Bertemu denganmu di luar kehendakku. Mengenalmu bukan inginku. Aku tak pernah berpikir bahwa ini adalah awal dari semuanya.
____Tenri____
Hari ini Tenri kembali bekerja di cafee A. Walaupun rasa lelah melingkupinya ia tetap semangat untuk bekerja hanya ini yang dapat ia lakukan untuk orang tua.
Karena hari ini adalah hari minggu jadi tamu membludak bahkan list waiting sangat banyak. Tenri sampai kualahan, tapi untung ada Dinda yang senantiasa membantunya. Lapisan keringat telah terlihat di dahinya, tapi hal tersebut tak mengurangi kecantikannya.
Sampai tengah malam pun tamu belum juga reda malah bertambah banyak. Di saat Tenri sedang berbicara dengan Dinda lewat walkie tokie seorang tamu menyapanya.
"Hy, Nona manis kamu bekerja di caffe ini juga? Bukanya kamu kerja di bank Artha Graha Internasional, ya?" tanya tamu itu yang tak bukan adalah Arza.
"Halo, saya masih kerja di Bank itu, saya hanya mengantikan teman saya yang sakit," jawab Tenri tersenyum ramah sembari menunjukkan meja mereka sementara Narendra hanya diam saja.
"Oh, kamu lagi butuh uang, ya?" tanya Arza pelan.
"Maaf Pak Arza, saya lagi di jam kerja dan tidak bisa mengobrol dengan Bapak," jawab Tenri tersenyum dan mengabaikan pertanyaan Arza.
Narendra langsung saja menarik Arza ke meja mereka. Untung saja Tenri ingat dengan tamu penting itu jadi dia bisa dengan cepat menemukan meja pesanan mereka.
"Bagaimana dengan saran gue, Ndra?" tanya Arza tiba-tiba membuka percakapan.
"Masih gue pikirin," jawab Narendra datar.
"Lo maunya yang cewek gimana sih? Si Dian kemarin dia mau lo tapi lonya yang enggak mau, aneh!" ucap Arza bingung dengan atasan sekaligus sahabatnya itu.
"Ck, jijik gue sama Dian dan cewek-cewek yang lo tawarin, mereka semua cuman pengen harta gue aja," jawab Narendra ketus.
"Ya, elo pelit amat sih jadi orang, cewek tuh emang kek gitu mau dimanja dibeliin ini itu, di kasih rumah bahkan bunga bank, he he," papar Arza dibarengi oleh kekehanya.
Narendra hanya bungkam malas menjawab ucapan Arza yang menurutnya sangat tidak berguna. Mereka pun menikmati malam itu dengan minum-minum karena para rekan bisnis mereka telah datang untuk menikmati malam minggu ini hanya Narendra saja yang tidak minum.
Tepat pukul dua belas malam mereka mengakhiri pesta itu dan cafee juga mulai sepi karena sebagian pengujung telah kembali ke rumah mereka masing-masing.
Arza tampak mabuk karena pengaruh alkohol yang ia minum.
"Duh, nih bocah selalunya nyusahin," gerutu Narendra seraya membopong tubuh Arza.
Tenri juga telah menyelesaikan pekerjaannya dan bersiap untuk pulang dan dia melihat Narendra kesulitan memapah Arza yang sedang mabuk.
"Biar saya bantu Pak," tawar Tenri ingin membantu memapah Arza.
"Enggak usah," jawab Narendra dingin.
Tenri hanya menghela napas dan berhenti membantu Narendra.
...
Di sini Tenri sekarang, menunggu taksi online yang ia pesan. Dari kejauhan terlihat gerombolan preman yang sepertinya hendak menghampiri Tenri. Dan saat ini para preman itu telah mengepung Tenri dengan membuat lingkaran.
"Mau apa kalian?" tanya Tenri kurang bersahabat dan ingin menerobos lingkaran itu. Akan tetapi, para preman itu menyentuh dagu Tenri yang membuat gadis itu langsung menepisnya kasar.
"Jangan terburu-buru nona manis, temani kami malam ini, ha ha," ucap salah satu dari mereka seraya tertawa.
Orang-orang yang melihat kejadian itu hanya diam tidak membantu. Walaupun mereka ingin, tapi mereka tidak bisa.
Seorang supir yang melihat tidak tega karena dia juga mempunyai anak gadis seumuran dengan gadis yang sedang diganggu. Supir itu adalah mantan purnawirawan angkatan darat yang telah pensiun dan sekarang bekerja sebagai supir Narendra.
