"Belum pulang, Bang?" Badi bersandar di ambang pintu ruang kerja Bang Ucok sambil tersenyum dengan mengangkat dua cup kopi yang dibawanya.
"Kau sendiri?" Bang ucok menyoret sesuatu pada catatannya.
"Nggak bisa pulang kalau si bos belum pulang," dia terkekeh sambil berjalan masuk, "Abang pasti butuh ini."
Setelah duduk di salah satu kursi di depan meja kerja Bang Ucok, Badi meletakkan satu dari dua cup yang dibawa di meja. Tepat di hadapan Bang Ucok.
"Malam-malam kau bawakan aku kopi? Mau suruh aku begadang?"
"Bang Ucok memang bakal begadang malam ini, kan?" Badi menyesap kopinya, "Aku tahu dari para office boy kalau pegawai yang baru hobi pulang dini hari bahkan sampai nginap di kantor segala."
"Tak percayanya aku sama kau. Mana mungkin aku sampai diomongkan sama mereka-mereka itu."
Badi tergelak, "Itu benar. Mereka nggak gosipin Abang yang pulang telat tapi gosipin apa sebenarnya jabatan Abang."
"Bah! Lebih tak masuk akal lagi
"Heei ... masih di kantor?" Amelia tidak terkejut tetapi tidak dapat menahan diri untuk menghela napas ketika sadar kalau Bang Ucok melakukan panggilan video dari kantornya.Sejak beberapa hari yang lalu, tepat ketika pacarnya mendapatkan pekerjaan baru dengan gaji dan fasilitas berkali lipat lebih baik dari tempat sebelumnya ini menjadi sebuah rutinitas baru. Nyaris setiap kali dia menghubungi Bang Ucok, baik panggilan telepon atau pun video, dapat dipastikan kalau pria itu berada di kantor."Ya," walau tidak dapat menyembunyikan kelelahan Bang Ucok tetap tersenyum, "Masih banyak yang harus aku beresin.""Aku tahu," gadis itu berusaha tersenyum karena tidak ingin menambah beban pikiran lelaki yang dicintainya, "Selalu itu jawaban Abang tiap kali aku tanya.""Maaf, maaf, tapi memang masih banyak kali ini kerjaanku," Bang Ucok menunjuk tumpukan dokumen yang menggunung di meja kerja, "Mana Bos aku yang baru ini kalau kasih deadline suka-suka dia."
"Selamat sore Bapak Patra," Narendra membuka kancing jas kemudian menduduki salah satu kursi yang ada di meja itu.Pria yang disapanya terlihat terkejut karena tidak menduga akan ada yang menyapanya. Terlebih lagi orang itu adalah Sabda Narendra Widjaja. Di tempat ini rasanya nyaris mustahil bertemu dengan rekan bisnis bahkan kenalannya. Restoran yang dikunjungi sangat menjunjung tinggi privasi. Tidak aneh karena restoran ini bukan restoran biasa. Ada menu spesial yang hanya ditawarkan kepada tamu terpilis. Wanita. Berbagai jenis dan tipe."Eh," dia tergopoh berdiri, "Sore, Pak. Saya tidak tahu kalau Bapak juga member di sini."Narendra terkekeh, "Menurut Anda saya salah seorang member di sini?"Patra menelan ludah. Dia tahu kalau dia sudah salah mengambil langkah."Jadi menurut Anda saya tidak dapat menemukan wanita yang saya suka tanpa bantuan mereka?""Bu-bukan. Bukan begitu maksud saya," dia kembali menelan ludah sebelum memijat pe
“Apa-apaan … “ Sumitra tergesa masuk ke unit penthouse-nya yang pintu terbuka.Tidak mungkin selingkuhannya karena dia sudah mengirim gadis itu berlibur ke London seperti keinginannya. Seketika dia seperti disiram air es ketika menyadari sesuatu. Hanya dia, selingkuhannya dan Narendra yang tahu penhouse ini miliknya.Tidak mungkin!"Malam, Sumitra," suara berat Narendra menyapa ketika pria itu berjalan memasuki penthouse-nya.Sumitra membutuhkan waktu untuk memproses apa yang dilihatnya. Ruang tengah penthouse-nya yang penuh dengan barang mewah pilihan selingkuhannya terlihat benderang. Pada sofa yang seiring digunakan Sumitra bersama selingkuhannya untuk melakukan berbagai variasi hubungan intim, Narendra duduk dengan segelas Macallan. Pria itu bertopang kaki dan tersenyum ke arah Sumitra. Senyuman yang membuat Sumitra bergidik ngeri."P-Pak Sabda ...""Anda pulang larut malam ini. Selingkuhan baru?" Narendra mengangkat g
