Zaura belum menjawab, tapi kedua matanya menatap mata sang ibu seolah meminta pendapat. Ibu Tika hanya mengangguk, hingga Zaura pun ikut mengangguk.
"I-iya Tante, demi ibu! Aku bersedia!"
Rosa tersenyum bahagia mendengar jawaban Zaura. Harapannya untuk menikahkan anak laki-lakinya akan segera terwujud.
"Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu ya tik. Karena Zaura juga sudah bersedia, aku akan secepatnya mempersiapkan pernikahan Al dan Zaura!"
"Aku minta maaf Ros, aku tidak bisa membantu kamu untuk mempersiapkan acara pernikahan Zaura dan anakmu. Tapi satu hal yang aku minta, pernikahan Zaura dan putramu di adakan secara sederhana saja. Aku tidak mau Zaura menjadi bahan gunjingan dari orang lain, biar kita saja yang menjadi saksi pernikahan mereka," kata Tika
"Kamu tenang saja Tika, aku yang akan menyiapkan semua. Tapi, kalau untuk konsep pernikahan sederhana, apa kamu bersedia Zaura? Atau nanti Tante buatkan pesta resepsi yang mewah untuk kamu dan Al?"
"Tidak usah Tante, cukup sederhana saja. Benar yang di katakan ibu tadi, saya tidak mau acara pernikahan yang sudah di konsep rapi menjadi berantakan karena mereka mengetahui siapa saya."
"Kamu tenang saja. Setelah kamu menikah dengan nanti, Tante tidak akan membiarkan siapapun menghina kamu. Karena Tante tahu, kamu tidak seperti yang mereka tuduhkan sayang."
Belum menikah saja, Rosa sudah menyayangi Zaura sampai Sudi melindungi Zaura dari hinaan dan caci maki orang lain. Apalagi jika Zaura suah menjadi menantunya. Itulah yang membuat Tika sedikit tenang jika putrinya menikah dan di terima dengan baik oleh keluarganya.
Setelah Rosa pamit, Zaura kembali menggenggam tangan ibunya. "Bu, ibu yakin mau menikahkan Zaura?"
"Yakin. Ibu sangat yakin, bahkan ibu bisa tenang karena kamu akan hidup di dalam keluarga yang menganggap kamu dan menyayangi kamu. Tidak seperti keluarga ibu sendiri yang malah menghina kamu."
"Baiklah, apapun untuk ibu, akan Zaura lakukan. Tapi Zaura hanya minta, ibu harus bertahan lebih lama lagi. Ibu gak boleh ninggalin Zaura."
"Baiklah, tapi ibu tidak janji!"
*
*
*
Rosa baru saja sampai di rumahnya, ternyata suami dan putranya sedang berkumpul di ruang tengah. Seperti kebiasaan mereka pada malam hari, yaitu berbincang satu sama lain sebelum tidur.
"Habis dari mana ma?"
"Dari rumah sakit pah, Mama baru saja jenguk sahabat Mama yang sedang sakit!"
"Kasihan sekali pah, sepertinya hidupnya tidak akan lama lagi. Dia menderita kangker otak stadium akhir, keluarganya tidak ada yang mau merawatnya. Hanya anaknya saja yang berada di rumah sakit menjaga ibunya."
"Oh iya, terus apa yang mau Mama lakukan?" tanya Gavin, ingin tahu apa rencana Rosa selanjutnya.
"Sebenarnya, Mama menyarankan dia untuk menjalani kemo agar bisa sembuh. Mama bahkan sudah berniat mau membayar biaya pengobatannya. Tapi Tika menolak, dia malah menitipkan putrinya pada Mama. Karena sejak dulu, Mama dan dia pernah berjanji untuk menjodohkan anak kami," jawab Rosa, seraya melirik putranya yang sibuk dengan ponselnya.
Alandra mendengarnya, tapi laki-laki itu masih tetap acuh seolah tidak mendengar ucapan ibunya.
"Kalau begitu, kita nikahkan saja anak sahabat Mama dengan Al. Al juga sudah cukup umur untuk menikah, gimana Al? Kamu mau kan?"
Mendengar namanya di sebut, Alandra mendongakkan wajah dan menatap kedua orang tuanya dengan tatapan tidak setuju.
