"Mah, telepon Narenda, ada yang ingin Papa sampaikan," pinta seorang pria paruh bayah. Om Narendra yaitu om Salim.
"Kenapa enggak Papa aja yang nelepon? Lagi berantem ya sama Narendra? Pa, Narendra itu udah dewasa palingan kamu cuman kasih saran aja sama dia, kalau kamu kerasin dia bakal ngebantah dan enggak mau ke rumah kita lagi," tukas tante Narendra tante Meli.
Om Salim adalah adik dari papa Narendra–Sony–om salim juga yang mengajarkan bisnis keluarga Sony pada Narendra hingga berkembang sampai sekarang.
Karena Meli tidak bisa punya anak jadi ia sangat menyayangi Narendra seperti anak kandungnya sendiri.
"Iya Ma, kamu suruh ajak Arza sekalian," ucap salim pada istrinya lagi.
Meli langsung saja menelpon nomor keponakan yang sudah ia anggap anaknya sendiri.
"Hello, anak Tante yang ganteng, sebentar makan malam ke sini ya, kamu ajak Arza juga soalnya Tante kangen banget sama kalian. Sampai - sampai Tante mimpiin kalian loh," ucap Meli di telpon melebih-lebihkan.
[Iya Tan, nanti Narenda ajak Arza.]
Sedang Arza adalah putra dari supir ayah Narendra. Dan Salim juga sudah menganggap Arza sebagai putranya sendiri sama seperti Narendra.
Saat mereka akan pulang ke rumah omm Surya, Narenda memberitahu Arza jika mereka diundang untuk makan malam di rumah om Salim dan tante Meli.
"Za, kita diundang Om Salim sama Tante Meli buat makan malam di sana," ucap Narendra datar.
"Ok, kita OTW sekarang," jawab Arza senang.
...
Saat ini mereka telah sampai di rumah Om Salim, rumah bergaya Eropa modern yang sangat indah dipandang.
"Hy, Om apa kabar?" sapa Narendra sekenanya intonasi suaranya tidak tinggi ataupun rendah hingga tak dapat dideteksi apakah suaranya mempunyai makna atau emosi lain.
"Baik, masih ingat Om kamu rupanya," jawab om Salim sarkas.
Narendra tidak mengindahkan ucapan om Salim ia langsung masuk dan bertemu dengan sang tante kesayanganya. Hanya Arza yang berbincang dengan om Salim perihal bisnis.
"Hy, Tante kusayang," sapa Narendra seraya memeluk tante Meli.
"Hy, Sayang, duh makin cakep aja ponakan tante ini," balas tante Meli sembari mengusap kepala Narendra pelan.
Narendra tidak menjawab dan langsung mencicipi makanan yang sudah dibuat oleh tante Meli.
"Hy, Tante Arza yang cantik," ucap Arza dengan nada menggombal.
"Hy juga Sayang, kamu tuh kenapa baru dateng juga? Udah lupa ya sama Tante?" tanya tante Meli pura-pura sedih.
"Duh, enggak kok tante, kita lagi sibuk kerja," jawab Arza sedikit panik.
Tak lama datanglah om Salim dan duduk di kursi kebesarannya untuk makan malam. Setelah mereka makan malam, mereka sekarang berada di ruang tamu untuk berbincang-bincang masalah pekerjaan. Kebanyakan hanya Arza yang menjawab sedangkan Narendra dia hanya banyak diam sampai om Salim mulai berbicara serius.
"Narendra, kemarin om rapat dengan direksi perusahaan, mereka ingin pemimpinnya berumah tangga. Jika, kamu sukses menempuh bahtera rumah tangga, mereka akan percaya kamu sepenuhnya. Bukan pemimpin yang tiap harinya pergi ke night club dan main perempuan gak benar di luar sana. Lagi pula kami ini sudah tua nak kami ingin mempunyai menantu," jelas om Salim pada Narendra dengan suara yang serius. Namun, berubah sedikit senduh di akhir.
"Kenapa harus dengar omongan direksi, lagi pula baru satu tahun Narendra menjadi CEO di perusahaan itu, Narendra dapat meningkatkan profit perusahaan dua kali lipat dari tahun sebelumnya," terang Narendra seraya mengernyitkan dahi alis tebalnya tampak bersatu. Memang benar semenjak Narendra mengambil alih perusahaan itu, perusahaan itu langsung berkembang pesat seperti sekarang ini.
