Bab 66Hanina menyambung hidup dengan membuka sebuah butik yang menjual pakaian muslimah. Hanya itu yang bisa ia lakukan, karena hampir semua harta yang mereka miliki habis untuk pembayaran hutang. Dia tidak mempunyai banyak modal untuk mendirikan perusahaan baru. Sementara kedua orang tuanya memilih untuk berdiam diri di rumah. Liani kembali menjadi ibu rumah tangga dan sehari-hari dialah yang menjaga Aqila, karena mereka tidak punya asisten rumah tangga lagi. Sementara papanya tidak bisa melakukan pekerjaan yang berat, karena sering sakit-sakitan sejak perusahaan kebanggaannya dinyatakan pailit."Sekarang Mommy berangkat dulu ya. Aqila sama Oma dulu." Perempuan itu menyerahkan kembali putrinya ke dalam gendongan ibunya, lalu segera meraih tas tangan yang sebelumnya tergeletak di salah satu kursi makan.Aqila sempat berontak. Namun pegangan tangan neneknya begitu kuat. Wajah mungil itu nampak cemberut, namun terlihat menggemaskan bagi Hanina dan Liani. Hanina melambaikan tangan dan s
Bab 67 Namun nasi sudah menjadi bubur. Hanya rasa penyesalan yang kian berkecamuk di dalam dadanya. Andai tahu akibatnya akan begini, tentu ia tidak akan turut campur di dalam rumah tangga Hanina dan Akmal. Rasa cintanya yang begitu besar dan obsesi pada teman masa kecilnya itu membuatnya gelap mata dan melakukan segala cara untuk memisahkan Hanina dengan pria yang dianggapnya tidak bisa membahagiakan wanita yang dicintainya itu. Rio melupakan fakta jika Hanina mencintai Akmal begitu dalam, apalagi di antara mereka sudah ada seorang anak. Tentunya Hanina akan mempertimbangkan seribu kali untuk mengambil keputusan bercerai dari suaminya, sekalipun Akmal pernah menyakitinya. Rio melangkah gontai meninggalkan butik itu dan kembali ke mobilnya. Sejak Hanina Indo Textile bangkrut, Rio pindah kerja ke sebuah perusahaan yang bergerak di bagian konstruksi. Namun tentu saja jabatannya tidak setinggi dulu. Kini dia hanya seorang staf biasa yang tidak punya cukup wewenang. Harta kekayaan yang
Bab 68Kekesalan Rio sampai ke puncak. Dia sama sekali tidak fokus dengan pekerjaannya. Banyak sekali terdapat kesalahan, hingga akhirnya dia harus bolak-balik ke ruang kerja manajernya untuk revisi dan itu terjadi berkali-kali.Rio bahkan mendapatkan peringatan keras yang membuat nyali pria itu menciut. Ancaman pemutusan hubungan kerja membayang di benaknya. Jika dulu Rio bisa dengan jumawa memegang jabatan sebagai CHRO. Tapi sekarang dia harus tunduk di bawah kepemimpinan orang lain.Sungguh mengesalkan. Apakah ini karma untuknya karena sudah berusaha memisahkan sepasang suami istri yang saling mencintai?Pria itu menggeleng keras. Bukankah dari awal memang rumah tangga Akmal dan Hanina yang bermasalah? Dia hanya turut campur dan membuat ramai masalah yang terjadi.Sore mulai merambat petang dan Rio keluar dari gedung tempat ia bekerja. Pikirannya benar-benar kusut. Kali ini dia menyerah dan butuh refresh untuk menetralisir otaknya yang tiba-tiba saja memanas.Rio tiba di rumahnya j
Bab 69"Risty?! Bagaimana bisa kamu jadi ada di sini?!"Pagi menjelang dan kesadaran Rio sudah mulai terkumpul. Dia sangat kaget saat melihat, lantas mengenali sosok perempuan yang bersamanya dalam satu selimut.Dia berusaha mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Meski ingatannya samar-samar, tetapi pria itu sudah cukup dewasa dan mengerti apa yang sudah terjadi di antara mereka. Dia bersama Risty berbaring di atas ranjang tanpa mengenakan busana, kecuali selimut yang menutupi tubuh mereka"Tuan Lion." Perempuan itu membuka matanya dan menatap kagum saat menyadari partner ranjangnya kali ini sungguh rupawan. Semula ia membayangkan akan bermain kuda-kudaan dengan seorang lelaki tua berperut buncit dengan lipatan-lipatan lemak di wajah dan sekujur tubuhnya. Perempuan itu serasa mendapatkan durian runtuh manakala teringat dengan sentuhan pria itu tadi malam. Sentuhan dan cumbuan pria itu membuat Risty merasa seperti seseorang yang sangat diistimewakan."Lion?! Pria itu kembali terk