"Tidak, aku tidak mau di jodohkan dengan siapapun."
Rosa mendengus kesal, selalu seperti itu jika membahas perjodohan dengan Alandra." Lalu sampai kapan kamu akan menikah? Kamu sudah cukup umur untuk menikah Al! Bahkan teman-teman kamu hampir semuanya sudah menikah dan memiliki anak, Mama juga mau punya cucu seperti teman-teman Mama."
"Kalau begitu, kenapa Mama gak nikahin Marisa saja Ma? Bukanya dia sudah dewasa dan sudah cukup umur untuk menikah?"
Plak!
Rosa memukul tangan anaknya pelan. Gemas dengan Alan yang selalu saja menjawab dan melawan orang tuanya.
"Kamu tahu sendiri Marisa itu baru lulus SMA, dia juga baru saja memulai kuliahnya di Swiss. Adikmu belum cukup umur untuk berumah tangga. Lagian, memangnya Kamu mau di langkahi sama adikmu?"
"Benar Al, kenapa kamu tidak menerima saja perjodohan Mama kamu? Papah bosan sekali melihat kamu sendirian, lama-lama kamu bisa jadi bujang lapuk nantinya!"
"Pfftt." Rosa hampir saja tertawa mendengar ucapan suaminya, tapi memang benar putranya ini sangat sulit di suruh untuk menikah.
"Pah, aku ingin menikah dengan wanita yang aku cintai. Aku mohon, bersabarlah sampai waktunya tiba aku akan membawa gadis itu ke hadapan kalian!"
Rosa memutar bola matanya dengan malas, selalu saja alasan itu yang di berikan anaknya. "Kamu minta Mama dan Papah buat bersabar, tapi sampai kapan? Kamu mau nunggu Mama mati dulu baru kamu akan menikah?" tanya Rosa, tak bisa menahan emosinya lagi melihat putranya yang sulit untuk di atur.
Bayangkan saja, umur Alandra sudah hampir tiga puluh tahun dan laki-laki itu belum juga menikah.
"Mama kok ngomongnya gitu, aku janji. Secepatnya aku akan membawa gadis itu ke hadapan Mama. Aku mohon ma, beri aku waktu sebentar lagi."
Rosa hanya menghela nafas berat, Gavin juga sebrnarnya kasihan melihat istrinya yang ingin sekali menimang cucu. Tapi mau bagaimana lagi, putranya memang sulit untuk di atur.
"Mah, memangnya anak teman Mama itu seperti apa? Apa mama punya fotonya? Papa pengen tahu. Kenapa Mama pengen banget jodohin Al sama wanita yang Mama maksud."
Rosa teringat, jika dulu Tika pernah mengirim foto putrinya padanya. Rosa merogoh ponsel mahalnya dari dalam tas, dan mencari-cari foto Zaura untuk di libatkan pada suaminya.
"Ini pah,cantik kan," kata Rosa dengan pede, seraya menyerahkan ponselnya pada suaminya.
"Wah, benar Mah dia cantik. Cocok kalau nikah sama Al, kalau begitu Papah dukung Mama seratus persen!" ujar Gavin ikut antusias.
Sementara Alandra hanya berdecak, karena Papahnya ikut-ikutan heboh seperti Mama nya.
"Tuh Al, dengar apa kata Papah kamu? Mama ini gak asal-asalan jodohin kamu sama perempuan. Anak teman Mama ini cantik, dan baik. Yakin masih mau nolak?"
Alandra hanya diam, seolah tidak mempedulikan ucapan Mamanya. "Nih, kamu lihat dulu orangnya. Jangan asal jawab gak mau, kamu belum tahu siapa wanita yang Mamamu maksud!"
Gavin menyerahkan ponsel milik istrinya pada anaknya. Sementara Alandra hanya menerima ponsel itu dengan malas, seolah tak tertarik dengan foto gadis yang di tunjukan di ponsel Mamanya tadi.
Ponsel Rosa kembali menghitam, tapi karena Alandra tahu pasword ponsel Rosa, Alandra kembali membuka ponsel itu dengan pasword yang dia tahu.
