Tidak berhenti di situ, dan Alandra tidak ingin memandanginya saja. Seraya memajukan wajahnya, bibirnya menyentuh puncak kuncup cokelat itu dan menjilatinya pelan. Zaura kembali bergetar. karena Alandra mulai memasukan seluruh permukaan bukit kembar itu ke dalam mulutnya, menyedotnya dengan kuat. seperti bayi yang kehausan. Sementara tangan satunya lagi masih memberikan remasan kecil di bukit satunya lagi. Bagaimana zuara tidak mengenal lagi. sedangkan perbuatan suaminya ini membuatnya tak kuasa untuk sekedar menahan desahannya. Zaura mendongak, menikmati setiap sesapan suaminya. Zaura juga meremas rambut Alandra dan menekannya hingga bukit kembar itu terasa penuh di mulutnya. Usai memberikan rangsangan melalui bukit kembar istrinya. Alandra mencium seluruh permukaan perut Zaura hingga Zaura menggeliat kegelian. Zaura merasa banyak sekali kupu-kupu yang hinggap di perutnya. Rasanya aneh, dan Zaura tidak sabar untuk menantikan kegiatan selanjutnya. "Ssssh, mas!" jerit Zaura,
Alandra tertawa melihat istrinya yang ketakutan Melihat rudal sakti miliknya. Bagaimana jadinya jika Alandra sampai memasukan rudal saktinya ke dalam goa sempit milik istrinya. Pastinya sangat nikmat, dan Alandra semakin tak sabar menunggu waktunya tiba. Tapi Alandra tak ingin melakuaknya secara langsung, laki-laki itu tidak ingin menakut-nakuti Zaura dengan rudal miliknya yang sudah seperti pedang sakti. "Kenapa Hhhm?" Tanya Alandra, seraya menciumi bahu tebuka istrinya. "I-itu apa mas? k-kenapa besar sekali?" "Ini benda yang akan bikin kamu keenakan. Kenapa malah takut Hhm? Ayo pegang," tukas Alandra, kembali menarik tangan istrinya. Zaura kembali menarik tangannya, rasanya dia enggan melihat ke arah rudal suaminya yang sudah mencuat ke atas. Apalagi sampai menyentuhnya, membayangkannya saja Zaura sudah bergidik ngeri. Lagi-lagi Alandra di buat tertawa dengan sikap sikap istrinya. Zaura takut dengan rudal miliknya, dan apakah Alandra akan berhenti saja? Oh tidak, sulit ba
Alandra mengecupi seluruh permukaan wajahnya. Memberikan istrinya ketenangan, agar Zaura tak lagi meratapi rasa sakitnya karena perawan ya sudah benar-benar pecah oleh Alandra, suaminya sendiri. Alandra sedikit menyesal karena hal ini ternyata sangat menyakiti istrinya. Tapi, masa iya dia tidak boleh melakukan hubungan suami istri yang justru dia dan istrinya sudah halal. "Berhenti saja hhhm? Aku gak akan melanjutkannya kalau kamu masih merasa sakit," ucap Alandra, dengan membelai wajah istrinya dengan tangannya. "Jangan! Kenapa harus berhenti?" "Kamu kesakitan, aku gak tega lihatnya!" "Sakitnya cuma sebentar mas. Sebentar lagi mungkin hilang, maaf kalau aku begini karena rasanya benar-benar sakit." "Tidak apa-apa. Aku tidak akan melanjutkannya, biar punya kamu membiaskan diri dengan milik aku." Zaura mengangguk, demi mengalihkan perhatian suaminya Zaura memulainya dengan meraih wajah suaminya dan mencium bibir laki-laki itu. Tentu saja Alandra tidak menolak, dia juga membalas l
