Arion mempercepat langkahnya, menyela tanpa ragu ketika melihat Ethan menyentuh lengan Elara. Dengan sekali gerakan, Arion memisahkan mereka, memegang tangan Elara dengan tegas. "Maaf Mr. Wayne," Suaranya terdengar dingin dan penuh otoritas. "Tapi istriku akan pulang bersamaku." Ethan terperangah, pupil pria itu melebar melihat sosok Arion yang kembali muncul dan menyela tegas, serta kalimat terakhir yang diucapkan rekan bisnisnya itu. CEO G&P Ltd itu awalnya amat terkejut, namun segera memasang senyum tipis, meskipun terlihat jelas ada ketegangan yang melintas di wajahnya. "Apa maksudmu, Mr. Ellworth?" kata Ethan dengan nada tenang, tapi matanya tajam –hilang sudah semua kesan ramah yang selalu mengikuti sosok dan pribadi seorang Ethan Wayne. Arion balas menatap Ethan dengan sorot tenang yang tak kalah tajam. "Kau mendengarnya, Mr. Wayne. Elara adalah istriku. Aku adalah suaminya." Kata-kata Arion terdengar berat, memberikan penekanan yang jelas, di balik setiap suku kata. Pr
Pagi itu, suasana di kantor VeraCore berjalan seperti biasa.Para pegawai sibuk dengan pekerjaan mereka, tak ada yang menduga bahwa hari ini akan menjadi hari yang tak terlupakan.Tiba-tiba pintu kaca utama kantor terbuka, dan seorang pria tinggi, tampan, dengan setelan jas mahal yang sempurna, melangkah masuk. Suara langkahnya bergema di lantai marmer, memikat perhatian setiap orang di ruangan itu.Hampir seketika, bisikan mulai beredar di antara para pegawai wanita."Apakah itu Ethan Wayne?" Seorang dari mereka berbisik, matanya berbinar penuh kekaguman."Pria paling diidamkan di seluruh Wisconsin?" Yang lain menimpali, suaranya hampir tak percaya.Nama Ethan Wayne dikenal luas, tidak hanya karena dia CEO G&P Ltd yang sangat sukses, tetapi juga karena ketampanan dan pesona yang memikat banyak hati.Tak lama kemudian, bisikan-bisikan itu berubah menjadi obrolan riuh.Para wanita di kantor, yang selama ini hanya melihat Ethan di televisi atau di halaman majalah, kini menyaksikan sendir
Elara menutup tab pencarian mengenai Ethan dan mulai mengumpulkan semua informasi yang dia butuhkan untuk tugas survei tersebut.Kota kecil itu mungkin akan menjadi tantangan tersendiri, terutama jika akses data atau infrastruktur di sana terbatas. Tapi Elara selalu siap menghadapi apapun yang dihadapinya.“Baiklah, aku harus menyelesaikan ini dengan baik,” Elara berbicara pada dirinya sendiri, mencoba mengalihkan pikirannya dari rasa bersalah pada Arion.Wanita bermanik zamrud itu baru saja hendak kembali fokus bekerja di mejanya ketika telepon di meja depan ruangan berbunyi.Faye terlihat meraih gagang telepon dan menjawab, “Tim Business Analyst, Faye di sini.”Suara dari resepsionis terdengar, ‘ini Donna. Faye tolong sampaikan pada Elara Willow, ada tamu yang menunggunya di ruang pertemuan di bawah.’Faye melirik Elara di kubikel-nya dengan senyuman cemooh di wajah. “Siapa pula orang iseng yang mencari Elara, Donna? Mengapa pula tidak disuruh menunggu saja di lobi?”‘Tidak mungkin a
Elara berdiri di tengah ruangan dengan ekspresi terkejut diliputi cemas, melihat sepatu yang baru diberikan oleh Ethan.Sepatu itu adalah edisi terbatas yang terinspirasi oleh karya Michael Chabon, dengan desain yang unik dan berkualitas tinggi. Ethan tampak penuh antusiasme saat menunjukkan sepatu tersebut ke hadapan Elara.“Jadi kau kemari untuk--”“Bukankah ini bagus? Kau suka?”Elara tidak segera mengangguk, meskipun ia takjub dan langsung jatuh hati pada pandangan pertama, saat Ethan mengeluarkan sepatu boots yang ia tahu berharga puluhan ribu dolar tersebut.“Bagaimana kau mendapatkan barang ini? Bukankah ini dimiliki seorang kolektor dan--”“Aku berhasil membujuknya untuk menjual ini padaku. Kakimu, ayo kemarikan.” Ethan berlutut satu kaki dan menadahkan tangan --meminta Elara meletakkan tumit kanannya di tangan Ethan.“Ethan! Jangan seperti ini! Aku--”“Apakah kau akan menolak sepatu cantik ini?” Ethan menatap Elara dengan sorot yang ia buat sedih. Nada jenaka kemudian mengayun
