Setelah mendengar ucapan itu aku menoleh ke sumber suara dan ternyata mereka Bu Cucu dan tetangganya.
"Wajarlah Bu di dapat bansos secara kan suaminya pengangguran," ujar tetangganya di iringi dengan kekehan keduanya.Mereka berbicara dengan suara agak keras jadi aku bisa mendengar perkataan mereka meskipun aku sudah melewatinya.Bu Cucu merupakan tetangga yang cukup jauh denganku, dan di kenal sebagai orang yang suka nyindir ataupun ngomongin orang wajar jika dia tahu keadaan keluargaku.Memang benar apa yang di katakan mereka, bahkan Bi Nenengpun tahu kalau mereka suka membicarakan keluargaku. Tapi ketika mereka langsung membicarakan nya di depanku, rasanya ada yang nyeri di hati ini..Beruntung tempat yang ku tuju sudah dekat jadi aku bergegas agar tidak ketinggalan pengajiaannya.Meskipun aku selalu sibuk dengan semua kegiatanku tapi aku selalu berusaha untuk menyempatkan waktu untuk mengikuti pengajian bersama.***Ketika jalan pulang dari kejauhan aku melihat motor parkir di halaman rumahku, bergegas ku percepat langkah agar segera sampai."Assalamualaikum,""Wa'alaikum salam, Mah ada Tante Devi," ujar Rina ketika aku memasuki rumah.'Ada Devi,? kok tumben dia kesini' gumamku heran."Terus sekarang dia dimana, nak?""Lagi di kamar mandi,Mah" jawab Rina sambil berlalu pergi ke kamar.Klekk pintu di buka,,,"Eh Mbak Siti udah pulang ya ngaji nya,? ujarnya ketus."Iya, kamu dari kapan kesini,?" ujarku tersenyum."Santai dong Mbak belum juga duduk udah nanya aja, kasih cemilan kek aku kan tamu Mbak. Eh maksudnya adik ipar," ucapnya terkekeh."Iya silahkan duduk Mbak mau ke dapur dulu," ucapku berlalu.Sudah beberapa tahun ini keluarga dari suamiku tidak pernah kesini, walaupun hanya sekedar Silaturahmi tapi aku tak menganggapnya dengan serius, mungkin mereka memang sibuk atau ada kepentingan lain.Tapi aku tetap menganggap mereka sebagai bagian dari keluargaku setidaknya kami selalu berkunjung ke rumah keluarga Mas Anang ketika hari raya Idul Fitri.Aku kembali dari dapur sambil membawa beberapa cemilan berupa makanan khas di daerahku, kebetulan tadi aku membelinya sepulang dari berjualan."Ini Dev silahkan di cicipi, maaf Mbak cuman punya ini," "Gak masalah kok Mbak secara kan, emang Mbak keluarga yang kekurangan," ujarnya datar."Gimana kabar Ibu dan Bapakmu,?""Mereka semua baik baik aja, oh iya Mas Anang di mana ya Mbak,?""Lagi di belakang mungkin, sebentar Mbak panggilan dulu,"Sikap Devi terhadapku memang begitu dari dulu, kata kata yang keluar dari mulutnya seperti menandakan dia tak begitu menyukaiku dan akupun sudah biasa di perlakukan seperti itu.Aku langsung menuju halaman belakang dan kulihat Mas Anang sedang membakar sampah, aku langsung memberitahukan Devi yang kesini dan dia pun bergegas untuk menemui adiknya dan di susul denganku."Ngapain Dev kamu kesini," seru Mas Anang sambil duduk."Ih nanyain nanyain kabar kek, judes amat," Dia mendelik.Mas Anang menghea napas berat."Jadi gini aku akan segera menikah terus kata Ibu sama Bapak aku di suruh beritahu Mas Anang, sebenarnya aku juga males sih buat kesini tapi mau gimana lagi, acaranya di laksanakan minggu depan tapi kata ibu kesananya satu hari lebih cepat buat bantu bantu" ujar Devi datar."Sama siapa kamu mau nikah,?""Ah Mas Anang gak perlu tahu yang terpenting calonku itu kaya dan tentunya dia bekerja, bukan kaya Mas sama Mbak Siti sama sama