusahaan itu, Tenri disuguhkan dengan pemandangan gendung pencakar langit berdiri koko di depan matanya. Tenri masuk ke dalam perusahaan itu dan ia dibuat kagum kembali dengan interior perusahaan itu yang sangat elegan.
Setelah menelusuri perusahaan itu akhirnya Tenri bertemu dengan pak Rudi. Sambil mengisi berkas dan aplikasi, Tenri dan pak Rudi sesekali berbincang. Sesekali juga Tenri menawarkan produk dari bank tempatnya bekerja, jiwa marketing Tenri selalu muncul jika bertemu dengan nasabah, tidak heran jika pak Irfan sangat mengapresiasi kinerja Tenri yang sangat cekatan itu.
"Aplikasi dan form sudah diisi tinggal meminta tanda tangan pemilik perusahaan ini Pak," tutur Tenri seraya menatap pak Rudi.
"Bu Ten, tinggal mengambil sendiri tanda tangan atasan kami, ruangannya ada di sana," tunjuk pak Rudi pada ruangan Narendra.
"Oh, baiklah terima kasih Pak Rudi, senang bekerja sama dengan Anda," ujar Tenri tanpa melunturkan senyumannya sambil menjabat tangan pak Rudi pertanda kerjasama telah disepakati.
Setelah bertemu dengan Bu Eka sekertaris Narendra dan dipersilahkan untuk masuk. Tenri langsung mengetuk ruangan Narendra.
Tok! Tok! Tok!
"Pak, saya Tenri dari Bank Artha Graha Internasional saya mau minta tanda tangan Bapak sebagai persetujuan payroll di bank kami," ucap Tenri dari balik daun pintu.
Tenri membuka pintu ruangan Narendra dengan pelan—di ujung ruangan itu, seorang pria berumur 27 tahun dengan rahang tegas sibuk memeriksa kerta-kertas yang ada di hadapannya.
Tenri kira pemilik perusahaan ini adalah pria tua botak dan memiliki perut buncit nyatanya tidak. Pria yang ada di hadapannya sangat tampan.
"Masuk! Duduk!" pinta Narenda tanpa melihat lawan bicaranya ia masih sibuk memeriksa isi kertas-kertas itu.
Dua puluh menit ....
Tiga puluh menit ....
sudah hampir sejam lamanya dan Narendra belum menyadari keberadaan Tenri.
Narendra juga belum membuka suara ia masih sibuk dengan tumpukan kertas itu. Tenggelam pada dunianya sendiri. Tenri ingin menegurnya, tetapi dia tidak kuasa aura yang dipancarkan Narendra sangat kuat. Tenri harus bernapas perlahan agar tidak terdengar. Tenri akui bahwa pemilik perusahaan ini sungguh memiliki kharisma yang tak terbantahkan.
Empat puluh menit ....
Narendra belum juga membuka suara. Tenri sudah bosan dan dia juga sudah sangat lapar karena saat ini sudah masuk jam makan siang. Namun, Narenda belum juga membuka suara.
'Apa pria ini tidak lupa waktu 'kan?' tanya Tenri dalam hati sewot sendiri. Pasalnya dia sudah sangat lapar sekarang.
Sampai pintu ruangan Narendra terbuka membuat Tenri bernapas legah karenanya. Pria itu juga memiliki ketampanan yang tidak kalah dari Narendra. Pria itu menatap Tenri dan menghampirinya.
"Hai, Nona manis, sedang apa di sini? Saya Arza direktur pemasaran di perusahaan ini," ucap Arza sambil menyodorkan tangannya pada Tenri.
Tenri mengerjabkan matanya berapa kali, ini adalah kesempatan bagus untuk menyadarkan Narendra bahwa dia bukan makhluk kasat mata yang menapak di bumi ini. Bahwa dia sedari tadi menunggu pria gila kerja itu selesai mengerjakan tugasnya.
