***
Pertemuan dengan Zerga kemarin membawa sedikit harapan untuk Dayana. Malam ini, Dayana sudah berada di sebuah taman untuk menemui Ganesh lagi atas bantuan Zerga. Bukan orang lain, Zerga adalah saudara kembar Ganesh. Setelah bertemu dengan Dayana di kafe kemarin, pria itu bertanya apa yang terjadi, dan Dayana pun menceritakan semuanya. Tidak seperti Ganesh, Zerga percaya pada Dayana. Kali ini, Dayana bertekad untuk lebih keras meyakinkan pria itu karena tak ada sedikit pun kebohongan, semua yang dia katakan pada Ganesh, jujur apa adanya. "Ya Tuhan, semoga kali ini berhasil," gumam Dayana dengan perasaan yang kembali deg-degan. "Gimana pun juga Ganesh yang bikin aku begini. Jadi dia harus tanggung jawab." Selang beberapa detik setelahnya, dia mendengar sebuah sapaan tak asing—membuatnya dengan segera mengangkat pandangan. "Selamat ma—kamu lagi?" Kerutan di kening pria itu seketika terbentuk. Raut wajahnya berubah masam. Sementara Dayana, dengan perasaan tegang yang semakin menggila, dia buka suara. "Ganesh," panggilnya pelan. "Jadi ibu hamil yang pengen banget ketemu saya itu, ternyata kamu?" tanya Ganesh. Ia tidak repot-repot menyembunyikan nada tak suka dari suaranya. Ganesh merasa tertipu karena Zerga hanya berkata jika ada seorang ibu hamil yang mengidam untuk bertemu dengannya. Karena tak terlalu sibuk, Ganesh mengiyakan permintaan tersebut. Tapi saat mendapati Dayana, rasa kesal langsung datang mengingat pertemuan kemarin berhasil membuatnya dongkol. "Iya," ucap Dayana sambil beranjak. "Aku mau lanjutin pembahasan kemarin, karena semuanya belum selesai. Aku punya bukti buat ucapanku—" "Bukti apa?" tanya Ganesh, memotong ucapan Dayana tanpa permisi. "Kamu ini nggak tahu malu ya? Kamu yang hamil, kenapa saya yang direpotkan?” Belum apa-apa, omelan sudah Dayana dapatkan dari Ganesh. Namun, tak mau menyerah, dia berusaha kuat karena selain untuk dirinya, Dayana harus berjuang pula untuk bayi yang kini dia kandung. "Kamu nggak ngerasa karena waktu itu kamu lagi mabuk, Ganesh," jelas Dayana, berusaha sabar. "Kamu di bawah pengaruh alkohol jadi—" "Saya nggak akan tanggung jawab!" ujar Ganesh lagi dengan intonasi meninggi, yang berhasil membuat Dayana meringis. "Saya bukan laki-laki polos yang bisa kamu begoin, jadi berhenti bicara omong kosong karena saya nggak akan percaya.” Perlahan, harapan Dayana mulai pupus. “Perempuan macam kamu bisa aja kan tidur sama banyak laki-laki? Cuman karena mereka nggak mau tanggung jawab, kamu manfaatin saya karena waktu itu saya lagi mabuk. Bisa, kan, begitu?" Lagi, hinaan Ganesh lontarkan untuk Dayana. Sampai detik ini dia masih yakin jika perempuan itu hanya mengarang cerita, sehingga sebisa mungkin Ganesh harus bersikap tegas. "Aku enggak semurahan itu, Ganesh," ucap Dayana dengan suara memelan, pun cairan bening yang mulai menggenang di pelupuk mata. "Aku nggak pernah tidur sama laki-laki manapun selain kamu. Itu pun karena aku dipaksa. Kamu perko—" "Halah!" potong Ganesh dengan senyuman meremehkan. "Kebanyakan perempuan yang saya kenal ngomongnya juga gitu, tapi buktinya mereka udah tidur sama laki-laki lain. Munafik." "Jaga ucapan kamu, Ganesh!" "Cukup. Saya harap ini terakhir kamu coba menipu saya dengan omong kosong kamu itu, Dayana," ucap Ganesh, memberikan peringatan. “Sekali lagi kamu menemui saya, saya benar-benar akan melaporkan kamu ke polisi.” Kedua tangan Dayana mengepal dengan bibir saling terkatup rapat. Sementara Ganesh berbalik, melengos pergi menuju mobil. Air mata kembali turun membasahi pipinya ketika mobil Ganesh melaju pergi, meninggalkannya seorang diri. Perhatian Dayana teralihkan saat ponsel di atas bangku berdering. Dayana mendapati nama Zerga terpampang di layar. Dayana menarik napas sebelum menerima panggilan itu. "Halo, Kak Zerga." "Sudah bertemu dengan Ganesh?" tanya Zerga dari seberang sana. Berbeda dengan Ganesh yang selalu sinis setiap kali berbicara dengannya, suara pria itu justru terdengar lembut dan menenangkan. "Tadi saya lihat dia ninggalin rumah." "Udah, Kak," ucap Dayana apa adanya. "Tapi sama seperti kemarin, dia masih menyangkal. Ganesh