Selamat membaca
Setelah selesai acara masak masak kami langsung membereskan bekasnya.Waktu siang tiba dan sebentar lagi waktunya Shalat Duhur, Nia dan Rina sedang tidur bersama anak Sumi.Untuk itu aku memutuskan untuk mandi terlebih dahulu sambil menunggu mereka bangun.Aku memutuskan untuk Shalat Duhur di sini, tak sengaja setelah selesai Shalat aku ketiduran di atas sejadah dengan tubuh masih memakai mukena."Mah, Mamah bangun udah sore" ujar Rina ssmbil mengguncangkan tubuhku."Astaghfirullah,! sudah sore. Ayo nak kita pulang" ucapku kaget dan langsung membuka mukena yang masih ku pakai."Mau kemana Mbak,? Kok buru buru," ucap Sumi menghampiriku."Sumi kok tidak membangunkan Mbak,?" tanyaku kepadanya."Abisnya Mbak tidurnya nyenyak amat," jawabnya."Emak sama Nia di mana,?" "Emak lagi Shalat kalau Nia, tuh lagi mandi sama anakku" jawabnya sambil menunjuk ke kamar mandi."Kalau gitu Mbak pulang dulu yah, kalau Nia nanyain Mbak pulang dulu, nanti kesini lagi," ucapku sambil berjalan ke luar.Dengan di temani Rina, aku bergegas untuk pulang karena takut Mas Anang marah.Setelah beberapa saat berjalan, akhirnya sampai juga di rumahku.CeklekAku dan Rina berjalan ke tengah rumah dan,,,Buugghh,,,praangggMas Anang melempar baskom ke tubuhku kemudain terjatuh ke lantai.'Rin kamu ke kamar gih' bisikku ke telinga Rina dan dia pun langsung berlari ke kamarnya."Heh dari mana aja kamu jam segini baru pulang.! Suami pulang mau makan gak ada apa apa, mau minum habis air galonnya. Dan kamu malah enak enakan makan di rumah Emakmu tanpa mempedulikan keadaan suami sendiri. Dasar istri gak becus.!" teriak Mas Anang di hadapan mukaku.Plaaakk,,plaakkMas Anang menamparku dengan keras dan seketika tubuhku ambruk ke lantai. Tangisku pun pecah."Sini aku minta uang buat beli makan.!" dia menyertku menuju kamar."Ampun Mas, ampuun. I-iya iya aku mau ambil dulu di lemari." jawabku dengan suara bergetar.Setelah mengambil sejumah uang aku langsung memberikannya ke Mas Anang, dengan kasar dia membawanya dan langsung pergi keluar sambil membanting pintu depan.Badanku luruh di lantai, Rina keluar dari kamarnya dan langsung berlari ke arahku."Maafin Rina Mah, Rina gak bisa bantuin Mamah tadi," ujarnya sambil memelukku."Iya gak papa, Nak" jawabku berbohong agar anakku tidak khawatir.Kami berdua langsung menangis kembali sambil berpelukan mengingat kejadian barusan."Siti,, Sitii kamu di mana?" teriak Bi Neneng memanggilku sambil celingukan"Astaghfirullah kamu kenapa Siti,?" ucapnya sambil memapahku duduk di ranjangKemudian Bi Neneng membrikan aku air minum agar aku bisa lebih tenang.Setelah keadaanku mulai tenang Bi Neneng bertanya kepadak apa yang terjadi."Sebenarnya ini salah Siti Bi, karena pergi terlalu lama ke rumah Emak. Tapi Siti gak sengaja, setelah Shalat Duhur ketiduran hingga sore hari. Dan ketika Siti pulang Mas Anang marah marah katanya dia mau makan tapi gak ada apa apa, padahal ada telur di dapur cuman Siti belum sempat memasaknya." terangku."Ya Allah kasian kamu Siti" ujar Bi Neneng berkaca kaca."Jadi gini, tadi Bibi lagi sapu sapu di depan warung terus Bibi dengar suara benda jatuh dari arah rumahmu, tak lama setelah itu Anang keluat sambil membanting pintu. Setelah Anang pergi Bibi bergegas ke sini takut terjadi apa apa sama kamu," lanjutnya.Bibi memelukku erat sambil mengusap usap punggungku, aku kembali nangis di pekukannya. Rasanya