Bab 3
Telinga Zaura panas mendengar perkataan yang di lontarkan oleh Naila, saudara sepupunya sendiri.
Zaura mengepalkan tangannya, kemudian memutar tubuhnya menghadap Naila yang tersenyum culas. "Apa maksud kamu?"
"Maksud aku? Kamu jual diri kan? Demi pengobatan ibu kamu, emangnya aku gak tau kelakuan bejat kamu Zaura!"
"Dasar pelacur! Udah jadi anak haram, eh malah bikin dosa dengan menjual diri sama om om hidung belang. Yaa ampun, sesat banget hidup kamu Zaura!"
Zaura menunjuk Naila dengan kesal, kekesalannya sudah tidak bisa dia tahan lagi. "Aku bukan pelacur seperti yang kamu katakan kak! Aku tidak menjual diri!" Belanya, berusaha menepis tuduhan Naila. Meskipun pada kenyataanya, Zaura memang melakukan hal itu tapi gagal.
"Oh ya, terus ini siapa? Mau ngelak gimana lagi Zaura," cibir Naila, seraya memperlihatkan foto Zaura yang sedang berada di hotel yang di datanginya tadi.
Zaura berusaha mengambil ponsel itu tapi kalah cepat, Naila menyembunyikan ponselnya kembali ke dalam tasnya.
"Dari mana kamu mendapatkan foto itu?"
"Kenapa? Sekarang ngaku kan kalau kamu itu seorang jalang!"
Zaura kembali mengepalkan tangannya. Rasanya, dia ingin menampar Naila tapi Zaura masih berusaha menahannya.
"Aku bukan jalang! Aku memang sempat akan mengambil jalan pintas itu untuk menyelamatkan nyawa ibu. Tapi semuanya gagal, aku gak melakukan hal yang kamu tuduhkan tadi kak."
"Alah, udahlah Zaura. Seberapa keras kamu membela diri aku gak akan pernah percaya. Sekalinya jalang kamu tetap jalang! Memang benar ya, kelakuan kamu itu tidak jauh seperti ibumu yang seorang pelacur!"
Plak!
Tidak tahan lagi, sejak tadi tangannya sudah gatal ingin menampar mulut lemas Naila "Cukup kak! Sudah aku bilang kalau aku bukan anak haram, aku punya ayah. Aku juga bukan jalang seperti yang kamu katakan tadi. Ada Masalah apa sih kamu sama aku? Kenapa kamu selalu membenciku kak? Seharusnya kamu menyadari kalau jalang itu kamu, bukan aku!"
"Dan satu lagi, jangan bawa-bawa ibuku. Ibuku bukan pelacur, dia wanita baik-baik!"
"Apa kamu bilang? Wanita baik-baik? Kalau memang Tante Tika itu wanita baik, tidak mungkin dia membawa kamu seorang diri tanpa seorang suami."
"Dan Kamu gak perlu tau alasan kenapa aku membenci kamu Zaura, tapi sampai kapanpun aku akan tetap membenci kamu!"
Sejak dulu, Naila memang selalu membenciya. Entah karena alasan apa, dari dulu Zaura juga selalu mengalah demi kakak sepupunya itu. Ya, dari dulu Naila memang selalu iri terhadap Zaura.
Naila sampai tega memfitnah Zaura dan menyebarkan berita pada orang lain kalau Zaura adalah anak haram. Pada saat itu, Zaura berusaha untuk tidak mendengarnya, tapi semakin kesini telinga Zaura panas mendengar hinaan itu.
Bahkan, sekarang Zaura sudah tidak memiliki teman lagi yang mau dekat dengannya. Naila melarang teman-teman Zaura untuk bermain dengan Zaura karena Zaura adalah anak haram.
Naila menatap zuara sinis. "Berani kamu menamparku, aku akan memperlihatkan foto ini pada orang lain kalau kamu adalah wanita bayaran yang siap melayani pria hidung belang," ancamnya.
"Silahkan! Silahkan kamu fitnah aku sampai kamu puas kak. Tapi jangan pernah kamu lupa, jika Suatu saat karma akan datang padamu. Aku bersumpah, kamu akan mengalami penderitaan yang lebih dari aku alami!"