"Kalau mereka tidak suka, cari saja perusahaan lain, jangan kerja di perusahaanku," lanjut Narendra sarkastik.
Om Salim menundukkan pandangannya dan pergi meninggalkan ruang keluarga, ia tidak ingin mendengar kata-kata yang akan menyakiti hatinya nanti.
Setelah kepergian om Salim. Tante Meli menggenggam tangan Narendra lembut.
"Nak, kami hanya ingin melihat kamu bahagia, kami sedang mempersiapkan semuanya. Ketika kami nanti tua semua kekayaan kami itu untuk kamu, Nak. Om Salim dan tante Meli mau punya menantu sayang, hanya itu tidak lebih," ucap tante Meli menjelaskan penuh dengan kelembutan.
"Lagi pula yang main ke night club itu aku Tante bukan Narendra, Narendra cuman ikut aja," celetuk Arza membuka suara untuk menghilangkan kecanggungan yang ada.
"Kamu juga, cepetan nikah nanti enggak laku loh, mau jadi bujangan abadi kamu," ucap tante Meli sembari terkekeh.
"Ini lagi usaha Tan, doain aja," balas Arza sembari balas terkekeh.
Ketika malam sudah larut Narendra dan Arza mohon untuk pulang.
"Ndra, kita singga ke night club dulu ya, soalnya gue udah janji sama Dian," tutur Arza memohon.
"Terserah lo deh," jawab Narendra ketus.
"Thanks Beb," balas Arza yang ditanggapi tatapan jijik oleh Narendra.
Dentuman musik di club malam itu sudah biasa bagi mereka yang sering mengunjungi tempat seperti itu.
Arza dan Narenda memasuki night club itu dan bertemu dengan bertender yang mengenal mereka dan langsung membawa mereka ke ruang VIP untuk lebih privasi.
Di atas meja yang sudah tertata rapi berbagai macam alkohol dengan harga selangit berjejer rapi. Belum disentuh sedikit pun oleh Narendra hanya Arzalah yang menyentuhnya.
Gebrak! Tiba-tiba Arza mengebrak meja. Dentuman musik yang keras tidak mengalahkan semangatnya.
"Gila, bisa enggak lo gak usah gebrak meja segala!" ujar Narendra ketus seraya kembali fokus ke layar ponselnya.
"Gue punya ide," lanjut Arza yang ditanggapi tatapan jengah dari Narendra.
"Paling cuman ide gila."
"Gue punya ide, dengerin baik-baik, gimana kalau lo nikah kontrak selama 5 tahun—" Belum selesai Arza menyampaikan ide briliannya Narendra sudah menyelah.
"Gila! Gue enggak mau!" ketus Narendra.
"Makanya dengerin dulu," ucap Arza gemas dengan sahabatnya itu.
"Gue lanjut ya, jika salah satu di antara kalian ada yang membatalkan kontrak sebelum 5 tahun maka ia didenda sepuluh triliun atau pihak kedua membocorkan ke media kalau kalian hanya nikah kontrak maka hal itu juga berlaku akan didenda sepuluh trilliun, jadi setelah 5 tahun kalian boleh pisah atau lanjutkan pernikahan kalian, kita harus ketemu om Bimo buat bahas masalah ini gimana?" jelas Arza panjang kali lebar.
"Tapi, cari ceweknya di mana?" tanya Narendra bingung walau ia memang sedikit setujuh dengan ide itu.
"Mau gue cariin?" tanyanya sembari menaik turunkan alis.
"Enggak usah," sambar Narendra cepat. Pasti cewek gak bener yang bakal Arza carikan untuknya.
Tiba-tiba mereka disamperin oleh seorang gadis cantik.
"Hy, Kak Arza, Kak Narend," sapa seorang wanita cantik yang berpenampilan seksi dan menor, wanita itu adalah Dian.
"Hy, Dian," balas Arza tersenyum.
Narendra tidak memperdulikan kedatangan Dian dan teman-temannya dia hanya fokus pada ponsel yang ia pegang. Tatapan Dian seakan ingin menerkam Narendra saat itu juga.
"Hy, Kak Narend, Kak kayaknya galau deh?" tanya Dian dengan tatapan memuja.
"Dia lagi cari calon istri," jawab Arza tanpa rasa bersalah. Narendra langsung menatap Arza tajam
"Ndra, sapa tahu kamu mau pilih di antara mereka," usul Arza seraya terkekeh.
