"Heei ... masih di kantor?" Amelia tidak terkejut tetapi tidak dapat menahan diri untuk menghela napas ketika sadar kalau Bang Ucok melakukan panggilan video dari kantornya.
Sejak beberapa hari yang lalu, tepat ketika pacarnya mendapatkan pekerjaan baru dengan gaji dan fasilitas berkali lipat lebih baik dari tempat sebelumnya ini menjadi sebuah rutinitas baru. Nyaris setiap kali dia menghubungi Bang Ucok, baik panggilan telepon atau pun video, dapat dipastikan kalau pria itu berada di kantor.
"Ya," walau tidak dapat menyembunyikan kelelahan Bang Ucok tetap tersenyum, "Masih banyak yang harus aku beresin."
"Aku tahu," gadis itu berusaha tersenyum karena tidak ingin menambah beban pikiran lelaki yang dicintainya, "Selalu itu jawaban Abang tiap kali aku tanya."
"Maaf, maaf, tapi memang masih banyak kali ini kerjaanku," Bang Ucok menunjuk tumpukan dokumen yang menggunung di meja kerja, "Mana Bos aku yang baru ini kalau kasih deadline suka-suka dia."<
"Selamat sore Bapak Patra," Narendra membuka kancing jas kemudian menduduki salah satu kursi yang ada di meja itu.Pria yang disapanya terlihat terkejut karena tidak menduga akan ada yang menyapanya. Terlebih lagi orang itu adalah Sabda Narendra Widjaja. Di tempat ini rasanya nyaris mustahil bertemu dengan rekan bisnis bahkan kenalannya. Restoran yang dikunjungi sangat menjunjung tinggi privasi. Tidak aneh karena restoran ini bukan restoran biasa. Ada menu spesial yang hanya ditawarkan kepada tamu terpilis. Wanita. Berbagai jenis dan tipe."Eh," dia tergopoh berdiri, "Sore, Pak. Saya tidak tahu kalau Bapak juga member di sini."Narendra terkekeh, "Menurut Anda saya salah seorang member di sini?"Patra menelan ludah. Dia tahu kalau dia sudah salah mengambil langkah."Jadi menurut Anda saya tidak dapat menemukan wanita yang saya suka tanpa bantuan mereka?""Bu-bukan. Bukan begitu maksud saya," dia kembali menelan ludah sebelum memijat pe
“Apa-apaan … “ Sumitra tergesa masuk ke unit penthouse-nya yang pintu terbuka.Tidak mungkin selingkuhannya karena dia sudah mengirim gadis itu berlibur ke London seperti keinginannya. Seketika dia seperti disiram air es ketika menyadari sesuatu. Hanya dia, selingkuhannya dan Narendra yang tahu penhouse ini miliknya.Tidak mungkin!"Malam, Sumitra," suara berat Narendra menyapa ketika pria itu berjalan memasuki penthouse-nya.Sumitra membutuhkan waktu untuk memproses apa yang dilihatnya. Ruang tengah penthouse-nya yang penuh dengan barang mewah pilihan selingkuhannya terlihat benderang. Pada sofa yang seiring digunakan Sumitra bersama selingkuhannya untuk melakukan berbagai variasi hubungan intim, Narendra duduk dengan segelas Macallan. Pria itu bertopang kaki dan tersenyum ke arah Sumitra. Senyuman yang membuat Sumitra bergidik ngeri."P-Pak Sabda ...""Anda pulang larut malam ini. Selingkuhan baru?" Narendra mengangkat g
"CUT!" Kenny berteriak frustasi.Untuk kesekian kali dia berteriak "cut" karena Agnia tidak mampu berakting dengan baik. Sebenarnya bagi sutradara lain akting Agnia akan dipuji tanpa cela tetapi itu tidak cukup untuk Kenny. Dia tidak hanya menuntut para aktor dan aktris untuk berakting baik, Kenny menuntut mereka untuk memberikan jiwa dalam karakter yang mereka perankan. Dan hari ini Agnia kehilangan itu. Perannya tidak berjiwa."Maaf, Bang," hanya itu yang mampu diucapkan Agnia. Tanpa perlu diberitahukan dia tahu salahnya apa.Sejak memperlihatkan foto masa kecilnya kepada Kenny dan pria itu tidak menunjukkan reaksi kalau dia mengenal Gayatri, Agnia seakan kehilangan fokus. Sejak kematian ibunya hatinya memang tidak lagi sempurna. Ada luka yang tidak pernah dapat disembuhkannya. Sekarang bertambah, tidak hanya luka tetapi juga ruang hampa.Gadis itu seakan hilang harapan tentang siapa orang tuanya. Dia tidak lagi memiliki petunjuk. Seseorang di
"Kita break dulu!" Kenny berteriak sambil melempar papan slate ke kursi yang didudukinya selama proses syuting berlangsung."Tapi Bang ...""Aku bilang break. Kita break satu jam," dia berjalan meninggalkan asisten yang sudah menemaninya selama bertahun-tahun. Saat ini dia membutuhkan bantuan nikotin.Setelah menemukan ruang terbuka yang cukup jauh dari keramaian, Kenny bersandar ke pohon besar sebelum mengeluarkan rokok dan pematik api. Dengan cepat dia sudah menyulut rokok dan menghisapnya dalam. Dia melakukan itu berulang kali sampai merasa kalau akal sehatnya sudah kembali.Sejak Agnia meninggalkan lokasi syuting untuk beristirahat di hotel yang menjadi kediaman mereka selama syuting di kota ini, Kenny gelisah. Bayangan ekspresi wajah Agnia malam itu terus bergantung dalam pikirannya. Dan itu membebani hatinya. Sebuah beban yang sangat besar.Kenny kalut. Dia masih belum memutuskan apakah dia harus mengaku kalau dia merupakan ayah kand
