"Nggak maauu!! Toloooong!!!"
Agnia terbangun dan langsung berteriak histeris. Dia refleks meremas bagian depan kemeja yang dikenakannya dengan satu tangan sementara tangannya yang lain meremas selimut begitu kuat hingga buku tanganny amemutih.
"Agnia, Agnia," Kenny yang duduk di samping tempat tidur langsung menepuk punggung tangan gadis itu meremas seprai,"Tenang. Hei ... tenang, kamu udah aman."
"A-aman ...?" Suaranya terdengar begitu lirih dan ketakutan.
"Ya, kamu udah aman," pria paruh baya itu kembali berujar lembut, "Nggak ada yang perlu kamu takutin lagi. Aku yakin bajingan itu udah jera. Kamu aman, Agnia."
Gadis itu langsung menghela napas panjang. Sulit untuk menjelaskan apa yang dirasakannya saat ini. Yang jelas dia sangat lega. Walau masih jauh dari merasa aman.
"Apa yang terjadi? Aku cuma ingat ada yang nolongin terus ... blank," Agnia kembali memejamkan mata. Tidak lama karena kenangan menakutkan itu segera kembali hingga dia la
Narendra menekan pedal gas sedalam mungkin. Entah sudah berapa kali dia membunyikan klakson mobilnya setiap ada kendaraan di depannya. Dia tidak peduli kalau tindakannya mengundang sumpah serapah dari pengguna jalan lain. Tidak ada yang dipedulikannya saat ini kecuali satu hal, secepat mungkin tiba di rumah keluarga Widjaja.Beberapa saat lalu ketika Narendra baru kembali ke kantor dari makan siang, Asija menghubunginya. Dari nomor ponsel yang hanya diketahui oleh para anggota keluarga. Detik itu juga dia tahu kalau ada sesuatu yang terjadi. Keyakinannya semakin membesar ketika mendengar suara Asija bergetar. Sepanjang usianya dia tidak pernah mendengar suara ayahnya separau ini.Ada apa?Sayangnya ketika Narendra bertanya, sang ayah hanya memintanya untuk segera ke rumah keluarga Widjaja. Informasi lain akan disampaikan nanti setelah pria itu tiba di sana. Perasaan Narendra semakin tidak tenang. Dia langsung menyambar jas dan bergegas turun menuju lobi tempat m
"Mbak, aku minta maaf," Narendra berdiri di ambang pintu kamar Rajasena yang ada di kediaman keluarga Widjaja.Sejak Rajasena dan Bimasakti menikah, orang tua mereka mengubah kamar mereka agar lebih nyaman digunakan saat menginap. Sebenarnya itu tindakan yang sia-sia. Mereka masih tinggal sekota sehingga jarang sekali menginap hingga kedua kamar itu menganggur. Begitu juga dengan kamar Narendra sejak pria itu lebih sering tinggal di penthouse-nya. Tetapi orang tua mereka selalu memastikan anak-anak mereka nyaman setiap berkunjung karena memiliki kamar masing-masing."Bukan salah kamu," Masyha berpaling ke arah Narendra sambil terus menepuk lembut paha Elena yang sudah tertidur."Ini salahku," pria itu berjalan masuk kemudian berhenti di kaki tempat tidur. Dia memperhatikan wajah keponakannya yang begitu tenang. Perasaannya kembali campur aduk, "Ini rencanaku.""Bukan, Dra," Masyha masih tersenyum walau tatapannya berkata lain, "Ini rencana kalian. Mas Raj
"Apa lagi?"Itu yang keluar dari mulut Narendra ketika dia mendengar suara pintu penthouse-nya terbuka. Tidak mungkin Badi karena pria itu sudah berada di kamarnya sejak beberapa jam lalu. Hanya ada satu kemungkinan, Abimana. Kunjungan sepupunya di jam seperti ini berarti kabar buruk."Sorry, Dra," Abimana duduk di sampingnya. Tanpa meminta izin dia langsung meneguk habis apapun yang sedang diminum oleh Narendra, "Tapi ini nggak bisa nunggu sampai besok.Narendra menghela napas panjang, "Spill it out."Abimana berdeham sebelum buka suara, "Ini tentang Agnia.""Agnia? Ada apa?" Pengaruh alkoholl yang sempat dirasakannya seketika menghilang ketika mendengar nama kekasihnya disebutkan, "Proses syutingnya ada kendala?""Bisa dikatakan seperti itu," Abimana berhati-hati memilih kata dan cara untuk menyampaikannya.Sebagai tangan kanan Narendra juga sebagai sepupunya, tentu dia sudah mendengar k