Setelah mengatakan itu, Zaura pergi. Rasa lapar yang melilit perutnya tadi hilang seketika, berganti dengan rasa kesal dan emosi yang luar biasa. Entah dari mana Naila mendapatkan foto itu, karena sejak di hotel tadi Zaura tidak menyadari keberadaan orang yang membuntutinya.
Ya, Naila memang selalu berhasil memancing emosi Zaura. Dan akhirnya Zaura lah yang tertuduh melukai Naila.
*
*
*
Zaura menenangkan diri di taman rumah sakit. Hatinya teramat sakit mendengar penghinaan Nayla. Zaura juga menyesali perbuatannya karena harus mengambil jalan pintas seperti ini.
Tapi keberuntungan masih berpihak padanya, Alandra berhasil menghalanginya dan sampai saat ini kesucian Zaura masih terjaga.
Zaura merasa masalah begitu banyak menghantam kehidupannya. Prinsipnya untuk tidak menikah mulai goyah tatkala ibunya memintanya untuk menikah. Bagaimana jika suaminya nanti merasa malu menikah dengannya? Karena bukan hanya sekali dua kali Naila menyebarkan fitnah tentang Zaura.
Bahkan, Zaura merasa dunia mengucilkannnya sekarang. Tak ada tempat untuk dia bertumpu selain ibunya, hanya Tika yang Zaura punya saat ini.
*
*
*
Di dalam ruang rawat, Tika di datangi oleh Rosa yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Dulu, Tika dan Rosa pernah berjanji untuk menjodohkan anak-anak mereka jika sudah dewasa.
Dan sekarang, Tika menagih janji itu karena merasa umurnya sudah tidak akan lama lagi. Tika mau anaknya ada yang menjaga dan melindunginya.
"Rosa, bagaimana dengan perjodohan yang kita bicarakan dulu, apa kamu masih mengingatnya?" tanya Tika, berharap Rosa masih mengingat janji mereka.
"Tentu saja aku ingat. Apa kita akan menikahkan mereka sekarang?"
"Tapi Ros, kehidupan yang di lalui anaku tidak baik-baik saja. Selama ini, dia selalu mendapat hinaan dan cacian dari orang lain. Sebagai seorang ibu, aku berusaha melindungi Zaura dari fitnah itu. Tapi tetap saja, untuk orang yang tidak suka dengan kehidupanku dan Zaura tetap saja memfitnah dan menghina kami, tapi percayalah, Zaura adalah gadis baik dan penurut," ujar Tika dengan tatapan sendu.
"Kamu hawatir dengan tanggapanku yang akan ikut-ikutan menggunjing putrimu? Tidak akan Tika! Bahkan, aku pasti bahagia karena bisa memiliki anak perempuan lagi, meskipun pada kenyataanya dia adalah menantuku!"
"Lalu, bagaimana dengan suamimu dan putramu? Apa dia sudah mengetahui bagaimana kehidupan putriku?" tanya Tika, masih tetap dengan kehawatirannya.
"Tenang saja Tika. Suami dan putraku tidak akan terpengaruh dengan berita yang belum tentu kebenarannya. Karena aku juga ingin putraku ini cepat menikah, dia sudah cukup umur untuk menikah, tapi sampai saat ini dia belum pernah mengenalkan satu permepuanpun pada aku !"
"Syukurlah kalau begitu, aku hanya ingin anakku ada yang menjaga jika aku pergi nanti. Aku minta tolong, jaga putriku ya Ros."
"Tika kamu harus kuat! Tika yang aku kenal itu tidak mudah menyerah, kamu pasti bisa mendampingi Zaura lebih lama lagi," ungkap Rosa, berusaha menahan kesedihannya melihat kondisi sahabatnya yang semakin memburuk.
"Umur manusia tidak ada yang tahu Rosa. kondisiku juga semakin memburuk, dan kemungkinan umurku Tidak akan lama lagi. Maka dari itu, kutitipkan putriku padamu. Lindungi anakku jika orang lain masih menghinanya, dan tolong katakan pada Zaura tentang siapa ayah kandungnya, karena dia berhak mengetahuinya. Tapi tidak sekarang, aku menitipkan amanah besar ini padamu ros!"
Rosa mengangguk, kemudian memeluk Tika dengan erat. Seolah pelukan itu adalah pelukan terlahir untuk mereka.