"Pak, bolehkah saya membantu gadis yang di depan? Saya teringat dengan anak gadis saya?" tanya supir itu.
Narendra melihat ke depan dan mendengkus. 'Gadis itu lagi.'
"Baiklah Pak, tapi saya tidak ingin urusan jadi panjang," jawab Narendra datar.
Pak supir itu atau pak Syam langsung keluar dari mobil dan pergi membantu Tenri.
"Kamu tidak apa-apa, Nak?" tanya pak Syam memastikan.
"Iya Pak, makasih kalau tidak ada Bapak saya tidak tahu apa yang akan terjadi," jawab Tenri berterima kasih.
Belum pak Syam menjawab Narendra berteriak dari arah mobil. "Pak Syam, tolong saya!" teriak Narendra.
Dengan sigap pak Syam berlari diikuti oleh Tenri di belakannya.
Ternyata Arza munta di jok belakang dan hampir mengenai Narendra.
Pak Syam dan Narendra memapah tubuh Arza ke luar dan mendudukkannya di sisi trotoar.
"Kita butuh air bersih untuk membersihkan ini," terang pak Syam.
"Biar saya bantu Pak ambilin air bersihnya di toilet cafee," ujar Tenri menawarkan bantuan dan langsung pergi ke toilet cafee untungnya para OB belum pulang mereka masih membersihkan cafee itu jadi Tenri tidak kesusahan mengambil air bersihnya.
"Ini Pak air bersihnya," ucap Tenri seraya memberikan air bersih itu kepada pak Syam.
"Terimah kasih Nak Ten," balas pak Syam setelah itu mulai membersihkan jok belakang bekas muntah Arza.
Setelah itu Tenri berjongkok untuk menepuk punggung Arza agar segerah sadar dari pengaruh alkohol. Sementara itu, Narendra tidak pernah melepaskan tatapannya dari Tenri ia berpikir kenapa gadis ini masih tinggal, bukannya dia bisa pergi setelah dibantu oleh pak Syam tadi? Tenri menyadari tatapan Narendra yang membuatnya gugup setengah mati. Namun, dia tidak menatap mata Narendra--Tenri hanya sibuk menepuk punggung Arza agar cepat sadar. Dan benar Arza perlahan-lahan membuka kelopak matanya dan orang pertama kali yang ia liat adalah seorang gadis cantik.
"Eh, Nona manis sedang apa kamu di sini?" tanya Arza berusaha bangkit.
"Saya tadi di bantu oleh Pak Syam dari para preman, eum ... karena Pak Arza udah sadar saya mohon untuk pergi, soalnya sudah larut, terima kasih Pak Syam, Pak Arza, Pak Narendra," jawab Tenri seraya tersenyum ramah.
Belum juga Tenri pergi jauh dari tempatnya--ponselnya bergatar.
"Yah, dicansel," ucap Tenri lirih yang masih dapat didengar oleh ketiganya.
"Apanya yang dicansel Nona manis?" tanya Arza penasaran.
"Taksi yang saya pesan Pak, eum ... kalau gitu saya pergi dulu ya Pak," jawab Tenri pelan dan hendak pergi.
Namun, Arza menahannya dan mengatakan tidak baik seorang gadis berjalan sendirian. "Kamu pulang sama kita saja, lagi pula enggak baik seorang gadis pulang larut malam seperti ini," ucap Arza menakuti dengan raut wajah dibuat seserius mungkin.
"Iya Nak Ten, nanti ada kejadian seperti tadi," tambah pak Syam.
"Kejadian apa?" tanya Arza tidak mengerti sepertinya ada yang ia lewatkan.
"Ah, gak usah Pak Arza saya—" Belum selesai kalimat yang Tenri ingin ucapkan Narendra terlebih dahulu menyelahnya.
"Semuanya masuk ke mobil!" pinta Narendra dingin.
Suasana dalam mobil itu hanya ada keheningan. Arza dan Narendra duduk di jok belakang sedangkan Tenri duduk di samping ke mudi dekat pak Syam.
"Pak Syam sebentar kita singgah di resto yang buka dua puluh empat jam, bisa pulang telat 'kan Nona manis?" tanya Arza memohon dengan raut memohon.
Sebenarnya Tenri risih dengan Arza, tapi yah dia mengiyakan saja. "Boleh deh," jawab Tenri singkat.
...