"Siap," sahut Naila langsung menaiki mobil dan duduk di samping Khafi.Khafi melakukan mobilnya dengan kecepatan cepat, namun cenderung lebih lambat. Sambil sesekali melihat ke samping berhadap bisa menemukan istrinya."Bang, kita mau cari mbak Alara kemana?" tanya Naila dengan nada malas."Ke Cafenya," jawab Khafi singkat. Bahkan sejak tadi Khafi tidak mempedulikan ocehan Naila yang membuat telinganya panas.Bagiamana tidak panas, Naila selalu membicarakan keburukan Alara. Kembali memanas-manasi keadaan agar Khafi tidak perlu mencari Alara."Abang, sebenarnya keputusuan Abang itu udah tepat. Abang nyuruh mbak Alara pergi karena itu kesalahan dia sendiri, Abang yakin masih mau memaafkan mbak Alara sedangkan mbak Alara sudah sejauh ini membohongi Abang."Cekiiittt!Dahi Naila terbentur ke atas dashboard, Khafi menatapnya dengan tajam."A-abang kenapa ngerem mendadak sih," Kesal Naila karena Khafi seperti sengaja ngerem mendadak, tapi setelah melihat gelagat Khafi yang sepertinya marah
Siang harinya, Khafi menemui sahabatnya di kantor miliknya. Saat ini, Khafi emang membutuhkan Hanif sebagai orang yang dia andalkan termasuk partner curhatnya juga. Dan Hanif juga banyak tahu tentang masalah yang di hadapi oleh Khafi saat ini."Ada apa? Tumben banget pakmil satu ini tiba-tiba datang ke sini.""Gue lagi pusing nif," jawab Khafi, seraya mendaratkan bokongnya duduk di atas sofa ruangan Hanif."Pusing? Kepala Lo kambuh lagi?" tanya Hanif hawatir."Ck, bukan!""Lah, terus apa?""Ada sesuatu yang harus kita selidiki. Hampir satu bulan ini, cafe Alara ada masalah. Pemasukan tiba-tiba menurun, padahal pelanggan tetap rame seperti biasa. Udah ada satu orang yang jadi tersangka, tapi dia kabur.""Terus masalahnya apa? Kenapa gak langsung laporin aja tu orang yang ngambil uangnya?"Khafi menatap Hanif dengan tajam. Jika masalahnya hanya itu, mungkin Khafi tidak mungkin menemuinya untuk mengajak Hanif diskusi."Masalahnya, gue yakin pasti ada orang yang ikut campur dan jadi dalan
Kedua pipi Launa memerah, tatkala seorang laki-laki yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya dan langsung memujinya. Setelah menoleh, ternyata Ziyan yang sedang memperhatikannya sejak tadi. Padahal Launa mengira itu suaminya."Eh, elo. Kirain Zayn.""Kenapa emang?""Gue tadinya salting kalo beneran Zayn yang muji gue. Eh tapi, beneran gue cocok pake baju kayak gini?" tanya Launa lagi, dengan memutar-mutar tubuhnya di depan cermin."Bagus kok, cantik," kata Ziyan lagi, mengakui kalau Launa memang sangat cantik mengenakan gamis berwarna maroon lengkap dengan hijabnya."Kalo gitu gue gak bakal ganti lagi. Gue mau ke kampus pake gamis ini aja. Gue yakin si, pasti banyak orang-ornag yang terpesona.""Terpesona! Inget, udah punya suami!""Ya iya Ziyan tenang aja. Gue juga inget kok."Tiba di ruang makan, semuanya sarapan dengan tenang. Sesekali Aqlan melihat emangnya yang tampak pangling, masih tidak menyangka jika menantunya sudah langsung berubah dan mau memakai set hijab seperti ini."La
"Saya siap melayani anda tuan!"Alan menghela nafas panjang. Bukan ini yang Alandra inginkan, tidak seharusnya gadis yang ia cintai itu merelakan harga diri dan kehormatannya untuk di berikan kepada laki-laki lain hanya demi sejumlah uang."T-tuan," panggil Zaura gugup."S-saya sudah siap." Zaura kembali mengingatkan Alandra, namun Alandra tetap bergeming, mengabaikan Zaura yang masihan berdiri di belakangnya.Kegugupan Zaura semakin menjadi, tatkala Alandra mulai membalikan tubuhnya. Kedua telapak tangannya semakin berkeringat. Sebelumnya, Zaura tidak pernah membayangkan jika dirinya harus mengambil jalan pintas seperti ini demi kesembuhan sang ibu.Namun, jumlah uang fantastis di tawarkan oleh seorang laki-laki yang sedang mencari perempuan yang masih perawan. Zaura tergiur karena Zaura memang sangat membutuhkan uang itu untuk oprasi jantung sang ibu.Zaura memiliki prinsip untuk tidak pernah berhubungan dengan laki-laki lain. Karena saudaranya yang terus memberikan julukan anak
