Pagi ini ketika sudah melaksanakan solat Subuh, Rani langsung ke rumah neneknya karena mau mengambil buku pelajaran yang tertinggal.
Tak berselang lama dia pulang dengan keadaan wajah di penuhi dengan air mata dengan tubuh bergetar."Mah, Mamah Nenek Mah," ujarnya terbata."Nenek kenapa Rin,?" seruku khawatir."Nenek jatuh Mah di kamar mandi," tangisnya pun seketika pecah di pelukanku."Astaghfirullah. Ayo nak kita langsung kesana," ucapku tergesa.Dengan di temani Rina, setengah berlari aku segera menuju ke rumah Emak rasanya kaki ini melayang karena terlalu khawatir..Setelah sampai di rumah Emak terdapat beberapa tetangga."Bapak Bapak gimana kabar Emak?" tanyaku kepada salah satu dari mereka."Ini, tadi Rina teriak minta tolong terus kami warga yang mau berangkat ke ladang langsung menghampiri dan katanya neneknya jatuh di kamar mandi, setelah kami lihat, Bu ijah di temukan dengan keadaan pingsan terus kami angkat bareng bareng di pindahkan ke kamarnya," ujar Pak Rt."Makasih ya Bapak Bapak,""Iya sama sama Bu" jawab mereka serempak.Mereka pun langsung pulang untuk menjalankan tugasnya masing masing. Aku hanya bisa menangis melihat keadaan Emak yang tak kunjung sadarkan diri.Aku dan anak anaku hanya bisa berdoa di samping Emak.Setelah beberapa menit menunggu akhirnya Emak sudah sadarkan diri, meskipun belum pulih tapi aku bersyukur akhirnya Emak sadar.."Alhamdulillah Emak sudah sadar," ujarku terharu"Siti Emak haus, tolong ambilkan minum," ucapnya dengan suara lirih."Iya Mak tunggu sebentar Siti ambilkan," bergegas aku menuju dapur.***Para tetanggapun satu persatu mulai berdatangan karena mendapat berita Emak terjatuh dan pingsan, memang di kampungku ketika ada yang sakit, ataupun meninggal tetangga selalu menjenguk.Dan di luar dugaanku mereka menjenguk sambil menjinjing kantong kresek. Dan setelah ku buka satu persatu kreseknya ada yang memberi beras, minyak, roti, teh dan juga ada beberapa yang menyimpan uang di tumpukan berasnya..Tak lama sesudah para tetangga pulang, Bi Neneng datang sambil meminta maaf karena baru sekarang bisa menjenguk Emak, karena baru pulang dari pasar. Tanpa sepengetahuan kami dia ternyata sudah menghubungi Dokter untuk memeriksa keadaan Emak.Hari ke hari kondisi Emak mulai membaik hanya saja tidak boleh banyak beraktifitas, aku dan anak anakku bergantian menjaga Emak terkadang akupun menginap bersama anak anakku.Sedangkan Mas Anang dia hanya menjenguk Emak sebentar dan langsung pulang lagi ke rumah.Dan selam itu pula aku tidak berdagang karena belum berani menitipkan Emak kepada anak anak, hanya bergantung pada pemberian tetangga tempo hari kepada Emak.Dan besok aku akan memulai lagi menjalankan aktifitas sehari hariku seperti biasa..***Seminggu setelah peristiwa itu Kak Sumi datang menjenguk Emak dengan di temani kedua anaknya.Ketika sampai di depan pintu rumah Emak Kak Sumi langsung berhambur ke pelukan Emak sambil menagis."Mak, maaf Sumi baru bisa menjenguk Emak," ujarnya lirih."Gak apa apa kok Sum, Emak ngerti kok," seru Emak sambil mengusap usap punggung kak Sumi."Bagaimana keadaan Emak sekarang,?""Alhamdulillah udah mendingan,""Oh iya suami dan anak anakmu mana? kok Ema belum lihat,?""Anak anak Sumi lagi bermain dengan anak Siti sedangkan suami