Di sini mereka sekarang, di sebuah restoran yang buka dua puluh empat jam. Mereka memilih meja yang paling pojok.
"Nona manis, kamu mau pesan apa?!" teriak Arza dari meja resepsionis.
"Cofe latte saja, Pak Arza," jawab Tenri dengan sedikit berteriak karena jarak mereka yang lumayan jauh. Arza tidak bertanya pada Narendra apa yang ingin ia pesan karena dia sudah tahu betul apa pesanan Narendra.
Sementara itu, Tenri agak gugup karena posisi duduknya yang kebetulan berhadapan dengan Narendra sedangkan Narendra dia tidak pernah melepaskan tatapannya dari Tenri.
'Duh, kok kebetulan bangget sih, aku duduk di depanya, kalau aku pindah dia tersinggung nggak ya?' tanya Tenri dalam hati seraya menunduk dalam.
'Nih cewek bisa gugup juga ya? Kayak takut bangget sama gue?' pikir Narendra seraya mengernyit dalam.
Kedatangan Arza membawa pesanan mereka menghancurkan keheningan yang tercipta sejak beberapa menit lalu.
"Oh, iya Nona manis, kenapa kamu kerja di cafee tadi? Kamu enggak keluar 'kan dari Bank tempat kamu kerja?" tanya Arza memulai perbincangan.
"Maaf sebelumnya Pak Arza, nama saya Tenri jadi Pak Arza tidak usah memanggil saya dengan sebutan nona manis," jawab Tenri seraya tersenyum.
"Baiklah, dan kamu tidak perlu memanggil saya dengan sebutan Pak, jadi kamu gak keluar dari bank itu 'kan Ten?" jelasnya dan mengulang kembali pertanyaan yang sempat ia lontarkan kepada Tenri.
"Tidak, saya lagi butuh uang, Ayah saya sakit dan adik butuh uang untuk bayar uang kuliah," jawab Tenri tanpa melunturkan senyumannya walaupun matanya memancarkan kesedihan.
'Gila ni cewek, dia masih bisa tersenyum setelah menceritakan hal menyedihkan seperti itu,' batin Narendra tidak percaya, tetapi dia tetap bungkam.
"Kenapa enggak pinjam di bank tempat kamu kerja?" tanya Arza bingung seharusnya diakan bisa pinjam di bank tempatnya bekerja.
"Saya udah Pinjam bulan lalu, lagi pula kalau saya mau pinjam lagi gaji saya tidak cukup untuk membayarnya," jawab Tenri berusaha tersenyum.
"Oh, Ten kamu butuh uang 'kan? Gimana kalau aku kasih kamu uang 5 miliar," cetusnya tiba-tiba. Arza mulai menjalankan rencananya.
"Za, enggak usah mulai deh," sergah Narendra cepat seraya menatap tajam Arza.
"Apa salahnya di coba sih, Ndra," jawab Arza jengah.
Setelah itu Narendra bungkam dan kembali menikmati copi yang di pesankan oleh Arza.
"Untuk apa uang sebanyak itu, saya hanya butuh uang 4 juta dan sampai mingu depan uangnya sudah terkumpul," jawab Tenri menolak secara halus tawaran Arza.
'Sombong sekali, dia pikir dirinya siapa?' tanya Narendra dalam hati seraya menatap Tenri tajam.
"Gini Ten kmu dengerin dulu, ini cuman 5 tahun kok, kamu hanya perlu nikah sama Narendra selama lima tahun setelah itu kalian bisa pisah, Narendra bakal bayar setiap tahunnya 1 miliar, jika di antara kalian ada yang memutuskan pernikahan sebelum waktu yang di janjikan maka kalian akan membayar denda 10 triliun," ucap Arza mejelaskan.
Tenri membulatkan matanya tidak percaya. "10 triliun? Bahkan di brangkas bank kami hanya di perbolehkan menyimpan uang sebanyak 1 miliar," jawab Tenri tidak percaya.
"Makanya jangan di putusin atau pun dibeberkan ke awak media," jelas Arza memberitahu.
"Tapi, kenapa Pak Narendra harus menikah pura-pura enggak nikah beneran saja?" tanya Tenri bingung.
"Panjang kalau mau dijelasinnya mah," jawab Arza sekenanya karena dia tahu seperti apa perjalanan cinta dari sahabatnya itu.
"Jadi Ten kamu mau?" tanya Arza lagi.