Paula berdiri di sudut ruangan, matanya menatap keluar jendela dengan pandangan tajam.Dia mengangkat teleponnya, suaranya tenang namun penuh otoritas. “Ya, aku di sini,” katanya singkat.Suara di ujung sana terdengar samar, hanya Paula yang bisa mendengar dengan jelas.Wajahnya tidak menunjukkan emosi, tapi matanya yang biasanya dingin kini tampak serius, hampir seperti tegang.Dia mendengarkan dengan seksama, setiap kata yang keluar dari lawan bicaranya seolah-olah sangat penting.Sesekali dia mengangguk pelan, seolah-olah menimbang-nimbang sesuatu.Setelah beberapa saat, Paula akhirnya bicara, suaranya rendah namun penuh kekuatan. “Laksanakan segera. Cepat dan bersih. Ini kesempatan satu-satunya. Aku tidak ingin ada kesalahan.”Dia menunggu sebentar sebelum menutup telepon dengan pasti.Tangannya gemetar sedikit, namun tidak ada keraguan dalam gerakannya.Setelah telepon ditutup, Paula menarik napas dalam-dalam dan berbalik.Matanya kini tampak gelap, dipenuhi oleh kebencian yang di
Ruangan itu remang-remang dengan lampu-lampu gantung yang menyinari ring tinju di tengahnya.Dinding-dinding yang terbuat dari batu bata ekspos memberi kesan keras dan kasar, seakan mencerminkan atmosfer di dalam ruangan.Di sudut ring, seseorang yang berdiri dengan sikap tegapnya, berdiri sebagai wasit yang akan mengawasi sparring antara dua pria yang sama-sama penuh tekad—Arion dan Ethan.Arion, dengan tubuh tegap dan otot-otot yang terlatih, mengenakan sarung tinju hitam. Matanya menatap tajam ke arah Ethan, penuh dengan rasa percaya diri yang luar biasa. Di benaknya, dia yakin sparring ini hanyalah formalitas untuk menjatuhkan Ethan dengan mudah.Sebaliknya, Ethan, yang mengenakan sarung tinju berwarna merah, tampak tenang dan santai. Senyum kecil di wajahnya seolah mengejek Arion, menambah ketegangan di antara mereka.Meski tak memiliki fisik sekuat Arion, ada keyakinan tersirat dalam sikapnya yang tidak bisa diremehkan.Wasit melangkah ke tengah ring dan menatap keduanya. "Ingat,
“Kau suka berlagak sebagai pahlawan, Mr. Wayne,” desis Arion sambil terus menyerang, “Tapi jangan berpikir kau bisa mengambil tempatku. Elara adalah istriku.”“Apakah dia benar-benar istrimu? Aku rasa tidak ada cincin yang mengikatnya malam itu ketika kami di hotel bersama,” kata Ethan, sengaja memanas-manasi Arion lebih jauh. “Malam itu, kami berbagi momen intim. Kau tahu apa yang terjadi kan, Mr. Ellworth? Tapi tentu saja, itu bukan urusanmu.”Ethan mengucapkan kata-kata terakhirnya dengan nada yang penuh sindiran, mengetahui bahwa ini akan memancing kemarahan Arion yang lebih besar.Benar saja, Arion yang selama ini dikenal dingin dan tak mudah terprovokasi, kali ini kehilangan kendali.Dengan satu gerakan cepat, Arion melancarkan pukulan hook ke arah wajah Ethan, membuatnya terhuyung dan nyaris terjatuh.Ethan tidak siap dengan pukulan sekuat itu, dan untuk sesaat, ruangan terasa berputar. Namun, Ethan tidak jatuh—dia menahan diri dengan bertumpu pada tali ring.Wasit yang sejak ta
Mobil Dodge hitam dengan plat nomor SP-3487 berhenti terjepit di satu jalan yang sunyi, di pinggiran kota yang diterangi hanya oleh lampu jalan yang remang-remang.Sore itu sepi, seolah dunia meresapi ketenangan yang tidak wajar sebelum badai.Dalam keheningan itu, enam lelaki bersenjata dengan gerakan terlatih mengepung mobil tersebut dengan sigap dan disiplin.Seseorang di antaranya --pemimpin mereka, adalah seorang pria dengan sorot mata penuh kekejaman, mendekati mobil dan menggedor jendela dengan keras.“Keluar dari mobil sekarang!” perintahnya dengan suara lantang yang menggema di udara sore itu.Ada jeda sesaat.Ketegangan merambat di antara enam pengepung itu, namun mereka tetap fokus, memegang erat senjata mereka, siap menembak kapan saja.Mereka sudah dilatih untuk segala kemungkinan.Pintu pengemudi terbuka perlahan, dan seorang pria dengan tubuh tegap keluar dari dalam mobil.Dia mengenakan jaket