"Halo, saya Tenri dari Bank Artha Graha Internasional, saya ke sini ingin meminta tanda tangan tangan Pak Narendra sebagai persetujuan atas payroll di Bank kami," balas Tenri seraya membalas uluran tangan Arza tak kalah ramah.
Narendra terperanjak ternyata sedari tadi ada gadis cantik yang menemaninya tanpa ia sadari.
"Kenapa kamu hanya diam dari tadi? Kemarikan form yang harus saya tanda tangani," pinta Narendra sedikit mengernyit dengan nada tajamnya.
Tenri langsung menyerahkan berkas tersebut pada Narendra untuk ditanda tangani, walaupun ia kesal, tetapi tetap memaksakan tersenyum ramah. Bukannya dia yang menyuruh Tenri duduk dan tidak memintanya untuk menyerahkan form itu? Tenri kesal sendiri dibuatnya.
Tenri dapat mencium bau parfum mink milik Narendra. Jantung Tenri langsung berdetak lebih kencang. Entah karena apa? Mungkin karena ia terlalu dekat jadi ia bisa menciumnya dan menimbulkan efek pada kerja jantungnya.
'Apa aku terlalu dekat?' tanyanya pada diri sendiri tentu saja ia mengatakannya dalam hati.
Setelah berkas itu ditanda tangani Tenri langsung pamit undur diri.
"Nona manis punya permen!" teriak Arza sedikit kencang karena Tenri sudah ada di ujung ruangan.
"Maaf, tidak Pak," jawab Tenri seraya tersenyum ramah.
"Kalao nomer ponsel?!" teriak Arza sekali lagi.
Tenri hanya tersenyum dan mengangguk setelah itu dia menutup pintu ruangan Narendra.
Sepeninggal Tenri, Narendra langsung berucap, "Lo tu ya, asal ada cewek cantik langsung lo gombali, alasan minta nomer ponsellah, nomer rekeninglah, sampai-sampai office girl di kantor Om Salim lo godain juga juga," papar Narendra ketus kepada Arza. Dia tidak habis pikir kenapa mempunyai sahabat play boy seperti Arza.
"Namanya juga usaha, Bro," balas Arza tanpa rasa bersalah.
"Tunggu!" tahan Narendra karena Arza sudah akan menutup pintu ruangannya.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Narendra penuh selidik.
"Kata Bu Eka ada gadis cantik nan montok masuk ruangan lo, udah satu jam belum keluar juga, gue takut dia kenapa-napa," jawab Arza cuek sambil menutup pintu ruangan Narendra.
"Sial!" umpat Narendra sembari memijit pelipisnya. Bisa-bisanya ia melupakan jika ada seseorang yang masuk ke ruangannya. Narendra menggeleng dan tak ingin mengambil pusing hal tersebut.
...
Setelah menyerahkan berkas-berkas kepada Pak Irfan—kepala cabang Tenri. Tenri langsung bergegas ke kantin untuk makan siang.
Emang dasar kecantikan Tenri tidak dapat dihindari jadi setiap dia berpapasan dengan karyawan kantor pasti mereka akan menyapa Tenri.
Setelah sampai di kantin kantor dengan penuh perjuangan menurut Tenri. Dia berharap tidak ada yang menganggunya hari ini, karena jujur dia sangat lelah. Setelah memesan makanan kesukaan Tenri yaitu nasi goreng plus ayam bakar dia langsung mengambil tempat paling ujung berharap tidak ada yang menganggu.
Namun, sepertinya Dewi Fortuna tidak berpihak padanya karena Dio dari cabang prioritas datang menghampirinya. Tenri tidak bisa mengusir Dio begitu saja karena Dio sudah sangat baik padanya. Tenri akhirnya menceritakan semua kegiatannya dari nasabah prioritas yang coumplain hingga seorang CEO muda yang membuatnya menunggu. Jujur hari ini adalah hari yang melelahkan bagi Tenri. Namun, untung saja ia mampu mengatasi itu semua.