"Masih berani berani kamu hubungin saya?"Narendra terkejut mendengar ucapan Kenny ketika sutradara itu menerima panggilan teleponnya. Dia sama sekali tidak menduga ini. Seingatnya dia tidak memiliki masalah dengan Kenny."Apa kita punya masalah?" Seperti kebiasaannya, daripada berspekulasi dengan pikirannya, pria itu memilih untuk mendapatkan jawaban langsung dengan bertanya."Kita? Nggak ada. Tapi saya tahu kalau kamu udah nggak ngehubungin Agnia sejak dia di sini. Agnia juga bilang kalau dia nggak bisa ngehubungin kamu. Seharusnya kamu ...""Hubungannya dengan pertanyaan Anda sebelumnya?" Narendra melihat ke luar jendela mobil.Saat ini pria itu sedang dalam perjalanan menuju gedung Widjaja Group. Biasanya dia menggunakan waktu dalam perjalanan untuk memeriksa email atau membuat daftaran pekerjaan. Kali ini dia memutuskan untuk menghubungi Kenny dan membicarakan masalah terkait foto yang dikirimkan seseorang ke email media. Mobil adalah tempat p
SALAH SEORANG PEWARIS WIDJAJA GROUP DIKABARKAN MENGHILANG!Walau belum dikonfirmasi oleh seorangpun dari keluarga Widjaja tetapi sejak kemarin beredar kabar kalau pewaris utama Widjaja Group, Rajasena Widjaja menghilang dari lokasi kecelakaan di mana mobilnya menjadi salah satu korban dari kecelakaan beruntut. Sampai berita ini diturunkan berita ini masih belum dapat ... <Klik Untuk Membaca Lebih Lanjut>DICULIK ATAU MELARIKAN DIRI?! RAJASENA WIDJAJA MENGHILANG BEGITU SAJASejak kemarin beredar kabar mengenai Rajasena Widjaja yang menghilang dari lokasi kecelakaan mobil beruntut. Keluarga Widjaja masih bungkam dan ini menimbulkan beberapa spekulasi. Sebagian orang percaya kalau Rajasena Widjaja turun menjadi korban dan saat ini terbaring koma di salah satu rumah sakit dengan pengamanan ekstra ketat. Sementara yang lain percaya kalau pewaris utama Widjaja Group itu me
"Lo udah lihat berita hari ini?" Abimana memasuki ruangan Narendra dengan secangkir kopi kesukaan sepupunya. Dengan kejadian yang menimpa Rajasena dan pemberitaan terkait Agnia, sepupunya berhak untuk memulai hari dengan sesuatu yang dapat memperbaiki suasana hatinya."Is it blue mountain?" Narendra hanya melirik sebelum kembali sibuk memperhatikan layar laptopnya."Kesukaan lo," sepupunya tersenyum, "Sengaja gue buatin. Lo udah lihat berita?"Narendra mengangguk sambil menatap cangkir kopi yang baru diletakkan Abimana di meja kerjanya."Berita tentang Kak Raja perlu gue lakuin sesuatu?""Tidak," pria itu memilih untuk menyesap kopi sebelum lanjut berucap, "Biarkan saja.""Yakin?" Abimana kembali bertanya.Sejak tadi malam dia mencoba untuk memahami reaksi sepupunya tetapi tidak berhasil. Walau dia mencoba tetap saja dia tidak paham dengan reaksi dan keputusan yang diambil oleh Narendra. Dia terlalu ... tenang.Ketika dia menem