"Dimana Zaura, kenapa dia tidak ada di sini Tika?"
"Oh, dia sedang keluar. Mungkin sebentar lagi akan datang."
Pucuk di cinta ulam pun tiba, yang di bicarakan ternyata datang tepat pada waktunya. Setelah menenangkan diri di taman, Zaura kembali ke ruang rawat ibunya.
"Zaura, sini nak," panggil Tika, meminta Zaura mendekat.
"Zaura, kenalkan ini Tante Rosa. Tante Rosa ini sahabat ibu," ujar Tika, mengenalkan zaur pada calon mertuanya. Hingga keduanya berjabat tangan
"Zaura."
"Rosa."
"Cantik sekali," puji Rosa, yang tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Zaura.
"Bagaimana Zaura, kamu mau kan menikah dengan anak Tante?"
Deg!
Zaura belum menjawab, tapi kedua matanya menatap mata sang ibu seolah meminta pendapat. Ibu Tika hanya mengangguk, hingga Zaura pun ikut mengangguk."I-iya Tante, demi ibu! Aku bersedia!"Rosa tersenyum bahagia mendengar jawaban Zaura. Harapannya untuk menikahkan anak laki-lakinya akan segera terwujud."Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu ya tik. Karena Zaura juga sudah bersedia, aku akan secepatnya mempersiapkan pernikahan Al dan Zaura!""Aku minta maaf Ros, aku tidak bisa membantu kamu untuk mempersiapkan acara pernikahan Zaura dan anakmu. Tapi satu hal yang aku minta, pernikahan Zaura dan putramu di adakan secara sederhana saja. Aku tidak mau Zaura menjadi bahan gunjingan dari orang lain, biar kita saja yang menjadi saksi pernikahan mereka," kata Tika"Kamu tenang saja Tika, aku yang akan menyiapkan semua. Tapi, kalau untuk konsep pernikahan sederhana, apa kamu bersedia Zaura? Atau nanti Tante buatkan pesta resepsi yang mewah untuk kamu dan Al?""Tidak usah Tante, cukup sederhana
"SAH!""SAH!"Kata itu terdengar nyaring di telinga Zaura. Pagi ini, dirinya sudah sah menjadi seorang istri dari pria bernama Alandra. Laki-laki yang tidak pernah Zaura temui, tapi kini mereka langsung di pertemukan di akad pernikahan.'Aku sudah melanggar janjiku sendiri,' ujarnya dalam hati.Di sampingnya, Tika menggamit tangannya dengan hangat. Pancaran kebahagiaan sangat terlihat dari wajahnya. Salah satu mimpi Tika yaitu menyaksikan putrinya menikah sebelum dia pergi selama-lamanya.Tika membantu Zaura untuk membawanya ke depan tempat akad. Dimana suami Zaura yang sudah menunggu di sana.Zaura duduk di samping pria itu, pria yang sudah menjadi suaminya. Tapi Zaura belum bisa menyadari jika pria di sampingnya adalah mantan bosnya.Hingga tiba saatnya, penghulu meminta Alandra untuk menyematkan cincin pernikahannya di jari manis Alara."Tangannya," kata Alandra, meminta tangan Zaura.Suara berat itu, Zaura seperti pernah mendengarnya. Sebelum memberikan tangannya, Zaura lebih dulu
Dengan langkah pasti, Zaura berjalan mendekati Naila. Tatapan mata yang tegas, rasanya Zaura sudah sangat muak dengan tingkah laku Naila yang selalu menghina dan membencinya. Naila sampai mengacaukan pernikahan Zaura dan Alandra."Apa maksud kamu kak? Aku bukan wanita seperti yang kamu tuduhkan tadi. Dan untuk kalian! Jangan percaya karena kakak sepupu saya ini hanya iri kepada saya," jelas Zaura, tapi orang-orang di depannya menatapnya dengan jijik. Seolah tidak percaya akan ucapan Zaura."Kamu mau mengelak bagaimana lagi Zaura? Bahkan bukti sudah di depan mata! Semua orang sudah melihat kelakuan busuk kamu! Seharusnya kamu sadar diri, kamu tidak pantas bersanding dengan Alandra.""Lalu siapa yang menurutmu pantas bersanding dengan Alandra? Kamu! Kamu tidak sadar diri kalau kamu lebih dari sekedar pelacur, aku yang menjadi saksi dimana kamu menyerahkan diri pada laki-laki hidung belang dan menerima uang sebagai upahnya.""Kurang ajar, berani sekali kamu menghinaku. Yang pelacur itu ka