"Mah, telepon Narenda, ada yang ingin Papa sampaikan," pinta seorang pria paruh bayah. Om Narendra yaitu om Salim. "Kenapa enggak Papa aja yang nelepon? Lagi berantem ya sama Narendra? Pa, Narendra itu udah dewasa palingan kamu cuman kasih saran aja sama dia, kalau kamu kerasin dia bakal ngebantah dan enggak mau ke rumah kita lagi," tukas tante Narendra tante Meli. Om Salim adalah adik dari papa Narendra–Sony–om salim juga yang mengajarkan bisnis keluarga Sony pada Narendra hingga berkembang sampai sekarang. Karena Meli tidak bisa punya anak jadi ia sangat menyayangi Narendra seperti anak kandungnya sendiri. "Iya Ma, kamu suruh ajak Arza sekalian," ucap salim pada istrinya lagi. Meli langsung saja menelpon nomor keponakan yang sudah ia anggap anaknya sendiri. "Hello, anak Tante yang ganteng, sebentar makan malam ke sini ya, kamu ajak A
Menjalani semua ini bukan inginku. Namun, aku harus tetap bertahan demi mereka. __Tenri__ Pagi ini Narendra pergi ke Bank Artha Graha Internasional untuk mengganti ATM-nya yang tertelan di mesin ATM. Narendra diberi nomor antrian oleh pak satpam yang berjaga. Dia tidak percaya seorang CEO ternama antri? Padahal dia juga adalah nasabah prioritas di bank ini. Parah! Narendra jadi bahan perhatian di kantor tersebut karena setelan jas yang ia pakai sangat formal orang-orang berspekulasi bahwa dia bukan orang sembarangan. Karena di Indonesia setelan jas tidak terlalu dipakai saat bekerja, mereka hanya memakai jas saat ada acara penting saja. Narendra melihat di ujung sana seorang costumer servis sepertinya dia pernah melihat costumer itu, tetapi dia lupa di mana. "Nomor antrian 9 ke locet 3," suara mesin antrian menyebutkan nomor antrian Narendra. Lagi-lagi Narendra jadi bahan tontonan para karyawan wanita yang menatapnya memuja. "Halo Pak, saya Tenri ada yang bisa saya bantu?" tan
Bertemu denganmu di luar kehendakku. Mengenalmu bukan inginku. Aku tak pernah berpikir bahwa ini adalah awal dari semuanya. ____Tenri____ Hari ini Tenri kembali bekerja di cafee A. Walaupun rasa lelah melingkupinya ia tetap semangat untuk bekerja hanya ini yang dapat ia lakukan untuk orang tua. Karena hari ini adalah hari minggu jadi tamu membludak bahkan list waiting sangat banyak. Tenri sampai kualahan, tapi untung ada Dinda yang senantiasa membantunya. Lapisan keringat telah terlihat di dahinya, tapi hal tersebut tak mengurangi kecantikannya. Sampai tengah malam pun tamu belum juga reda malah bertambah banyak. Di saat Tenri sedang berbicara dengan Dinda lewat walkie tokie seorang tamu menyapanya. "Hy, Nona manis kamu bekerja di caffe ini juga? Bukanya kamu kerja di bank Artha Graha Internasional, ya?" tanya tamu itu yang tak bukan adalah Arza.