miskin," "Heh jangan kurang ajar kamu sama Kakak sendiri.!" bentak Mas Anang sambil berkacak pinggang." Ih emang benerkan itu kenyataannya, udah ah aku mau pulang di sini hawanya gak enak banget." jawabnya sinis dan langsung berjalan keluar.Mas Anang tak terima, awalnya dia ingin mengejar tapi di cegah olehku karena takut terjadi keributan malu di lihat tetangga, untungnya Mas Anang tak menolak dan dia langsung pergi lagi ke belakang..Setelah kepulangan Devi aku bergegas ke warung Bi Neneng kebetulan aku belum belanja buat masak hari ini.Ketika aku masuk ke warung Bi Neneng bertanya siapa yang bertamu kepadaku dan aku bilang bahwa dia adalah adik iparku.Alhamdulillah rezeki untuk hari ini aku bisa memasak daging ayam buat anak anak, rasanya senang sekali karena di keluargaku makan dengan lauk daging ayam adalah sesuatu yang langka.Selesai memasak aku langsung memanggil anak anakku satu persatu dan juga suamiku."Yey Mah ada daging ayam," ujar Nia sumringah. Dia langsung mengbil bagian dan memakannya dengan lahap.Begitupun dengan kakak kakaknya mereka makan dengan lahap hingga tidak ada percakapan di antara kami selama makan berlangsung."Mah tumben makannya ada daging ayam?" tanya Rina, setelah membereskan bekas makan barusan."Iya nak, Alhamdulillah hari ini Mamah dapat rezeki lebih" jawabku tersenyum."Kalau gitu Rina akan selalu do'akan Mamah agar di beri rezeki yang banyak, agar Rina bisa makan dengan daging setiap hari,"Anak anak semuanya sudah pada tidur tinggal aku dan Mas Anang yang belum, aku akan mencoba untuk berbicara baik baik dengan Mas Anang perihal uang itu."Mas, Siti mau bicara serius dengan Mas" ujarku agak ragu, sambil menghampiri Mas Anang yang sedang merokok di kursi."Jadi gini Mas, tadi Bu Rt kesini katanya dia mendaftarkan aku untuk mendapatkan bantuan modal dari pemerintah, dan setelah menunggu beberapa bulan keluar namaku sebagai salah satu orang yang mendapatkan bantuan tersebut. Kira kira mau di apakan ya uang ini Mas,? sedangkan anak anak juga lagi butuh uang untuk beli seragam, kuota untuk belajar dan keperluan yang lainnya." Terangku."Berapa jumlah uangnya,?" tanya Mas Anang sambil menoleh ke arahku."Dua juta Mas""Oh, nanti lah Mas pikir pikir dulu, sekarang Adek tidur aja nanti Mas nyusul"Bahagia rasanya akhirnya Mas Anang bisa bersikap baik terhadapku dengan persaan lega aku langsung memasuki kamar untuk tidur.***Adzan Subuh berkumandang, aku langsung bangun untuk melaksanakan Shalat. Dan di susul oleh Mas Anang, Adit dan Rina.Hari ini aku memutuskan untuk libur terlebih dahulu karena ingin mengadakan makan bersama si rumah Emak mumpung masih ada Sumi.Untuk itu aku segera membereskan semua pekerjaan agar bisa segera langsung pergi ke rumah Emak.Sekitar jam delapan pekerjaan rumahku sudah beres, aku langsung bersiap siap pergi ke rumah Emak dan tak lupa juga aku mengajak ketiga anakku.Sebelumnya aku juga mangajak Mas Anang untuk ikut, tapi dia menolaknya dengan alasan mau pergi ke rumah temannya."Assalamu'alaikum," ucapku serempak dengan ketiga anakku."Wa'alaikumussalam, sini masuk Kak " jawab Sumi"Emak di mana Sum?" tanyaku sambil celingukan"Lagi istirahat Mbak katanya pusing lagi sedikit," jawab Sumi.Aku langsung membicarakan kedatanganku kesini untuk makan bersama dengan lauk sederhana.Siti langsung menyetujuinya dan kami langsung berbagi tugas untuk mengerjakannya agar cepat selesai.Aku kebagian tugas untuk belanja dan memasak di bantu dengan Rina, Sumi bagian membuat nasi liwet, dan Adi mengawasi anak anak yang sedang bermain.