"Ibu," sahut Zaura, seraya mendekati ibunya yang masih terbaring lemah di brankar rumah sakit."Ibu lebih baik mati dari pada berjuang untuk hidup dari hasil yang haram! Apa yang kamu fikirkan Zaura? Kenapa kamu mengambil jalan pintas seperti itu nak? Itu Dosa!"Zaura mengangguk, Isak tangisnya tak bisa di tahan lagi. Tapi Zaura juga tidak tahu, siapa yang memberi tahu ibunya jika dirinya hendak menjual kehormatannya demi menyelamatkan ibunya."Tapi Zaura tidak melakukannya Bu. Zaura berani bersumpah, maafin Zaura." Zaura hendak mencium punggung tangan ibunya, tapi Tika menepisnya, kekecewaannya sangat kentara terhadap putri satu satunya."Lantas jika tidak ada orang lain yang menghalangi niat kotormu itu, kamu akan tetap melakukannya kan?"Zuara menunduk terdiam. Benar apa kata ibunya, andai saja Alandra tidak menghalangi rencananya tadi. Mungkin sesuatu yang paling berharga dalam diri Zaura sudah hilang."Bu.""Ibu merasa menjadi orang tua yang gagal seandainya kamu melakukan dosa b
Kedua pipi Launa memerah, tatkala seorang laki-laki yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya dan langsung memujinya. Setelah menoleh, ternyata Ziyan yang sedang memperhatikannya sejak tadi. Padahal Launa mengira itu suaminya."Eh, elo. Kirain Zayn.""Kenapa emang?""Gue tadinya salting kalo beneran Zayn yang muji gue. Eh tapi, beneran gue cocok pake baju kayak gini?" tanya Launa lagi, dengan memutar-mutar tubuhnya di depan cermin."Bagus kok, cantik," kata Ziyan lagi, mengakui kalau Launa memang sangat cantik mengenakan gamis berwarna maroon lengkap dengan hijabnya."Kalo gitu gue gak bakal ganti lagi. Gue mau ke kampus pake gamis ini aja. Gue yakin si, pasti banyak orang-ornag yang terpesona.""Terpesona! Inget, udah punya suami!""Ya iya Ziyan tenang aja. Gue juga inget kok."Tiba di ruang makan, semuanya sarapan dengan tenang. Sesekali Aqlan melihat emangnya yang tampak pangling, masih tidak menyangka jika menantunya sudah langsung berubah dan mau memakai set hijab seperti ini."La
Siang harinya, Khafi menemui sahabatnya di kantor miliknya. Saat ini, Khafi emang membutuhkan Hanif sebagai orang yang dia andalkan termasuk partner curhatnya juga. Dan Hanif juga banyak tahu tentang masalah yang di hadapi oleh Khafi saat ini."Ada apa? Tumben banget pakmil satu ini tiba-tiba datang ke sini.""Gue lagi pusing nif," jawab Khafi, seraya mendaratkan bokongnya duduk di atas sofa ruangan Hanif."Pusing? Kepala Lo kambuh lagi?" tanya Hanif hawatir."Ck, bukan!""Lah, terus apa?""Ada sesuatu yang harus kita selidiki. Hampir satu bulan ini, cafe Alara ada masalah. Pemasukan tiba-tiba menurun, padahal pelanggan tetap rame seperti biasa. Udah ada satu orang yang jadi tersangka, tapi dia kabur.""Terus masalahnya apa? Kenapa gak langsung laporin aja tu orang yang ngambil uangnya?"Khafi menatap Hanif dengan tajam. Jika masalahnya hanya itu, mungkin Khafi tidak mungkin menemuinya untuk mengajak Hanif diskusi."Masalahnya, gue yakin pasti ada orang yang ikut campur dan jadi dalan