Hp Tenri berdering terus tapi sang empunya belum terbangung mungkin dia sangat lelah sudah dua kali dia pulang subuh dan itu membuatnya lelah. Karena Tenri lupa mengubah dering ponselnya menjadi silent jadi ponsel itu selalu bergetar dan akhirnya jatuh dan menimpannya. Langsung saja Tenri terbangung sudah ada 26 panggilan dari adiknya 'Ayu'. "Halo Dek, assalamualaikum," ucap Tenri mengangkat telefon, suaranya masih terdengar lesuh karena baru saja bangun dari tidurnya. "Wa'alaikumsalam, Kak bapak masuk rumah sakit dan harus di operasi kata dokter 50 juta dulu buat menjamin karena biaya operasinya 100 juta Kak," terdengar suara Ayu yang panik diiringi dengan isak tangis. "Astagfirullah, kapan bapak masuk, Dek?" tanya Tenri juga dengan suara panik, kini dia sudah sadar sepenuhnya dari rasa kantuk saat mendengar informasi dari sang adik yang ada di kampung. "Tadi pagi Kak, Adek udah hubungi Kakak tapi Kakak tidak angkat," jawab Ayu diseberang sana masih terisak. "Tenang Dek
Hari ini Tenri masuk kerja dengan keadaan yang sudah agak mendingan ketimbang kemarin. Tenri tidak ingin mencampur adukan masalah pribadi dan pekerjaannya jadi dia harus terlihat baik-baik saja, dia harus menghadapinya dengan berani tanpa rasa takut karena yang hanya dirinya sendiri yang dapat Tenri Andalkan. "Hy, bebz udah mendingan?" Sapaan itu mengalihkan atensi Tenri yang akan menaruh tasnya, lantas senyuman itu terbit di bibir manisnya, polesan make up itu sedikit mengurangi penampilannya yang menyedihkan. "Allhamdulilah udah mendingan, Yas," jawabnya pelan, dia sangat suka dengan sahabat ini yang selalu menanyakan kabarnya, hanya Yasmin yang benar-benar tulus untuk berteman dengannya. Setelah percakapan singkat itu, mereka kini fokus pada pekerjaan masing-masing untuk melayani nasabah yang sudah mulai berdatangan, mereka larut dalam pekerjaan sampai jam menunjukkan pukul dua belas siang yang berarti waktu istirahat telah tiba. Di saat itu pula Tenri izin pamit kepada Pak
"Lo denger sendiri kan tadi lewat panggilan video, Tenri mau hapus point ke tiga di perjanjian lo buat, fiks sih kalau bukan karena bapaknya mau operasi dia mungkin ga mau nikah kontrak sama lo," ujar Arza menggebu saat sedang menelpon dengan Narendra, si pelaku utama dalam drama ini. [Ck, gua ga terlalu perduli intinya semua dilakuin berdasarkan kontrak yang udah gua buat] balas Narendra dengan intonasi nada yang datar. "Siap Tuan muda, semuanya beres sesuai rencana, tapi Ndra lo ga penasaran ga sih sama kehidupan Tenri? Gua penasaran banget, gila! Kek di satu waktu dia kerja di cafee A, terus kerja lagi di bank, weekend juga masih kerja, ga ada istirahatnya, dia keknya tulang punggung keluarga deh plus anak sulung," tutur Arza penasaran dengan kehidupan pribadi Tenri karena jujur saja dia salut dengan wanita itu, mampu melakukan berbagai pekerjaan tanpa rass gengsi sedikitpun. Narendra yang mendengar ocehan Arza di sambungan. telepon ikut terdiam yang membuat Arza bingung ke
