***
"Gimana hasilnya? Negatif, kan?" Dayana membisu dengan atensi yang tertuju pada testpack di tangan kirinya. Ia terduduk lemas di closet di kamar mandi kostnya, kedua matanya basah oleh cairan bening sementara perasaannya sendiri porak-poranda. Setelah kabur dari Ganesh usai dirusak pria itu sebulan yang lalu, Dayana pikir penderitaannya selesai. Sudah dua minggu ini dia bekerja di sebuah minimarket, menjalani hari dengan nelangsa. Sampai beberapa hari belakangan, rasa mual tiba-tiba saja menghampirinya. Karena curiga, Dayana memutuskan untuk melakukan pengecekan. Dan hasilnya membuatnya kehilangan kata-kata. "Day?" Suara Amelia, sahabatnya, kembali terdengar dari seberang sambungan. "Dua garis, Mel, aku hamil," jawab Dayana pada akhirnya, dengan suara yang sedikit bergetar. Tak ada sahutan, suasana mendadak hening hingga Dayana hanyut dalam perasaan terpukul. "Minta pertanggungjawaban kalau gitu, Day," ucap perempuan itu. "Jangan diam aja, karena si brengsek Ganesh harus tahu kalau perbuatannya udah bikin anak gadis orang hamil. Kesenangan dia kalau kamu sembunyiin kehamilan kamu!" "Aku takut, Mel," cicit Dayana. "Ganesh lakuin semuanya pas mabuk, dan—" "Takut mana minta pertanggungjawaban ke Ganesh sama biarin anak kamu lahir tanpa ayah?" tanya Amelia. "Dia bapaknya. Jadi dia harus tahu!" "Tapi, Mel—" "Aku bakal bantu kamu supaya ketemu sama Ganesh." Tak sekadar berkata, ucapan tersebut Amelia realisasikan. Ia berhasil meminta Ganesh untuk datang ke sebuah kafe hari itu juga. Kini, Dayana duduk berhadapan dengan sang mantan artis. Tak ada basa-basi, Dayana langsung mengeluarkan sebuah amplop yang kemudian dia berikan pada Ganesh. "Apa ini?" tanya pria itu dengan dahi mengernyit. Dayana tidak langsung menjawab. Perasaan takut mulai menggerogoti hatinya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi pria itu setelah ini. "Buka aja," kata Dayana dengan napas tercekat. Tak berkata apa-apa lagi, selanjutnya—masih dengan raut wajah heran, Ganesh mulai membuka amplop yang Dayana berikan. Tak ada raut wajah kaget, dia hanya mengernyit setelah mendapati sebuah testpack dan foto USG di dalam amplop itu. "Untuk apa kamu kasih ini ke saya?" tanya Ganesh sambil memandang Dayana. "Mau pamer kehamilan?" "Bukan," bantah Dayana sekenanya. Perasaannya semakin gelisah karena Ganesh tidak langsung mengerti maksud dari semua itu. "Lalu?" tanya Ganesh lagi, sambil menaikkan sebelah alis. Tak seramah ketika bersama para perempuannya, Ganesh—sang cassanova—selalu bersikap cuek ketika bersama Dayana. Ia selalu bicara seperlunya, yang membuat Dayana pada akhirnya takut pada pria itu. Untuk sekadar mencaci saja, dia tak berani. "Aku mau minta pertanggungjawaban sama kamu," ucap Dayana sambil meremas dress yang dia pakai, guna melampiaskan ketegangan yang semakin merajalela. "Janin yang ada di foto itu anak kamu. Dia hadir setelah empat minggu lalu kamu nidurin aku,” terang Dayana dengan suara bergetar. “Dan kalau kamu mau tahu, alasanku resign sebagai manajer kamu juga bukan karena aku mau menikah seperti yang kamu kira, tapi karena aku menghindari kamu, Danesh. Aku terlalu takut sama kamu karena kamu ambil kesucianku dan—" "Keluar dari agensi yang menaungi saya, kamu belajar akting?" tanya Ganesh—sengaja memotong ucapan Dayana sambil tersenyum remeh. "Udah cocok ambil project sinetron." "Ganesh, aku serius!" ujar Dayana, nada suaranya terdengar putus asa. "Kamu