Sumi lagi bekerja sudah dua bulan belum pulang karena pandemi jadi dagangannya sepi Mak,""Ya udah kalau gitu kamu istirahat dulu gih di kamar, kebetulan juga Emak mau masuk ke kamar dulu," ujarnya berlalu.Setelah Sumi datang aku tak perlu khawatir dengan keadaan Emak setidaknya ada Sumi yang menjaga dan aku bisa fokus untuk berjualan lagi apalagi kebutuhan anak anak semakin banyak.Pagi itu aku berangkat untuk mengambil sayur matang buatan rumahan untuk di jual kembali jadi tak perlu modal hanya mengandalkan upah dari makanan yang terjual..Jam satu siang aku pulang dengan hati bahagia karena hari ini daganganku habis, jadi bisa sedikit sedikit di tabung uangnya untuk kebutuhan anak anak nanti.***Hubunganku dengan Mas Anang makin terasa hambar, meskipun kadang dia meminta haknya kepadaku dan aku tak bisa menolaknya karena merupakan kewajibanku sebagai istri.Tok tok.."Assalamualaikum Bu Siti,""Wa'alaikumussalam," ujarku setengah berlari menuju asal suara."Eh Bu Rt silahkan masuk Bu," "Eh iya terimakasih Bu Siti," jawabnya sambil masuk."Ada apa ya Bu tumben ada Bu Rt kesini,?" ujarku heran."Jadi gini Bu, pemerintah memberikan modal usaha di masa pendemi ini saya coba mendaftakan Bu Siti siapa tau dapat, jujur saya prihatin dengan kondisi keluarga Ibu semoga saja dengan adanya bantuan ini bisa menambah modal usaha, kebetulan fotocopy KTP dan KK Ibu ada di rumah saya, jadi saya tidak perlu memintanya lagi kepada Ibu dan setelah beberapa bulan menunggu akhirnya nama Bu Siti terdaftar menjadi salah satu penerima bantuan itu," ujarnya sambil menyerahkan gulungan uang pecahan seratus ribu kepadaku."I- ini apa Bu,?" ujarku terkejut"Iya ini bantuan untuk Bu Siti semoga bermanfaat ya Bu," jawabnya sambil tersenyum."Ya Alloh Bu,, terima kasih banyak Bu Rt," seruku terharu dengan hati bahagia."Kalau begitu saya pamit pulang ya Bu Siti,""Iya Bu, sekali lagi terimakasih banyak,""Iya sama sama, Assalamualaikum," ujarnya berlalu pergi."Wa'alaikumissalam" ujarku kemudian.Bahagia bercampur haru yang kurasakan sekarang ini, ternyata masih ada orang baik yang membantuku di saat aku benar benar butuh sekali bantuan apalagi masalah uang. Dengan tangan gemetar aku langsung masuk kamar, tangisku pun seketika pecah karena saking terharu dengan kejadian barusan, dengan keadaanku sekarang ini Allah membantuku dengan cara tak di sangka sangka, hanya ucapan rasa syukur yang keuar dari mulutku saat ini...Aku berencana akan memberitahu kepada Mas Anang perihal uang ini, bagaimanapun dia masih suamiku jadi berhak untuk tahu, semoga saja Mas Anang mau bekerja lagi dan hubungaku dengan Mas Anang bisa seperti dulu.Tanpa sepengetahuan siapapun aku meyimpan uang itu di tempat yang tersembunyi agar aman, kebetulan Mas Anang sedang beres beres di belakang rumah.