#Dua ReeFellows... mohon maaf malam ini Author up hanya 2 dulu ya...
Elara menatap pintu masuk megah di hadapannya.Sinar lampu kristal dari dalam gala memancar lembut melalui kaca-kaca besar, menciptakan bayangan gemerlap di lantai marmer.Ia mengenakan gaun cantik berwarna navy yang anggun, namun terlihat lebih rendah hati dibandingkan tamu-tamu lain yang mengenakan gaun mewah dengan perhiasan berkilauan.Sesungguhnya dua paket berupa gaun mewah sampai di rumahnya --entah siapa yang mengirimkan gaun-gaun itu. Elara sempat menduga, keduanya adalah kiriman Arion.Namun pria itu sama sekali tidak mengatakan apa-apa --seolah menghilang beberapa hari ini, setelah mengganggu dirinya pada rapat bulanan dan pada saat di kantin tempo hari.Elara tidak tahu untuk apa Arion mengirimkan gaun-gaun itu, sementara undangan gala pun ia tidak menerimanya.Setelah menimbang begitu lama, Elara memutuskan mengenakan gaun yang ia beli sendiri.Sambil menunggu seseorang yang ia nantikan, Elara menghela napas, berusaha menenangkan hatinya.Kehadirannya di acara gala mewah
Ethan Wayne turun dari mobil mewahnya dengan tergesa-gesa, wajah tampan dan ramahnya menunjukkan sedikit ketegangan.Ia terlambat dua puluh menit dari waktu yang ia janjikan pada Elara, sesuatu yang jarang terjadi. Semua itu karena ia harus menangani Dianne, yang terlibat dalam masalah kecil yang tidak bisa diabaikan.Penjaga pintu segera memberi hormat, tanpa memintanya menunjukkan undangan.Ethan mengangguk singkat, tahu betul bahwa posisinya sebagai pria muda paling berpengaruh di Madison dan sebagai keponakan dari James Wayne membuatnya tak perlu melewati prosedur yang biasa.Begitu Ethan masuk ke dalam gedung, ia membuka ponselnya dan melihat pesan yang dikirim Elara saat Ethan masih berada di dalam mobil tadi, yang mengatakan bahwa ia sudah berada di dalam ballroom.Meskipun perasaan bersalah mencuat, tapi Ethan memang merasa lega. Setidaknya, Elara sudah masuk dan menunggunya di dalam.Namun, ia tidak tahu bahwa Elara dibawa masuk oleh bibi-nya sendiri.Saat memasuki ballroom y
Arion duduk di kursi belakang mobil mewahnya yang meluncur cepat di jalan menuju gala.Tangannya mencengkeram telepon dengan erat, mencoba lagi menghubungi Elara, namun panggilannya tidak dijawab.Wajahnya yang biasanya dingin kini tampak sedikit gelisah. Dia menurunkan teleponnya, lalu menekan nomor lain dengan cepat."Toba," Suara Arion rendah namun penuh otoritas ketika pengawal pribadinya menjawab di ujung sana.‘Ya, Tuan,’ jawab Pati, suaranya tenang dan penuh hormat."Situasi?" Arion langsung ke intinya.‘Nyonya Muda sempat menunggu di depan pintu. Tapi kemudian masuk bersama seorang wanita terhormat. Tauristy sudah berada di dalam dan mengawasi, seperti perintah Anda,’ lapor Pati dengan nada profesional.Arion mengerutkan kening. “Menunggu di depan pintu?”‘Benar Tuan. Nyonya tidak langsung masuk, tapi seperti menunggu seseorang.’Bibir sensual milik Arion tertarik ke atas. Elara ternyata menunggu dirinya di sana. Meskipun istrinya itu tidak mengangkat telepon darinya, ternyata