mungkin nggak ingat sama apa yang terjadi di antara kita karena waktu itu kamu mabuk. Tapi aku? Semua yang kamu lakuin masih teringat jelas di benak aku sampai sekarang! Jadi tolong sekarang tanggung jawab, karena aku enggak mau anak aku lahir tanpa ayah!" Senyuman memudar, raut wajah Ganesh seketika berubah serius. Ia memandang Dayana dengan tatapan yang intens, dengan rahang yang mengeras. "Kamu mau membodohi saya?" tuding Ganesh. "Kamu nggak secantik dan semenarik itu untuk saya tiduri, Dayana. Jadi kalau mau ngarang cerita, tolong yang logis sedikit. Saya masih cukup waras." Sepasang mata Dayana berkaca-kaca mendengar ucapan pria itu. "Aku nggak bohong. Empat minggu lalu, persis setelah pesta ulang salah satu teman kamu selesai, kamu mabuk dan aku bawa kamu ke salah satu kamar. Tadinya aku pengen kamu istirahat, tapi kamu justru narik aku dan—" Brak! "Hentikan omong kosongmu, Dayana!" ujar Ganesh setelah menggebrak meja, membuat Dayana terlonjak kaget. "Saya memang suka perempuan, tapi bukan perempuan seperti kamu. Jadi jangan pernah mengaku hamil anak saya!” Dayana terpegun. Jantungnya berdetak lebih cepat. Tatapan merendahkan pria itu membuat harga dirinya terinjak-injak. “Jangankan meniduri, menjadikanmu kekasih saja, saya nggak sudi. Penampilan pas-pasan begitu bisa-bisanya ngaku ditiduri sama saya. Waras kamu?" Bibir Dayana bergetar menahan tangis. Hatinya sakit mendengar semua ucapan pria di hadapannya. "Tapi itu yang kamu lakukan, Ganesh! Untuk apa aku bohong—” "Saya nggak mau dengar lagi!" sela Ganesh, tampak kehilangan kesabaran. "Saya menyesal karena meluangkan waktu untuk bertemu dengan kamu di sini. Saya pikir setelah resign secara mendadak, kamu menemui saya buat minta maaf, tapi ternyata kamu malah membuat drama murahan. Menjijikan." Ganesh lantas beranjak, lalu melempar testpack juga foto USG pada Dayana dengan kasar, membuat dua barang tersebut tergeletak begitu saja di atas meja. "Ambil testpack dan foto itu, terus cari orang lain buat kamu tipu," kata Ganesh dengan nada tajam. "Meski dalam kondisi mabuk sekalipun, otak saya pasti masih bekerja dengan baik untuk memilih perempuan yang mau saya tiduri. Sekali lagi kamu ngaku hamil anak saya, saya akan tuntut kamu ke jalur hukum. Ngerti kamu?" Tak mampu menjawab, Dayana hanya bisa diam dengan perasaan campur aduk. Air mata yang sejak tadi dia bendung, luruh juga membasahi pipi. Sementara Ganesh langsung pergi tanpa permisi. Sakit. Demi apapun, Dayana merasa sakit di sekujur tubuhnya yang kehilangan tenaga. Selain penolakan yang Ganesh beri, banyak sekali kalimat pria itu yang berhasil menggores hatinya. "Ya Tuhan, aku harus gimana?" tanya Dayana sambil terisak. "Jangankan tanggung jawab, Ganesh bahkan nggak ngaku pernah nidurin aku. Aku harus apa sekarang? Ibu sama Bapak pasti marah kalau tahu apa yang terjadi." Semakin hanyut dalam rasa kalut, Dayana terisak dengan kepala menunduk. Dia larut sendirian ke dalam duka juga rasa sakit, hingga suara berat seorang pria tiba-tiba saja terdengar—membuat dia dengan segera mengangkat pandangan. "Butuh tisu?" Dayana tertegun memandang pria yang cukup familiar untuknya. Sepasang matanya yang basah mengerjap, berusaha meyakinkan penglihatannya tidak keliru. "Kak Zerga?" "Masih ingat ternyata. Saya pikir kamu sudah lupa."