"SAH!"
"SAH!"
Kata itu terdengar nyaring di telinga Zaura. Pagi ini, dirinya sudah sah menjadi seorang istri dari pria bernama Alandra. Laki-laki yang tidak pernah Zaura temui, tapi kini mereka langsung di pertemukan di akad pernikahan.
'Aku sudah melanggar janjiku sendiri,' ujarnya dalam hati.
Di sampingnya, Tika menggamit tangannya dengan hangat. Pancaran kebahagiaan sangat terlihat dari wajahnya. Salah satu mimpi Tika yaitu menyaksikan putrinya menikah sebelum dia pergi selama-lamanya.
Tika membantu Zaura untuk membawanya ke depan tempat akad. Dimana suami Zaura yang sudah menunggu di sana.
Zaura duduk di samping pria itu, pria yang sudah menjadi suaminya. Tapi Zaura belum bisa menyadari jika pria di sampingnya adalah mantan bosnya.
Hingga tiba saatnya, penghulu meminta Alandra untuk menyematkan cincin pernikahannya di jari manis Alara.
"Tangannya," kata Alandra, meminta tangan Zaura.
Suara berat itu, Zaura seperti pernah mendengarnya. Sebelum memberikan tangannya, Zaura lebih dulu mengangkat wajahnya dan seketika kedua mata itu bertemu.
"P-pak Al,"gumam Zira terkejut.
Bahkan Zaura tidak menyadari ketika Alandra menyematkan cincin itu. Dadanya bergetar kencang, apakah ini kebetulan atau sudah takdir mereka. Alara menikah dengan laki-laki yang diam-diam dia cintai.
"Silahkan untuk mempelai wanita, agar memakaikan cincin untuk mempelai pria," sahut MC yang memandu acara.
Tangan Alara bergetar, tatkala dia mulai memasukan benda berbentuk bulat itu ke dalam jari besar milik suaminya.
'K-kenapa bisa dia yang menikah denganku? A-apakah ini rencana dia,' tebak Zaura, seraya menundukan kepala.
Zaura menggigit bibir bawahnya sendiri, realita ini sungguh jauh dari yang dia fikirkan. Karena sebelumnya Zaura mengira, dia akan menikah dengan laki-laki asing pilihan ibunya.
Sementara tak jauh dari tempatnya, kakak sepupu Zira kemarin tampak mengepalkan kedua tangannya. Kemarahan yang tampak jelas di matanya.
"Sial! Kenapa dia bisa menikah? Bukankah Zaura tidak ingin menikah seumur hidupnya. A-apalagi Zaura menikah dengan Alandra, laki-laki yang aku cintai. Aarghh." Naila semakin ingin mengacaukan pernikahan Zaura, dia tidak terima Zaura menikah mendahuluinya.
Naila keluar dari gedung tempat pernikahan Zaura dan Alandra. Pernikahan Zaura dan Naila yang di gelar secara tertutup, hanya beberapa keluarga yang menghadirinya. Termasuk Naila, karena dia adalah sepupu Zaura.
"Nai, kamu mau kemana?" tanya Belinda, mengikuti langkah putrinya ke luar gedung.
"Ma, aku gak bisa lihat Zaura bahagia. Mama tahu sendiri kan, kalau dari dulu aku gak pernah mau kalah sama dia. Tapi sekarang dia menikah ma, dia menikah dengan laki-laki yang aku cintai!"
"M-maksud kamu, Alandra laki-laki yang kamu cintai selama ini?"
"Iya ma, aku sudah berusaha deketin Alandra. Berbagai cara sudah aku lakukan, tapi kenapa dia malah menikah dengan musuhku sendiri? Kenapa Alandra tidak pernah melirik aku," kesalnya lagi, bahkan Naila sampai menangis.
"Lalu Mama harus gimana? Bukankah selama ini kamu selalu menghina Zaura, memfitnah Zaura agar tidak ada laki-laki yang mau mendekatinya, tapi kenapa sekarang Zaura malah menikah? Mama juga tidak mengerti Nai," ujar Belinda, yang sama terkejutnya dengan Naila.
"Aku gak mau tau ma, pokoknya aku harus bisa misahin mereka. Aku gak mau Alandra sampai mencintai Zaura, aku juga yakin kalau Alandra itu menikah dengan Zaura itu karena terpaksa. Apalagi kalau Alandra tahu siapa Zaura yang sebenarnya."