"Maaf Pak Arza dan Pak Narendra dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada bapak saya menolak," jawab Tenri dia masih punya akal sehat untuk dijadikan permainan oleh Arza dan Narendra.
'Gila, dia nolak gue secara enggak langsung, sombong sekali, sudah dua kali dia nolak gue secara halus. Baru pertama kali gue diginiin, awas aja!' Narendra berenggut kesal dalam hati. Namun, dia tepat bungkam seakan tak tertarik dengan perkacakapam mereka.
"Pikirin dulu Ten, lagi pula cuman 5 tahun kok," ujar Arza membujuk lagi.
Tenri tampak melihat Narendra dan berpikir mereka tidak cocok, mana mau pria itu dengan dirinya yang hanya orang biasa jika diibaratkan bagaikan punut mendambakkan rembulan.
"Jujur pesona Pak Narendra tidak bisa dibantahkan bahkan saya kagum dengannya, tapi saya sadar tidak bisa bersading dengannya jangankan bersading jadi bayangannya pun tidak bisa perbedaan kita seperti langit dan bumi, dan pasti banyak wanita di luaran sana yang menginginkan jadi istri Pak Narendra," tandasnya. Dia masih sadar diri di mana posisinya sekarang.
'What! Dia nolak seorang Naredra Adipta Sony? Tapi ternyata pesona gue emang belum pudar.' Satu sisi Narendra kesal karena telah ditolak untuk yang ketiga kalinya oleh Tenri secara halus dan di lain sisi ia senang sebab pesonanya memang belumlah pudar.
"Kita pulang!" pungkas Narendra setelah cukup lama bungkam.
Setelah membayar mereka pun meninggalkan resto itu. Di dalam mobil hanya diisi oleh candaan Arza sedangkan Tenri dan Narendra hanya diam. Sesekali Tenri menunjukkan arah ke kostsannya pada pak Syam.
"Sampai sini saja Pak, soalnya tempat kostsan saya gang sempit tidak bisa di lewati oleh mobil," ucap Tenri seraya tersenyum kepada pak Syam dan keluar dari mobil mewah itu setelah melepaskan seatbel-nya.
"Terima kasih Pak Syam atas pertolongannya, terima kasih Pak Arza atas kopinya, terima kasih Pak Narendra ...." Tenri tak melanjutkan ucapannya karena dia tidak tahu harus berterima kasih atas apa kepada pria itu.
"Atas tumpangannya," sambung Arza melanjutkan.
Tenri hanya tersenyum menanggapi ucapan Arza dan mohon pamit. Setelah dirasa Tenri telah pergi barulah mereka juga pergi meninggalkan mulut gang tersebut--membelah jalan raya yang sudah lengang.
Hp Tenri berdering terus tapi sang empunya belum terbangung mungkin dia sangat lelah sudah dua kali dia pulang subuh dan itu membuatnya lelah. Karena Tenri lupa mengubah dering ponselnya menjadi silent jadi ponsel itu selalu bergetar dan akhirnya jatuh dan menimpannya. Langsung saja Tenri terbangung sudah ada 26 panggilan dari adiknya 'Ayu'. "Halo Dek, assalamualaikum," ucap Tenri mengangkat telefon, suaranya masih terdengar lesuh karena baru saja bangun dari tidurnya. "Wa'alaikumsalam, Kak bapak masuk rumah sakit dan harus di operasi kata dokter 50 juta dulu buat menjamin karena biaya operasinya 100 juta Kak," terdengar suara Ayu yang panik diiringi dengan isak tangis. "Astagfirullah, kapan bapak masuk, Dek?" tanya Tenri juga dengan suara panik, kini dia sudah sadar sepenuhnya dari rasa kantuk saat mendengar informasi dari sang adik yang ada di kampung. "Tadi pagi Kak, Adek udah hubungi Kakak tapi Kakak tidak angkat," jawab Ayu diseberang sana masih terisak. "Tenang Dek