bahkan nggak mau lihat buktinya dan sekarang dia pergi gitu aja.” Suara Dayana bergetar, menahan sakit dan juga amarah yang begitu besar. “Dia lepas tangan dan sekarang aku nggak tahu harus apa. Aku pikir percuma terus nemuin Ganesh karena dia pasti nggak bakalan mau mengakui anak dalam kandunganku." "Sedikit pun itu dia nggak percaya sama kamu?" "Enggak, Kak," ucap Dayana, perlahan duduk kembali di bangku yang tersedia di sana. Tubuhnya terasa lemas. "Dia malah ngata-ngatain aku sama seperti kemarin. Padahal, Demi Tuhan, aku belum pernah tidur sama pria manapun selain Ganesh.” Dayana tahu kalau dia memang perempuan biasa, tapi dia masih punya harga diri. Dia bukan wanita murahan yang suka rela memberikan tubuhnya pada sembarang pria. Kalau tahu ujungnya seperti ini, Dayana akan memilih untuk meninggalkan Ganesh dalam kondisi mabuk. Selama beberapa saat, hanya keheningan yang menemani Dayana di taman itu. Ia tidak berharap apa pun, dia pikir setelah ini Zerga hanya akan menenangkannya kemudian meminta dia untuk bersabar. Namun, selanjutnya yang dikatakan Zerga justru berhasil membuat Dayana kaget bukan kepalang. "Kalau saya yang bertanggungjawab, apa kamu bersedia? Saya siap menikahi kamu dan mengakui anak yang kamu kandung."***“Dayana, kamu masih di sana?” Suara Zerga kembali terdengar setelah Dayana hanya diam saking terkejutnya. “Y-ya, aku di sini,” sahutnya tergagap.Zerga menghela napas sebelum berkata, “Saya akan tunggu jawaban dari kamu. Saya harap kamu bisa ambil keputusan terbaik,” katanya. Dayana tidak mengatakan apapun. Lidahnya terasa kelu. “Dan satu pesan dari saya; jangan pernah berniat menggugurkan bayi yang kamu kandung, karena janin itu nggak punya salah apa pun. Ayahnya yang salah, karena nggak mau tanggung jawab. Jadi jangan lampiaskan ke makhluk suci yang nggak bisa memilih kapan hadir."Ucapan Zerga terus terngiang hingga beberapa jam kemudian. Dayana berbaring dengan posisi miring di atas kasurnya. Perasaannya campur aduk. Ia gelisah dan bingung harus melakukan apa. Ia tak menyangka Zerga tiba-tiba bersedia untuk bertanggungjawab. Dayana sempat bertanya alasan pria itu mau menikahinya, karena pernikahan adalah sesuatu yang serius. Dan Zerga memberikannya dua alasan, yaitu;Pert
***"Siapa?"Sambil beringsut secara perlahan, pertanyaan tersebut meluncur dari mulut Dayana setelah suara ketukan terdengar dari pintu.Tak pergi bekerja, siang ini dia menetap di kost setelah pagi tadi morning sickness parah dialaminya. Awalnya Dayana berniat untuk tetap bekerja. Namun, larangan dari Zerga yang pagi sekali sudah menghubunginya membuat dia manut pada perintah pria itu.Brak! Brak! Brak!Bukan lagi ketukan, selanjutnya yang Dayana dengar di pintu adalah sebuah tepukan kasar sehingga sambil menahan rasa tak nyaman di perut, dia kembali buka suara."Iya, sebentar!"Berjalan dengan langkah gontai, Dayana membuka pintu kost secara perlahan, kemudian betapa terkejutnya dia setelah di depannya kini berdiri seorang pria yang tak asing lagi.Bukan Zerga yang katanya berjanji akan datang setelah urusan dengan sang orang tua selesai, yang berdiri di depan Dayana justru Ganesh.Pria itu menatap Dayana intens—membuat yang ditatap, dihampiri rasa gugup bahkan takut."Ganesh….""K
“Kak, aku udah siap.”Dengan penampilan yang lebih rapi dari sebelumnya, Dayana memanggil Zerga. Perdebatan bersama Ganesh sudah usai beberapa saat yang lalu. Pria itu tetap tidak mau bertanggungjawab. Kasihan melihat Dayana terus memohon, Zerga melanjutkan niat baiknya untuk menikahi perempuan itu. Siang ini, Zerga mengajak Dayana ke rumah untuk menemui orang tuanya.“Cantik,” puji Zerga melihat penampilan Dayana. “Masih mual enggak?”“Enggak terlalu, Kak,” ucap Dayana dengan senyuman yang canggung. “Kakak bawa mobil?”“Iya di depan,” sahut Zerga sekenanya. “Ayo. Orang tua saya sudah nungguin kamu.”Lagi, Dayana tersenyum samar. Mengikuti Zerga yang sudah berbalik lebih dulu, pikirannya penuh. Ia masih merasa tak enak pada Zerga. Andai bisa, dia ingin sekali mengubah keputusan. Namun, ketidakmapanan Dayana dalam masalah ekonomi membuat keinginannya maju mundur. “Silakan,” ucap Zerga usai membuka pintu mobil.“A-aku duduk di depan, Kak?” tanya Dayana tergagap.“Iya. Kenapa?” tanya