Sesampainya di lantai dansa, Ethan dan Elara berdiri berhadapan. Ethan meletakkan satu tangannya di punggung Elara, sementara tangan lainnya memegang lembut tangan wanita bermanik zamrud tersebut. Musik mulai mengalun lebih merdu, dan mereka mulai bergerak mengikuti irama waltz yang menggema di seluruh ballroom. Elara dan Ethan berdansa dengan anggun di tengah ballroom, menarik perhatian pasangan dansa lainnya. Di sekitar mereka, bisik-bisik mulai terdengar, pelan namun jelas. “Bukankah itu Tuan Muda keluarga Wayne?” Salah satu pasangan berbisik, matanya tak lepas dari sosok Ethan yang memimpin Elara di lantai dansa. “Ya, itu Ethan Wayne, pewaris terkaya di Wisconsin,” jawab yang lainnya dengan nada kagum. “Siapa wanita yang berdansa dengannya? Apa dia tunangan baru Ethan?” Pertanyaan itu terlempar, diiringi tatapan penasaran dari beberapa pasangan yang mencoba menebak identitas Elara. Elara bisa merasakan tatapan dan bisik-bisik itu, setiap kata seolah berbisik langsung ke te
Gemerlap lampu kristal menggantung di langit-langit tinggi, menciptakan bayangan yang berkilauan di atas para tamu yang berpakaian anggun. Musik klasik yang lembut mengalun, mengiringi setiap langkah di lantai dansa. Arion Ellworth baru saja tiba, mengenakan setelan hitam yang elegan, berjalan memasuki ballroom dengan penuh aura yang menekan. Namun, di balik wajahnya yang tenang, hatinya bergejolak. Matanya segera menangkap sosok Elara di tengah keramaian. Wanita itu tampak memukau dalam gaun malam biru navy yang memeluk tubuhnya dengan sempurna. Namun, yang membuat darahnya mendidih adalah pemandangan Elara dalam dekapan pria lain. Sesampainya di hadapan mereka, Arion dengan tenang namun tegas menyela dansa itu. Tanpa memberi kesempatan pada pria itu untuk menyadari kehadirannya, Arion dengan mudah mengambil alih Elara, menariknya lebih dekat padanya. Elara, yang awalnya terkejut, langsung menyadari siapa yang kini memegang tangannya. Jantungnya berdegup kencang, bukan han
Arion mempercepat langkahnya, menyela tanpa ragu ketika melihat Ethan menyentuh lengan Elara. Dengan sekali gerakan, Arion memisahkan mereka, memegang tangan Elara dengan tegas. "Maaf Mr. Wayne," Suaranya terdengar dingin dan penuh otoritas. "Tapi istriku akan pulang bersamaku." Ethan terperangah, pupil pria itu melebar melihat sosok Arion yang kembali muncul dan menyela tegas, serta kalimat terakhir yang diucapkan rekan bisnisnya itu. CEO G&P Ltd itu awalnya amat terkejut, namun segera memasang senyum tipis, meskipun terlihat jelas ada ketegangan yang melintas di wajahnya. "Apa maksudmu, Mr. Ellworth?" kata Ethan dengan nada tenang, tapi matanya tajam –hilang sudah semua kesan ramah yang selalu mengikuti sosok dan pribadi seorang Ethan Wayne. Arion balas menatap Ethan dengan sorot tenang yang tak kalah tajam. "Kau mendengarnya, Mr. Wayne. Elara adalah istriku. Aku adalah suaminya." Kata-kata Arion terdengar berat, memberikan penekanan yang jelas, di balik setiap suku kata. Pr
Pagi itu, suasana di kantor VeraCore berjalan seperti biasa.Para pegawai sibuk dengan pekerjaan mereka, tak ada yang menduga bahwa hari ini akan menjadi hari yang tak terlupakan.Tiba-tiba pintu kaca utama kantor terbuka, dan seorang pria tinggi, tampan, dengan setelan jas mahal yang sempurna, melangkah masuk. Suara langkahnya bergema di lantai marmer, memikat perhatian setiap orang di ruangan itu.Hampir seketika, bisikan mulai beredar di antara para pegawai wanita."Apakah itu Ethan Wayne?" Seorang dari mereka berbisik, matanya berbinar penuh kekaguman."Pria paling diidamkan di seluruh Wisconsin?" Yang lain menimpali, suaranya hampir tak percaya.Nama Ethan Wayne dikenal luas, tidak hanya karena dia CEO G&P Ltd yang sangat sukses, tetapi juga karena ketampanan dan pesona yang memikat banyak hati.Tak lama kemudian, bisikan-bisikan itu berubah menjadi obrolan riuh.Para wanita di kantor, yang selama ini hanya melihat Ethan di televisi atau di halaman majalah, kini menyaksikan sendir