Wanita bertubuh gempal itu maju ke depan, tatapan matanya menghunus tajam pada Naila yang terkejut, tidak menyangka istri dari pria yang dia jadikan sumber uangnya ternyata ada di sini.Sampai di atas pelaminan, wanita itu menarik rambut Naila sekuat tenaga. Suasana kembali riuh, mereka melihat istri sah yang melabrak pelakor, karena Alandra yang membuka semuanya.Ada yang menatap miris, terkejut dan banyak pula yang mencibir karena mereka menyayangkan sikap Naila yang masih muda tapi sudah menjadi penggoda suami orang lain."Sini kau, rasakan ini! Ternyata kau yang sudah merebut waktu suamiku, kau yang menghabiskan uang suamiku. Dasar jalang, aku tidak akan melepaskanmu pelacur!"Naila tidak bisa membalas, karena tubuh wanita itu jauh lebih besar dari pada dirinya yang kurus. Naila memberi tatapan memohon pada Zaura dan Alandra. Tapi Alandra tidak menoleh sama sekali, membiarkan Naila dan perempuan itu menjadi tontonan orang lain.Merasa suasana sudah semakin tidak kondusif, Alandra m
Sampai di trotoar jalan. Naila masuk ke dalam rumah sakit itu dengan mengenakan masker hitam di wajahnya. Naila tidak ingin ada satu orangpun yang mengenalnya, apalagis etelah insiden tadi sudah pasti banyak orang yang memviralkan dirinya. Naila mengendap-endap saat berjalan ke arah ruang rawat Tika, sudah seperti maling yang takut ketahuan. Naila memicingkan matanya, mencari cara agar dia bisa masuk ke dalam ruangan Tika. Sebelumnya, Naila memastikan tidak ada satu orang di dalam ruang rawat Tika. Setelah memastikan dan mengintip ruang rawat itu dari balik lubang kecil di pintu. ternyata ada perawat yang sedang menyuapi Tika makan. Terpaksa Naila harus menunggu seraya memainkan ponsel di tangannya. Menunggu perawat itu keluar agar Naila bisa menjalankan aksinya. "Aku yakin, setelah memberikan peringatan ini kepada Zaura, dia akan menjauhi Alandra. Dan di dunia ini, tidak akan pernah ada satu orangpun yang membelanya lagi. Zaura, aku sangat membencimu!" batinnya, dengan mata nyalang
Belum sampai di rumahnya, kedua tangan Naila masih bergetar mengingat kejadian tadi. Dimana dia membekap wajah Tika dengan bantal tebal, dan Naila sendiri yang menyaksikan tantenya meninggal.Wajah pucat dan sudah terbujur kaku, semakin membuat Naila menyadari jika dia sudah menjadi seorang pembunuh. Tatapanya terlihat cemas, andai saja waktu bisa terulang, Naila memilih untuk balas dendam saja pada Zaura, dan tidak harus membunuh Tika yang akan menghantuinya terus dengan rasa bersalah."Ya tuhan, gimana kalau ada yang tahu kalau aku yang membunuh Tante Tika. Semoga saja tidak ada yang melihat," gumam Naila, seraya menggigit kuku-kuku di tangannya hingga patah.Sampai di rumah, Naila terus terdiam. Matanya menatap kosong pada arah dinding di depannya. Kelakuan putrinya ini, mengundang tanya Belinda yang tidak pernah melihat putrinya melamun seperti ini."Naila, kamu kenapa?"Naila menoleh, menatap Belinda dengan senyum di bibirnya. "Aku gapapa mah, cuma sedikit lelah."Belinda menata