"Apalagi, Dra?! Masih belum cukup lo nuduh gue?!" Abimana langsung bertanya dengan sinis dan nada tinggi ketika melihat sepupunya masuk ke ruang kerjannya.Sudah lewat jauh dari jam makan siang. Tidak mungkin Narendra berkunjung untuk mengajaknya makan siang. Selain itu, mereka juga masih belum menyelesaikan masalah tadi pagi. Abimana tidak menjawab pertanyaan terakhiryang diajukan oleh sepupunya. Dia memutuskan untuk meninggalkan ruang kerja Narendra. Pria itu bahkan sengaja membanting pintu agar sepupunya tahu kalau dia tuduhan tidak mendasar itu membuatnya marah."Apa kamu memberikan informasi ke Bira terkait rencana Papa ke menjemput Allen?" Nada suara narendra terdengar dingin."Nggaklah! Gila apa gue?! Gue tahu mana yang harus gue info ke bokap mana yang nggak. Lagian itu bukan jadwal resmi Om Asija, ngapain bokap gue tahu?!""Tadi pagi lo nuduh gue yang bukan-bukan. Sekarang lo nyari masalah lagi. Maksud lo apa?!""Kamu yakin?""Yakin
"Langitnya cantik," itu kalimat pertama yang keluar dari mulut Agnia sejak mereka tiba di bukit ini.Bukit ini memang terkenal dengan pemandangan langit malamnya. Kalau akhir pekan ada banyak pasangan dan keluarga yang memutuskan untuk menghabiskan malam di sini. Tidak sedikit yang memutuskan untuk berkemah hanya karena terkesima dengan pemandangan langit yang penuh tabauran bintang. Pemandangan yang tidak pernah mungkin ditemui di kota."Itu kenapa aku ajak kamu ke sini," Kenny yang sejak tadi sibuk mengisap rokok dalam diam ikut bersuara, "Lumayan buat hilangin stress atau apapun yang kamu rasain setelah kejadian kemarin.""Makasih," Agnia berpaling menatap Kenny, "Ini nolong banget. Setidaknya aku jadi ingat kalau kita cuma titik kecil dari alam semesta. Masalah kita nggak ada apa-apanya sama sekali ... ""Kenapa mendadak obrolannya jadi berat, ya?" Kenny terkekeh untuk mencairkan suasana."Nggak tahu," Agnia ikut tertawa kecil, "Mungkin karena
"Nia, kamu sudah selesai berganti pakaian?"Suara Narendra membuat Agnia yang sedang berada di kamar mandi segera melepas kimono sutra yang dikenakan ketika dia membersihkan riasan wajah dengan bantuan seorang asisten MUA yang diminta oleh Reinya untuk tinggal sampai setelah acara selesai. Gadis itu mengambil piyama yang diberikan oleh Calya khusus untuk Agnia dan Narendra. Piyama berbahan sutra itu merupakan salah satu brand mewah dan salah satu yang tertua di Inggris. Kualitasnya sudah tidak perlu dipertanyakan karena sekelas Ratu Elizabeth II saja mempercayakan pakaian tidurnya kepada mereka.Agnia tidak pernah menduga kalau hal tersulit yang harus dilakukannya setelah memutuskan menikah dengan Narendra adalah beradaptasi dengan begitu banyak priviledge yang tiba-tiba dimilikinya. Semua serba dapat dimiliki. Tidak hanya sekadar memiliki tetapi selalu yang terbaik. Apapun itu."Nia?" Terdengar ketukan pelan di pintu kamar mandi."Sebentar," tergesa gadis itu menggelung rambut kemudi
"Macam inilah! Sah udah kalian sekarang," Bang Ucok langsung menyapa ketika seluru prosesi akad nikah selesai. Penampilan pria berbadan besar itu terlihat berbeda hari ini. Seperti seluruh undangan pria, Bang Ucok juga mengenakan three piece suit. Amelia turut hadir juga terlihat menawan dengan whimsical garden-inspired maxi dress. Penampilan disempurnakan dengan rambut tergelung model french twist yang memamerkan leher jenjangnya."Akhirnya, Bang," Agnia tertawa kecil, "Sekarang Bang Ucok udah nggak perlu khawatir lagi sama aku, kan? Aku udah nggak sendiri lagi.""He! Macam manaa... tak mungkin aku tak khawatir sama kau. Adik akunya kau ini," Bang Ucok berpura-pura bersungut kesal, "Jangan sementang kau sudah nikah terus kau anggap tak peduli lagi aku sama kau, ya!"Narendra terkekeh memperhatikan interaksi antara Agnia dan Bang Ucok. Walau mereka sudah tidak lagi di kontrakan petak tetapi tidak ada yang berubah. Semuanya masih sama seperti dulu."Maaf, Bang," Narendra menyela percak