Hingga memunculkan foto seorang perempuan yang selama ini dia kejar, bahkan Alan drasampai sulit meyakinkan wanita itu agar mau menikah dengannya. Dialah Zaura, wanita yang kemarin dia cegat di hotel.
"Aku siap nikah sama dia!" ucap Alandra tegas!
"SAH!""SAH!"Kata itu terdengar nyaring di telinga Zaura. Pagi ini, dirinya sudah sah menjadi seorang istri dari pria bernama Alandra. Laki-laki yang tidak pernah Zaura temui, tapi kini mereka langsung di pertemukan di akad pernikahan.'Aku sudah melanggar janjiku sendiri,' ujarnya dalam hati.Di sampingnya, Tika menggamit tangannya dengan hangat. Pancaran kebahagiaan sangat terlihat dari wajahnya. Salah satu mimpi Tika yaitu menyaksikan putrinya menikah sebelum dia pergi selama-lamanya.Tika membantu Zaura untuk membawanya ke depan tempat akad. Dimana suami Zaura yang sudah menunggu di sana.Zaura duduk di samping pria itu, pria yang sudah menjadi suaminya. Tapi Zaura belum bisa menyadari jika pria di sampingnya adalah mantan bosnya.Hingga tiba saatnya, penghulu meminta Alandra untuk menyematkan cincin pernikahannya di jari manis Alara."Tangannya," kata Alandra, meminta tangan Zaura.Suara berat itu, Zaura seperti pernah mendengarnya. Sebelum memberikan tangannya, Zaura lebih dulu
Dengan langkah pasti, Zaura berjalan mendekati Naila. Tatapan mata yang tegas, rasanya Zaura sudah sangat muak dengan tingkah laku Naila yang selalu menghina dan membencinya. Naila sampai mengacaukan pernikahan Zaura dan Alandra."Apa maksud kamu kak? Aku bukan wanita seperti yang kamu tuduhkan tadi. Dan untuk kalian! Jangan percaya karena kakak sepupu saya ini hanya iri kepada saya," jelas Zaura, tapi orang-orang di depannya menatapnya dengan jijik. Seolah tidak percaya akan ucapan Zaura."Kamu mau mengelak bagaimana lagi Zaura? Bahkan bukti sudah di depan mata! Semua orang sudah melihat kelakuan busuk kamu! Seharusnya kamu sadar diri, kamu tidak pantas bersanding dengan Alandra.""Lalu siapa yang menurutmu pantas bersanding dengan Alandra? Kamu! Kamu tidak sadar diri kalau kamu lebih dari sekedar pelacur, aku yang menjadi saksi dimana kamu menyerahkan diri pada laki-laki hidung belang dan menerima uang sebagai upahnya.""Kurang ajar, berani sekali kamu menghinaku. Yang pelacur itu ka
Wanita bertubuh gempal itu maju ke depan, tatapan matanya menghunus tajam pada Naila yang terkejut, tidak menyangka istri dari pria yang dia jadikan sumber uangnya ternyata ada di sini.Sampai di atas pelaminan, wanita itu menarik rambut Naila sekuat tenaga. Suasana kembali riuh, mereka melihat istri sah yang melabrak pelakor, karena Alandra yang membuka semuanya.Ada yang menatap miris, terkejut dan banyak pula yang mencibir karena mereka menyayangkan sikap Naila yang masih muda tapi sudah menjadi penggoda suami orang lain."Sini kau, rasakan ini! Ternyata kau yang sudah merebut waktu suamiku, kau yang menghabiskan uang suamiku. Dasar jalang, aku tidak akan melepaskanmu pelacur!"Naila tidak bisa membalas, karena tubuh wanita itu jauh lebih besar dari pada dirinya yang kurus. Naila memberi tatapan memohon pada Zaura dan Alandra. Tapi Alandra tidak menoleh sama sekali, membiarkan Naila dan perempuan itu menjadi tontonan orang lain.Merasa suasana sudah semakin tidak kondusif, Alandra m