Suasana duka masih terasa kental, Zaura mengusap air matanya beberapa kali setelah menyaksikan jenazah ibunya yang sudah terkubur sempurna dengan tanah. seseorang yang paling berarti dalam hidupnya, dan satu-satunya orang yang selalu melindungi Zaura dari hinaan dan cacian orang lain. sekarang, apakah masih ada orang yang setulus itu menyayanginya selain ibunya? Zaura bahkan tidak percaya apakah suaminya akan memperlakukannya dengan baik, sebagaimana Tika yang selalu menyayanginya tanpa pamrih. "Sudah tenang?" Tanya Alandra, seraya menyerahkan satu botol minum yang sudah di buka untuk istrinya. Zaura menerimanya, meminum sedikit air yang di berikan suaminya. Alara merasa lebih baik, meskipun hatinya masih saja terasa hampa. Alara kembali bersimpuh di depan pusara ibunya, dengan setia Alandra masih menemani di sampingnya. Memberikan kekuatan penuh untuk istrinya, bahkan Rosa dan Gavin pun masih ada di belakang Zaura dan Alandra. Rosa maju satu langkah, ikut berjongkok di sampi
"S-sayang?" "Iya sayang, aku kan sayang sama kamu. kamu juga harus panggil aku sayang," jawab Alandra tanpa beban. "T-tapi, aku belum terbiasa pak, E-eh!!" Khafi tersenyum gemas melihat istrinya yang salah tingkah. sebenernya Alandra hanya bercanda, laki-laki itu hanya ingin melihat bagaimana reaksi istrinya yang menggemaskan ini. "Kalau begitu terserah kamu mau panggil apa, asalkan jangan bapak. Aku ngerasa tua banget kalau kamu panggil Bapak, masih muda dan tampan gini masa iya di panggil bapak." "Ya kan nanti kalau Udah punya anak di panggilnya bapak kan?" Tanya Zaura sedikit meluapkan kesedihannya. tapi Alandra malah fokus pada kalimat istrinya tadi. "Memangnya kamu mau punya anak dariku?" deg! Zaura menegang. Benar juga, memangnya dia sudah siap kalau punya anak? "Bukannya tujuan menikah itu untuk punya anak ya," jawab Zaura, seraya menggigit bibir bawahnya. Zaura takut salah bicara. "Aku mau banget punya anak, asalkan anakku lahir dari rahim anakku. Kamu yang
"A-apa maksud Tante?" tanya Zea dengan perasaan takut. Karena sakarang, Rosa menatap Zea dengan tatapan membunuh. Zea menelan salivanya yang sedikit sulit, karena baru kali ini Zea melihat kemarahan Rosa. "Dengar Zea! kamu tidak perlu mengandaai-andiakan diri kamu untuk menikah dengan putra saya. Alandra sudah menikah, dan wanita yang cocok dengan Al itu hanya dia, Zaura. Saya tidak akan pernah Sudi anak saya bersanding dengan wanita murahan seperti kamu. sebelum kamu bermimpi, alangkah lebih baiknya kamu ngaca Zea, kamu tidak sebanding dengan keluarga saya!" Deg! Perasaan itu terasa menghantam perasaan Zea. Bagaimana mungkin, dia di tolak mentah-mentah oleh laki-laki yang dia cintai sendiri. Bahkan, Rosa juga mengatakannya murahan. Tanpa sadar, kedua tangannya Zea mengepal kuat. "Tan, Tante tidak bisa seperti itu. Tante harus mengerti perasaan Al. Dia mencintai aku, tapi karena keegoisan Tante malah menikahkan dia dengan Zaura. itu sama saja dengan Tante melukai anak Tante
Selesai perawatan, Rosa langsung mengajak menantunya untuk berbelanja keliling Mal. Sebelumnya, Zaura yang tak pernah pergi ke tempat seperti ini tampak bingung. Zaura bingung harus membeli apa, karena pakaian yang di sediakan Alandra sudah banyak di rumah mereka. Bahkan masih banyak baju yang bercampur yang belum pernah Zaura pakai. Mertuanya benar-benar mengajaknya belanja puas-puasan. Rosa mengerti jika menantunya pasti tidak akan mau memilih apapun, karena sebelum menyentuh dan melihatnya saja Zaura sudah kaget dengan harga yang di bandrol di sana. Tapi Rosa tak tinggal diam, wanita paruh baya yang masih kelihatan muda itu dengan cekatan mengambil beberapa barang untuknya dan untuk Rosa. "Ma, banyak sekali, ini untuk siapa?" Rosa tersenyum, mengusap punggung tangan Zaura dengan lembut. "Ini semua untuk kamu sayang, kamu ini seorang pebisnis jadi harus mempunyai banyak koleksi tas dan sepatu seperti Mama." "T-tapi, di rumah juga masih banyak barang yang belum pernah kepak