Mendegar ucapan Arza, Narendra langsung menginjak kaki Arza sampai dia meringis kesakitan.
"Awh, selow Bro," tutur Arza seraya mengelus kakinya yang habis diinjak oleh Narendra.
"Kak Narend beneran cari calon istri, Kak Narend bisa pilih salah satu dari kami atau aku mau Kak jadi istri Kakak, atau Kakak mau kita pacaran dulu aku siap kok Kak," ucap Dian penuh harap dan kelewat narsis berharap Narendra akan memilihnya.
Dian bukanlah seorang jalang biasa dia adalah salah satu putri dari pengusaha sukses Indonesian. Jadi, dia suka seenaknya, dia berpikir dunia ada di gengamannya dan Narendra sangat jijik dengan wanita seperti ini.
Dengan menahan rasa jijiknya Narendra hanya tersenyum dan menggeleng pelan sebagai penolakannya.
Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam Narendra dan Arza kembali ke rumah mereka menggunakan mobil Arza. Saat mereka di jalan mereka berhenti karena pengaruh alkohol pada Arza belum hilang jadi mereka memilih singga di minimarket yang buka 24 jam.
Karena Narendra tidak pernah membawa uang cash. Jadi dia pergi untuk menarik uang tunai di tempat penarikan uang tunai di dekat minimarket itu, tapi naas Narendra melupakan pin ATM-nya dan ATM-nya tertelan oleh mesin ATM.
"Si*l, bisa-bisanya gue lupa pin ATM sendiri. Terpaksa minta uang Arza kalau gini," ucap Narendra sedikit kesal dan kembali pada Arza yang masih stay menunggunya.
"Za, minta gochen dong, ATM gue ketelen mesin ATM," ucap Narendra datar.
"Ya, elu parah, masa CEO lupa sama pin ATM sendiri sih," ucap Arza tak habis pikir, tetapi tetap memberi uang puluhan ribu pada Narendra untuk membeli mineral.
Setelah Arza mengantarkan Narendra ke rumahnya Arza pun kembali ke rumahnya juga. Narendra disambut oleh para maid yang bekerja pada rumah Narendra karena sebelumnya satpam Narendra telah menghubungi para maid tentang kedatangan sang tuan rumah untuk melayani kebetuhan tuan mereka dan menunggu perintah lebih lanjut.
Narendra memasuki rumahnya disambut oleh para maid. Narendra langsung menuju lantai dua tempat kamarnya berada untuk membersihkan diri dan mengistirahatkan tubunya yang kelelahan memikirkan bagaimana menemukan seorang gadis yang pas.
Menjalani semua ini bukan inginku. Namun, aku harus tetap bertahan demi mereka. __Tenri__ Pagi ini Narendra pergi ke Bank Artha Graha Internasional untuk mengganti ATM-nya yang tertelan di mesin ATM. Narendra diberi nomor antrian oleh pak satpam yang berjaga. Dia tidak percaya seorang CEO ternama antri? Padahal dia juga adalah nasabah prioritas di bank ini. Parah! Narendra jadi bahan perhatian di kantor tersebut karena setelan jas yang ia pakai sangat formal orang-orang berspekulasi bahwa dia bukan orang sembarangan. Karena di Indonesia setelan jas tidak terlalu dipakai saat bekerja, mereka hanya memakai jas saat ada acara penting saja. Narendra melihat di ujung sana seorang costumer servis sepertinya dia pernah melihat costumer itu, tetapi dia lupa di mana. "Nomor antrian 9 ke locet 3," suara mesin antrian menyebutkan nomor antrian Narendra. Lagi-lagi Narendra jadi bahan tontonan para karyawan wanita yang menatapnya memuja. "Halo Pak, saya Tenri ada yang bisa saya bantu?" tan
Bertemu denganmu di luar kehendakku. Mengenalmu bukan inginku. Aku tak pernah berpikir bahwa ini adalah awal dari semuanya. ____Tenri____ Hari ini Tenri kembali bekerja di cafee A. Walaupun rasa lelah melingkupinya ia tetap semangat untuk bekerja hanya ini yang dapat ia lakukan untuk orang tua. Karena hari ini adalah hari minggu jadi tamu membludak bahkan list waiting sangat banyak. Tenri sampai kualahan, tapi untung ada Dinda yang senantiasa membantunya. Lapisan keringat telah terlihat di dahinya, tapi hal tersebut tak mengurangi kecantikannya. Sampai tengah malam pun tamu belum juga reda malah bertambah banyak. Di saat Tenri sedang berbicara dengan Dinda lewat walkie tokie seorang tamu menyapanya. "Hy, Nona manis kamu bekerja di caffe ini juga? Bukanya kamu kerja di bank Artha Graha Internasional, ya?" tanya tamu itu yang tak bukan adalah Arza.