Sampai di trotoar jalan. Naila masuk ke dalam rumah sakit itu dengan mengenakan masker hitam di wajahnya. Naila tidak ingin ada satu orangpun yang mengenalnya, apalagis etelah insiden tadi sudah pasti banyak orang yang memviralkan dirinya. Naila mengendap-endap saat berjalan ke arah ruang rawat Tika, sudah seperti maling yang takut ketahuan. Naila memicingkan matanya, mencari cara agar dia bisa masuk ke dalam ruangan Tika. Sebelumnya, Naila memastikan tidak ada satu orang di dalam ruang rawat Tika. Setelah memastikan dan mengintip ruang rawat itu dari balik lubang kecil di pintu. ternyata ada perawat yang sedang menyuapi Tika makan. Terpaksa Naila harus menunggu seraya memainkan ponsel di tangannya. Menunggu perawat itu keluar agar Naila bisa menjalankan aksinya. "Aku yakin, setelah memberikan peringatan ini kepada Zaura, dia akan menjauhi Alandra. Dan di dunia ini, tidak akan pernah ada satu orangpun yang membelanya lagi. Zaura, aku sangat membencimu!" batinnya, dengan mata nyalang
Belum sampai di rumahnya, kedua tangan Naila masih bergetar mengingat kejadian tadi. Dimana dia membekap wajah Tika dengan bantal tebal, dan Naila sendiri yang menyaksikan tantenya meninggal.Wajah pucat dan sudah terbujur kaku, semakin membuat Naila menyadari jika dia sudah menjadi seorang pembunuh. Tatapanya terlihat cemas, andai saja waktu bisa terulang, Naila memilih untuk balas dendam saja pada Zaura, dan tidak harus membunuh Tika yang akan menghantuinya terus dengan rasa bersalah."Ya tuhan, gimana kalau ada yang tahu kalau aku yang membunuh Tante Tika. Semoga saja tidak ada yang melihat," gumam Naila, seraya menggigit kuku-kuku di tangannya hingga patah.Sampai di rumah, Naila terus terdiam. Matanya menatap kosong pada arah dinding di depannya. Kelakuan putrinya ini, mengundang tanya Belinda yang tidak pernah melihat putrinya melamun seperti ini."Naila, kamu kenapa?"Naila menoleh, menatap Belinda dengan senyum di bibirnya. "Aku gapapa mah, cuma sedikit lelah."Belinda menata
Suasana duka masih terasa kental, Zaura mengusap air matanya beberapa kali setelah menyaksikan jenazah ibunya yang sudah terkubur sempurna dengan tanah. seseorang yang paling berarti dalam hidupnya, dan satu-satunya orang yang selalu melindungi Zaura dari hinaan dan cacian orang lain. sekarang, apakah masih ada orang yang setulus itu menyayanginya selain ibunya? Zaura bahkan tidak percaya apakah suaminya akan memperlakukannya dengan baik, sebagaimana Tika yang selalu menyayanginya tanpa pamrih. "Sudah tenang?" Tanya Alandra, seraya menyerahkan satu botol minum yang sudah di buka untuk istrinya. Zaura menerimanya, meminum sedikit air yang di berikan suaminya. Alara merasa lebih baik, meskipun hatinya masih saja terasa hampa. Alara kembali bersimpuh di depan pusara ibunya, dengan setia Alandra masih menemani di sampingnya. Memberikan kekuatan penuh untuk istrinya, bahkan Rosa dan Gavin pun masih ada di belakang Zaura dan Alandra. Rosa maju satu langkah, ikut berjongkok di sampi
"S-sayang?" "Iya sayang, aku kan sayang sama kamu. kamu juga harus panggil aku sayang," jawab Alandra tanpa beban. "T-tapi, aku belum terbiasa pak, E-eh!!" Khafi tersenyum gemas melihat istrinya yang salah tingkah. sebenernya Alandra hanya bercanda, laki-laki itu hanya ingin melihat bagaimana reaksi istrinya yang menggemaskan ini. "Kalau begitu terserah kamu mau panggil apa, asalkan jangan bapak. Aku ngerasa tua banget kalau kamu panggil Bapak, masih muda dan tampan gini masa iya di panggil bapak." "Ya kan nanti kalau Udah punya anak di panggilnya bapak kan?" Tanya Zaura sedikit meluapkan kesedihannya. tapi Alandra malah fokus pada kalimat istrinya tadi. "Memangnya kamu mau punya anak dariku?" deg! Zaura menegang. Benar juga, memangnya dia sudah siap kalau punya anak? "Bukannya tujuan menikah itu untuk punya anak ya," jawab Zaura, seraya menggigit bibir bawahnya. Zaura takut salah bicara. "Aku mau banget punya anak, asalkan anakku lahir dari rahim anakku. Kamu yang