Mereka terdiam, sebelum akhirnya Belinda tersenyum manis kepada putrinya.
"Mama ada ide," sahur Belinda penuh semangat.
"Ide, ide apa ma?"
Belinda membisikan sesuatu di telinga putrinya. Sampai Naila tersenyum puas mendengar penuturan ibunya.
"Oke ma, aku akan lakukan semuanya. Aku yakin, setelah melihat ini, Alandra dan keluarganya pasti Ilfil sama Zaura."
"Semangat sayang, pasti kamu bisa merebut Alandra dari Zaura. Mama yakin, putri Mama ini pasti bisa."
*
*
*
"Zaura, akhirnya aku bisa menikahi kamu. Aku masih belum menyangka kalau aku bisa menikahi wanita yang aku cintai, yaitu kamu," ujar Alandra, menatap wanitanya dengan penuh cinta.
"Apa ini rencana kamu Al?"
"Rencana apa? Maksud kamu?"
"Kamu kan yang merancang semua ini. Seolah-olah pernikahan ini terjadi karena perjodohan, ternyata semuanya ulah kamu!" jawab Zaura dengan tatapan tajam.
Tapi yang di tatap hanya terkekeh, bahkan Alandra tidak marah melihat Zaura yang menatapnya tajam.
"Bagaimana bisa aku merencanakan semua ini sedangkan dengan ibu kamu saja aku tidak kenal. Aku mengetahui semua ini kemarin, setelah mama pulang dari rumah sakit dan mendadak menyiapkan pernikahan ini."
"Awalnya aku tidak menerima perjodohan ini karena aku tidak mau menikah dengan wanita lain, aku mencintai kamu dan akan selamanya seperti itu. Tapi setelah Mama memperlihatkan foto kamu, gadis yang akan di jodohkan dengan aku, aku langsung mau. Sepertinya takdir sedang berpihak kepadaku Zaura, tuhan mengambilkan doaku agar bisa menikah dengan kamu," lanjut Alandra, menggamit tangan istrinya dengan erat.
"Tapi semua ini terjadi begitu cepat. Kamu mematahkan prinsipku, karena kamu tahu sendiri aku tidak pernah mau menikah dengan laki-laki manapun, itu janji aku. Bagaimana jika setelah ini aku meminta cerai darimu?"
Deg!
Jantung Alandra terhenti seketika. Ucapan istrinya menghujam hatinya.
"Zaura, menapatkanmu sangat sulit. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah melepaskan kamu, percayalah, aku mencintai kamu. Aku tidak peduli siapa kamu. Jangan pernah mengucapkan kata-kata itu sayang, aku berjanji akan membuatmu bahagia."
"Tapi aku tidak yakin bisa mencintaimu atau tidak. Bagaimana jika aku tidak bisa menjadi istri yang baik untukmu?"
"Tidak apa-apa, aku akan menunggu. kamu sudah menjadi istriku sekarang. Dan aku tidak akan pernah membiarkan siapapun merendahkan kamu lagi, itu janji aku!"
Alandra tahu sendiri bagaimana kehidupan pahit yang di jalani Zaura. Karena setelah ini, Alandra ingin membungkam fitnah dan hinaan yang terlontar untuk istrinya.
Saat tamu dan keluarga masih menikmati hidangan. Tiba-tiba mereka terkejut dengan layar proyektor yang menayangkan gambar Alara saat berada di dalam hotel yang pernah Zaura singgahi kemarin. Di susul dengan suara seorang perempuan yang berdiri di depan layar itu.
Alandra dan Zaura berdiri. Mereka terkejut saat foto Zaura terpampang di dalam sana.
"Hadirin semuanya, terutama yang terhormat, untuk keluarga besar tuan Alandra, apa kalian tahu siapa wanita yang berada di dalam foto itu? Ya, dia adalah Zaura Zevannia. Mempelai pengantin wanita yang sudah sah menjadi istri dari Alandra Alexander. Wanita yang pernah menjual diri pada laki-laki demi mendapatkan sejumlah uang," ujar Naila, berucap dengan penuh penekanan.
"Dan apakah kalian tahu? Kalau Zaura Zevannia adalah anak haram. Lahir tanpa seorang ayah yang mendampingi, bahkan sampai saat ini tidak di ketahui siapa ayah kandung dari Zaura."