Hp Tenri berdering terus tapi sang empunya belum terbangung mungkin dia sangat lelah sudah dua kali dia pulang subuh dan itu membuatnya lelah. Karena Tenri lupa mengubah dering ponselnya menjadi silent jadi ponsel itu selalu bergetar dan akhirnya jatuh dan menimpannya. Langsung saja Tenri terbangung sudah ada 26 panggilan dari adiknya 'Ayu'. "Halo Dek, assalamualaikum," ucap Tenri mengangkat telefon, suaranya masih terdengar lesuh karena baru saja bangun dari tidurnya. "Wa'alaikumsalam, Kak bapak masuk rumah sakit dan harus di operasi kata dokter 50 juta dulu buat menjamin karena biaya operasinya 100 juta Kak," terdengar suara Ayu yang panik diiringi dengan isak tangis. "Astagfirullah, kapan bapak masuk, Dek?" tanya Tenri juga dengan suara panik, kini dia sudah sadar sepenuhnya dari rasa kantuk saat mendengar informasi dari sang adik yang ada di kampung. "Tadi pagi Kak, Adek udah hubungi Kakak tapi Kakak tidak angkat," jawab Ayu diseberang sana masih terisak. "Tenang Dek
Hari ini Tenri masuk kerja dengan keadaan yang sudah agak mendingan ketimbang kemarin. Tenri tidak ingin mencampur adukan masalah pribadi dan pekerjaannya jadi dia harus terlihat baik-baik saja, dia harus menghadapinya dengan berani tanpa rasa takut karena yang hanya dirinya sendiri yang dapat Tenri Andalkan. "Hy, bebz udah mendingan?" Sapaan itu mengalihkan atensi Tenri yang akan menaruh tasnya, lantas senyuman itu terbit di bibir manisnya, polesan make up itu sedikit mengurangi penampilannya yang menyedihkan. "Allhamdulilah udah mendingan, Yas," jawabnya pelan, dia sangat suka dengan sahabat ini yang selalu menanyakan kabarnya, hanya Yasmin yang benar-benar tulus untuk berteman dengannya. Setelah percakapan singkat itu, mereka kini fokus pada pekerjaan masing-masing untuk melayani nasabah yang sudah mulai berdatangan, mereka larut dalam pekerjaan sampai jam menunjukkan pukul dua belas siang yang berarti waktu istirahat telah tiba. Di saat itu pula Tenri izin pamit kepada Pak
"Lo denger sendiri kan tadi lewat panggilan video, Tenri mau hapus point ke tiga di perjanjian lo buat, fiks sih kalau bukan karena bapaknya mau operasi dia mungkin ga mau nikah kontrak sama lo," ujar Arza menggebu saat sedang menelpon dengan Narendra, si pelaku utama dalam drama ini. [Ck, gua ga terlalu perduli intinya semua dilakuin berdasarkan kontrak yang udah gua buat] balas Narendra dengan intonasi nada yang datar. "Siap Tuan muda, semuanya beres sesuai rencana, tapi Ndra lo ga penasaran ga sih sama kehidupan Tenri? Gua penasaran banget, gila! Kek di satu waktu dia kerja di cafee A, terus kerja lagi di bank, weekend juga masih kerja, ga ada istirahatnya, dia keknya tulang punggung keluarga deh plus anak sulung," tutur Arza penasaran dengan kehidupan pribadi Tenri karena jujur saja dia salut dengan wanita itu, mampu melakukan berbagai pekerjaan tanpa rass gengsi sedikitpun. Narendra yang mendengar ocehan Arza di sambungan. telepon ikut terdiam yang membuat Arza bingung ke
Tanpa mengucapkan apa pun mobil maybach hitam itu melesat ke jalan raya yang legang. Sama halnya dengan gadis cantik yang masih memaku ditempatnya dia belum beranjak sedikit pun hanya menatap jalan raya yang banyak kendaraan berlalu lalang di mana mobil Narendra berlalu. 'Hufft, kenapa sih dia tadi kek gitu, kalau aku nanti suka gimana? Ahhh enggak boleh, enggak boleh ingat Ten posisi kamu di mana!' Setelah memenangkan pikirannya Tenri berjalan kembali menuju kantornya karena dia minta diturunkan di depan gang yang tidak jauh dari bank tempatnya bekerja. Sementara itu, keesokan harinya terlihat seorang gadis cantik berjalan ke sebuah meja di mana ada seorang yang sedang fokus pada layar laptop. Kacamata baca bertengker manis di hidung mancungnya yang menambah berkali-kali lipat pesona dan ketampanan seorang Narendra Adipta Sonny "Pak, apa saya kirim lagi bunga seperti kemarin ke kantor Ibu Tenri?" tanya sekertaris cantik Narendra—Eka. "Tidak perlu," jawab Narendra tanpa mena