***Setelah dua jam berkutat dengan alat alat dapur, akhirnya pekerjaan pun selesai. Aku langsung menyuruh Adit untuk meminta daun pisang ke kebun tetangga.Memang begininilah tradisi di kampungku, jika ada keluarga sedang ngumpul pasti akan melaksanakan makan bersama atau di kenal dengan istilah 'Ngaliwet' dan makannya pun bukan beralaskan piring, melainkan beralaskan daun pisang..Bersambung di part selanjutnya,Jangan lupa ikuti terus ceritanya..Selamat membacaSetelah selesai acara masak masak kami langsung membereskan bekasnya.Waktu siang tiba dan sebentar lagi waktunya Shalat Duhur, Nia dan Rina sedang tidur bersama anak Sumi.Untuk itu aku memutuskan untuk mandi terlebih dahulu sambil menunggu mereka bangun.Aku memutuskan untuk Shalat Duhur di sini, tak sengaja setelah selesai Shalat aku ketiduran di atas sejadah dengan tubuh masih memakai mukena."Mah, Mamah bangun udah sore" ujar Rina ssmbil mengguncangkan tubuhku."Astaghfirullah,! sudah sore. Ayo nak kita pulang" ucapku kaget dan langsung membuka mukena yang masih ku pakai."Mau kemana Mbak,? Kok buru buru," ucap Sumi menghampiriku."Sumi kok tidak membangunkan Mbak,?" tanyaku kepadanya."Abisnya Mbak tidurnya nyenyak amat," jawabnya."Emak sama Nia di mana,?""Emak lagi Shalat kalau Nia, tuh lagi mandi sama anakku" jawabnya sambil menunju
Selamat membacaSebelum matahari terbit, aku lebih dulu berkutat dengan pekerjaan rumah tangga di rumah Emak. Dengan di bantu Sumi kegiatanpun selesai dengan cepat."Sumi, Mbak mau pulang dulu solanya hari ini anak anak semuanya sekolah," ujarku kepada Sumi yang sedang menjemur pakaian."Iya Mbak hati hati di jalan," jawabnya setengah berteriak.Bergegas ku langkahkan kaki menuju rumah. Ketika sampai di rumah, keadaannya masih sama ketika kemarin ku tinggalkan.Tujuan utama aku langsung ke kamar anak sulungku Adi, dan saat ku buka pintu ternyata kosong tak ada Adi di dalamnya.Kemudian aku masuk ke kamarku dan ketika ku buka pintu..Keadaannya sangat berantakan,,Baju baju yang ada di lemari berhamburan di lantai hanya menyisakan beberapa helai pakaian yang ada di dalam lemari.Dengan kaki gemetar aku langsung berlari menuju lemari tempat aku menyimpan uang pemberian Bu RT
Besok Mamah berencana untuk mengajak kalian semua untuk kepasar, membeli keperluan sekolah. Tapi dikarenakan Kak Adi sekolah, jadi Rina sama Nia aja yang ikut. Gak papa kan Kak,?" tanyaku meoleh kepada Adi."Iya, gak papa kok Mah" jawabnya tersenyum.Setelahnya kami langsung pergi ke kamar masing masing untuk tidur."Bapak, Nia mau di kelonin Bapak dong," ujarnya memelas."Jangan sekarang lah, Bapak lagi sibuk!" jawabnya datar tanpa menoleh kearah Nia.Karena mendapat penolakan dari sang Bapak, aku mencoba menghiburnya dengan membacakan buku dongeng untuknya. Beruntung Nia tidak menolak, malah di respon dengan wajah gembira.Di tengah tengah aku bercerita, terdengar dengkuran halus dari Nia. Menandakan bahwa dirinya sudah tertidur pulas da