Tujuh hari berlalu sejak kematian Tika, Zaura mulai tinggal di rumah pribadi milik Alandra. sebelumnya, Rosa menyarankan agar Zaura tinggal saja di rumah megah milik keluarga besarnya, namun dengan tegas Alandra menolak, laki-laki itu ingin memiliki privasi dengan istrinya. seperti sekarang, bangun dari tidurnya Alandra sudah di siapkan secangkir kopi oleh istrinya. sesuatu yang membuat hati Alandra menghangat, ketulusan Zaura dan kebaikannya membuat Alandra tak bisa berpaling dari siapapun. "Di minum kopinya mas," kata Zaura, seraya menyerahkan satu cangkir kopi yang masih mengepulkan asap di atasnya. Alandra menerimanya, namun tak langsung meminum kopi tersebut. Alandra mengalungkan kedua tangannya di pinggang ramping sang istri, bibirnya mencium dahi Zaura dengan lembut. Cup! "Ke lima kalinya," gumam Alara, mengundang tanya dari Alandra. "Lima kali? Apa maksud kamu lima kali?" Tanya Alandra dengan dahi mengerut. "Sejak bangun tidur sampai sekarang, kamu sudah lima kali
Kedua pipi Launa memerah, tatkala seorang laki-laki yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya dan langsung memujinya. Setelah menoleh, ternyata Ziyan yang sedang memperhatikannya sejak tadi. Padahal Launa mengira itu suaminya."Eh, elo. Kirain Zayn.""Kenapa emang?""Gue tadinya salting kalo beneran Zayn yang muji gue. Eh tapi, beneran gue cocok pake baju kayak gini?" tanya Launa lagi, dengan memutar-mutar tubuhnya di depan cermin."Bagus kok, cantik," kata Ziyan lagi, mengakui kalau Launa memang sangat cantik mengenakan gamis berwarna maroon lengkap dengan hijabnya."Kalo gitu gue gak bakal ganti lagi. Gue mau ke kampus pake gamis ini aja. Gue yakin si, pasti banyak orang-ornag yang terpesona.""Terpesona! Inget, udah punya suami!""Ya iya Ziyan tenang aja. Gue juga inget kok."Tiba di ruang makan, semuanya sarapan dengan tenang. Sesekali Aqlan melihat emangnya yang tampak pangling, masih tidak menyangka jika menantunya sudah langsung berubah dan mau memakai set hijab seperti ini."La
Siang harinya, Khafi menemui sahabatnya di kantor miliknya. Saat ini, Khafi emang membutuhkan Hanif sebagai orang yang dia andalkan termasuk partner curhatnya juga. Dan Hanif juga banyak tahu tentang masalah yang di hadapi oleh Khafi saat ini."Ada apa? Tumben banget pakmil satu ini tiba-tiba datang ke sini.""Gue lagi pusing nif," jawab Khafi, seraya mendaratkan bokongnya duduk di atas sofa ruangan Hanif."Pusing? Kepala Lo kambuh lagi?" tanya Hanif hawatir."Ck, bukan!""Lah, terus apa?""Ada sesuatu yang harus kita selidiki. Hampir satu bulan ini, cafe Alara ada masalah. Pemasukan tiba-tiba menurun, padahal pelanggan tetap rame seperti biasa. Udah ada satu orang yang jadi tersangka, tapi dia kabur.""Terus masalahnya apa? Kenapa gak langsung laporin aja tu orang yang ngambil uangnya?"Khafi menatap Hanif dengan tajam. Jika masalahnya hanya itu, mungkin Khafi tidak mungkin menemuinya untuk mengajak Hanif diskusi."Masalahnya, gue yakin pasti ada orang yang ikut campur dan jadi dalan