Pagi hari telah tiba di kota Jakarta. Kota yang tak pernah mati itu sudah dimulai berbagai aktivitas. Meskipun matahari belum menampakkan sinar terangnya.Sama halnya dengan seorang gadis berusia 25 tahun yang baru saja terbangun—jam pada ponselnya sudah menunjukkan pukul enam pagi.Gadis yang bernama lengkap Tenri Az-Zahra itu tengah bersiap- siap untuk pergi ke kantor. Karena dia sedang ada tes kenaikan jabatan. Jadi, Tenri harus menampilkan sikap yang baik.Hari ini Tenri sangat cantik dengan hijab biru gelapnya yang melekat apic di kepala serta dipadukan dengan rok berwarna hitam yang tidak terlalu spam dan dilengkapi dengan atasan kemeja biru lautnya. Tubuhnya yang pendek membuat ia tampak sangat imut."Semangat Ten," ucapnya menyemangati diri sendiri, setelahnya dia mengambil tasnya dan berlalu dari rumah kost tersubut....
Seperti biasanya ketika gadis cantik ini datang ke kantor dia selalu menyapa Pak Herman—satpam perusahaan tempatnya bekerja. Sikapnya yang ramah membuatnya disukai oleh banyak orang. Namun, tak banyak pula yang membencinya. Gadis itu, Tenri memasuki area perkantoran dengan senyum yang mengembang seakan dia tak mempunyai beban sedikitpun. "Pagi, Yas," sapanya kepada gadis cantik yang sudah duduk manis di kursinya. "Pagi juga gimana tidurnya, nyenyak?" tanya gadis tersebut Yasmin yang dibalas anggukan oleh Tenri. Setelah Tenri duduk di kursi kerjanya dan memulai rutinitas paginya tak berapa lama kepala cabang Tenri—pak Irfan datang menghampiri yang membuat gadis itu mau tak mau kembali berdiri dan menyapa kepala cabangnya tersebut. "Ten, kamu pergi ke perusahaan NC Group sekarang, ya. Soalnya kata kepala keuangan di sana beberapa karyawannya ingin payroll di bank kita hal itu disampaikan oleh Pak Rudi, kepala keuangan di per
Tanpa mengucapkan apa pun mobil maybach hitam itu melesat ke jalan raya yang legang. Sama halnya dengan gadis cantik yang masih memaku ditempatnya dia belum beranjak sedikit pun hanya menatap jalan raya yang banyak kendaraan berlalu lalang di mana mobil Narendra berlalu. 'Hufft, kenapa sih dia tadi kek gitu, kalau aku nanti suka gimana? Ahhh enggak boleh, enggak boleh ingat Ten posisi kamu di mana!' Setelah memenangkan pikirannya Tenri berjalan kembali menuju kantornya karena dia minta diturunkan di depan gang yang tidak jauh dari bank tempatnya bekerja. Sementara itu, keesokan harinya terlihat seorang gadis cantik berjalan ke sebuah meja di mana ada seorang yang sedang fokus pada layar laptop. Kacamata baca bertengker manis di hidung mancungnya yang menambah berkali-kali lipat pesona dan ketampanan seorang Narendra Adipta Sonny "Pak, apa saya kirim lagi bunga seperti kemarin ke kantor Ibu Tenri?" tanya sekertaris cantik Narendra—Eka. "Tidak perlu," jawab Narendra tanpa mena