"Maaf, mungkin saya terkesan lancang memberitahukan ini pada kalian semua. Tapi kalian harus mengetahui jika Zaura ini bukan perempuan yang baik, sangat tidak pantas menjadi pendamping hidup laki-laki kaya sekelas Alandra. Kalian bisa lihat sendiri di foto ini, Zaura berada di dalam kamar hotel untuk mengunjungi pria hidung belang yang sudah memesannya. Lalu apa namanya Jika bukan seorang pelacur?"
Deg!
"Cukup!"
Dengan langkah pasti, Zaura berjalan mendekati Naila. Tatapan mata yang tegas, rasanya Zaura sudah sangat muak dengan tingkah laku Naila yang selalu menghina dan membencinya. Naila sampai mengacaukan pernikahan Zaura dan Alandra."Apa maksud kamu kak? Aku bukan wanita seperti yang kamu tuduhkan tadi. Dan untuk kalian! Jangan percaya karena kakak sepupu saya ini hanya iri kepada saya," jelas Zaura, tapi orang-orang di depannya menatapnya dengan jijik. Seolah tidak percaya akan ucapan Zaura."Kamu mau mengelak bagaimana lagi Zaura? Bahkan bukti sudah di depan mata! Semua orang sudah melihat kelakuan busuk kamu! Seharusnya kamu sadar diri, kamu tidak pantas bersanding dengan Alandra.""Lalu siapa yang menurutmu pantas bersanding dengan Alandra? Kamu! Kamu tidak sadar diri kalau kamu lebih dari sekedar pelacur, aku yang menjadi saksi dimana kamu menyerahkan diri pada laki-laki hidung belang dan menerima uang sebagai upahnya.""Kurang ajar, berani sekali kamu menghinaku. Yang pelacur itu ka
Wanita bertubuh gempal itu maju ke depan, tatapan matanya menghunus tajam pada Naila yang terkejut, tidak menyangka istri dari pria yang dia jadikan sumber uangnya ternyata ada di sini.Sampai di atas pelaminan, wanita itu menarik rambut Naila sekuat tenaga. Suasana kembali riuh, mereka melihat istri sah yang melabrak pelakor, karena Alandra yang membuka semuanya.Ada yang menatap miris, terkejut dan banyak pula yang mencibir karena mereka menyayangkan sikap Naila yang masih muda tapi sudah menjadi penggoda suami orang lain."Sini kau, rasakan ini! Ternyata kau yang sudah merebut waktu suamiku, kau yang menghabiskan uang suamiku. Dasar jalang, aku tidak akan melepaskanmu pelacur!"Naila tidak bisa membalas, karena tubuh wanita itu jauh lebih besar dari pada dirinya yang kurus. Naila memberi tatapan memohon pada Zaura dan Alandra. Tapi Alandra tidak menoleh sama sekali, membiarkan Naila dan perempuan itu menjadi tontonan orang lain.Merasa suasana sudah semakin tidak kondusif, Alandra m
Sampai di trotoar jalan. Naila masuk ke dalam rumah sakit itu dengan mengenakan masker hitam di wajahnya. Naila tidak ingin ada satu orangpun yang mengenalnya, apalagis etelah insiden tadi sudah pasti banyak orang yang memviralkan dirinya. Naila mengendap-endap saat berjalan ke arah ruang rawat Tika, sudah seperti maling yang takut ketahuan. Naila memicingkan matanya, mencari cara agar dia bisa masuk ke dalam ruangan Tika. Sebelumnya, Naila memastikan tidak ada satu orang di dalam ruang rawat Tika. Setelah memastikan dan mengintip ruang rawat itu dari balik lubang kecil di pintu. ternyata ada perawat yang sedang menyuapi Tika makan. Terpaksa Naila harus menunggu seraya memainkan ponsel di tangannya. Menunggu perawat itu keluar agar Naila bisa menjalankan aksinya. "Aku yakin, setelah memberikan peringatan ini kepada Zaura, dia akan menjauhi Alandra. Dan di dunia ini, tidak akan pernah ada satu orangpun yang membelanya lagi. Zaura, aku sangat membencimu!" batinnya, dengan mata nyalang