"CUT!" Kenny berteriak frustasi.Untuk kesekian kali dia berteriak "cut" karena Agnia tidak mampu berakting dengan baik. Sebenarnya bagi sutradara lain akting Agnia akan dipuji tanpa cela tetapi itu tidak cukup untuk Kenny. Dia tidak hanya menuntut para aktor dan aktris untuk berakting baik, Kenny menuntut mereka untuk memberikan jiwa dalam karakter yang mereka perankan. Dan hari ini Agnia kehilangan itu. Perannya tidak berjiwa."Maaf, Bang," hanya itu yang mampu diucapkan Agnia. Tanpa perlu diberitahukan dia tahu salahnya apa.Sejak memperlihatkan foto masa kecilnya kepada Kenny dan pria itu tidak menunjukkan reaksi kalau dia mengenal Gayatri, Agnia seakan kehilangan fokus. Sejak kematian ibunya hatinya memang tidak lagi sempurna. Ada luka yang tidak pernah dapat disembuhkannya. Sekarang bertambah, tidak hanya luka tetapi juga ruang hampa.Gadis itu seakan hilang harapan tentang siapa orang tuanya. Dia tidak lagi memiliki petunjuk. Seseorang di
"Kita break dulu!" Kenny berteriak sambil melempar papan slate ke kursi yang didudukinya selama proses syuting berlangsung."Tapi Bang ...""Aku bilang break. Kita break satu jam," dia berjalan meninggalkan asisten yang sudah menemaninya selama bertahun-tahun. Saat ini dia membutuhkan bantuan nikotin.Setelah menemukan ruang terbuka yang cukup jauh dari keramaian, Kenny bersandar ke pohon besar sebelum mengeluarkan rokok dan pematik api. Dengan cepat dia sudah menyulut rokok dan menghisapnya dalam. Dia melakukan itu berulang kali sampai merasa kalau akal sehatnya sudah kembali.Sejak Agnia meninggalkan lokasi syuting untuk beristirahat di hotel yang menjadi kediaman mereka selama syuting di kota ini, Kenny gelisah. Bayangan ekspresi wajah Agnia malam itu terus bergantung dalam pikirannya. Dan itu membebani hatinya. Sebuah beban yang sangat besar.Kenny kalut. Dia masih belum memutuskan apakah dia harus mengaku kalau dia merupakan ayah kand
"Agnia," panggilan itu terdengar bersama suara ketukan, "Gue tahu lo di dalam."Agnia yang sedang berbaring di tempat tidur langsung bangkit. Dia langsung mengenali suara itu. Reizi."Agnia, buka. Ini gue dititipin pesan sama Bang Kenny," pria itu masih belum menyerah.Dengan malas Agnia beringsut turun dari tempat tidurnya. Dia merapikan penampilannya yang agak berantakan akibat berbaring di tempat tidur. Gadis itu tidak dapat memejamkan mata hingga dia hanya berguling-guling saja."Apa, sih? Aku udah minta break ke Bang Kenny," dia membuka pintu kamar dengan bersungut-sungut. Sama sekali tidak bermaksud menutupi ekspresinya. Agnia ingin Reizi tahu kalau kehadirannya di sini sama sekali tidak diharapkan."Gue tahu," Reizi tersenyum tanpa merasa bersalah, "Kan, gue juga kena imbasnya. Lumayan, sih, bisa istirahat. Udah capek banget gue karena jadwal syuting kita super padat.""Terus ngapain kamu ganggu aku?" Agnia pura-pura menguap, "Aku nga