"Agnia," panggilan itu terdengar bersama suara ketukan, "Gue tahu lo di dalam."Agnia yang sedang berbaring di tempat tidur langsung bangkit. Dia langsung mengenali suara itu. Reizi."Agnia, buka. Ini gue dititipin pesan sama Bang Kenny," pria itu masih belum menyerah.Dengan malas Agnia beringsut turun dari tempat tidurnya. Dia merapikan penampilannya yang agak berantakan akibat berbaring di tempat tidur. Gadis itu tidak dapat memejamkan mata hingga dia hanya berguling-guling saja."Apa, sih? Aku udah minta break ke Bang Kenny," dia membuka pintu kamar dengan bersungut-sungut. Sama sekali tidak bermaksud menutupi ekspresinya. Agnia ingin Reizi tahu kalau kehadirannya di sini sama sekali tidak diharapkan."Gue tahu," Reizi tersenyum tanpa merasa bersalah, "Kan, gue juga kena imbasnya. Lumayan, sih, bisa istirahat. Udah capek banget gue karena jadwal syuting kita super padat.""Terus ngapain kamu ganggu aku?" Agnia pura-pura menguap, "Aku nga
"Ja-jangan!" Agnia berteriak sambil terus berusaha melawan.Dia tidak berhenti menggerakkan lengan dan kakinya. Tidak peduli mereka menahannya seperti apa, dia terus berusaha untuk bergerak. Agnia tahu kalau cepat atau lambat dia akan kehabisan energi. Gadis itu tahu kalau energinya tidak ada arti dibandingkan energi ketiga pria yang saat ini sibuk menggeranyangi tubuhnya. Tapi dia tidak ingin menyerah."Ugh!" Gadis itu berusaha untuk menggerakkan kaki dan menendang ke arah alat vital Reizi yang saat ini berada di atas tubuhnya."Tahan yang bener, Goblok!" Reizi memaki kedua temannya sambil berusaha menahan dan melebarkan kaki Agnia."Brengsek!!" Agnia berusaha untuk menjerit sebelum salah seorang teman Reizi membekap mulutnya. Tidak kehilangan akal, gadis itu langsung mengigit tangan yang membekap mulutnya. Dia mengigit sekuat mungkin dengan seluruh tenaganya."AARGGHHH!" Pria itu berteriak dan langsung refleks melepaskan bekapannya. Tidak hanya i
"Nggak maauu!! Toloooong!!!"Agnia terbangun dan langsung berteriak histeris. Dia refleks meremas bagian depan kemeja yang dikenakannya dengan satu tangan sementara tangannya yang lain meremas selimut begitu kuat hingga buku tanganny amemutih."Agnia, Agnia," Kenny yang duduk di samping tempat tidur langsung menepuk punggung tangan gadis itu meremas seprai,"Tenang. Hei ... tenang, kamu udah aman.""A-aman ...?" Suaranya terdengar begitu lirih dan ketakutan."Ya, kamu udah aman," pria paruh baya itu kembali berujar lembut, "Nggak ada yang perlu kamu takutin lagi. Aku yakin bajingan itu udah jera. Kamu aman, Agnia."Gadis itu langsung menghela napas panjang. Sulit untuk menjelaskan apa yang dirasakannya saat ini. Yang jelas dia sangat lega. Walau masih jauh dari merasa aman."Apa yang terjadi? Aku cuma ingat ada yang nolongin terus ... blank," Agnia kembali memejamkan mata. Tidak lama karena kenangan menakutkan itu segera kembali hingga dia la
Narendra menekan pedal gas sedalam mungkin. Entah sudah berapa kali dia membunyikan klakson mobilnya setiap ada kendaraan di depannya. Dia tidak peduli kalau tindakannya mengundang sumpah serapah dari pengguna jalan lain. Tidak ada yang dipedulikannya saat ini kecuali satu hal, secepat mungkin tiba di rumah keluarga Widjaja.Beberapa saat lalu ketika Narendra baru kembali ke kantor dari makan siang, Asija menghubunginya. Dari nomor ponsel yang hanya diketahui oleh para anggota keluarga. Detik itu juga dia tahu kalau ada sesuatu yang terjadi. Keyakinannya semakin membesar ketika mendengar suara Asija bergetar. Sepanjang usianya dia tidak pernah mendengar suara ayahnya separau ini.Ada apa?Sayangnya ketika Narendra bertanya, sang ayah hanya memintanya untuk segera ke rumah keluarga Widjaja. Informasi lain akan disampaikan nanti setelah pria itu tiba di sana. Perasaan Narendra semakin tidak tenang. Dia langsung menyambar jas dan bergegas turun menuju lobi tempat m