Hari ini Tenri masuk kerja dengan keadaan yang sudah agak mendingan ketimbang kemarin. Tenri tidak ingin mencampur adukan masalah pribadi dan pekerjaannya jadi dia harus terlihat baik-baik saja, dia harus menghadapinya dengan berani tanpa rasa takut karena yang hanya dirinya sendiri yang dapat Tenri Andalkan. "Hy, bebz udah mendingan?" Sapaan itu mengalihkan atensi Tenri yang akan menaruh tasnya, lantas senyuman itu terbit di bibir manisnya, polesan make up itu sedikit mengurangi penampilannya yang menyedihkan. "Allhamdulilah udah mendingan, Yas," jawabnya pelan, dia sangat suka dengan sahabat ini yang selalu menanyakan kabarnya, hanya Yasmin yang benar-benar tulus untuk berteman dengannya. Setelah percakapan singkat itu, mereka kini fokus pada pekerjaan masing-masing untuk melayani nasabah yang sudah mulai berdatangan, mereka larut dalam pekerjaan sampai jam menunjukkan pukul dua belas siang yang berarti waktu istirahat telah tiba. Di saat itu pula Tenri izin pamit kepada Pak
"Lo denger sendiri kan tadi lewat panggilan video, Tenri mau hapus point ke tiga di perjanjian lo buat, fiks sih kalau bukan karena bapaknya mau operasi dia mungkin ga mau nikah kontrak sama lo," ujar Arza menggebu saat sedang menelpon dengan Narendra, si pelaku utama dalam drama ini. [Ck, gua ga terlalu perduli intinya semua dilakuin berdasarkan kontrak yang udah gua buat] balas Narendra dengan intonasi nada yang datar. "Siap Tuan muda, semuanya beres sesuai rencana, tapi Ndra lo ga penasaran ga sih sama kehidupan Tenri? Gua penasaran banget, gila! Kek di satu waktu dia kerja di cafee A, terus kerja lagi di bank, weekend juga masih kerja, ga ada istirahatnya, dia keknya tulang punggung keluarga deh plus anak sulung," tutur Arza penasaran dengan kehidupan pribadi Tenri karena jujur saja dia salut dengan wanita itu, mampu melakukan berbagai pekerjaan tanpa rass gengsi sedikitpun. Narendra yang mendengar ocehan Arza di sambungan. telepon ikut terdiam yang membuat Arza bingung ke
Tanpa mengucapkan apa pun mobil maybach hitam itu melesat ke jalan raya yang legang. Sama halnya dengan gadis cantik yang masih memaku ditempatnya dia belum beranjak sedikit pun hanya menatap jalan raya yang banyak kendaraan berlalu lalang di mana mobil Narendra berlalu. 'Hufft, kenapa sih dia tadi kek gitu, kalau aku nanti suka gimana? Ahhh enggak boleh, enggak boleh ingat Ten posisi kamu di mana!' Setelah memenangkan pikirannya Tenri berjalan kembali menuju kantornya karena dia minta diturunkan di depan gang yang tidak jauh dari bank tempatnya bekerja. Sementara itu, keesokan harinya terlihat seorang gadis cantik berjalan ke sebuah meja di mana ada seorang yang sedang fokus pada layar laptop. Kacamata baca bertengker manis di hidung mancungnya yang menambah berkali-kali lipat pesona dan ketampanan seorang Narendra Adipta Sonny "Pak, apa saya kirim lagi bunga seperti kemarin ke kantor Ibu Tenri?" tanya sekertaris cantik Narendra—Eka. "Tidak perlu," jawab Narendra tanpa mena
Pagi hari telah tiba di kota Jakarta. Kota yang tak pernah mati itu sudah dimulai berbagai aktivitas. Meskipun matahari belum menampakkan sinar terangnya.Sama halnya dengan seorang gadis berusia 25 tahun yang baru saja terbangun—jam pada ponselnya sudah menunjukkan pukul enam pagi.Gadis yang bernama lengkap Tenri Az-Zahra itu tengah bersiap- siap untuk pergi ke kantor. Karena dia sedang ada tes kenaikan jabatan. Jadi, Tenri harus menampilkan sikap yang baik.Hari ini Tenri sangat cantik dengan hijab biru gelapnya yang melekat apic di kepala serta dipadukan dengan rok berwarna hitam yang tidak terlalu spam dan dilengkapi dengan atasan kemeja biru lautnya. Tubuhnya yang pendek membuat ia tampak sangat imut."Semangat Ten," ucapnya menyemangati diri sendiri, setelahnya dia mengambil tasnya dan berlalu dari rumah kost tersubut....