"Kamu yakin?""Ayah," Agnia hanya berpaling karena hiasan kepalanya cukup berat, "Ayah sudah berulang kali nanyain itu, lho. Mau Ayah tanya sampai seratus bahkan ribuan kali, jawaban Agnia tetap sama. Agnia yakin.""Tapi gimana kalau sampai tersebar? Memang pernikahan kamu private tapi tetap aja, di depan venue itu wartawan udah ngumpul kayak mau demo.""Memangnya kenapa kalau sampai nyebar?" Agnia menatap Kenny melalui cermin, "Ayah malu kalau sampai publik tahu aku ini anak ayah?""Bukan gitu," Kenny membalas tatapan Agnia, "Ayah bertanya karena Ayah nggak mau kamu menyesali kepuutusanmu.""Aku nggak akan nyesal, Yah," Agnia menjawab dengan yakin, "Percaya sama aku. Ini bukan keputusan impulsif. Aku udah mikirin ini dari lama. Dan itu keinginan aku. Pertanyaannya sekarang, apa Ayah mau ngelakuinnya atau nggak?""Tentu saja Ayah mau, Nia," Kenny menghampiri anak semata wayangnya dan meletakkan kedua tangan di bahu Agnia yang terbuka karena kebaya pernikahannya memiliki leher yang cuk
Narendra menatap pantulan diri pada cermin sambil menghembuskan napas dengan pelan. Dirinya terlihat sempurna dengann three pieces suit warna kelabu yang dipilihkan Agnia untuk hari istimewa ini. Kekasih yang akan segera menjadi istrinya itu mengatakan kalau kelabu merupakan warna yang hangat, dan itu sesuai dengan apa yang dirasakannya setiap kali berada di dekat Narendra. Sebagai seorang pria, Narendra menyerahkan sepenuhnya kepada Agnia.Ketika gadis itu meminta agar pernikahan mereka dilakukan secara private dan hanya mengundang keluarga dekat serta sahabat, Narendra juga dengan segera menyetujuinya. Beruntung keluarga besar mereka mau berkompromi. Walau pernikahan akan dirayakan secara sederhana tetapi resepsi akan diselenggarakan besar-besaran dan mengundang seluruh kenalan mereka. Agnia yang menyadari posisi mereka, Narendra merupakan pewaris keluarga Widjaja dan dirinya yang merupakan selebritas, setuju dengan itu."Narendra," Asija bersama dengan Reinya memasuki ruangan yang
"Lo gila," Abimana masuk ke ruang kerja Narendra sambil menggulirkan jari di tablet."Ada apa?" Narendra masih sibuk memperhatikan layar ponselnya. Dia sedang memeriksa portofolio saham miliknya sambil beristirahat dari memeriksa berbagai dokumen pekerjaan.Ketika Narendra kembali dari Seoul kemarin, dia disambut dengan tumpukan dokumen di meja kerja. Hanya dua hari tetapi tumpukan dokumen itu seakan Narendra sudah tidak mengantor selama berbulan-bulan. Seandainya bisa, dia ingin mengabaikan dokumen-dokumen itu. Tetapi tentu saja dia tidak dapat melakukannya karena ada tanggung jawab yang dipikul di bahunya.Asija menanggapi keputusan Narendra yang akhirnya setuju untuk menjadi pewaris Widjaja Group dengan serius. Walau pria itu mengatakan akan menggantikan Asija beberapa tahun lagi, pria paruh baya itu dengan cerdik mulai mengalihkan pekerjaan dan tanggung jawabnya kepada Narendra. Tentu saja Narendra tahu apa yang dilakukan oleh ayahnya tetapi dia tidak merasa keberatan dengan itu.