Elara menutup tab pencarian mengenai Ethan dan mulai mengumpulkan semua informasi yang dia butuhkan untuk tugas survei tersebut.Kota kecil itu mungkin akan menjadi tantangan tersendiri, terutama jika akses data atau infrastruktur di sana terbatas. Tapi Elara selalu siap menghadapi apapun yang dihadapinya.“Baiklah, aku harus menyelesaikan ini dengan baik,” Elara berbicara pada dirinya sendiri, mencoba mengalihkan pikirannya dari rasa bersalah pada Arion.Wanita bermanik zamrud itu baru saja hendak kembali fokus bekerja di mejanya ketika telepon di meja depan ruangan berbunyi.Faye terlihat meraih gagang telepon dan menjawab, “Tim Business Analyst, Faye di sini.”Suara dari resepsionis terdengar, ‘ini Donna. Faye tolong sampaikan pada Elara Willow, ada tamu yang menunggunya di ruang pertemuan di bawah.’Faye melirik Elara di kubikel-nya dengan senyuman cemooh di wajah. “Siapa pula orang iseng yang mencari Elara, Donna? Mengapa pula tidak disuruh menunggu saja di lobi?”‘Tidak mungkin a
Aveline menjerit keras, suaranya memenuhi lorong sempit yang hanya diterangi lampu jalanan buram.Tubuhnya gemetar saat sebuah tangan kuat tiba-tiba meraih pinggangnya."Apa maksudnya ini?!" Aveline berteriak lagi, mencoba melawan, tapi tak ada yang mendengarnya.Udara malam yang dingin membuatnya semakin waspada, namun pria di depannya begitu cepat.Sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh, bibirnya langsung tertutup oleh sesuatu yang hangat dan mendesak—bibir pria yang kini mencengkeramnya erat.Aveline meronta-ronta, hatinya dipenuhi kepanikan.Tubuhnya kaku saat pria itu memeluknya dengan kuat, membuka jaket kulit hitamnya seolah bersiap melakukan sesuatu yang lebih buruk.Mata Aveline melebar ketakutan.‘Tidak mungkin,’ pikirnya, ‘Apakah dia akan memperkosaku?’Ia semakin panik, berusaha membebaskan diri dari genggaman pria itu.Namun, pria itu begitu kuat.Semua tenaga Aveline seolah menguap, terjebak dalam dekapannya yang erat.Lalu, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan.Sekelo
Langit sore yang kemerahan menyelimuti San Francisco Bay, tempat di mana sebagian besar kehidupan cinta sepasang insan berkisah.Suara ombak yang berdeburan pelan di pantai menciptakan melodi yang damai, selaras dengan angin sepoi-sepoi yang menyapu lembut permukaan laut.Elara berdiri di ujung dermaga kayu, menatap cakrawala yang tampak tanpa batas, tempat di mana langit bertemu lautan.Matanya menerawang, namun wajahnya kini memancarkan ketenangan yang baru.Dalam dekapan hangatnya, bayi kecil mereka terlelap, wajahnya damai seperti ibunya.Sudah lama sejak pertarungan hidup dan mati di acara peresmian Imera Sky Tower, dan sejak saat itu, kehidupan Elara dan Arion berubah drastis.Banyak hal yang telah dilalui—pengkhianatan, luka, cinta yang terlupakan dan kemudian dipulihkan.Namun hari ini, di bawah cahaya senja yang lembut, semuanya terasa sempurna.Tiba-tiba, langkah kaki yang berat namun mantap terdengar dari belakangnya.Elara tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.A