Belum sampai di rumahnya, kedua tangan Naila masih bergetar mengingat kejadian tadi. Dimana dia membekap wajah Tika dengan bantal tebal, dan Naila sendiri yang menyaksikan tantenya meninggal.Wajah pucat dan sudah terbujur kaku, semakin membuat Naila menyadari jika dia sudah menjadi seorang pembunuh. Tatapanya terlihat cemas, andai saja waktu bisa terulang, Naila memilih untuk balas dendam saja pada Zaura, dan tidak harus membunuh Tika yang akan menghantuinya terus dengan rasa bersalah."Ya tuhan, gimana kalau ada yang tahu kalau aku yang membunuh Tante Tika. Semoga saja tidak ada yang melihat," gumam Naila, seraya menggigit kuku-kuku di tangannya hingga patah.Sampai di rumah, Naila terus terdiam. Matanya menatap kosong pada arah dinding di depannya. Kelakuan putrinya ini, mengundang tanya Belinda yang tidak pernah melihat putrinya melamun seperti ini."Naila, kamu kenapa?"Naila menoleh, menatap Belinda dengan senyum di bibirnya. "Aku gapapa mah, cuma sedikit lelah."Belinda menata
Suasana duka masih terasa kental, Zaura mengusap air matanya beberapa kali setelah menyaksikan jenazah ibunya yang sudah terkubur sempurna dengan tanah. seseorang yang paling berarti dalam hidupnya, dan satu-satunya orang yang selalu melindungi Zaura dari hinaan dan cacian orang lain. sekarang, apakah masih ada orang yang setulus itu menyayanginya selain ibunya? Zaura bahkan tidak percaya apakah suaminya akan memperlakukannya dengan baik, sebagaimana Tika yang selalu menyayanginya tanpa pamrih. "Sudah tenang?" Tanya Alandra, seraya menyerahkan satu botol minum yang sudah di buka untuk istrinya. Zaura menerimanya, meminum sedikit air yang di berikan suaminya. Alara merasa lebih baik, meskipun hatinya masih saja terasa hampa. Alara kembali bersimpuh di depan pusara ibunya, dengan setia Alandra masih menemani di sampingnya. Memberikan kekuatan penuh untuk istrinya, bahkan Rosa dan Gavin pun masih ada di belakang Zaura dan Alandra. Rosa maju satu langkah, ikut berjongkok di sampi
"S-sayang?" "Iya sayang, aku kan sayang sama kamu. kamu juga harus panggil aku sayang," jawab Alandra tanpa beban. "T-tapi, aku belum terbiasa pak, E-eh!!" Khafi tersenyum gemas melihat istrinya yang salah tingkah. sebenernya Alandra hanya bercanda, laki-laki itu hanya ingin melihat bagaimana reaksi istrinya yang menggemaskan ini. "Kalau begitu terserah kamu mau panggil apa, asalkan jangan bapak. Aku ngerasa tua banget kalau kamu panggil Bapak, masih muda dan tampan gini masa iya di panggil bapak." "Ya kan nanti kalau Udah punya anak di panggilnya bapak kan?" Tanya Zaura sedikit meluapkan kesedihannya. tapi Alandra malah fokus pada kalimat istrinya tadi. "Memangnya kamu mau punya anak dariku?" deg! Zaura menegang. Benar juga, memangnya dia sudah siap kalau punya anak? "Bukannya tujuan menikah itu untuk punya anak ya," jawab Zaura, seraya menggigit bibir bawahnya. Zaura takut salah bicara. "Aku mau banget punya anak, asalkan anakku lahir dari rahim anakku. Kamu yang
Tujuh hari berlalu sejak kematian Tika, Zaura mulai tinggal di rumah pribadi milik Alandra. sebelumnya, Rosa menyarankan agar Zaura tinggal saja di rumah megah milik keluarga besarnya, namun dengan tegas Alandra menolak, laki-laki itu ingin memiliki privasi dengan istrinya. seperti sekarang, bangun dari tidurnya Alandra sudah di siapkan secangkir kopi oleh istrinya. sesuatu yang membuat hati Alandra menghangat, ketulusan Zaura dan kebaikannya membuat Alandra tak bisa berpaling dari siapapun. "Di minum kopinya mas," kata Zaura, seraya menyerahkan satu cangkir kopi yang masih mengepulkan asap di atasnya. Alandra menerimanya, namun tak langsung meminum kopi tersebut. Alandra mengalungkan kedua tangannya di pinggang ramping sang istri, bibirnya mencium dahi Zaura dengan lembut. Cup! "Ke lima kalinya," gumam Alara, mengundang tanya dari Alandra. "Lima kali? Apa maksud kamu lima kali?" Tanya Alandra dengan dahi mengerut. "Sejak bangun tidur sampai sekarang, kamu sudah lima kali