"Ja-jangan!" Agnia berteriak sambil terus berusaha melawan.Dia tidak berhenti menggerakkan lengan dan kakinya. Tidak peduli mereka menahannya seperti apa, dia terus berusaha untuk bergerak. Agnia tahu kalau cepat atau lambat dia akan kehabisan energi. Gadis itu tahu kalau energinya tidak ada arti dibandingkan energi ketiga pria yang saat ini sibuk menggeranyangi tubuhnya. Tapi dia tidak ingin menyerah."Ugh!" Gadis itu berusaha untuk menggerakkan kaki dan menendang ke arah alat vital Reizi yang saat ini berada di atas tubuhnya."Tahan yang bener, Goblok!" Reizi memaki kedua temannya sambil berusaha menahan dan melebarkan kaki Agnia."Brengsek!!" Agnia berusaha untuk menjerit sebelum salah seorang teman Reizi membekap mulutnya. Tidak kehilangan akal, gadis itu langsung mengigit tangan yang membekap mulutnya. Dia mengigit sekuat mungkin dengan seluruh tenaganya."AARGGHHH!" Pria itu berteriak dan langsung refleks melepaskan bekapannya. Tidak hanya i
"Nggak maauu!! Toloooong!!!"Agnia terbangun dan langsung berteriak histeris. Dia refleks meremas bagian depan kemeja yang dikenakannya dengan satu tangan sementara tangannya yang lain meremas selimut begitu kuat hingga buku tanganny amemutih."Agnia, Agnia," Kenny yang duduk di samping tempat tidur langsung menepuk punggung tangan gadis itu meremas seprai,"Tenang. Hei ... tenang, kamu udah aman.""A-aman ...?" Suaranya terdengar begitu lirih dan ketakutan."Ya, kamu udah aman," pria paruh baya itu kembali berujar lembut, "Nggak ada yang perlu kamu takutin lagi. Aku yakin bajingan itu udah jera. Kamu aman, Agnia."Gadis itu langsung menghela napas panjang. Sulit untuk menjelaskan apa yang dirasakannya saat ini. Yang jelas dia sangat lega. Walau masih jauh dari merasa aman."Apa yang terjadi? Aku cuma ingat ada yang nolongin terus ... blank," Agnia kembali memejamkan mata. Tidak lama karena kenangan menakutkan itu segera kembali hingga dia la
"Nia, kamu sudah selesai berganti pakaian?"Suara Narendra membuat Agnia yang sedang berada di kamar mandi segera melepas kimono sutra yang dikenakan ketika dia membersihkan riasan wajah dengan bantuan seorang asisten MUA yang diminta oleh Reinya untuk tinggal sampai setelah acara selesai. Gadis itu mengambil piyama yang diberikan oleh Calya khusus untuk Agnia dan Narendra. Piyama berbahan sutra itu merupakan salah satu brand mewah dan salah satu yang tertua di Inggris. Kualitasnya sudah tidak perlu dipertanyakan karena sekelas Ratu Elizabeth II saja mempercayakan pakaian tidurnya kepada mereka.Agnia tidak pernah menduga kalau hal tersulit yang harus dilakukannya setelah memutuskan menikah dengan Narendra adalah beradaptasi dengan begitu banyak priviledge yang tiba-tiba dimilikinya. Semua serba dapat dimiliki. Tidak hanya sekadar memiliki tetapi selalu yang terbaik. Apapun itu."Nia?" Terdengar ketukan pelan di pintu kamar mandi."Sebentar," tergesa gadis itu menggelung rambut kemudi
"Macam inilah! Sah udah kalian sekarang," Bang Ucok langsung menyapa ketika seluru prosesi akad nikah selesai. Penampilan pria berbadan besar itu terlihat berbeda hari ini. Seperti seluruh undangan pria, Bang Ucok juga mengenakan three piece suit. Amelia turut hadir juga terlihat menawan dengan whimsical garden-inspired maxi dress. Penampilan disempurnakan dengan rambut tergelung model french twist yang memamerkan leher jenjangnya."Akhirnya, Bang," Agnia tertawa kecil, "Sekarang Bang Ucok udah nggak perlu khawatir lagi sama aku, kan? Aku udah nggak sendiri lagi.""He! Macam manaa... tak mungkin aku tak khawatir sama kau. Adik akunya kau ini," Bang Ucok berpura-pura bersungut kesal, "Jangan sementang kau sudah nikah terus kau anggap tak peduli lagi aku sama kau, ya!"Narendra terkekeh memperhatikan interaksi antara Agnia dan Bang Ucok. Walau mereka sudah tidak lagi di kontrakan petak tetapi tidak ada yang berubah. Semuanya masih sama seperti dulu."Maaf, Bang," Narendra menyela percak