***Pertemuan dengan Zerga kemarin membawa sedikit harapan untuk Dayana.Malam ini, Dayana sudah berada di sebuah taman untuk menemui Ganesh lagi atas bantuan Zerga.Bukan orang lain, Zerga adalah saudara kembar Ganesh. Setelah bertemu dengan Dayana di kafe kemarin, pria itu bertanya apa yang terjadi, dan Dayana pun menceritakan semuanya.Tidak seperti Ganesh, Zerga percaya pada Dayana.Kali ini, Dayana bertekad untuk lebih keras meyakinkan pria itu karena tak ada sedikit pun kebohongan, semua yang dia katakan pada Ganesh, jujur apa adanya."Ya Tuhan, semoga kali ini berhasil," gumam Dayana dengan perasaan yang kembali deg-degan. "Gimana pun juga Ganesh yang bikin aku begini. Jadi dia harus tanggung jawab."Selang beberapa detik setelahnya, dia mendengar sebuah sapaan tak asing—membuatnya dengan segera mengangkat pandangan."Selamat ma—kamu lagi?"Kerutan di kening pria itu seketika terbentuk. Raut wajahnya berubah masam. Sementara Dayana, dengan perasaan tegang yang semakin menggila,
***“Dayana, kamu masih di sana?” Suara Zerga kembali terdengar setelah Dayana hanya diam saking terkejutnya. “Y-ya, aku di sini,” sahutnya tergagap.Zerga menghela napas sebelum berkata, “Saya akan tunggu jawaban dari kamu. Saya harap kamu bisa ambil keputusan terbaik,” katanya. Dayana tidak mengatakan apapun. Lidahnya terasa kelu. “Dan satu pesan dari saya; jangan pernah berniat menggugurkan bayi yang kamu kandung, karena janin itu nggak punya salah apa pun. Ayahnya yang salah, karena nggak mau tanggung jawab. Jadi jangan lampiaskan ke makhluk suci yang nggak bisa memilih kapan hadir."Ucapan Zerga terus terngiang hingga beberapa jam kemudian. Dayana berbaring dengan posisi miring di atas kasurnya. Perasaannya campur aduk. Ia gelisah dan bingung harus melakukan apa. Ia tak menyangka Zerga tiba-tiba bersedia untuk bertanggungjawab. Dayana sempat bertanya alasan pria itu mau menikahinya, karena pernikahan adalah sesuatu yang serius. Dan Zerga memberikannya dua alasan, yaitu;Pert
***"Siapa?"Sambil beringsut secara perlahan, pertanyaan tersebut meluncur dari mulut Dayana setelah suara ketukan terdengar dari pintu.Tak pergi bekerja, siang ini dia menetap di kost setelah pagi tadi morning sickness parah dialaminya. Awalnya Dayana berniat untuk tetap bekerja. Namun, larangan dari Zerga yang pagi sekali sudah menghubunginya membuat dia manut pada perintah pria itu.Brak! Brak! Brak!Bukan lagi ketukan, selanjutnya yang Dayana dengar di pintu adalah sebuah tepukan kasar sehingga sambil menahan rasa tak nyaman di perut, dia kembali buka suara."Iya, sebentar!"Berjalan dengan langkah gontai, Dayana membuka pintu kost secara perlahan, kemudian betapa terkejutnya dia setelah di depannya kini berdiri seorang pria yang tak asing lagi.Bukan Zerga yang katanya berjanji akan datang setelah urusan dengan sang orang tua selesai, yang berdiri di depan Dayana justru Ganesh.Pria itu menatap Dayana intens—membuat yang ditatap, dihampiri rasa gugup bahkan takut."Ganesh….""K
“Kak, aku udah siap.”Dengan penampilan yang lebih rapi dari sebelumnya, Dayana memanggil Zerga. Perdebatan bersama Ganesh sudah usai beberapa saat yang lalu. Pria itu tetap tidak mau bertanggungjawab. Kasihan melihat Dayana terus memohon, Zerga melanjutkan niat baiknya untuk menikahi perempuan itu. Siang ini, Zerga mengajak Dayana ke rumah untuk menemui orang tuanya.“Cantik,” puji Zerga melihat penampilan Dayana. “Masih mual enggak?”“Enggak terlalu, Kak,” ucap Dayana dengan senyuman yang canggung. “Kakak bawa mobil?”“Iya di depan,” sahut Zerga sekenanya. “Ayo. Orang tua saya sudah nungguin kamu.”Lagi, Dayana tersenyum samar. Mengikuti Zerga yang sudah berbalik lebih dulu, pikirannya penuh. Ia masih merasa tak enak pada Zerga. Andai bisa, dia ingin sekali mengubah keputusan. Namun, ketidakmapanan Dayana dalam masalah ekonomi membuat keinginannya maju mundur. “Silakan,” ucap Zerga usai membuka pintu mobil.“A-aku duduk di depan, Kak?” tanya Dayana tergagap.“Iya. Kenapa?” tanya