Tanpa mengucapkan apa pun mobil maybach hitam itu melesat ke jalan raya yang legang. Sama halnya dengan gadis cantik yang masih memaku ditempatnya dia belum beranjak sedikit pun hanya menatap jalan raya yang banyak kendaraan berlalu lalang di mana mobil Narendra berlalu. 'Hufft, kenapa sih dia tadi kek gitu, kalau aku nanti suka gimana? Ahhh enggak boleh, enggak boleh ingat Ten posisi kamu di mana!' Setelah memenangkan pikirannya Tenri berjalan kembali menuju kantornya karena dia minta diturunkan di depan gang yang tidak jauh dari bank tempatnya bekerja. Sementara itu, keesokan harinya terlihat seorang gadis cantik berjalan ke sebuah meja di mana ada seorang yang sedang fokus pada layar laptop. Kacamata baca bertengker manis di hidung mancungnya yang menambah berkali-kali lipat pesona dan ketampanan seorang Narendra Adipta Sonny "Pak, apa saya kirim lagi bunga seperti kemarin ke kantor Ibu Tenri?" tanya sekertaris cantik Narendra—Eka. "Tidak perlu," jawab Narendra tanpa mena
Pagi hari telah tiba di kota Jakarta. Kota yang tak pernah mati itu sudah dimulai berbagai aktivitas. Meskipun matahari belum menampakkan sinar terangnya.Sama halnya dengan seorang gadis berusia 25 tahun yang baru saja terbangun—jam pada ponselnya sudah menunjukkan pukul enam pagi.Gadis yang bernama lengkap Tenri Az-Zahra itu tengah bersiap- siap untuk pergi ke kantor. Karena dia sedang ada tes kenaikan jabatan. Jadi, Tenri harus menampilkan sikap yang baik.Hari ini Tenri sangat cantik dengan hijab biru gelapnya yang melekat apic di kepala serta dipadukan dengan rok berwarna hitam yang tidak terlalu spam dan dilengkapi dengan atasan kemeja biru lautnya. Tubuhnya yang pendek membuat ia tampak sangat imut."Semangat Ten," ucapnya menyemangati diri sendiri, setelahnya dia mengambil tasnya dan berlalu dari rumah kost tersubut....
Tanpa mengucapkan apa pun mobil maybach hitam itu melesat ke jalan raya yang legang. Sama halnya dengan gadis cantik yang masih memaku ditempatnya dia belum beranjak sedikit pun hanya menatap jalan raya yang banyak kendaraan berlalu lalang di mana mobil Narendra berlalu. 'Hufft, kenapa sih dia tadi kek gitu, kalau aku nanti suka gimana? Ahhh enggak boleh, enggak boleh ingat Ten posisi kamu di mana!' Setelah memenangkan pikirannya Tenri berjalan kembali menuju kantornya karena dia minta diturunkan di depan gang yang tidak jauh dari bank tempatnya bekerja. Sementara itu, keesokan harinya terlihat seorang gadis cantik berjalan ke sebuah meja di mana ada seorang yang sedang fokus pada layar laptop. Kacamata baca bertengker manis di hidung mancungnya yang menambah berkali-kali lipat pesona dan ketampanan seorang Narendra Adipta Sonny "Pak, apa saya kirim lagi bunga seperti kemarin ke kantor Ibu Tenri?" tanya sekertaris cantik Narendra—Eka. "Tidak perlu," jawab Narendra tanpa mena
"Lo denger sendiri kan tadi lewat panggilan video, Tenri mau hapus point ke tiga di perjanjian lo buat, fiks sih kalau bukan karena bapaknya mau operasi dia mungkin ga mau nikah kontrak sama lo," ujar Arza menggebu saat sedang menelpon dengan Narendra, si pelaku utama dalam drama ini. [Ck, gua ga terlalu perduli intinya semua dilakuin berdasarkan kontrak yang udah gua buat] balas Narendra dengan intonasi nada yang datar. "Siap Tuan muda, semuanya beres sesuai rencana, tapi Ndra lo ga penasaran ga sih sama kehidupan Tenri? Gua penasaran banget, gila! Kek di satu waktu dia kerja di cafee A, terus kerja lagi di bank, weekend juga masih kerja, ga ada istirahatnya, dia keknya tulang punggung keluarga deh plus anak sulung," tutur Arza penasaran dengan kehidupan pribadi Tenri karena jujur saja dia salut dengan wanita itu, mampu melakukan berbagai pekerjaan tanpa rass gengsi sedikitpun. Narendra yang mendengar ocehan Arza di sambungan. telepon ikut terdiam yang membuat Arza bingung ke