"Hai sayang, akhirnya kita bertemu juga," sahut zea, bangkit dari kursi besar milik Alandra. Dan menghampiri Alandra yang mematung dengan wajah tegasnya. Kedua tangan Zira melingkar di pinggang Alandra, seraya menyandarkan kepalanya di dada bidang Alandra. "Aku kangen banget sama kamu, kamu kangen gak sama aku?" tanya Zea dengan percaya diri, Zea belum tahu kalau mantan kekasihnya ini ternyata sudah menikah. Alandra melepas pelukan Zea, menghempasnya sampai Zea hampir kehilangan keseimbangan. Di iringi dengan tatapan terkejut yang Zea rasakan. "K-kamu kenapa? kenapa pelukan aku di lepas sih? kamu gak tahu kalau aku kangen banget sama kamu Al, kenapa kamu berubah?" "Mau apa kau ke sini hah? Belum cukup kau mengkhianatiku dengan pria lain?? ternyata kau masih punya nyali untuk bertemu denganku." Zea menggeleng cepat, dia tidak mau Alandra membahas kesalahannya. Ya, memang, Zea kemeja memberikan tubuhnya pada laki-laki yang mengobsesikan dirinya. Tapi Zea melakukannya karena
Tujuh hari berlalu sejak kematian Tika, Zaura mulai tinggal di rumah pribadi milik Alandra. sebelumnya, Rosa menyarankan agar Zaura tinggal saja di rumah megah milik keluarga besarnya, namun dengan tegas Alandra menolak, laki-laki itu ingin memiliki privasi dengan istrinya. seperti sekarang, bangun dari tidurnya Alandra sudah di siapkan secangkir kopi oleh istrinya. sesuatu yang membuat hati Alandra menghangat, ketulusan Zaura dan kebaikannya membuat Alandra tak bisa berpaling dari siapapun. "Di minum kopinya mas," kata Zaura, seraya menyerahkan satu cangkir kopi yang masih mengepulkan asap di atasnya. Alandra menerimanya, namun tak langsung meminum kopi tersebut. Alandra mengalungkan kedua tangannya di pinggang ramping sang istri, bibirnya mencium dahi Zaura dengan lembut. Cup! "Ke lima kalinya," gumam Alara, mengundang tanya dari Alandra. "Lima kali? Apa maksud kamu lima kali?" Tanya Alandra dengan dahi mengerut. "Sejak bangun tidur sampai sekarang, kamu sudah lima kali
"S-sayang?" "Iya sayang, aku kan sayang sama kamu. kamu juga harus panggil aku sayang," jawab Alandra tanpa beban. "T-tapi, aku belum terbiasa pak, E-eh!!" Khafi tersenyum gemas melihat istrinya yang salah tingkah. sebenernya Alandra hanya bercanda, laki-laki itu hanya ingin melihat bagaimana reaksi istrinya yang menggemaskan ini. "Kalau begitu terserah kamu mau panggil apa, asalkan jangan bapak. Aku ngerasa tua banget kalau kamu panggil Bapak, masih muda dan tampan gini masa iya di panggil bapak." "Ya kan nanti kalau Udah punya anak di panggilnya bapak kan?" Tanya Zaura sedikit meluapkan kesedihannya. tapi Alandra malah fokus pada kalimat istrinya tadi. "Memangnya kamu mau punya anak dariku?" deg! Zaura menegang. Benar juga, memangnya dia sudah siap kalau punya anak? "Bukannya tujuan menikah itu untuk punya anak ya," jawab Zaura, seraya menggigit bibir bawahnya. Zaura takut salah bicara. "Aku mau banget punya anak, asalkan anakku lahir dari rahim anakku. Kamu yang