"Siap," sahut Naila langsung menaiki mobil dan duduk di samping Khafi.Khafi melakukan mobilnya dengan kecepatan cepat, namun cenderung lebih lambat. Sambil sesekali melihat ke samping berhadap bisa menemukan istrinya."Bang, kita mau cari mbak Alara kemana?" tanya Naila dengan nada malas."Ke Cafenya," jawab Khafi singkat. Bahkan sejak tadi Khafi tidak mempedulikan ocehan Naila yang membuat telinganya panas.Bagiamana tidak panas, Naila selalu membicarakan keburukan Alara. Kembali memanas-manasi keadaan agar Khafi tidak perlu mencari Alara."Abang, sebenarnya keputusuan Abang itu udah tepat. Abang nyuruh mbak Alara pergi karena itu kesalahan dia sendiri, Abang yakin masih mau memaafkan mbak Alara sedangkan mbak Alara sudah sejauh ini membohongi Abang."Cekiiittt!Dahi Naila terbentur ke atas dashboard, Khafi menatapnya dengan tajam."A-abang kenapa ngerem mendadak sih," Kesal Naila karena Khafi seperti sengaja ngerem mendadak, tapi setelah melihat gelagat Khafi yang sepertinya marah
Alandra mengecupi seluruh permukaan wajahnya. Memberikan istrinya ketenangan, agar Zaura tak lagi meratapi rasa sakitnya karena perawan ya sudah benar-benar pecah oleh Alandra, suaminya sendiri. Alandra sedikit menyesal karena hal ini ternyata sangat menyakiti istrinya. Tapi, masa iya dia tidak boleh melakukan hubungan suami istri yang justru dia dan istrinya sudah halal. "Berhenti saja hhhm? Aku gak akan melanjutkannya kalau kamu masih merasa sakit," ucap Alandra, dengan membelai wajah istrinya dengan tangannya. "Jangan! Kenapa harus berhenti?" "Kamu kesakitan, aku gak tega lihatnya!" "Sakitnya cuma sebentar mas. Sebentar lagi mungkin hilang, maaf kalau aku begini karena rasanya benar-benar sakit." "Tidak apa-apa. Aku tidak akan melanjutkannya, biar punya kamu membiaskan diri dengan milik aku." Zaura mengangguk, demi mengalihkan perhatian suaminya Zaura memulainya dengan meraih wajah suaminya dan mencium bibir laki-laki itu. Tentu saja Alandra tidak menolak, dia juga membalas l
Alandra tertawa melihat istrinya yang ketakutan Melihat rudal sakti miliknya. Bagaimana jadinya jika Alandra sampai memasukan rudal saktinya ke dalam goa sempit milik istrinya. Pastinya sangat nikmat, dan Alandra semakin tak sabar menunggu waktunya tiba. Tapi Alandra tak ingin melakuaknya secara langsung, laki-laki itu tidak ingin menakut-nakuti Zaura dengan rudal miliknya yang sudah seperti pedang sakti. "Kenapa Hhhm?" Tanya Alandra, seraya menciumi bahu tebuka istrinya. "I-itu apa mas? k-kenapa besar sekali?" "Ini benda yang akan bikin kamu keenakan. Kenapa malah takut Hhm? Ayo pegang," tukas Alandra, kembali menarik tangan istrinya. Zaura kembali menarik tangannya, rasanya dia enggan melihat ke arah rudal suaminya yang sudah mencuat ke atas. Apalagi sampai menyentuhnya, membayangkannya saja Zaura sudah bergidik ngeri. Lagi-lagi Alandra di buat tertawa dengan sikap sikap istrinya. Zaura takut dengan rudal miliknya, dan apakah Alandra akan berhenti saja? Oh tidak, sulit ba
Tidak berhenti di situ, dan Alandra tidak ingin memandanginya saja. Seraya memajukan wajahnya, bibirnya menyentuh puncak kuncup cokelat itu dan menjilatinya pelan. Zaura kembali bergetar. karena Alandra mulai memasukan seluruh permukaan bukit kembar itu ke dalam mulutnya, menyedotnya dengan kuat. seperti bayi yang kehausan. Sementara tangan satunya lagi masih memberikan remasan kecil di bukit satunya lagi. Bagaimana zuara tidak mengenal lagi. sedangkan perbuatan suaminya ini membuatnya tak kuasa untuk sekedar menahan desahannya. Zaura mendongak, menikmati setiap sesapan suaminya. Zaura juga meremas rambut Alandra dan menekannya hingga bukit kembar itu terasa penuh di mulutnya. Usai memberikan rangsangan melalui bukit kembar istrinya. Alandra mencium seluruh permukaan perut Zaura hingga Zaura menggeliat kegelian. Zaura merasa banyak sekali kupu-kupu yang hinggap di perutnya. Rasanya aneh, dan Zaura tidak sabar untuk menantikan kegiatan selanjutnya. "Ssssh, mas!" jerit Zaura,