Hari ini Tenri masuk kerja dengan keadaan yang sudah agak mendingan ketimbang kemarin. Tenri tidak ingin mencampur adukan masalah pribadi dan pekerjaannya jadi dia harus terlihat baik-baik saja, dia harus menghadapinya dengan berani tanpa rasa takut karena yang hanya dirinya sendiri yang dapat Tenri Andalkan. "Hy, bebz udah mendingan?" Sapaan itu mengalihkan atensi Tenri yang akan menaruh tasnya, lantas senyuman itu terbit di bibir manisnya, polesan make up itu sedikit mengurangi penampilannya yang menyedihkan. "Allhamdulilah udah mendingan, Yas," jawabnya pelan, dia sangat suka dengan sahabat ini yang selalu menanyakan kabarnya, hanya Yasmin yang benar-benar tulus untuk berteman dengannya. Setelah percakapan singkat itu, mereka kini fokus pada pekerjaan masing-masing untuk melayani nasabah yang sudah mulai berdatangan, mereka larut dalam pekerjaan sampai jam menunjukkan pukul dua belas siang yang berarti waktu istirahat telah tiba. Di saat itu pula Tenri izin pamit kepada Pak
Hp Tenri berdering terus tapi sang empunya belum terbangung mungkin dia sangat lelah sudah dua kali dia pulang subuh dan itu membuatnya lelah. Karena Tenri lupa mengubah dering ponselnya menjadi silent jadi ponsel itu selalu bergetar dan akhirnya jatuh dan menimpannya. Langsung saja Tenri terbangung sudah ada 26 panggilan dari adiknya 'Ayu'. "Halo Dek, assalamualaikum," ucap Tenri mengangkat telefon, suaranya masih terdengar lesuh karena baru saja bangun dari tidurnya. "Wa'alaikumsalam, Kak bapak masuk rumah sakit dan harus di operasi kata dokter 50 juta dulu buat menjamin karena biaya operasinya 100 juta Kak," terdengar suara Ayu yang panik diiringi dengan isak tangis. "Astagfirullah, kapan bapak masuk, Dek?" tanya Tenri juga dengan suara panik, kini dia sudah sadar sepenuhnya dari rasa kantuk saat mendengar informasi dari sang adik yang ada di kampung. "Tadi pagi Kak, Adek udah hubungi Kakak tapi Kakak tidak angkat," jawab Ayu diseberang sana masih terisak. "Tenang Dek
Bertemu denganmu di luar kehendakku. Mengenalmu bukan inginku. Aku tak pernah berpikir bahwa ini adalah awal dari semuanya. ____Tenri____ Hari ini Tenri kembali bekerja di cafee A. Walaupun rasa lelah melingkupinya ia tetap semangat untuk bekerja hanya ini yang dapat ia lakukan untuk orang tua. Karena hari ini adalah hari minggu jadi tamu membludak bahkan list waiting sangat banyak. Tenri sampai kualahan, tapi untung ada Dinda yang senantiasa membantunya. Lapisan keringat telah terlihat di dahinya, tapi hal tersebut tak mengurangi kecantikannya. Sampai tengah malam pun tamu belum juga reda malah bertambah banyak. Di saat Tenri sedang berbicara dengan Dinda lewat walkie tokie seorang tamu menyapanya. "Hy, Nona manis kamu bekerja di caffe ini juga? Bukanya kamu kerja di bank Artha Graha Internasional, ya?" tanya tamu itu yang tak bukan adalah Arza.