"Woaa!" Lee Jieun, aktris yang menjadi salah seorang lawan main Agnia di serial yang bekerja sama dengan Netflix itu memasuk lobi sambil berseru tidak percaya, "Mereka penasaran sekali sama kalian, ya!"Setelah Agnia, aktris berikutnya yang tidak di red carpet adalah Lee Jieun. Sayangnya, beberapa pewarta masih penasaran mengapa Agnia ditemani oleh Narendra sehingga mereka masih melontarkan pertanyaan itu berulang kali. Berkat pengalaman panjang menjadi aktris dan penyanyi, dengan cepat Lee Jieun dapat mengendalikan suasana dan menarik perhatian para pewarta. Setelah meladeni permintaan untuk berfoto dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan serta berbincang dengan MC, gadis itu memasuki lobi gedung tempat acara digelar dan segera menyapa Agnia yang kebetulan masih belum memasuki ruangan tempat acara akan berlangsung."Eonnie," Agnia tertawa penuh rasa bersalah. Seharusnya spotlight hari ini milik Lee Jieun yang merupakan aktris utama di serial yang mereka bintangi. Tetapi karena kehad
"Surprise!" Narendra tertawa kecil sambil menjawil hidung kekasihnya, "May I be you plus one?""Ren... dra?" Agnia masih tidak percaya kalau pria yang sudah menunggu di mobil adalah kekasihnya, "Kamu ngapain di sini?""Jadi plus one kamu. Boleh?" Narendra masih menatap kekasihnya sambil tersenyum, "Shit! I really want to kiss you but it will ruins your lipstick."Sisa kebingungan Agnia menghilang dan berganti dengan tawa, "Kamu udah nggak ketemu aku lama terus itu kalimat pertama kamu?"Narendra masih tersenyum tanpa rasa bersalah sama sekali, "Seaneh itu? Bagian mana yang aneh dari seorang pria yang ingin mencium kekasihnya?""Bukan aneh," Agnia masih tertawa, "Tapi aku nggak nyangka kalau itu yang bakalan kamu ucapin setelah kita nggak ketemu selama beberapa minggu.""Beberapa minggu?" Senyuman masih tersisa walau sekarang pria itu mengernyit bingung, "Bukannya beberapa hari lalu kita baru bertemu, ya?""Beberapa hari?" Agnia berpiki selama beberapa saat, "Aaah! Aku ingat! Astagaa,
Suara ketukan disusul dengan seseorang gadis membuka pintu kamar hotel yang digunakan Agnia sejak beberapa malam lalu. Gadis berheadset dan memeluk clipboard berdiri di ambang pintu."Selamat siang Nona Agnia," senyumnya merekah sempurna, "Kita sesuai dengan jadwal. Lima menit lagi Anda sudah harus turun. Mobil yang akan mengantarkan Anda ke lokasi sudah siap."Agnia yang berdiri di tengah ruangan dan dikelilingi oleh begitu banyak orang dengan kesibukan masing-masing hanya dapat menoleh sambil tersenyum kemudian menganggukkan kepala. Dia tidak dapat melakukan lebih dari itu. Penata busana sedang memastikan seluruh lekuk tubuh artisnya menonjol dengan tepat tanpa ada kerutan atau lipatan yang merusaknya. Asisten penata busana sudah menyodorkan entah pasangan sepatu ke berapa untuk dicobanya. Hairdresser sejak tadi memastikan kalau rambut Agnia sempurna sesuai dengan keinginannya sementara make up artist yang dipercaya oleh artis muda itu sedang melakukan retouch pada beberapa bagian w
"Paman Leo," Narendra tersenyum ketika melihat pria paruh baya yang sudah berpuluh tahun bekerja di tailor yang sudah menjadi langganan keluarga besar Widjaja. "Saya tidak pernah menyangka kalau saya masih diberi kesempatan untuk mengukur dan menyiapkan suits untuk pernikahan Anda," Leo menyapa dengan ramah. "Paman pasti masih menganggapku anak kecil," Narendra terkekeh. "Kebiasaan orang tua," dengan hati-hati Leo mengarahkan Narendra yang ditemani Abimana dan Badi untuk berjalan ke bagian belakang yang lebih tertutup, "Rasanya baru kemarin Anda ke sini untuk pengukuran suits pertama. Bahan wol, warna kelabu. Three pieces dengan celana pendek." "Untuk ulang tahun pernikahan Papa dan Mama," Narendra menyambung, "Saya juga masih mengingatnya dengan baik, Paman." Selama beberapa saat Leo berdiri sambil menatap Narendra. Tatapannya penuh dengan kenangan bercampur kebanggaan. Dia sempat larut sebelum menyadari kalau ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Dengan cepat dia mengeluarkan