***Setelah semuanya beres aku langsung menuju rumah Emak dan kulihat Nia pun sedang bermain dengan anaknya Sumi, aku menghabiskan waktu dengan mengobrol santai dengan Sumi, maklum dia jarang berkunjung kesini dan kesempatan buatku untuk melepas rindu dengan adikku sendiri.Kami ngobrol sambil memantau kegiatan anak anak bermain di halaman rumah Emak, kebetulan jarak anakku sama anaknya Sumi hampir seumuran jadi mereka gampang akrab.Waktu sore tiba aku dan Nia pulang dulu kerumah karena Nia belum mandi dan akupun mau melaksanakn solat Asar dan di lanjutkan mengaji di Masjid jami'.Ketika berangkat ke Masjid aku melewati kumpulan ibu ibu yang sedang ngobrol di pinggir jalan."Ciee yang udah nerima bansos kayaknya seneng nih," ujar salah satu dari mereka.Mendengar ucapan itu aku langsung menoleh ke arah sember suara dan ternyata,,Bersambung..Setelah mendengar ucapan itu aku menoleh ke sumber suara dan ternyata mereka Bu Cucu dan tetangganya."Wajarlah Bu di dapat bansos secara kan suaminya pengangguran," ujar tetangganya di iringi dengan kekehan keduanya.Mereka berbicara dengan suara agak keras jadi aku bisa mendengar perkataan mereka meskipun aku sudah melewatinya.Bu Cucu merupakan tetangga yang cukup jauh denganku, dan di kenal sebagai orang yang suka nyindir ataupun ngomongin orang wajar jika dia tahu keadaan keluargaku.Memang benar apa yang di katakan mereka, bahkan Bi Nenengpun tahu kalau mereka suka membicarakan keluargaku. Tapi ketika mereka langsung membicarakan nya di depanku, rasanya ada yang nyeri di hati ini..Beruntung tempat yang ku tuju sudah dekat jadi aku bergegas agar tidak ketinggalan pengajiaannya.Meskipun aku selalu sibuk dengan semua kegiatanku tapi aku selalu berusaha untuk menyempatkan waktu untuk mengikuti pengajian bersama.
Selamat membacaSetelah selesai acara masak masak kami langsung membereskan bekasnya.Waktu siang tiba dan sebentar lagi waktunya Shalat Duhur, Nia dan Rina sedang tidur bersama anak Sumi.Untuk itu aku memutuskan untuk mandi terlebih dahulu sambil menunggu mereka bangun.Aku memutuskan untuk Shalat Duhur di sini, tak sengaja setelah selesai Shalat aku ketiduran di atas sejadah dengan tubuh masih memakai mukena."Mah, Mamah bangun udah sore" ujar Rina ssmbil mengguncangkan tubuhku."Astaghfirullah,! sudah sore. Ayo nak kita pulang" ucapku kaget dan langsung membuka mukena yang masih ku pakai."Mau kemana Mbak,? Kok buru buru," ucap Sumi menghampiriku."Sumi kok tidak membangunkan Mbak,?" tanyaku kepadanya."Abisnya Mbak tidurnya nyenyak amat," jawabnya."Emak sama Nia di mana,?""Emak lagi Shalat kalau Nia, tuh lagi mandi sama anakku" jawabnya sambil menunju
Selamat membacaSebelum matahari terbit, aku lebih dulu berkutat dengan pekerjaan rumah tangga di rumah Emak. Dengan di bantu Sumi kegiatanpun selesai dengan cepat."Sumi, Mbak mau pulang dulu solanya hari ini anak anak semuanya sekolah," ujarku kepada Sumi yang sedang menjemur pakaian."Iya Mbak hati hati di jalan," jawabnya setengah berteriak.Bergegas ku langkahkan kaki menuju rumah. Ketika sampai di rumah, keadaannya masih sama ketika kemarin ku tinggalkan.Tujuan utama aku langsung ke kamar anak sulungku Adi, dan saat ku buka pintu ternyata kosong tak ada Adi di dalamnya.Kemudian aku masuk ke kamarku dan ketika ku buka pintu..Keadaannya sangat berantakan,,Baju baju yang ada di lemari berhamburan di lantai hanya menyisakan beberapa helai pakaian yang ada di dalam lemari.Dengan kaki gemetar aku langsung berlari menuju lemari tempat aku menyimpan uang pemberian Bu RT