Arion duduk di ujung ranjang, pandangannya terpaku pada sosok mungil yang ada dalam dekapannya.Bayi perempuan itu terlelap dengan tenang, tubuhnya begitu kecil dan lembut seperti boneka porselen.Pipinya yang kemerahan tampak menggemaskan, kulitnya sehalus sutra dengan bulu-bulu halus yang masih tersisa di atas kepalanya.Mata bayi itu masih tertutup, namun ketika sempat terbuka sesaat, Arion melihat dengan jelas iris matanya yang kelabu, warna yang sama seperti miliknya—sebuah tanda tak terbantahkan bahwa bayi itu adalah darah dagingnya.Bibir kecilnya bergerak perlahan, seakan sedang menghisap udara, dan tangannya yang mungil mengepal erat, menggenggam sepotong kain selimut.Arion tersenyum kecil, hatinya penuh dengan rasa takjub yang tak pernah ia sanggup perkirakan sebelumnya.Di dalam ruangan itu, hanya suara napas lembut bayi perempuannya yang terdengar, membuatnya seperti terhanyut dalam keajaiban kecil yang ia pegang.Sudah lebih dari setengah jam, namun Arion tak bisa melepa
Arion mengangguk pelan, melanjutkan penjelasannya. “Selama aku menjalankan peranku sebagai The Draven, orang itu mengambil peran menjadi diriku, Arion Ellworth. Sehingga tidak ada yang curiga. Kecelakaan di Sunol itu terjadi pada doppelganger-ku.”Elara terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya. “Jadi... orang itu? Apakah dia tewas dalam kecelakaan itu? Bagaimana aku bisa membedakan kalian? Bagaimana jika suatu saat aku salah mengenali orang itu sebagai dirimu?”Arion tersenyum melihat kepanikan sang istri. “Jangan khawatir, Honey. Orang itu berhasil selamat oleh orang-orangku. Wajahnya tidak sepenuhnya mirip denganku. Hanya postur tubuh dan perilakunya yang serupa. Aku membuatnya menjalani operasi plastik untuk mengubah beberapa bagian, seperti rahang dan hidung saja. Namun, saat dia menjalankan peran sebagai aku, dia menggunakan prosthetic mask yang dibuat menyerupai wajahku.”Elara memandang Arion, dengan sorot kompleks. “Astaga… sampai seperti itu kau m
Elara dan Arion berdiri di tengah keheningan, menghadap sebuah makam dengan batu nisan marmer yang megah. Di atasnya terukir dengan indah: Imelda Ellworth. Satu buket mawar putih mewah yang segar ditempatkan rapi di atas pusara, memberikan sentuhan penuh penghormatan. Pemakaman ini, yang terletak di Cypress Lawn Memorial Park, San Francisco—tempat peristirahatan terakhir para keluarga kaya dan terpandang—dikelilingi oleh pohon-pohon ek yang menjulang tinggi. Jalanan berkerikil putih menghubungkan setiap makam, dan di kejauhan terlihat pemandangan laut yang tenang, menambah suasana damai nan elegan. Udara pagi terasa sejuk, disertai suara angin yang membelai lembut pepohonan. Elara memandang ke sekeliling area pemakaman yang tampak megah, penuh dengan nisan-nisan yang terbuat dari batu marmer putih dan hitam. Di antara semua itu, nisan Imelda berdiri sebagai salah satu yang paling indah, seperti sebuah karya seni yang mencerminkan kehidupan seseorang yang telah meninggalkan jejak