Zerga melayangkan tatapan tajam, sementara pria di ambang pintu yang tak lain adalah Ganesh, berdiri dengan raut wajah berani. Ada di rumah setelah pergi dari kost Dayana, Ganesh menguping semua pembicaraan. Mencari momen yang tepat, dia keluar dari persembunyian setelah sang papa mengajak Dayana tinggal di rumahnya.Tak mau tinggal serumah dengan gadis itu, Ganesh bertekad menggagalkan rencana kedua orang tuanya. Sekali pun harus berdebat, dia rasanya siap karena tentang Dayana, feelingnya cukup buruk."Maksud kamu apa bicara begitu?" tanya Zerga. "Ada yang minta pendapat kamu memangnya di sini?"Ganesh memasang raut wajah tak acuh. Sambil memasukan kedua tangan ke dalam saku, tatapan angkuh dia berikan pada Dayana sebelum menimpali ucapan sang kakak."Aku salah satu penghuni di rumah ini. Jadi aku berhak berpendapat," jawabnya. Beralih pada Roby, dia berkata, "Lagipula apa enggak takut jadi gunjingan tetangga kalau Dayana tinggal sama kita? Dia dan Bang Zerga enggak ada ikatan apa-
***"Ck, tepat enggak ya keputusan yang aku ambil?"Dayana termenung. Dilanda bimbang, dia menimang lagi keputusannya untuk tinggal di kediaman Zerga. Meskipun disambut baik semua orang, Dayana tak tenang karena ada Ganesh yang menolak kehadirannya.Takut menghadirkan huru-hara di dalam keluarga Zerga, Dayana ingin membatalkan keputusan kemarin. Namun, Zerga pasti tak terima karena jika melihat bagaimana pria itu melindunginya, keseriusan Zerga tentang tanggung jawab, begitu nyata."Takut banget bikin keluarga Kak Zerga enggak akur."Duduk di ujung kasur, Dayana bermonolog. Sudah berpenampilan rapi, saat ini dia sedang menunggu jemputan ke rumah Zerga. Jika tak ada halangan, katanya dia akan dijemput pukul delapan pagi."Tapi kalau mendadak berubah pikiran, Kak Zerga pasti ngedesak buat ta-"Belum selesai Dayana bicara, ponselnya berdering. Mendapat telepon dari Zerga, dia lekas menjawab."Halo, Kak.""Halo, Day, kamu sudah siap kan untuk pindah?" tanya Zerga."Udah, Kak," jawab Dayan
***"Akh … Ganesh, tolong, ini salah!"Sekali lagi, Dayana kembali mendorong pria berkaos hitam yang saat ini mengungkung tubuhnya. Namun, pria di atas tubuh Dayana itu justru semakin menggila. Sambil meracau, pria tersebut bahkan tanpa ragu mendaratkan hidung bangirnya di ceruk leher Dayana—membuat perempuan itu tak kuasa menahan geliatan karena gelenyar aneh yang tercipta.“H-hentikan … ah—!”Lenguhan itu lolos dari bibir Dayana saat Ganesh menggigit ujung daun telinganya dengan sensual. Tangannya juga sibuk menjelajahi tubuh Dayana yang mulai bergetar di bawahnya. Dia adalah Adiasta Ganesh, seorang selebgram sekaligus model di sebuah agensi yang Dayana manajeri.Malam ini, Ganesh mendapat undangan birthday party dari salah satu teman satu profesi di sebuah kelab malam. Pesta berjalan dengan semestinya hingga orang-orang yang hadir di sebuah ruangan VIP mulai menggila dan kehilangan kendali.Hampir semua orang mabuk setelah menegak alkohol dalam dosis yang tak sedikit, dan Ganesh