"Siap," sahut Naila langsung menaiki mobil dan duduk di samping Khafi.Khafi melakukan mobilnya dengan kecepatan cepat, namun cenderung lebih lambat. Sambil sesekali melihat ke samping berhadap bisa menemukan istrinya."Bang, kita mau cari mbak Alara kemana?" tanya Naila dengan nada malas."Ke Cafenya," jawab Khafi singkat. Bahkan sejak tadi Khafi tidak mempedulikan ocehan Naila yang membuat telinganya panas.Bagiamana tidak panas, Naila selalu membicarakan keburukan Alara. Kembali memanas-manasi keadaan agar Khafi tidak perlu mencari Alara."Abang, sebenarnya keputusuan Abang itu udah tepat. Abang nyuruh mbak Alara pergi karena itu kesalahan dia sendiri, Abang yakin masih mau memaafkan mbak Alara sedangkan mbak Alara sudah sejauh ini membohongi Abang."Cekiiittt!Dahi Naila terbentur ke atas dashboard, Khafi menatapnya dengan tajam."A-abang kenapa ngerem mendadak sih," Kesal Naila karena Khafi seperti sengaja ngerem mendadak, tapi setelah melihat gelagat Khafi yang sepertinya marah
Alandra mengecupi seluruh permukaan wajahnya. Memberikan istrinya ketenangan, agar Zaura tak lagi meratapi rasa sakitnya karena perawan ya sudah benar-benar pecah oleh Alandra, suaminya sendiri. Alandra sedikit menyesal karena hal ini ternyata sangat menyakiti istrinya. Tapi, masa iya dia tidak boleh melakukan hubungan suami istri yang justru dia dan istrinya sudah halal. "Berhenti saja hhhm? Aku gak akan melanjutkannya kalau kamu masih merasa sakit," ucap Alandra, dengan membelai wajah istrinya dengan tangannya. "Jangan! Kenapa harus berhenti?" "Kamu kesakitan, aku gak tega lihatnya!" "Sakitnya cuma sebentar mas. Sebentar lagi mungkin hilang, maaf kalau aku begini karena rasanya benar-benar sakit." "Tidak apa-apa. Aku tidak akan melanjutkannya, biar punya kamu membiaskan diri dengan milik aku." Zaura mengangguk, demi mengalihkan perhatian suaminya Zaura memulainya dengan meraih wajah suaminya dan mencium bibir laki-laki itu. Tentu saja Alandra tidak menolak, dia juga membalas l
Alandra tertawa melihat istrinya yang ketakutan Melihat rudal sakti miliknya. Bagaimana jadinya jika Alandra sampai memasukan rudal saktinya ke dalam goa sempit milik istrinya. Pastinya sangat nikmat, dan Alandra semakin tak sabar menunggu waktunya tiba. Tapi Alandra tak ingin melakuaknya secara langsung, laki-laki itu tidak ingin menakut-nakuti Zaura dengan rudal miliknya yang sudah seperti pedang sakti. "Kenapa Hhhm?" Tanya Alandra, seraya menciumi bahu tebuka istrinya. "I-itu apa mas? k-kenapa besar sekali?" "Ini benda yang akan bikin kamu keenakan. Kenapa malah takut Hhm? Ayo pegang," tukas Alandra, kembali menarik tangan istrinya. Zaura kembali menarik tangannya, rasanya dia enggan melihat ke arah rudal suaminya yang sudah mencuat ke atas. Apalagi sampai menyentuhnya, membayangkannya saja Zaura sudah bergidik ngeri. Lagi-lagi Alandra di buat tertawa dengan sikap sikap istrinya. Zaura takut dengan rudal miliknya, dan apakah Alandra akan berhenti saja? Oh tidak, sulit ba
Tidak berhenti di situ, dan Alandra tidak ingin memandanginya saja. Seraya memajukan wajahnya, bibirnya menyentuh puncak kuncup cokelat itu dan menjilatinya pelan. Zaura kembali bergetar. karena Alandra mulai memasukan seluruh permukaan bukit kembar itu ke dalam mulutnya, menyedotnya dengan kuat. seperti bayi yang kehausan. Sementara tangan satunya lagi masih memberikan remasan kecil di bukit satunya lagi. Bagaimana zuara tidak mengenal lagi. sedangkan perbuatan suaminya ini membuatnya tak kuasa untuk sekedar menahan desahannya. Zaura mendongak, menikmati setiap sesapan suaminya. Zaura juga meremas rambut Alandra dan menekannya hingga bukit kembar itu terasa penuh di mulutnya. Usai memberikan rangsangan melalui bukit kembar istrinya. Alandra mencium seluruh permukaan perut Zaura hingga Zaura menggeliat kegelian. Zaura merasa banyak sekali kupu-kupu yang hinggap di perutnya. Rasanya aneh, dan Zaura tidak sabar untuk menantikan kegiatan selanjutnya. "Ssssh, mas!" jerit Zaura,