Arthur Ellworth, atau Clay Mallory, kini duduk di sudut sel gelap penjara federal, matanya kosong menatap dinding dingin yang tak lagi bergema dengan wibawa yang pernah ia miliki.Hanya bayangan suram yang tersisa, menggantung di antara kesadaran dan kehancuran. Di penjara ini, waktu seolah-olah melambat, setiap detik menjadi siksaan yang tidak berujung.Hari ini, seorang penjaga penjara menghampiri pintu selnya.Wajah penjaga itu datar, tidak ada belas kasihan, tidak ada penghormatan.Hanya secarik kertas yang dilempar ke lantai di depan Arthur, yang langsung mengenal lambang Ellworth di atasnya.Tangannya yang dulu perkasa sekarang gemetar ketika meraih kertas itu.Di dalamnya, satu pesan singkat yang menghantamnya dengan kejam: "Semua aset, kekayaan, dan perusahaan yang pernah kau curi telah dikembalikan kepada pemiliknya yang sah—Aiden Ellworth."Arthur meremas kertas itu dengan tangannya yang gemetar, rasa panas menjalar da
Markas utama di San Bernardino tampak penuh ketegangan. Di ruang pertemuan besar, cahaya lampu gantung memantul di atas meja panjang tempat para eksekutif utama The Draven berkumpul. Ketiga Executor—Albert, Isaac, dan Samuel—duduk di posisi masing-masing, menatap sosok Arion Ellworth, pria yang selama ini mereka kenal sebagai The Draven, pemimpin mereka yang tak terbantahkan. Samuel, Executor wilayah San Jose, adalah pria bertubuh tegap dengan garis wajah tegas. Rambutnya mulai memutih, namun sorot matanya masih tajam, mencerminkan kekuatan dan ketenangan yang ia bawa selama bertahun-tahun memimpin wilayahnya. Isaac, Executor wilayah Mount Horeb, Wisconsin, berbeda. Tubuhnya ramping, wajahnya lebih halus, tetapi matanya menyiratkan kejeniusan yang sering kali tersembunyi di balik sikapnya yang tenang. Ia terkenal sebagai ‘otak cadangan’ di balik banyak rencana besar yang berhasil dijalankan The Draven. Albert, Executor wilayah San Bernardino, adalah yang termuda. Dengan rahang pers
Aiden tersenyum tipis, sebuah senyuman yang mengandung ketegasan, bahkan ancaman halus di baliknya.“The Orcus bukan ancaman bagi pemerintah. Kami tidak pernah bergerak melawan kalian, Donovan. Jika ada yang perlu kau pahami, ketahuilah ini: The Orcus hanya berurusan dengan mereka yang mengincar kami atau mereka yang berada dalam wilayah kami. Kami adalah perisai, bukan pedang.”Donovan menatapnya, tak sepenuhnya yakin apakah pernyataan itu adalah bentuk pembelaan atau manipulasi.Aiden melanjutkan, kali ini dengan suara yang lebih dalam dan penuh makna. “The Orcus tidak akan pernah menjadi ancaman bagi pemerintah Amerika Serikat… kecuali, jika pemerintah membuat kami tidak punya pilihan lain.”Kalimat itu menggantung di udara, begitu dingin dan tajam seperti bilah pedang yang tersembunyi di balik kata-kata.Donovan tahu, ini bukan ancaman langsung, tapi sebuah peringatan yang tak bisa diabaikan.Aiden sangat c
Matahari pagi yang hangat menyinari kamar tidur mewah di mana Elara sedang berdiri, merapikan dasi Arion dengan penuh perhatian.Arion Ellworth, dengan tubuh tegapnya dan postur sempurna, tampak gagah dalam setelan formal berwarna gelap yang membingkai fisiknya dengan sempurna.Mata kelabu pria itu berkilauan, menambah kesan misterius sekaligus memikat.Ketampanannya terasa tak terbantahkan, membuat Elara sejenak terpana, seperti kembali mengenang saat pertama kali bertemu dengannya.Arion telah kembali ke wujud lamanya—kuat, berwibawa, dan penuh energi—setelah beberapa bulan melemah akibat Couvade Syndrome.Selama sekitar 4 bulan, pria yang biasanya tegas dan tak tergoyahkan ini harus terkapar karena gejala kehamilan palsu yang dialaminya.Namun, kini di bulan kelima kehamilan Elara, semua gejala itu telah sirna.Tidak ada lagi mual, muntah, atau kelelahan yang membebani Arion. Dia kembali pada dirinya yang dulu, dengan e