"Hai sayang, akhirnya kita bertemu juga," sahut zea, bangkit dari kursi besar milik Alandra. Dan menghampiri Alandra yang mematung dengan wajah tegasnya. Kedua tangan Zira melingkar di pinggang Alandra, seraya menyandarkan kepalanya di dada bidang Alandra. "Aku kangen banget sama kamu, kamu kangen gak sama aku?" tanya Zea dengan percaya diri, Zea belum tahu kalau mantan kekasihnya ini ternyata sudah menikah. Alandra melepas pelukan Zea, menghempasnya sampai Zea hampir kehilangan keseimbangan. Di iringi dengan tatapan terkejut yang Zea rasakan. "K-kamu kenapa? kenapa pelukan aku di lepas sih? kamu gak tahu kalau aku kangen banget sama kamu Al, kenapa kamu berubah?" "Mau apa kau ke sini hah? Belum cukup kau mengkhianatiku dengan pria lain?? ternyata kau masih punya nyali untuk bertemu denganku." Zea menggeleng cepat, dia tidak mau Alandra membahas kesalahannya. Ya, memang, Zea kemeja memberikan tubuhnya pada laki-laki yang mengobsesikan dirinya. Tapi Zea melakukannya karena
Kedua pipi Launa memerah, tatkala seorang laki-laki yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya dan langsung memujinya. Setelah menoleh, ternyata Ziyan yang sedang memperhatikannya sejak tadi. Padahal Launa mengira itu suaminya."Eh, elo. Kirain Zayn.""Kenapa emang?""Gue tadinya salting kalo beneran Zayn yang muji gue. Eh tapi, beneran gue cocok pake baju kayak gini?" tanya Launa lagi, dengan memutar-mutar tubuhnya di depan cermin."Bagus kok, cantik," kata Ziyan lagi, mengakui kalau Launa memang sangat cantik mengenakan gamis berwarna maroon lengkap dengan hijabnya."Kalo gitu gue gak bakal ganti lagi. Gue mau ke kampus pake gamis ini aja. Gue yakin si, pasti banyak orang-ornag yang terpesona.""Terpesona! Inget, udah punya suami!""Ya iya Ziyan tenang aja. Gue juga inget kok."Tiba di ruang makan, semuanya sarapan dengan tenang. Sesekali Aqlan melihat emangnya yang tampak pangling, masih tidak menyangka jika menantunya sudah langsung berubah dan mau memakai set hijab seperti ini."La
Siang harinya, Khafi menemui sahabatnya di kantor miliknya. Saat ini, Khafi emang membutuhkan Hanif sebagai orang yang dia andalkan termasuk partner curhatnya juga. Dan Hanif juga banyak tahu tentang masalah yang di hadapi oleh Khafi saat ini."Ada apa? Tumben banget pakmil satu ini tiba-tiba datang ke sini.""Gue lagi pusing nif," jawab Khafi, seraya mendaratkan bokongnya duduk di atas sofa ruangan Hanif."Pusing? Kepala Lo kambuh lagi?" tanya Hanif hawatir."Ck, bukan!""Lah, terus apa?""Ada sesuatu yang harus kita selidiki. Hampir satu bulan ini, cafe Alara ada masalah. Pemasukan tiba-tiba menurun, padahal pelanggan tetap rame seperti biasa. Udah ada satu orang yang jadi tersangka, tapi dia kabur.""Terus masalahnya apa? Kenapa gak langsung laporin aja tu orang yang ngambil uangnya?"Khafi menatap Hanif dengan tajam. Jika masalahnya hanya itu, mungkin Khafi tidak mungkin menemuinya untuk mengajak Hanif diskusi."Masalahnya, gue yakin pasti ada orang yang ikut campur dan jadi dalan