"Lo denger sendiri kan tadi lewat panggilan video, Tenri mau hapus point ke tiga di perjanjian lo buat, fiks sih kalau bukan karena bapaknya mau operasi dia mungkin ga mau nikah kontrak sama lo," ujar Arza menggebu saat sedang menelpon dengan Narendra, si pelaku utama dalam drama ini. [Ck, gua ga terlalu perduli intinya semua dilakuin berdasarkan kontrak yang udah gua buat] balas Narendra dengan intonasi nada yang datar. "Siap Tuan muda, semuanya beres sesuai rencana, tapi Ndra lo ga penasaran ga sih sama kehidupan Tenri? Gua penasaran banget, gila! Kek di satu waktu dia kerja di cafee A, terus kerja lagi di bank, weekend juga masih kerja, ga ada istirahatnya, dia keknya tulang punggung keluarga deh plus anak sulung," tutur Arza penasaran dengan kehidupan pribadi Tenri karena jujur saja dia salut dengan wanita itu, mampu melakukan berbagai pekerjaan tanpa rass gengsi sedikitpun. Narendra yang mendengar ocehan Arza di sambungan. telepon ikut terdiam yang membuat Arza bingung ke
Hari ini Tenri masuk kerja dengan keadaan yang sudah agak mendingan ketimbang kemarin. Tenri tidak ingin mencampur adukan masalah pribadi dan pekerjaannya jadi dia harus terlihat baik-baik saja, dia harus menghadapinya dengan berani tanpa rasa takut karena yang hanya dirinya sendiri yang dapat Tenri Andalkan. "Hy, bebz udah mendingan?" Sapaan itu mengalihkan atensi Tenri yang akan menaruh tasnya, lantas senyuman itu terbit di bibir manisnya, polesan make up itu sedikit mengurangi penampilannya yang menyedihkan. "Allhamdulilah udah mendingan, Yas," jawabnya pelan, dia sangat suka dengan sahabat ini yang selalu menanyakan kabarnya, hanya Yasmin yang benar-benar tulus untuk berteman dengannya. Setelah percakapan singkat itu, mereka kini fokus pada pekerjaan masing-masing untuk melayani nasabah yang sudah mulai berdatangan, mereka larut dalam pekerjaan sampai jam menunjukkan pukul dua belas siang yang berarti waktu istirahat telah tiba. Di saat itu pula Tenri izin pamit kepada Pak
Hp Tenri berdering terus tapi sang empunya belum terbangung mungkin dia sangat lelah sudah dua kali dia pulang subuh dan itu membuatnya lelah. Karena Tenri lupa mengubah dering ponselnya menjadi silent jadi ponsel itu selalu bergetar dan akhirnya jatuh dan menimpannya. Langsung saja Tenri terbangung sudah ada 26 panggilan dari adiknya 'Ayu'. "Halo Dek, assalamualaikum," ucap Tenri mengangkat telefon, suaranya masih terdengar lesuh karena baru saja bangun dari tidurnya. "Wa'alaikumsalam, Kak bapak masuk rumah sakit dan harus di operasi kata dokter 50 juta dulu buat menjamin karena biaya operasinya 100 juta Kak," terdengar suara Ayu yang panik diiringi dengan isak tangis. "Astagfirullah, kapan bapak masuk, Dek?" tanya Tenri juga dengan suara panik, kini dia sudah sadar sepenuhnya dari rasa kantuk saat mendengar informasi dari sang adik yang ada di kampung. "Tadi pagi Kak, Adek udah hubungi Kakak tapi Kakak tidak angkat," jawab Ayu diseberang sana masih terisak. "Tenang Dek
Bertemu denganmu di luar kehendakku. Mengenalmu bukan inginku. Aku tak pernah berpikir bahwa ini adalah awal dari semuanya. ____Tenri____ Hari ini Tenri kembali bekerja di cafee A. Walaupun rasa lelah melingkupinya ia tetap semangat untuk bekerja hanya ini yang dapat ia lakukan untuk orang tua. Karena hari ini adalah hari minggu jadi tamu membludak bahkan list waiting sangat banyak. Tenri sampai kualahan, tapi untung ada Dinda yang senantiasa membantunya. Lapisan keringat telah terlihat di dahinya, tapi hal tersebut tak mengurangi kecantikannya. Sampai tengah malam pun tamu belum juga reda malah bertambah banyak. Di saat Tenri sedang berbicara dengan Dinda lewat walkie tokie seorang tamu menyapanya. "Hy, Nona manis kamu bekerja di caffe ini juga? Bukanya kamu kerja di bank Artha Graha Internasional, ya?" tanya tamu itu yang tak bukan adalah Arza.