Besok Mamah berencana untuk mengajak kalian semua untuk kepasar, membeli keperluan sekolah. Tapi dikarenakan Kak Adi sekolah, jadi Rina sama Nia aja yang ikut. Gak papa kan Kak,?" tanyaku meoleh kepada Adi."Iya, gak papa kok Mah" jawabnya tersenyum.Setelahnya kami langsung pergi ke kamar masing masing untuk tidur."Bapak, Nia mau di kelonin Bapak dong," ujarnya memelas."Jangan sekarang lah, Bapak lagi sibuk!" jawabnya datar tanpa menoleh kearah Nia.Karena mendapat penolakan dari sang Bapak, aku mencoba menghiburnya dengan membacakan buku dongeng untuknya. Beruntung Nia tidak menolak, malah di respon dengan wajah gembira.Di tengah tengah aku bercerita, terdengar dengkuran halus dari Nia. Menandakan bahwa dirinya sudah tertidur pulas da
"Bu dipilih aneka jajanannya," ucapku sambil tersenyum kepada salah satu langgananku yang bernama Bu Nur."Eh Mbak Siti sini saya mau dong, ada apa aja Mbak?""Banyak Bu silahkan di pilih," ucapku sambil menghampiri Bu Nur yang sedang menyapu halaman rumahnya.. Berdagang keliling sudah menjadi pekerjaannku selama dua tahun belakangan ini, di karenakan Suamiku Mas Anang yang tidak mau menafkahiku dan ketiga anakku.Mas Anang sudah tidak mau bekerja lagi semenjak pulang dari perantauan, dan sekarang Mas Anang hanya membantuku membuat aneka makanan untuk Aku berjualan..Beruntung keluargaku sudah memeiliki rumah dari hasil Mas Anang masih bekerja, meskipun tidak besar setidaknya nyaman untuk di tempati oleh keluargaku..Apakah Mas Anang tidak ada inisiatif untuk bekerja? Aku pun tidak tahu. Terkadang Aku iri kepada mereka wanita yang di perjuangkan segala kebutuhannya oleh suaminya,
Bugghh,,Mas Anang memukul betisku dengan gagang sapu, Aku menangis tanpa suara hanya air mata yang mengalir begitu deras, aku takut anak bungsuku yang sedang tertidur bangun karena mendengar aku menangis.."Makanya jangan berani berani menyuruku.! Apa susahnya sih bekerja. Sekarang giliran kamu Siti bekerja? dulu aku juga bekerja buat membeli rumah ini,!" ucap Mas Anang sambil membanting sapu ke sampingku.Setelah puas memarahiku dia langsung pergi keluar entah mau kemana, aku tak peduli aku masih sakit hati karena di perlakukan seperti ini. Aku langsung menghambur ke kamar untuk menenangkan diri..***Begitulah sifat Mas Anang, setiap dia merasa kesal dengan ucapan ataupun perbuatan yang meurutnya salah, maka tidak akan segan segan untuk memukul atau membantak dengan suara keras.Sebenarnya aku tak pernah membalas kemaraham Mas Anang, tapi untuk saat ini aku sudah benar benar lelah dengan sem
Pov EmakKetika seorang ibu melihat rumah tangga anaknya tidak baik baik saja, apa yang di rasakan,? Sedih sudah pasti,!Dan itu yang kurasakan sekarang, melihat anakku yang harus berjuang agar rumah tangga yang di bangunnya tidak roboh di tengah jalan. Ketika Siti masih kecil dan Bapaknya belum meninggal, kami adalah keluarga yang cukup berada.Dan waktu berlalu begitu cepat, hingga menyisakan aku yang sudah tua tanpa seorang pendamping dan tidak mempunyai apa apa.Duhai anakku..Andai saja dulu, Emak tidak merestui Anang untuk menikah denganmu. Mungkin ini semua tidak akan terjadi, jujur dulu Emak dan Bapak terlalu takut untuk menolak keinginannya karena dia datang bersama seorang ustadz yang tegas, siapapun tak berani membantahnya.Bukan masalah harta, tapi soal rasa sayang dan tanggung jawab yang tidak Emak sukai dari Anang. Terlebih dia tidak segan segan memar