lahir dan batin ini tersiksa di perlakukan seperti ini oleh suami sendiri."Maafin Bibi ya Siti, Bibi gak bisa bantu apa apa, hanya bisa mendoakan semoga Anang segera mendapatkan hidayah dari Allah," ujarnya sambil melepaskan pelukan."Aamiin, terimakasih Bi atas do'a dan pergatiannya.""Kalau gitu Bibi mau pulang ya, takut Anang keburu ke sini lagi. Bibi takut di marahin, gak papa kan kamu bareng Rina di sini,?" tanyanya sambil melihat ke arah Rina.Aku mengangguk mengiiyakan dan Bi Neneng pun bergegas pulang kerumahnya...Tak mau berlarut dalam kesedihan aku langsung mengambil wudhu dan melaksanakan shalat Asar.Aku masih sangat terpukul dengan kejadian tadi. Untuk itu, aku dan Rina memutuskan untuk malam ini menginap di rumah Emak. Sedangkan Adi, dia belum pulang dari tadi."Assalamu'alaikum Mak," ujarku masuk ke rumah"Ya Allah Siti, kamu gak papa kan, Nak?" ucap Emak langsung memelukku sambil terisak."Siti gak papa kok Mak, emang Siti kenapa gitu,?" tanyaku pura pura tidak tahu."Ayo sini duduk dulu," jawabnya sambil menuntun ku suduk di karpet. "Emak tahu kamu sedang tidak apa apa, Emak bisa lihat dari tatapan matamu yang sedang sedih. Dan tadi Bi Neneng ke sini mengatakan semuanya," lanjutnya dengan tatapan sendu."Mmhh Siti gak papa kok Mak, Emak kan tahu Siti sudah biasa dengan keadaan seperti ini," jawabku."Tapi mau sampai kapan Siti,? Sampai kapan kamu harus menanggung semua ini,? Emak ikhlas jika kamu bercerai dengan Anang asalkan anak dan cucu cucu Emak hidup tenang dan juga bahagia," terangnya dengan menitikan air mata."Siti juga tidak tahu Mak, tapi untuk bercerai dengan Mas Anang rasanya tidak mungkin. Emak kan tahu perceraian di kampung kita adalah sebuah aib yang harus di hindari, apalagi biaya perceraian itu kan mahal Mak, dari mana Siti punya uang untuk membayarnya. Lagian Siti juga takut akan ancaman Mas Anang waktu itu." Jawabku tertunduk."Tapi nak, uang bisa di cari. Dari pada kamu sama anak anakmu menderita selamanya. Dan juga ingat! Memang percerain adalah aib. Tapi, kalau memang tidak cocok kenapa harus di pertahankan. Biar kata orang mau bilang apa, toh yang menjalankannya kan bukan mereka" ujar Emak menegaskan."Udah Mak, Siti gak papa kok yang penting Emak selalu do'ain Siti agar lebih bersabar menghadapi semua ini," ujarku dengan penuh keyakinan.Tanpa bicara lagi Emak langsung masuk ke kamarnya, mungkin karena kecewa dengan keputusanku. Wajar jika Emak bersikap demikian, bagaimanapun sebagai seorang Ibu pasti ingin yang terbaik untuk anaknya, sama halnya dengan Emak.Tapi mau bagaimana lagi, rasanya aku belum siap jika harus menjadi janda saat ini. Apalagi anak anak, terutama Nia yang masih sangat butuh kasih sayang Bapaknya. Ntahlaahh..Aku bergegas menghampiri anak anak yang sedang bermain di kamar dengan Tante dan juga keponakannya. Aku memperhatikan mereka yang sedang tertawa dengan saudaranya, ada rasa bahagia di hati ini melihat anak anakku ceria.Tak berselang lama mereka semua tertidur dengan sendirinya, mungkin karena kelelahan setelah bermain.Hingga menyisakan aku dan juga adikku Sumi,,"Mbak turut sedih aku mendengar semua berita ini," Sumi membuka suaraAku menghela napas panjang,,"Habis mau gimana lagi Sum, mungkin sudah takdir Mbak begini. Mungkin jika Mbak tidak sabar Mbak sudah minta cerai dengan Mas Anang, tapi Mbak yakin Allah akan membalas semua kesabaran Mbak nanti," ujarku