"Bu dipilih aneka jajanannya," ucapku sambil tersenyum kepada salah satu langgananku yang bernama Bu Nur."Eh Mbak Siti sini saya mau dong, ada apa aja Mbak?""Banyak Bu silahkan di pilih," ucapku sambil menghampiri Bu Nur yang sedang menyapu halaman rumahnya.. Berdagang keliling sudah menjadi pekerjaannku selama dua tahun belakangan ini, di karenakan Suamiku Mas Anang yang tidak mau menafkahiku dan ketiga anakku.Mas Anang sudah tidak mau bekerja lagi semenjak pulang dari perantauan, dan sekarang Mas Anang hanya membantuku membuat aneka makanan untuk Aku berjualan..Beruntung keluargaku sudah memeiliki rumah dari hasil Mas Anang masih bekerja, meskipun tidak besar setidaknya nyaman untuk di tempati oleh keluargaku..Apakah Mas Anang tidak ada inisiatif untuk bekerja? Aku pun tidak tahu. Terkadang Aku iri kepada mereka wanita yang di perjuangkan segala kebutuhannya oleh suaminya,
Bugghh,,Mas Anang memukul betisku dengan gagang sapu, Aku menangis tanpa suara hanya air mata yang mengalir begitu deras, aku takut anak bungsuku yang sedang tertidur bangun karena mendengar aku menangis.."Makanya jangan berani berani menyuruku.! Apa susahnya sih bekerja. Sekarang giliran kamu Siti bekerja? dulu aku juga bekerja buat membeli rumah ini,!" ucap Mas Anang sambil membanting sapu ke sampingku.Setelah puas memarahiku dia langsung pergi keluar entah mau kemana, aku tak peduli aku masih sakit hati karena di perlakukan seperti ini. Aku langsung menghambur ke kamar untuk menenangkan diri..***Begitulah sifat Mas Anang, setiap dia merasa kesal dengan ucapan ataupun perbuatan yang meurutnya salah, maka tidak akan segan segan untuk memukul atau membantak dengan suara keras.Sebenarnya aku tak pernah membalas kemaraham Mas Anang, tapi untuk saat ini aku sudah benar benar lelah dengan sem
Pov EmakKetika seorang ibu melihat rumah tangga anaknya tidak baik baik saja, apa yang di rasakan,? Sedih sudah pasti,!Dan itu yang kurasakan sekarang, melihat anakku yang harus berjuang agar rumah tangga yang di bangunnya tidak roboh di tengah jalan. Ketika Siti masih kecil dan Bapaknya belum meninggal, kami adalah keluarga yang cukup berada.Dan waktu berlalu begitu cepat, hingga menyisakan aku yang sudah tua tanpa seorang pendamping dan tidak mempunyai apa apa.Duhai anakku..Andai saja dulu, Emak tidak merestui Anang untuk menikah denganmu. Mungkin ini semua tidak akan terjadi, jujur dulu Emak dan Bapak terlalu takut untuk menolak keinginannya karena dia datang bersama seorang ustadz yang tegas, siapapun tak berani membantahnya.Bukan masalah harta, tapi soal rasa sayang dan tanggung jawab yang tidak Emak sukai dari Anang. Terlebih dia tidak segan segan memar
Pagi ini ketika sudah melaksanakan solat Subuh, Rani langsung ke rumah neneknya karena mau mengambil buku pelajaran yang tertinggal.Tak berselang lama dia pulang dengan keadaan wajah di penuhi dengan air mata dengan tubuh bergetar."Mah, Mamah Nenek Mah," ujarnya terbata."Nenek kenapa Rin,?" seruku khawatir."Nenek jatuh Mah di kamar mandi," tangisnya pun seketika pecah di pelukanku."Astaghfirullah. Ayo nak kita langsung kesana," ucapku tergesa.Dengan di temani Rina, setengah berlari aku segera menuju ke rumah Emak rasanya kaki ini melayang karena terlalu khawatir..Setelah sampai di rumah Emak terdapat beberapa tetangga."Bapak Bapak gimana kabar Emak?" tanyaku kepada salah satu dari mereka."Ini, tadi Rina teriak minta tolong terus kami warga yang mau berangkat ke ladang langsung menghampiri dan katanya neneknya jatuh di kamar mandi, setelah kami lih