Seperti biasanya ketika gadis cantik ini datang ke kantor dia selalu menyapa Pak Herman—satpam perusahaan tempatnya bekerja. Sikapnya yang ramah membuatnya disukai oleh banyak orang. Namun, tak banyak pula yang membencinya. Gadis itu, Tenri memasuki area perkantoran dengan senyum yang mengembang seakan dia tak mempunyai beban sedikitpun. "Pagi, Yas," sapanya kepada gadis cantik yang sudah duduk manis di kursinya. "Pagi juga gimana tidurnya, nyenyak?" tanya gadis tersebut Yasmin yang dibalas anggukan oleh Tenri. Setelah Tenri duduk di kursi kerjanya dan memulai rutinitas paginya tak berapa lama kepala cabang Tenri—pak Irfan datang menghampiri yang membuat gadis itu mau tak mau kembali berdiri dan menyapa kepala cabangnya tersebut. "Ten, kamu pergi ke perusahaan NC Group sekarang, ya. Soalnya kata kepala keuangan di sana beberapa karyawannya ingin payroll di bank kita hal itu disampaikan oleh Pak Rudi, kepala keuangan di per
"Mah, telepon Narenda, ada yang ingin Papa sampaikan," pinta seorang pria paruh bayah. Om Narendra yaitu om Salim. "Kenapa enggak Papa aja yang nelepon? Lagi berantem ya sama Narendra? Pa, Narendra itu udah dewasa palingan kamu cuman kasih saran aja sama dia, kalau kamu kerasin dia bakal ngebantah dan enggak mau ke rumah kita lagi," tukas tante Narendra tante Meli. Om Salim adalah adik dari papa Narendra–Sony–om salim juga yang mengajarkan bisnis keluarga Sony pada Narendra hingga berkembang sampai sekarang. Karena Meli tidak bisa punya anak jadi ia sangat menyayangi Narendra seperti anak kandungnya sendiri. "Iya Ma, kamu suruh ajak Arza sekalian," ucap salim pada istrinya lagi. Meli langsung saja menelpon nomor keponakan yang sudah ia anggap anaknya sendiri. "Hello, anak Tante yang ganteng, sebentar makan malam ke sini ya, kamu ajak A
Menjalani semua ini bukan inginku. Namun, aku harus tetap bertahan demi mereka. __Tenri__ Pagi ini Narendra pergi ke Bank Artha Graha Internasional untuk mengganti ATM-nya yang tertelan di mesin ATM. Narendra diberi nomor antrian oleh pak satpam yang berjaga. Dia tidak percaya seorang CEO ternama antri? Padahal dia juga adalah nasabah prioritas di bank ini. Parah! Narendra jadi bahan perhatian di kantor tersebut karena setelan jas yang ia pakai sangat formal orang-orang berspekulasi bahwa dia bukan orang sembarangan. Karena di Indonesia setelan jas tidak terlalu dipakai saat bekerja, mereka hanya memakai jas saat ada acara penting saja. Narendra melihat di ujung sana seorang costumer servis sepertinya dia pernah melihat costumer itu, tetapi dia lupa di mana. "Nomor antrian 9 ke locet 3," suara mesin antrian menyebutkan nomor antrian Narendra. Lagi-lagi Narendra jadi bahan tontonan para karyawan wanita yang menatapnya memuja. "Halo Pak, saya Tenri ada yang bisa saya bantu?" tan
Tanpa mengucapkan apa pun mobil maybach hitam itu melesat ke jalan raya yang legang. Sama halnya dengan gadis cantik yang masih memaku ditempatnya dia belum beranjak sedikit pun hanya menatap jalan raya yang banyak kendaraan berlalu lalang di mana mobil Narendra berlalu. 'Hufft, kenapa sih dia tadi kek gitu, kalau aku nanti suka gimana? Ahhh enggak boleh, enggak boleh ingat Ten posisi kamu di mana!' Setelah memenangkan pikirannya Tenri berjalan kembali menuju kantornya karena dia minta diturunkan di depan gang yang tidak jauh dari bank tempatnya bekerja. Sementara itu, keesokan harinya terlihat seorang gadis cantik berjalan ke sebuah meja di mana ada seorang yang sedang fokus pada layar laptop. Kacamata baca bertengker manis di hidung mancungnya yang menambah berkali-kali lipat pesona dan ketampanan seorang Narendra Adipta Sonny "Pak, apa saya kirim lagi bunga seperti kemarin ke kantor Ibu Tenri?" tanya sekertaris cantik Narendra—Eka. "Tidak perlu," jawab Narendra tanpa mena