menguatkan hati agar selalu berfikiran begitu.Jujur sebagai manusia biasa ada kalanya aku ingin menyerah dengan hidup ini. Apalagi dengan melihat keadaan rumah tangga orang lain yang keadaannya jauh lebih baik dariku. Tapi aku selalu ingat bahwa Allah menguji hambanya sesuai batas kemampuannya.Aku duluan mengakhiri percakapan dengan Sumi, karena jika harus berbicara soal itu lagi rasanya rasa sakit ini akan sulit hilang. Meskipun kenyataannya memang selalu ku ingat dalam benak.Sebelum ku memejamkan mata, aku memohon dengan secercah harapan. Semoga esok hari kehidupan berjalan dengan lancar dan baik baik saja...Bersambung di part selanjutnyaBERSAMBUNGSelamat membacaSebelum matahari terbit, aku lebih dulu berkutat dengan pekerjaan rumah tangga di rumah Emak. Dengan di bantu Sumi kegiatanpun selesai dengan cepat."Sumi, Mbak mau pulang dulu solanya hari ini anak anak semuanya sekolah," ujarku kepada Sumi yang sedang menjemur pakaian."Iya Mbak hati hati di jalan," jawabnya setengah berteriak.Bergegas ku langkahkan kaki menuju rumah. Ketika sampai di rumah, keadaannya masih sama ketika kemarin ku tinggalkan.Tujuan utama aku langsung ke kamar anak sulungku Adi, dan saat ku buka pintu ternyata kosong tak ada Adi di dalamnya.Kemudian aku masuk ke kamarku dan ketika ku buka pintu..Keadaannya sangat berantakan,,Baju baju yang ada di lemari berhamburan di lantai hanya menyisakan beberapa helai pakaian yang ada di dalam lemari.Dengan kaki gemetar aku langsung berlari menuju lemari tempat aku menyimpan uang pemberian Bu RT
Besok Mamah berencana untuk mengajak kalian semua untuk kepasar, membeli keperluan sekolah. Tapi dikarenakan Kak Adi sekolah, jadi Rina sama Nia aja yang ikut. Gak papa kan Kak,?" tanyaku meoleh kepada Adi."Iya, gak papa kok Mah" jawabnya tersenyum.Setelahnya kami langsung pergi ke kamar masing masing untuk tidur."Bapak, Nia mau di kelonin Bapak dong," ujarnya memelas."Jangan sekarang lah, Bapak lagi sibuk!" jawabnya datar tanpa menoleh kearah Nia.Karena mendapat penolakan dari sang Bapak, aku mencoba menghiburnya dengan membacakan buku dongeng untuknya. Beruntung Nia tidak menolak, malah di respon dengan wajah gembira.Di tengah tengah aku bercerita, terdengar dengkuran halus dari Nia. Menandakan bahwa dirinya sudah tertidur pulas da
"Bu dipilih aneka jajanannya," ucapku sambil tersenyum kepada salah satu langgananku yang bernama Bu Nur."Eh Mbak Siti sini saya mau dong, ada apa aja Mbak?""Banyak Bu silahkan di pilih," ucapku sambil menghampiri Bu Nur yang sedang menyapu halaman rumahnya.. Berdagang keliling sudah menjadi pekerjaannku selama dua tahun belakangan ini, di karenakan Suamiku Mas Anang yang tidak mau menafkahiku dan ketiga anakku.Mas Anang sudah tidak mau bekerja lagi semenjak pulang dari perantauan, dan sekarang Mas Anang hanya membantuku membuat aneka makanan untuk Aku berjualan..Beruntung keluargaku sudah memeiliki rumah dari hasil Mas Anang masih bekerja, meskipun tidak besar setidaknya nyaman untuk di tempati oleh keluargaku..Apakah Mas Anang tidak ada inisiatif untuk bekerja? Aku pun tidak tahu. Terkadang Aku iri kepada mereka wanita yang di perjuangkan segala kebutuhannya oleh suaminya,