Besok Mamah berencana untuk mengajak kalian semua untuk kepasar, membeli keperluan sekolah. Tapi dikarenakan Kak Adi sekolah, jadi Rina sama Nia aja yang ikut. Gak papa kan Kak,?" tanyaku meoleh kepada Adi."Iya, gak papa kok Mah" jawabnya tersenyum.Setelahnya kami langsung pergi ke kamar masing masing untuk tidur."Bapak, Nia mau di kelonin Bapak dong," ujarnya memelas."Jangan sekarang lah, Bapak lagi sibuk!" jawabnya datar tanpa menoleh kearah Nia.Karena mendapat penolakan dari sang Bapak, aku mencoba menghiburnya dengan membacakan buku dongeng untuknya. Beruntung Nia tidak menolak, malah di respon dengan wajah gembira.Di tengah tengah aku bercerita, terdengar dengkuran halus dari Nia. Menandakan bahwa dirinya sudah tertidur pulas da
Selamat membacaSebelum matahari terbit, aku lebih dulu berkutat dengan pekerjaan rumah tangga di rumah Emak. Dengan di bantu Sumi kegiatanpun selesai dengan cepat."Sumi, Mbak mau pulang dulu solanya hari ini anak anak semuanya sekolah," ujarku kepada Sumi yang sedang menjemur pakaian."Iya Mbak hati hati di jalan," jawabnya setengah berteriak.Bergegas ku langkahkan kaki menuju rumah. Ketika sampai di rumah, keadaannya masih sama ketika kemarin ku tinggalkan.Tujuan utama aku langsung ke kamar anak sulungku Adi, dan saat ku buka pintu ternyata kosong tak ada Adi di dalamnya.Kemudian aku masuk ke kamarku dan ketika ku buka pintu..Keadaannya sangat berantakan,,Baju baju yang ada di lemari berhamburan di lantai hanya menyisakan beberapa helai pakaian yang ada di dalam lemari.Dengan kaki gemetar aku langsung berlari menuju lemari tempat aku menyimpan uang pemberian Bu RT
Selamat membacaSetelah selesai acara masak masak kami langsung membereskan bekasnya.Waktu siang tiba dan sebentar lagi waktunya Shalat Duhur, Nia dan Rina sedang tidur bersama anak Sumi.Untuk itu aku memutuskan untuk mandi terlebih dahulu sambil menunggu mereka bangun.Aku memutuskan untuk Shalat Duhur di sini, tak sengaja setelah selesai Shalat aku ketiduran di atas sejadah dengan tubuh masih memakai mukena."Mah, Mamah bangun udah sore" ujar Rina ssmbil mengguncangkan tubuhku."Astaghfirullah,! sudah sore. Ayo nak kita pulang" ucapku kaget dan langsung membuka mukena yang masih ku pakai."Mau kemana Mbak,? Kok buru buru," ucap Sumi menghampiriku."Sumi kok tidak membangunkan Mbak,?" tanyaku kepadanya."Abisnya Mbak tidurnya nyenyak amat," jawabnya."Emak sama Nia di mana,?""Emak lagi Shalat kalau Nia, tuh lagi mandi sama anakku" jawabnya sambil menunju
Setelah mendengar ucapan itu aku menoleh ke sumber suara dan ternyata mereka Bu Cucu dan tetangganya."Wajarlah Bu di dapat bansos secara kan suaminya pengangguran," ujar tetangganya di iringi dengan kekehan keduanya.Mereka berbicara dengan suara agak keras jadi aku bisa mendengar perkataan mereka meskipun aku sudah melewatinya.Bu Cucu merupakan tetangga yang cukup jauh denganku, dan di kenal sebagai orang yang suka nyindir ataupun ngomongin orang wajar jika dia tahu keadaan keluargaku.Memang benar apa yang di katakan mereka, bahkan Bi Nenengpun tahu kalau mereka suka membicarakan keluargaku. Tapi ketika mereka langsung membicarakan nya di depanku, rasanya ada yang nyeri di hati ini..Beruntung tempat yang ku tuju sudah dekat jadi aku bergegas agar tidak ketinggalan pengajiaannya.Meskipun aku selalu sibuk dengan semua kegiatanku tapi aku selalu berusaha untuk menyempatkan waktu untuk mengikuti pengajian bersama.