"Siap," sahut Naila langsung menaiki mobil dan duduk di samping Khafi.Khafi melakukan mobilnya dengan kecepatan cepat, namun cenderung lebih lambat. Sambil sesekali melihat ke samping berhadap bisa menemukan istrinya."Bang, kita mau cari mbak Alara kemana?" tanya Naila dengan nada malas."Ke Cafenya," jawab Khafi singkat. Bahkan sejak tadi Khafi tidak mempedulikan ocehan Naila yang membuat telinganya panas.Bagiamana tidak panas, Naila selalu membicarakan keburukan Alara. Kembali memanas-manasi keadaan agar Khafi tidak perlu mencari Alara."Abang, sebenarnya keputusuan Abang itu udah tepat. Abang nyuruh mbak Alara pergi karena itu kesalahan dia sendiri, Abang yakin masih mau memaafkan mbak Alara sedangkan mbak Alara sudah sejauh ini membohongi Abang."Cekiiittt!Dahi Naila terbentur ke atas dashboard, Khafi menatapnya dengan tajam."A-abang kenapa ngerem mendadak sih," Kesal Naila karena Khafi seperti sengaja ngerem mendadak, tapi setelah melihat gelagat Khafi yang sepertinya marah
Alandra mengecupi seluruh permukaan wajahnya. Memberikan istrinya ketenangan, agar Zaura tak lagi meratapi rasa sakitnya karena perawan ya sudah benar-benar pecah oleh Alandra, suaminya sendiri. Alandra sedikit menyesal karena hal ini ternyata sangat menyakiti istrinya. Tapi, masa iya dia tidak boleh melakukan hubungan suami istri yang justru dia dan istrinya sudah halal. "Berhenti saja hhhm? Aku gak akan melanjutkannya kalau kamu masih merasa sakit," ucap Alandra, dengan membelai wajah istrinya dengan tangannya. "Jangan! Kenapa harus berhenti?" "Kamu kesakitan, aku gak tega lihatnya!" "Sakitnya cuma sebentar mas. Sebentar lagi mungkin hilang, maaf kalau aku begini karena rasanya benar-benar sakit." "Tidak apa-apa. Aku tidak akan melanjutkannya, biar punya kamu membiaskan diri dengan milik aku." Zaura mengangguk, demi mengalihkan perhatian suaminya Zaura memulainya dengan meraih wajah suaminya dan mencium bibir laki-laki itu. Tentu saja Alandra tidak menolak, dia juga membalas l
Alandra tertawa melihat istrinya yang ketakutan Melihat rudal sakti miliknya. Bagaimana jadinya jika Alandra sampai memasukan rudal saktinya ke dalam goa sempit milik istrinya. Pastinya sangat nikmat, dan Alandra semakin tak sabar menunggu waktunya tiba. Tapi Alandra tak ingin melakuaknya secara langsung, laki-laki itu tidak ingin menakut-nakuti Zaura dengan rudal miliknya yang sudah seperti pedang sakti. "Kenapa Hhhm?" Tanya Alandra, seraya menciumi bahu tebuka istrinya. "I-itu apa mas? k-kenapa besar sekali?" "Ini benda yang akan bikin kamu keenakan. Kenapa malah takut Hhm? Ayo pegang," tukas Alandra, kembali menarik tangan istrinya. Zaura kembali menarik tangannya, rasanya dia enggan melihat ke arah rudal suaminya yang sudah mencuat ke atas. Apalagi sampai menyentuhnya, membayangkannya saja Zaura sudah bergidik ngeri. Lagi-lagi Alandra di buat tertawa dengan sikap sikap istrinya. Zaura takut dengan rudal miliknya, dan apakah Alandra akan berhenti saja? Oh tidak, sulit ba
Tidak berhenti di situ, dan Alandra tidak ingin memandanginya saja. Seraya memajukan wajahnya, bibirnya menyentuh puncak kuncup cokelat itu dan menjilatinya pelan. Zaura kembali bergetar. karena Alandra mulai memasukan seluruh permukaan bukit kembar itu ke dalam mulutnya, menyedotnya dengan kuat. seperti bayi yang kehausan. Sementara tangan satunya lagi masih memberikan remasan kecil di bukit satunya lagi. Bagaimana zuara tidak mengenal lagi. sedangkan perbuatan suaminya ini membuatnya tak kuasa untuk sekedar menahan desahannya. Zaura mendongak, menikmati setiap sesapan suaminya. Zaura juga meremas rambut Alandra dan menekannya hingga bukit kembar itu terasa penuh di mulutnya. Usai memberikan rangsangan melalui bukit kembar istrinya. Alandra mencium seluruh permukaan perut Zaura hingga Zaura menggeliat kegelian. Zaura merasa banyak sekali kupu-kupu yang hinggap di perutnya. Rasanya aneh, dan Zaura tidak sabar untuk menantikan kegiatan selanjutnya. "Ssssh, mas!" jerit Zaura,