"Lo denger sendiri kan tadi lewat panggilan video, Tenri mau hapus point ke tiga di perjanjian lo buat, fiks sih kalau bukan karena bapaknya mau operasi dia mungkin ga mau nikah kontrak sama lo," ujar Arza menggebu saat sedang menelpon dengan Narendra, si pelaku utama dalam drama ini. [Ck, gua ga terlalu perduli intinya semua dilakuin berdasarkan kontrak yang udah gua buat] balas Narendra dengan intonasi nada yang datar. "Siap Tuan muda, semuanya beres sesuai rencana, tapi Ndra lo ga penasaran ga sih sama kehidupan Tenri? Gua penasaran banget, gila! Kek di satu waktu dia kerja di cafee A, terus kerja lagi di bank, weekend juga masih kerja, ga ada istirahatnya, dia keknya tulang punggung keluarga deh plus anak sulung," tutur Arza penasaran dengan kehidupan pribadi Tenri karena jujur saja dia salut dengan wanita itu, mampu melakukan berbagai pekerjaan tanpa rass gengsi sedikitpun. Narendra yang mendengar ocehan Arza di sambungan. telepon ikut terdiam yang membuat Arza bingung ke
Hari ini Tenri masuk kerja dengan keadaan yang sudah agak mendingan ketimbang kemarin. Tenri tidak ingin mencampur adukan masalah pribadi dan pekerjaannya jadi dia harus terlihat baik-baik saja, dia harus menghadapinya dengan berani tanpa rasa takut karena yang hanya dirinya sendiri yang dapat Tenri Andalkan. "Hy, bebz udah mendingan?" Sapaan itu mengalihkan atensi Tenri yang akan menaruh tasnya, lantas senyuman itu terbit di bibir manisnya, polesan make up itu sedikit mengurangi penampilannya yang menyedihkan. "Allhamdulilah udah mendingan, Yas," jawabnya pelan, dia sangat suka dengan sahabat ini yang selalu menanyakan kabarnya, hanya Yasmin yang benar-benar tulus untuk berteman dengannya. Setelah percakapan singkat itu, mereka kini fokus pada pekerjaan masing-masing untuk melayani nasabah yang sudah mulai berdatangan, mereka larut dalam pekerjaan sampai jam menunjukkan pukul dua belas siang yang berarti waktu istirahat telah tiba. Di saat itu pula Tenri izin pamit kepada Pak
Hp Tenri berdering terus tapi sang empunya belum terbangung mungkin dia sangat lelah sudah dua kali dia pulang subuh dan itu membuatnya lelah. Karena Tenri lupa mengubah dering ponselnya menjadi silent jadi ponsel itu selalu bergetar dan akhirnya jatuh dan menimpannya. Langsung saja Tenri terbangung sudah ada 26 panggilan dari adiknya 'Ayu'. "Halo Dek, assalamualaikum," ucap Tenri mengangkat telefon, suaranya masih terdengar lesuh karena baru saja bangun dari tidurnya. "Wa'alaikumsalam, Kak bapak masuk rumah sakit dan harus di operasi kata dokter 50 juta dulu buat menjamin karena biaya operasinya 100 juta Kak," terdengar suara Ayu yang panik diiringi dengan isak tangis. "Astagfirullah, kapan bapak masuk, Dek?" tanya Tenri juga dengan suara panik, kini dia sudah sadar sepenuhnya dari rasa kantuk saat mendengar informasi dari sang adik yang ada di kampung. "Tadi pagi Kak, Adek udah hubungi Kakak tapi Kakak tidak angkat," jawab Ayu diseberang sana masih terisak. "Tenang Dek
Bertemu denganmu di luar kehendakku. Mengenalmu bukan inginku. Aku tak pernah berpikir bahwa ini adalah awal dari semuanya. ____Tenri____ Hari ini Tenri kembali bekerja di cafee A. Walaupun rasa lelah melingkupinya ia tetap semangat untuk bekerja hanya ini yang dapat ia lakukan untuk orang tua. Karena hari ini adalah hari minggu jadi tamu membludak bahkan list waiting sangat banyak. Tenri sampai kualahan, tapi untung ada Dinda yang senantiasa membantunya. Lapisan keringat telah terlihat di dahinya, tapi hal tersebut tak mengurangi kecantikannya. Sampai tengah malam pun tamu belum juga reda malah bertambah banyak. Di saat Tenri sedang berbicara dengan Dinda lewat walkie tokie seorang tamu menyapanya. "Hy, Nona manis kamu bekerja di caffe ini juga? Bukanya kamu kerja di bank Artha Graha Internasional, ya?" tanya tamu itu yang tak bukan adalah Arza.