Menjalani semua ini bukan inginku. Namun, aku harus tetap bertahan demi mereka. __Tenri__ Pagi ini Narendra pergi ke Bank Artha Graha Internasional untuk mengganti ATM-nya yang tertelan di mesin ATM. Narendra diberi nomor antrian oleh pak satpam yang berjaga. Dia tidak percaya seorang CEO ternama antri? Padahal dia juga adalah nasabah prioritas di bank ini. Parah! Narendra jadi bahan perhatian di kantor tersebut karena setelan jas yang ia pakai sangat formal orang-orang berspekulasi bahwa dia bukan orang sembarangan. Karena di Indonesia setelan jas tidak terlalu dipakai saat bekerja, mereka hanya memakai jas saat ada acara penting saja. Narendra melihat di ujung sana seorang costumer servis sepertinya dia pernah melihat costumer itu, tetapi dia lupa di mana. "Nomor antrian 9 ke locet 3," suara mesin antrian menyebutkan nomor antrian Narendra. Lagi-lagi Narendra jadi bahan tontonan para karyawan wanita yang menatapnya memuja. "Halo Pak, saya Tenri ada yang bisa saya bantu?" tan
"Mah, telepon Narenda, ada yang ingin Papa sampaikan," pinta seorang pria paruh bayah. Om Narendra yaitu om Salim. "Kenapa enggak Papa aja yang nelepon? Lagi berantem ya sama Narendra? Pa, Narendra itu udah dewasa palingan kamu cuman kasih saran aja sama dia, kalau kamu kerasin dia bakal ngebantah dan enggak mau ke rumah kita lagi," tukas tante Narendra tante Meli. Om Salim adalah adik dari papa Narendra–Sony–om salim juga yang mengajarkan bisnis keluarga Sony pada Narendra hingga berkembang sampai sekarang. Karena Meli tidak bisa punya anak jadi ia sangat menyayangi Narendra seperti anak kandungnya sendiri. "Iya Ma, kamu suruh ajak Arza sekalian," ucap salim pada istrinya lagi. Meli langsung saja menelpon nomor keponakan yang sudah ia anggap anaknya sendiri. "Hello, anak Tante yang ganteng, sebentar makan malam ke sini ya, kamu ajak A
Seperti biasanya ketika gadis cantik ini datang ke kantor dia selalu menyapa Pak Herman—satpam perusahaan tempatnya bekerja. Sikapnya yang ramah membuatnya disukai oleh banyak orang. Namun, tak banyak pula yang membencinya. Gadis itu, Tenri memasuki area perkantoran dengan senyum yang mengembang seakan dia tak mempunyai beban sedikitpun. "Pagi, Yas," sapanya kepada gadis cantik yang sudah duduk manis di kursinya. "Pagi juga gimana tidurnya, nyenyak?" tanya gadis tersebut Yasmin yang dibalas anggukan oleh Tenri. Setelah Tenri duduk di kursi kerjanya dan memulai rutinitas paginya tak berapa lama kepala cabang Tenri—pak Irfan datang menghampiri yang membuat gadis itu mau tak mau kembali berdiri dan menyapa kepala cabangnya tersebut. "Ten, kamu pergi ke perusahaan NC Group sekarang, ya. Soalnya kata kepala keuangan di sana beberapa karyawannya ingin payroll di bank kita hal itu disampaikan oleh Pak Rudi, kepala keuangan di per
Pagi hari telah tiba di kota Jakarta. Kota yang tak pernah mati itu sudah dimulai berbagai aktivitas. Meskipun matahari belum menampakkan sinar terangnya.Sama halnya dengan seorang gadis berusia 25 tahun yang baru saja terbangun—jam pada ponselnya sudah menunjukkan pukul enam pagi.Gadis yang bernama lengkap Tenri Az-Zahra itu tengah bersiap- siap untuk pergi ke kantor. Karena dia sedang ada tes kenaikan jabatan. Jadi, Tenri harus menampilkan sikap yang baik.Hari ini Tenri sangat cantik dengan hijab biru gelapnya yang melekat apic di kepala serta dipadukan dengan rok berwarna hitam yang tidak terlalu spam dan dilengkapi dengan atasan kemeja biru lautnya. Tubuhnya yang pendek membuat ia tampak sangat imut."Semangat Ten," ucapnya menyemangati diri sendiri, setelahnya dia mengambil tasnya dan berlalu dari rumah kost tersubut....