Bukan hanya Alandra yang terkejut, melainkan Zaura yang langsung saja menutup tubuh mungilnya dengan jubah mandi yang di bawanya tadi. Tapi tetap saja, Alandra bahkan masih teringat dengan dua gundukan besar yang sebelumnya dia lihat tadi. "M-mas, kamu mau apa?" tanya Zaura gugup, jangan tanya pipinya yang sudah memerah bagaikan tomat busuk. Ingin rasanya Zaura menenggelamkan dirinya ke dasar laut paling dalam, malu sekali. "Aku mau ganti baju sayang," jawab Alandra, tanpa mengalihkan pandanganya dari sang istri malam ini yang terlihar sangat cantik. "K-kamu tunggu di luar! Aku ganti baju dulu," cicit Zaura seraya mendorong pintu. Grep! Alandra membawa Zaura ke dalam pelukannya. Istrinya sudah berpakaian seperti ini, mana mungkin Alandra akan membiarkan suaminya lolos begitu saja. "Sudah cantik begini, mau kemana Hhm?" "L-lepas mas, aku gak mau kemana-mana kok." "Kamu menggodaku sayang?" tanya Alandra, Dengan mendekatkan bibir tebalnya di cerik leher sang istri. Seke
"A-apa maksud Tante?" tanya Zea dengan perasaan takut. Karena sakarang, Rosa menatap Zea dengan tatapan membunuh. Zea menelan salivanya yang sedikit sulit, karena baru kali ini Zea melihat kemarahan Rosa. "Dengar Zea! kamu tidak perlu mengandaai-andiakan diri kamu untuk menikah dengan putra saya. Alandra sudah menikah, dan wanita yang cocok dengan Al itu hanya dia, Zaura. Saya tidak akan pernah Sudi anak saya bersanding dengan wanita murahan seperti kamu. sebelum kamu bermimpi, alangkah lebih baiknya kamu ngaca Zea, kamu tidak sebanding dengan keluarga saya!" Deg! Perasaan itu terasa menghantam perasaan Zea. Bagaimana mungkin, dia di tolak mentah-mentah oleh laki-laki yang dia cintai sendiri. Bahkan, Rosa juga mengatakannya murahan. Tanpa sadar, kedua tangannya Zea mengepal kuat. "Tan, Tante tidak bisa seperti itu. Tante harus mengerti perasaan Al. Dia mencintai aku, tapi karena keegoisan Tante malah menikahkan dia dengan Zaura. itu sama saja dengan Tante melukai anak Tante
Selesai perawatan, Rosa langsung mengajak menantunya untuk berbelanja keliling Mal. Sebelumnya, Zaura yang tak pernah pergi ke tempat seperti ini tampak bingung. Zaura bingung harus membeli apa, karena pakaian yang di sediakan Alandra sudah banyak di rumah mereka. Bahkan masih banyak baju yang bercampur yang belum pernah Zaura pakai. Mertuanya benar-benar mengajaknya belanja puas-puasan. Rosa mengerti jika menantunya pasti tidak akan mau memilih apapun, karena sebelum menyentuh dan melihatnya saja Zaura sudah kaget dengan harga yang di bandrol di sana. Tapi Rosa tak tinggal diam, wanita paruh baya yang masih kelihatan muda itu dengan cekatan mengambil beberapa barang untuknya dan untuk Rosa. "Ma, banyak sekali, ini untuk siapa?" Rosa tersenyum, mengusap punggung tangan Zaura dengan lembut. "Ini semua untuk kamu sayang, kamu ini seorang pebisnis jadi harus mempunyai banyak koleksi tas dan sepatu seperti Mama." "T-tapi, di rumah juga masih banyak barang yang belum pernah kepake