Menjalani semua ini bukan inginku. Namun, aku harus tetap bertahan demi mereka. __Tenri__ Pagi ini Narendra pergi ke Bank Artha Graha Internasional untuk mengganti ATM-nya yang tertelan di mesin ATM. Narendra diberi nomor antrian oleh pak satpam yang berjaga. Dia tidak percaya seorang CEO ternama antri? Padahal dia juga adalah nasabah prioritas di bank ini. Parah! Narendra jadi bahan perhatian di kantor tersebut karena setelan jas yang ia pakai sangat formal orang-orang berspekulasi bahwa dia bukan orang sembarangan. Karena di Indonesia setelan jas tidak terlalu dipakai saat bekerja, mereka hanya memakai jas saat ada acara penting saja. Narendra melihat di ujung sana seorang costumer servis sepertinya dia pernah melihat costumer itu, tetapi dia lupa di mana. "Nomor antrian 9 ke locet 3," suara mesin antrian menyebutkan nomor antrian Narendra. Lagi-lagi Narendra jadi bahan tontonan para karyawan wanita yang menatapnya memuja. "Halo Pak, saya Tenri ada yang bisa saya bantu?" tan
"Mah, telepon Narenda, ada yang ingin Papa sampaikan," pinta seorang pria paruh bayah. Om Narendra yaitu om Salim. "Kenapa enggak Papa aja yang nelepon? Lagi berantem ya sama Narendra? Pa, Narendra itu udah dewasa palingan kamu cuman kasih saran aja sama dia, kalau kamu kerasin dia bakal ngebantah dan enggak mau ke rumah kita lagi," tukas tante Narendra tante Meli. Om Salim adalah adik dari papa Narendra–Sony–om salim juga yang mengajarkan bisnis keluarga Sony pada Narendra hingga berkembang sampai sekarang. Karena Meli tidak bisa punya anak jadi ia sangat menyayangi Narendra seperti anak kandungnya sendiri. "Iya Ma, kamu suruh ajak Arza sekalian," ucap salim pada istrinya lagi. Meli langsung saja menelpon nomor keponakan yang sudah ia anggap anaknya sendiri. "Hello, anak Tante yang ganteng, sebentar makan malam ke sini ya, kamu ajak A
Seperti biasanya ketika gadis cantik ini datang ke kantor dia selalu menyapa Pak Herman—satpam perusahaan tempatnya bekerja. Sikapnya yang ramah membuatnya disukai oleh banyak orang. Namun, tak banyak pula yang membencinya. Gadis itu, Tenri memasuki area perkantoran dengan senyum yang mengembang seakan dia tak mempunyai beban sedikitpun. "Pagi, Yas," sapanya kepada gadis cantik yang sudah duduk manis di kursinya. "Pagi juga gimana tidurnya, nyenyak?" tanya gadis tersebut Yasmin yang dibalas anggukan oleh Tenri. Setelah Tenri duduk di kursi kerjanya dan memulai rutinitas paginya tak berapa lama kepala cabang Tenri—pak Irfan datang menghampiri yang membuat gadis itu mau tak mau kembali berdiri dan menyapa kepala cabangnya tersebut. "Ten, kamu pergi ke perusahaan NC Group sekarang, ya. Soalnya kata kepala keuangan di sana beberapa karyawannya ingin payroll di bank kita hal itu disampaikan oleh Pak Rudi, kepala keuangan di per
Pagi hari telah tiba di kota Jakarta. Kota yang tak pernah mati itu sudah dimulai berbagai aktivitas. Meskipun matahari belum menampakkan sinar terangnya.Sama halnya dengan seorang gadis berusia 25 tahun yang baru saja terbangun—jam pada ponselnya sudah menunjukkan pukul enam pagi.Gadis yang bernama lengkap Tenri Az-Zahra itu tengah bersiap- siap untuk pergi ke kantor. Karena dia sedang ada tes kenaikan jabatan. Jadi, Tenri harus menampilkan sikap yang baik.Hari ini Tenri sangat cantik dengan hijab biru gelapnya yang melekat apic di kepala serta dipadukan dengan rok berwarna hitam yang tidak terlalu spam dan dilengkapi dengan atasan kemeja biru lautnya. Tubuhnya yang pendek membuat ia tampak sangat imut."Semangat Ten," ucapnya menyemangati diri sendiri, setelahnya dia mengambil tasnya dan berlalu dari rumah kost tersubut....