Suasana duka masih terasa kental, Zaura mengusap air matanya beberapa kali setelah menyaksikan jenazah ibunya yang sudah terkubur sempurna dengan tanah. seseorang yang paling berarti dalam hidupnya, dan satu-satunya orang yang selalu melindungi Zaura dari hinaan dan cacian orang lain. sekarang, apakah masih ada orang yang setulus itu menyayanginya selain ibunya? Zaura bahkan tidak percaya apakah suaminya akan memperlakukannya dengan baik, sebagaimana Tika yang selalu menyayanginya tanpa pamrih. "Sudah tenang?" Tanya Alandra, seraya menyerahkan satu botol minum yang sudah di buka untuk istrinya. Zaura menerimanya, meminum sedikit air yang di berikan suaminya. Alara merasa lebih baik, meskipun hatinya masih saja terasa hampa. Alara kembali bersimpuh di depan pusara ibunya, dengan setia Alandra masih menemani di sampingnya. Memberikan kekuatan penuh untuk istrinya, bahkan Rosa dan Gavin pun masih ada di belakang Zaura dan Alandra. Rosa maju satu langkah, ikut berjongkok di sampi
Belum sampai di rumahnya, kedua tangan Naila masih bergetar mengingat kejadian tadi. Dimana dia membekap wajah Tika dengan bantal tebal, dan Naila sendiri yang menyaksikan tantenya meninggal.Wajah pucat dan sudah terbujur kaku, semakin membuat Naila menyadari jika dia sudah menjadi seorang pembunuh. Tatapanya terlihat cemas, andai saja waktu bisa terulang, Naila memilih untuk balas dendam saja pada Zaura, dan tidak harus membunuh Tika yang akan menghantuinya terus dengan rasa bersalah."Ya tuhan, gimana kalau ada yang tahu kalau aku yang membunuh Tante Tika. Semoga saja tidak ada yang melihat," gumam Naila, seraya menggigit kuku-kuku di tangannya hingga patah.Sampai di rumah, Naila terus terdiam. Matanya menatap kosong pada arah dinding di depannya. Kelakuan putrinya ini, mengundang tanya Belinda yang tidak pernah melihat putrinya melamun seperti ini."Naila, kamu kenapa?"Naila menoleh, menatap Belinda dengan senyum di bibirnya. "Aku gapapa mah, cuma sedikit lelah."Belinda menata
Sampai di trotoar jalan. Naila masuk ke dalam rumah sakit itu dengan mengenakan masker hitam di wajahnya. Naila tidak ingin ada satu orangpun yang mengenalnya, apalagis etelah insiden tadi sudah pasti banyak orang yang memviralkan dirinya. Naila mengendap-endap saat berjalan ke arah ruang rawat Tika, sudah seperti maling yang takut ketahuan. Naila memicingkan matanya, mencari cara agar dia bisa masuk ke dalam ruangan Tika. Sebelumnya, Naila memastikan tidak ada satu orang di dalam ruang rawat Tika. Setelah memastikan dan mengintip ruang rawat itu dari balik lubang kecil di pintu. ternyata ada perawat yang sedang menyuapi Tika makan. Terpaksa Naila harus menunggu seraya memainkan ponsel di tangannya. Menunggu perawat itu keluar agar Naila bisa menjalankan aksinya. "Aku yakin, setelah memberikan peringatan ini kepada Zaura, dia akan menjauhi Alandra. Dan di dunia ini, tidak akan pernah ada satu orangpun yang membelanya lagi. Zaura, aku sangat membencimu!" batinnya, dengan mata nyalang
Wanita bertubuh gempal itu maju ke depan, tatapan matanya menghunus tajam pada Naila yang terkejut, tidak menyangka istri dari pria yang dia jadikan sumber uangnya ternyata ada di sini.Sampai di atas pelaminan, wanita itu menarik rambut Naila sekuat tenaga. Suasana kembali riuh, mereka melihat istri sah yang melabrak pelakor, karena Alandra yang membuka semuanya.Ada yang menatap miris, terkejut dan banyak pula yang mencibir karena mereka menyayangkan sikap Naila yang masih muda tapi sudah menjadi penggoda suami orang lain."Sini kau, rasakan ini! Ternyata kau yang sudah merebut waktu suamiku, kau yang menghabiskan uang suamiku. Dasar jalang, aku tidak akan melepaskanmu pelacur!"Naila tidak bisa membalas, karena tubuh wanita itu jauh lebih besar dari pada dirinya yang kurus. Naila memberi tatapan memohon pada Zaura dan Alandra. Tapi Alandra tidak menoleh sama sekali, membiarkan Naila dan perempuan itu menjadi tontonan orang lain.Merasa suasana sudah semakin tidak kondusif, Alandra m