Bukan hanya Alandra yang terkejut, melainkan Zaura yang langsung saja menutup tubuh mungilnya dengan jubah mandi yang di bawanya tadi. Tapi tetap saja, Alandra bahkan masih teringat dengan dua gundukan besar yang sebelumnya dia lihat tadi. "M-mas, kamu mau apa?" tanya Zaura gugup, jangan tanya pipinya yang sudah memerah bagaikan tomat busuk. Ingin rasanya Zaura menenggelamkan dirinya ke dasar laut paling dalam, malu sekali. "Aku mau ganti baju sayang," jawab Alandra, tanpa mengalihkan pandanganya dari sang istri malam ini yang terlihar sangat cantik. "K-kamu tunggu di luar! Aku ganti baju dulu," cicit Zaura seraya mendorong pintu. Grep! Alandra membawa Zaura ke dalam pelukannya. Istrinya sudah berpakaian seperti ini, mana mungkin Alandra akan membiarkan suaminya lolos begitu saja. "Sudah cantik begini, mau kemana Hhm?" "L-lepas mas, aku gak mau kemana-mana kok." "Kamu menggodaku sayang?" tanya Alandra, Dengan mendekatkan bibir tebalnya di cerik leher sang istri. Seke
"A-apa maksud Tante?" tanya Zea dengan perasaan takut. Karena sakarang, Rosa menatap Zea dengan tatapan membunuh. Zea menelan salivanya yang sedikit sulit, karena baru kali ini Zea melihat kemarahan Rosa. "Dengar Zea! kamu tidak perlu mengandaai-andiakan diri kamu untuk menikah dengan putra saya. Alandra sudah menikah, dan wanita yang cocok dengan Al itu hanya dia, Zaura. Saya tidak akan pernah Sudi anak saya bersanding dengan wanita murahan seperti kamu. sebelum kamu bermimpi, alangkah lebih baiknya kamu ngaca Zea, kamu tidak sebanding dengan keluarga saya!" Deg! Perasaan itu terasa menghantam perasaan Zea. Bagaimana mungkin, dia di tolak mentah-mentah oleh laki-laki yang dia cintai sendiri. Bahkan, Rosa juga mengatakannya murahan. Tanpa sadar, kedua tangannya Zea mengepal kuat. "Tan, Tante tidak bisa seperti itu. Tante harus mengerti perasaan Al. Dia mencintai aku, tapi karena keegoisan Tante malah menikahkan dia dengan Zaura. itu sama saja dengan Tante melukai anak Tante
Selesai perawatan, Rosa langsung mengajak menantunya untuk berbelanja keliling Mal. Sebelumnya, Zaura yang tak pernah pergi ke tempat seperti ini tampak bingung. Zaura bingung harus membeli apa, karena pakaian yang di sediakan Alandra sudah banyak di rumah mereka. Bahkan masih banyak baju yang bercampur yang belum pernah Zaura pakai. Mertuanya benar-benar mengajaknya belanja puas-puasan. Rosa mengerti jika menantunya pasti tidak akan mau memilih apapun, karena sebelum menyentuh dan melihatnya saja Zaura sudah kaget dengan harga yang di bandrol di sana. Tapi Rosa tak tinggal diam, wanita paruh baya yang masih kelihatan muda itu dengan cekatan mengambil beberapa barang untuknya dan untuk Rosa. "Ma, banyak sekali, ini untuk siapa?" Rosa tersenyum, mengusap punggung tangan Zaura dengan lembut. "Ini semua untuk kamu sayang, kamu ini seorang pebisnis jadi harus mempunyai banyak koleksi tas dan sepatu seperti Mama." "T-tapi, di rumah juga masih banyak barang yang belum pernah kepake