Bugghh,,Mas Anang memukul betisku dengan gagang sapu, Aku menangis tanpa suara hanya air mata yang mengalir begitu deras, aku takut anak bungsuku yang sedang tertidur bangun karena mendengar aku menangis.."Makanya jangan berani berani menyuruku.! Apa susahnya sih bekerja. Sekarang giliran kamu Siti bekerja? dulu aku juga bekerja buat membeli rumah ini,!" ucap Mas Anang sambil membanting sapu ke sampingku.Setelah puas memarahiku dia langsung pergi keluar entah mau kemana, aku tak peduli aku masih sakit hati karena di perlakukan seperti ini. Aku langsung menghambur ke kamar untuk menenangkan diri..***Begitulah sifat Mas Anang, setiap dia merasa kesal dengan ucapan ataupun perbuatan yang meurutnya salah, maka tidak akan segan segan untuk memukul atau membantak dengan suara keras.Sebenarnya aku tak pernah membalas kemaraham Mas Anang, tapi untuk saat ini aku sudah benar benar lelah dengan sem
Pov EmakKetika seorang ibu melihat rumah tangga anaknya tidak baik baik saja, apa yang di rasakan,? Sedih sudah pasti,!Dan itu yang kurasakan sekarang, melihat anakku yang harus berjuang agar rumah tangga yang di bangunnya tidak roboh di tengah jalan. Ketika Siti masih kecil dan Bapaknya belum meninggal, kami adalah keluarga yang cukup berada.Dan waktu berlalu begitu cepat, hingga menyisakan aku yang sudah tua tanpa seorang pendamping dan tidak mempunyai apa apa.Duhai anakku..Andai saja dulu, Emak tidak merestui Anang untuk menikah denganmu. Mungkin ini semua tidak akan terjadi, jujur dulu Emak dan Bapak terlalu takut untuk menolak keinginannya karena dia datang bersama seorang ustadz yang tegas, siapapun tak berani membantahnya.Bukan masalah harta, tapi soal rasa sayang dan tanggung jawab yang tidak Emak sukai dari Anang. Terlebih dia tidak segan segan memar
Pagi ini ketika sudah melaksanakan solat Subuh, Rani langsung ke rumah neneknya karena mau mengambil buku pelajaran yang tertinggal.Tak berselang lama dia pulang dengan keadaan wajah di penuhi dengan air mata dengan tubuh bergetar."Mah, Mamah Nenek Mah," ujarnya terbata."Nenek kenapa Rin,?" seruku khawatir."Nenek jatuh Mah di kamar mandi," tangisnya pun seketika pecah di pelukanku."Astaghfirullah. Ayo nak kita langsung kesana," ucapku tergesa.Dengan di temani Rina, setengah berlari aku segera menuju ke rumah Emak rasanya kaki ini melayang karena terlalu khawatir..Setelah sampai di rumah Emak terdapat beberapa tetangga."Bapak Bapak gimana kabar Emak?" tanyaku kepada salah satu dari mereka."Ini, tadi Rina teriak minta tolong terus kami warga yang mau berangkat ke ladang langsung menghampiri dan katanya neneknya jatuh di kamar mandi, setelah kami lih
Setelah mendengar ucapan itu aku menoleh ke sumber suara dan ternyata mereka Bu Cucu dan tetangganya."Wajarlah Bu di dapat bansos secara kan suaminya pengangguran," ujar tetangganya di iringi dengan kekehan keduanya.Mereka berbicara dengan suara agak keras jadi aku bisa mendengar perkataan mereka meskipun aku sudah melewatinya.Bu Cucu merupakan tetangga yang cukup jauh denganku, dan di kenal sebagai orang yang suka nyindir ataupun ngomongin orang wajar jika dia tahu keadaan keluargaku.Memang benar apa yang di katakan mereka, bahkan Bi Nenengpun tahu kalau mereka suka membicarakan keluargaku. Tapi ketika mereka langsung membicarakan nya di depanku, rasanya ada yang nyeri di hati ini..Beruntung tempat yang ku tuju sudah dekat jadi aku bergegas agar tidak ketinggalan pengajiaannya.Meskipun aku selalu sibuk dengan semua kegiatanku tapi aku selalu berusaha untuk menyempatkan waktu untuk mengikuti pengajian bersama.