Zerga melayangkan tatapan tajam, sementara pria di ambang pintu yang tak lain adalah Ganesh, berdiri dengan raut wajah berani. Ada di rumah setelah pergi dari kost Dayana, Ganesh menguping semua pembicaraan. Mencari momen yang tepat, dia keluar dari persembunyian setelah sang papa mengajak Dayana tinggal di rumahnya.Tak mau tinggal serumah dengan gadis itu, Ganesh bertekad menggagalkan rencana kedua orang tuanya. Sekali pun harus berdebat, dia rasanya siap karena tentang Dayana, feelingnya cukup buruk."Maksud kamu apa bicara begitu?" tanya Zerga. "Ada yang minta pendapat kamu memangnya di sini?"Ganesh memasang raut wajah tak acuh. Sambil memasukan kedua tangan ke dalam saku, tatapan angkuh dia berikan pada Dayana sebelum menimpali ucapan sang kakak."Aku salah satu penghuni di rumah ini. Jadi aku berhak berpendapat," jawabnya. Beralih pada Roby, dia berkata, "Lagipula apa enggak takut jadi gunjingan tetangga kalau Dayana tinggal sama kita? Dia dan Bang Zerga enggak ada ikatan apa-
***"Ck, tepat enggak ya keputusan yang aku ambil?"Dayana termenung. Dilanda bimbang, dia menimang lagi keputusannya untuk tinggal di kediaman Zerga. Meskipun disambut baik semua orang, Dayana tak tenang karena ada Ganesh yang menolak kehadirannya.Takut menghadirkan huru-hara di dalam keluarga Zerga, Dayana ingin membatalkan keputusan kemarin. Namun, Zerga pasti tak terima karena jika melihat bagaimana pria itu melindunginya, keseriusan Zerga tentang tanggung jawab, begitu nyata."Takut banget bikin keluarga Kak Zerga enggak akur."Duduk di ujung kasur, Dayana bermonolog. Sudah berpenampilan rapi, saat ini dia sedang menunggu jemputan ke rumah Zerga. Jika tak ada halangan, katanya dia akan dijemput pukul delapan pagi."Tapi kalau mendadak berubah pikiran, Kak Zerga pasti ngedesak buat ta-"Belum selesai Dayana bicara, ponselnya berdering. Mendapat telepon dari Zerga, dia lekas menjawab."Halo, Kak.""Halo, Day, kamu sudah siap kan untuk pindah?" tanya Zerga."Udah, Kak," jawab Dayan
***"Akh … Ganesh, tolong, ini salah!"Sekali lagi, Dayana kembali mendorong pria berkaos hitam yang saat ini mengungkung tubuhnya. Namun, pria di atas tubuh Dayana itu justru semakin menggila. Sambil meracau, pria tersebut bahkan tanpa ragu mendaratkan hidung bangirnya di ceruk leher Dayana—membuat perempuan itu tak kuasa menahan geliatan karena gelenyar aneh yang tercipta.“H-hentikan … ah—!”Lenguhan itu lolos dari bibir Dayana saat Ganesh menggigit ujung daun telinganya dengan sensual. Tangannya juga sibuk menjelajahi tubuh Dayana yang mulai bergetar di bawahnya. Dia adalah Adiasta Ganesh, seorang selebgram sekaligus model di sebuah agensi yang Dayana manajeri.Malam ini, Ganesh mendapat undangan birthday party dari salah satu teman satu profesi di sebuah kelab malam. Pesta berjalan dengan semestinya hingga orang-orang yang hadir di sebuah ruangan VIP mulai menggila dan kehilangan kendali.Hampir semua orang mabuk setelah menegak alkohol dalam dosis yang tak sedikit, dan Ganesh
***"Gimana hasilnya? Negatif, kan?"Dayana membisu dengan atensi yang tertuju pada testpack di tangan kirinya. Ia terduduk lemas di closet di kamar mandi kostnya, kedua matanya basah oleh cairan bening sementara perasaannya sendiri porak-poranda.Setelah kabur dari Ganesh usai dirusak pria itu sebulan yang lalu, Dayana pikir penderitaannya selesai. Sudah dua minggu ini dia bekerja di sebuah minimarket, menjalani hari dengan nelangsa. Sampai beberapa hari belakangan, rasa mual tiba-tiba saja menghampirinya. Karena curiga, Dayana memutuskan untuk melakukan pengecekan. Dan hasilnya membuatnya kehilangan kata-kata."Day?" Suara Amelia, sahabatnya, kembali terdengar dari seberang sambungan."Dua garis, Mel, aku hamil," jawab Dayana pada akhirnya, dengan suara yang sedikit bergetar. Tak ada sahutan, suasana mendadak hening hingga Dayana hanyut dalam perasaan terpukul. "Minta pertanggungjawaban kalau gitu, Day," ucap perempuan itu. "Jangan diam aja, karena si brengsek Ganesh harus tahu k