Menjalani semua ini bukan inginku. Namun, aku harus tetap bertahan demi mereka. __Tenri__ Pagi ini Narendra pergi ke Bank Artha Graha Internasional untuk mengganti ATM-nya yang tertelan di mesin ATM. Narendra diberi nomor antrian oleh pak satpam yang berjaga. Dia tidak percaya seorang CEO ternama antri? Padahal dia juga adalah nasabah prioritas di bank ini. Parah! Narendra jadi bahan perhatian di kantor tersebut karena setelan jas yang ia pakai sangat formal orang-orang berspekulasi bahwa dia bukan orang sembarangan. Karena di Indonesia setelan jas tidak terlalu dipakai saat bekerja, mereka hanya memakai jas saat ada acara penting saja. Narendra melihat di ujung sana seorang costumer servis sepertinya dia pernah melihat costumer itu, tetapi dia lupa di mana. "Nomor antrian 9 ke locet 3," suara mesin antrian menyebutkan nomor antrian Narendra. Lagi-lagi Narendra jadi bahan tontonan para karyawan wanita yang menatapnya memuja. "Halo Pak, saya Tenri ada yang bisa saya bantu?" tan
"Mah, telepon Narenda, ada yang ingin Papa sampaikan," pinta seorang pria paruh bayah. Om Narendra yaitu om Salim. "Kenapa enggak Papa aja yang nelepon? Lagi berantem ya sama Narendra? Pa, Narendra itu udah dewasa palingan kamu cuman kasih saran aja sama dia, kalau kamu kerasin dia bakal ngebantah dan enggak mau ke rumah kita lagi," tukas tante Narendra tante Meli. Om Salim adalah adik dari papa Narendra–Sony–om salim juga yang mengajarkan bisnis keluarga Sony pada Narendra hingga berkembang sampai sekarang. Karena Meli tidak bisa punya anak jadi ia sangat menyayangi Narendra seperti anak kandungnya sendiri. "Iya Ma, kamu suruh ajak Arza sekalian," ucap salim pada istrinya lagi. Meli langsung saja menelpon nomor keponakan yang sudah ia anggap anaknya sendiri. "Hello, anak Tante yang ganteng, sebentar makan malam ke sini ya, kamu ajak A
Seperti biasanya ketika gadis cantik ini datang ke kantor dia selalu menyapa Pak Herman—satpam perusahaan tempatnya bekerja. Sikapnya yang ramah membuatnya disukai oleh banyak orang. Namun, tak banyak pula yang membencinya. Gadis itu, Tenri memasuki area perkantoran dengan senyum yang mengembang seakan dia tak mempunyai beban sedikitpun. "Pagi, Yas," sapanya kepada gadis cantik yang sudah duduk manis di kursinya. "Pagi juga gimana tidurnya, nyenyak?" tanya gadis tersebut Yasmin yang dibalas anggukan oleh Tenri. Setelah Tenri duduk di kursi kerjanya dan memulai rutinitas paginya tak berapa lama kepala cabang Tenri—pak Irfan datang menghampiri yang membuat gadis itu mau tak mau kembali berdiri dan menyapa kepala cabangnya tersebut. "Ten, kamu pergi ke perusahaan NC Group sekarang, ya. Soalnya kata kepala keuangan di sana beberapa karyawannya ingin payroll di bank kita hal itu disampaikan oleh Pak Rudi, kepala keuangan di per
Pagi hari telah tiba di kota Jakarta. Kota yang tak pernah mati itu sudah dimulai berbagai aktivitas. Meskipun matahari belum menampakkan sinar terangnya.Sama halnya dengan seorang gadis berusia 25 tahun yang baru saja terbangun—jam pada ponselnya sudah menunjukkan pukul enam pagi.Gadis yang bernama lengkap Tenri Az-Zahra itu tengah bersiap- siap untuk pergi ke kantor. Karena dia sedang ada tes kenaikan jabatan. Jadi, Tenri harus menampilkan sikap yang baik.Hari ini Tenri sangat cantik dengan hijab biru gelapnya yang melekat apic di kepala serta dipadukan dengan rok berwarna hitam yang tidak terlalu spam dan dilengkapi dengan atasan kemeja biru lautnya. Tubuhnya yang pendek membuat ia tampak sangat imut."Semangat Ten," ucapnya menyemangati diri sendiri, setelahnya dia mengambil tasnya dan berlalu dari rumah kost tersubut....