Pagi ini ketika sudah melaksanakan solat Subuh, Rani langsung ke rumah neneknya karena mau mengambil buku pelajaran yang tertinggal.Tak berselang lama dia pulang dengan keadaan wajah di penuhi dengan air mata dengan tubuh bergetar."Mah, Mamah Nenek Mah," ujarnya terbata."Nenek kenapa Rin,?" seruku khawatir."Nenek jatuh Mah di kamar mandi," tangisnya pun seketika pecah di pelukanku."Astaghfirullah. Ayo nak kita langsung kesana," ucapku tergesa.Dengan di temani Rina, setengah berlari aku segera menuju ke rumah Emak rasanya kaki ini melayang karena terlalu khawatir..Setelah sampai di rumah Emak terdapat beberapa tetangga."Bapak Bapak gimana kabar Emak?" tanyaku kepada salah satu dari mereka."Ini, tadi Rina teriak minta tolong terus kami warga yang mau berangkat ke ladang langsung menghampiri dan katanya neneknya jatuh di kamar mandi, setelah kami lih
Pov EmakKetika seorang ibu melihat rumah tangga anaknya tidak baik baik saja, apa yang di rasakan,? Sedih sudah pasti,!Dan itu yang kurasakan sekarang, melihat anakku yang harus berjuang agar rumah tangga yang di bangunnya tidak roboh di tengah jalan. Ketika Siti masih kecil dan Bapaknya belum meninggal, kami adalah keluarga yang cukup berada.Dan waktu berlalu begitu cepat, hingga menyisakan aku yang sudah tua tanpa seorang pendamping dan tidak mempunyai apa apa.Duhai anakku..Andai saja dulu, Emak tidak merestui Anang untuk menikah denganmu. Mungkin ini semua tidak akan terjadi, jujur dulu Emak dan Bapak terlalu takut untuk menolak keinginannya karena dia datang bersama seorang ustadz yang tegas, siapapun tak berani membantahnya.Bukan masalah harta, tapi soal rasa sayang dan tanggung jawab yang tidak Emak sukai dari Anang. Terlebih dia tidak segan segan memar
Bugghh,,Mas Anang memukul betisku dengan gagang sapu, Aku menangis tanpa suara hanya air mata yang mengalir begitu deras, aku takut anak bungsuku yang sedang tertidur bangun karena mendengar aku menangis.."Makanya jangan berani berani menyuruku.! Apa susahnya sih bekerja. Sekarang giliran kamu Siti bekerja? dulu aku juga bekerja buat membeli rumah ini,!" ucap Mas Anang sambil membanting sapu ke sampingku.Setelah puas memarahiku dia langsung pergi keluar entah mau kemana, aku tak peduli aku masih sakit hati karena di perlakukan seperti ini. Aku langsung menghambur ke kamar untuk menenangkan diri..***Begitulah sifat Mas Anang, setiap dia merasa kesal dengan ucapan ataupun perbuatan yang meurutnya salah, maka tidak akan segan segan untuk memukul atau membantak dengan suara keras.Sebenarnya aku tak pernah membalas kemaraham Mas Anang, tapi untuk saat ini aku sudah benar benar lelah dengan sem
"Bu dipilih aneka jajanannya," ucapku sambil tersenyum kepada salah satu langgananku yang bernama Bu Nur."Eh Mbak Siti sini saya mau dong, ada apa aja Mbak?""Banyak Bu silahkan di pilih," ucapku sambil menghampiri Bu Nur yang sedang menyapu halaman rumahnya.. Berdagang keliling sudah menjadi pekerjaannku selama dua tahun belakangan ini, di karenakan Suamiku Mas Anang yang tidak mau menafkahiku dan ketiga anakku.Mas Anang sudah tidak mau bekerja lagi semenjak pulang dari perantauan, dan sekarang Mas Anang hanya membantuku membuat aneka makanan untuk Aku berjualan..Beruntung keluargaku sudah memeiliki rumah dari hasil Mas Anang masih bekerja, meskipun tidak besar setidaknya nyaman untuk di tempati oleh keluargaku..Apakah Mas Anang tidak ada inisiatif untuk bekerja? Aku pun tidak tahu. Terkadang Aku iri kepada mereka wanita yang di perjuangkan segala kebutuhannya oleh suaminya,