"Kamu yakin?""Ayah," Agnia hanya berpaling karena hiasan kepalanya cukup berat, "Ayah sudah berulang kali nanyain itu, lho. Mau Ayah tanya sampai seratus bahkan ribuan kali, jawaban Agnia tetap sama. Agnia yakin.""Tapi gimana kalau sampai tersebar? Memang pernikahan kamu private tapi tetap aja, di depan venue itu wartawan udah ngumpul kayak mau demo.""Memangnya kenapa kalau sampai nyebar?" Agnia menatap Kenny melalui cermin, "Ayah malu kalau sampai publik tahu aku ini anak ayah?""Bukan gitu," Kenny membalas tatapan Agnia, "Ayah bertanya karena Ayah nggak mau kamu menyesali kepuutusanmu.""Aku nggak akan nyesal, Yah," Agnia menjawab dengan yakin, "Percaya sama aku. Ini bukan keputusan impulsif. Aku udah mikirin ini dari lama. Dan itu keinginan aku. Pertanyaannya sekarang, apa Ayah mau ngelakuinnya atau nggak?""Tentu saja Ayah mau, Nia," Kenny menghampiri anak semata wayangnya dan meletakkan kedua tangan di bahu Agnia yang terbuka karena kebaya pernikahannya memiliki leher yang cuk
Narendra menatap pantulan diri pada cermin sambil menghembuskan napas dengan pelan. Dirinya terlihat sempurna dengann three pieces suit warna kelabu yang dipilihkan Agnia untuk hari istimewa ini. Kekasih yang akan segera menjadi istrinya itu mengatakan kalau kelabu merupakan warna yang hangat, dan itu sesuai dengan apa yang dirasakannya setiap kali berada di dekat Narendra. Sebagai seorang pria, Narendra menyerahkan sepenuhnya kepada Agnia.Ketika gadis itu meminta agar pernikahan mereka dilakukan secara private dan hanya mengundang keluarga dekat serta sahabat, Narendra juga dengan segera menyetujuinya. Beruntung keluarga besar mereka mau berkompromi. Walau pernikahan akan dirayakan secara sederhana tetapi resepsi akan diselenggarakan besar-besaran dan mengundang seluruh kenalan mereka. Agnia yang menyadari posisi mereka, Narendra merupakan pewaris keluarga Widjaja dan dirinya yang merupakan selebritas, setuju dengan itu."Narendra," Asija bersama dengan Reinya memasuki ruangan yang
"Lo gila," Abimana masuk ke ruang kerja Narendra sambil menggulirkan jari di tablet."Ada apa?" Narendra masih sibuk memperhatikan layar ponselnya. Dia sedang memeriksa portofolio saham miliknya sambil beristirahat dari memeriksa berbagai dokumen pekerjaan.Ketika Narendra kembali dari Seoul kemarin, dia disambut dengan tumpukan dokumen di meja kerja. Hanya dua hari tetapi tumpukan dokumen itu seakan Narendra sudah tidak mengantor selama berbulan-bulan. Seandainya bisa, dia ingin mengabaikan dokumen-dokumen itu. Tetapi tentu saja dia tidak dapat melakukannya karena ada tanggung jawab yang dipikul di bahunya.Asija menanggapi keputusan Narendra yang akhirnya setuju untuk menjadi pewaris Widjaja Group dengan serius. Walau pria itu mengatakan akan menggantikan Asija beberapa tahun lagi, pria paruh baya itu dengan cerdik mulai mengalihkan pekerjaan dan tanggung jawabnya kepada Narendra. Tentu saja Narendra tahu apa yang dilakukan oleh ayahnya tetapi dia tidak merasa keberatan dengan itu.