Bukan hanya Alandra yang terkejut, melainkan Zaura yang langsung saja menutup tubuh mungilnya dengan jubah mandi yang di bawanya tadi. Tapi tetap saja, Alandra bahkan masih teringat dengan dua gundukan besar yang sebelumnya dia lihat tadi. "M-mas, kamu mau apa?" tanya Zaura gugup, jangan tanya pipinya yang sudah memerah bagaikan tomat busuk. Ingin rasanya Zaura menenggelamkan dirinya ke dasar laut paling dalam, malu sekali. "Aku mau ganti baju sayang," jawab Alandra, tanpa mengalihkan pandanganya dari sang istri malam ini yang terlihar sangat cantik. "K-kamu tunggu di luar! Aku ganti baju dulu," cicit Zaura seraya mendorong pintu. Grep! Alandra membawa Zaura ke dalam pelukannya. Istrinya sudah berpakaian seperti ini, mana mungkin Alandra akan membiarkan suaminya lolos begitu saja. "Sudah cantik begini, mau kemana Hhm?" "L-lepas mas, aku gak mau kemana-mana kok." "Kamu menggodaku sayang?" tanya Alandra, Dengan mendekatkan bibir tebalnya di cerik leher sang istri. Seke
"A-apa maksud Tante?" tanya Zea dengan perasaan takut. Karena sakarang, Rosa menatap Zea dengan tatapan membunuh. Zea menelan salivanya yang sedikit sulit, karena baru kali ini Zea melihat kemarahan Rosa. "Dengar Zea! kamu tidak perlu mengandaai-andiakan diri kamu untuk menikah dengan putra saya. Alandra sudah menikah, dan wanita yang cocok dengan Al itu hanya dia, Zaura. Saya tidak akan pernah Sudi anak saya bersanding dengan wanita murahan seperti kamu. sebelum kamu bermimpi, alangkah lebih baiknya kamu ngaca Zea, kamu tidak sebanding dengan keluarga saya!" Deg! Perasaan itu terasa menghantam perasaan Zea. Bagaimana mungkin, dia di tolak mentah-mentah oleh laki-laki yang dia cintai sendiri. Bahkan, Rosa juga mengatakannya murahan. Tanpa sadar, kedua tangannya Zea mengepal kuat. "Tan, Tante tidak bisa seperti itu. Tante harus mengerti perasaan Al. Dia mencintai aku, tapi karena keegoisan Tante malah menikahkan dia dengan Zaura. itu sama saja dengan Tante melukai anak Tante
Selesai perawatan, Rosa langsung mengajak menantunya untuk berbelanja keliling Mal. Sebelumnya, Zaura yang tak pernah pergi ke tempat seperti ini tampak bingung. Zaura bingung harus membeli apa, karena pakaian yang di sediakan Alandra sudah banyak di rumah mereka. Bahkan masih banyak baju yang bercampur yang belum pernah Zaura pakai. Mertuanya benar-benar mengajaknya belanja puas-puasan. Rosa mengerti jika menantunya pasti tidak akan mau memilih apapun, karena sebelum menyentuh dan melihatnya saja Zaura sudah kaget dengan harga yang di bandrol di sana. Tapi Rosa tak tinggal diam, wanita paruh baya yang masih kelihatan muda itu dengan cekatan mengambil beberapa barang untuknya dan untuk Rosa. "Ma, banyak sekali, ini untuk siapa?" Rosa tersenyum, mengusap punggung tangan Zaura dengan lembut. "Ini semua untuk kamu sayang, kamu ini seorang pebisnis jadi harus mempunyai banyak koleksi tas dan sepatu seperti Mama." "T-tapi, di rumah juga masih banyak barang yang belum pernah kepake