"Woaa!" Lee Jieun, aktris yang menjadi salah seorang lawan main Agnia di serial yang bekerja sama dengan Netflix itu memasuk lobi sambil berseru tidak percaya, "Mereka penasaran sekali sama kalian, ya!"Setelah Agnia, aktris berikutnya yang tidak di red carpet adalah Lee Jieun. Sayangnya, beberapa pewarta masih penasaran mengapa Agnia ditemani oleh Narendra sehingga mereka masih melontarkan pertanyaan itu berulang kali. Berkat pengalaman panjang menjadi aktris dan penyanyi, dengan cepat Lee Jieun dapat mengendalikan suasana dan menarik perhatian para pewarta. Setelah meladeni permintaan untuk berfoto dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan serta berbincang dengan MC, gadis itu memasuki lobi gedung tempat acara digelar dan segera menyapa Agnia yang kebetulan masih belum memasuki ruangan tempat acara akan berlangsung."Eonnie," Agnia tertawa penuh rasa bersalah. Seharusnya spotlight hari ini milik Lee Jieun yang merupakan aktris utama di serial yang mereka bintangi. Tetapi karena kehad
"Surprise!" Narendra tertawa kecil sambil menjawil hidung kekasihnya, "May I be you plus one?""Ren... dra?" Agnia masih tidak percaya kalau pria yang sudah menunggu di mobil adalah kekasihnya, "Kamu ngapain di sini?""Jadi plus one kamu. Boleh?" Narendra masih menatap kekasihnya sambil tersenyum, "Shit! I really want to kiss you but it will ruins your lipstick."Sisa kebingungan Agnia menghilang dan berganti dengan tawa, "Kamu udah nggak ketemu aku lama terus itu kalimat pertama kamu?"Narendra masih tersenyum tanpa rasa bersalah sama sekali, "Seaneh itu? Bagian mana yang aneh dari seorang pria yang ingin mencium kekasihnya?""Bukan aneh," Agnia masih tertawa, "Tapi aku nggak nyangka kalau itu yang bakalan kamu ucapin setelah kita nggak ketemu selama beberapa minggu.""Beberapa minggu?" Senyuman masih tersisa walau sekarang pria itu mengernyit bingung, "Bukannya beberapa hari lalu kita baru bertemu, ya?""Beberapa hari?" Agnia berpiki selama beberapa saat, "Aaah! Aku ingat! Astagaa,
Suara ketukan disusul dengan seseorang gadis membuka pintu kamar hotel yang digunakan Agnia sejak beberapa malam lalu. Gadis berheadset dan memeluk clipboard berdiri di ambang pintu."Selamat siang Nona Agnia," senyumnya merekah sempurna, "Kita sesuai dengan jadwal. Lima menit lagi Anda sudah harus turun. Mobil yang akan mengantarkan Anda ke lokasi sudah siap."Agnia yang berdiri di tengah ruangan dan dikelilingi oleh begitu banyak orang dengan kesibukan masing-masing hanya dapat menoleh sambil tersenyum kemudian menganggukkan kepala. Dia tidak dapat melakukan lebih dari itu. Penata busana sedang memastikan seluruh lekuk tubuh artisnya menonjol dengan tepat tanpa ada kerutan atau lipatan yang merusaknya. Asisten penata busana sudah menyodorkan entah pasangan sepatu ke berapa untuk dicobanya. Hairdresser sejak tadi memastikan kalau rambut Agnia sempurna sesuai dengan keinginannya sementara make up artist yang dipercaya oleh artis muda itu sedang melakukan retouch pada beberapa bagian w
"Paman Leo," Narendra tersenyum ketika melihat pria paruh baya yang sudah berpuluh tahun bekerja di tailor yang sudah menjadi langganan keluarga besar Widjaja. "Saya tidak pernah menyangka kalau saya masih diberi kesempatan untuk mengukur dan menyiapkan suits untuk pernikahan Anda," Leo menyapa dengan ramah. "Paman pasti masih menganggapku anak kecil," Narendra terkekeh. "Kebiasaan orang tua," dengan hati-hati Leo mengarahkan Narendra yang ditemani Abimana dan Badi untuk berjalan ke bagian belakang yang lebih tertutup, "Rasanya baru kemarin Anda ke sini untuk pengukuran suits pertama. Bahan wol, warna kelabu. Three pieces dengan celana pendek." "Untuk ulang tahun pernikahan Papa dan Mama," Narendra menyambung, "Saya juga masih mengingatnya dengan baik, Paman." Selama beberapa saat Leo berdiri sambil menatap Narendra. Tatapannya penuh dengan kenangan bercampur kebanggaan. Dia sempat larut sebelum menyadari kalau ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Dengan cepat dia mengeluarkan