Bab 70"Aku nggak nyalahin kamu. Mungkin nasibku saja yang buruk. Mungkin pula aku terlalu dalam mencintai Nina, karena merasa jika hanya Hanina yang aku punya." Pria itu menerawang mengingat masa lalunya, bagaimana dulu dia diperlakukan tidak adil oleh paman dan bibinya.Hanya Hanina yang selalu ada untuknya. Hanina yang waktu itu masih merupakan gadis kecil begitu setia menemani hari-harinya. Ketika Rio menangis lantaran perlakuan dari paman, bibi, dan para sepupunya, Hanina selalu memeluknya. Keduanya begitu dekat sampai akhirnya beranjak remaja dan Hanina mulai menjaga jarak karena ia mengenakan hijab.Rio akhirnya memilih hidup sendiri di saat usianya menginjak 15 tahun. Dia bekerja apa saja untuk menyambung hidup sekaligus membiayai sendiri sekolahnya, demikian juga saat ia masih kuliah. Kehidupan yang demikian sulit membuat Rio nyaris tidak memiliki teman bergaul, kecuali Hanina dan keluarganya, bahkan Darmawan tidak segan-segan memberinya uang untuk melunasi pembayaran biaya k
Bab 71"Maksud Mas?" Risty mengurangkan niatnya untuk menyuap makanan. "Aku tidak mengerti apa yang Mas inginkan.""Ikutlah denganku. Kamu bisa bekerja di rumahku dan mengurus keperluanku.""Termasuk keperluan di tempat tidur?" Rio pria dewasa. Risty mengira jika hal seperti ini bukan yang pertama kali terjadi. Dia melihat bagaimana pergerakan pria itu tadi malam saat bermain dengannya. Rio tidak terlihat sebagai pria amatiran dalam urusan ranjang. Tidak mungkin pria itu masih perjaka sebelum tadi malam."Bisa jadi, tapi itu tergantung kesepakatan, Risty." Pria itu menghela nafas. "Tetapi maaf, aku tidak bisa memberimu gaji yang besar, karena terus terang sekarang aku hanya seorang staf biasa, bukan lagi direktur seperti saat aku masih di Hanina Indo Textile. Gajiku tidak sebesar dulu. Tapi jika kamu mau menerima apa adanya, aku akan sangat berterima kasih. Kamu boleh tinggal di rumahku sesukamu. Tapi jika kamu merasa ada peluang untuk pekerjaan lain, aku akan mengizinkan kamu untuk
Bab 72"Aku tidak tahu, Dira." Lagi-lagi Hanina mendesah. Dia menepuk pundak gadis itu.Adira memang ia pekerjakan di butiknya ini, apalagi gadis itu sudah menyelesaikan kuliahnya, lagi pula pak Joko dan bu Ratmi sudah tidak bisa lagi bekerja kepada mereka, karena Hanina harus menghemat pengeluaran. Walaupun pak Joko dan bu Ratmi menawarkan diri untuk bekerja tanpa dibayar, tetapi tetap saja Hanina tidak enak hati. Sebagai gantinya, dia merekrut Dira untuk bekerja di butiknya.Hanina bersyukur sekali. Di masa-masa sulit ini, dia memiliki orang-orang yang loyal seperti pak Joko, bu Ratmi dan Dira. Kegiatan bu Ratmi sekarang hanya mengasuh Kenzo. Kenzo yang sekarang sudah berumur 7 tahun. Sementara pak Joko memilih kembali menggarap lahan yang selama ini terbengkalai lantaran ia bekerja pada keluarga Darmawan. Pak Joko memiliki sebuah lahan yang tidak terlalu luas dan ditanami oleh pria itu dengan berbagai macam sayuran. Hasilnya cukup lumayan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ditam
Bab 73Malam mulai beranjak dan Akmal mengerjapkan matanya berkali-kali. Dia sempat terlelap saat di kursi pesawat. Pria itu segera bangkit dan mengambil barang-barangnya yang tak seberapa, lalu segera menuruni tangga pesawat. Sesuai dengan jadwal, ternyata sudah ada mobil jemputan untuknya yang berasal dari pihak Sierra Hotel.Tatkala Akmal sampai ke lokasi, ternyata persiapan sudah seratus persen. Pria itu bisa tersenyum dan berharap jika besok acara akan berlangsung dengan baik.Akmal diarahkan untuk memasuki sebuah ruangan yang ada di hotel itu. Sebagai GM, ia memiliki ruangan tersendiri di hotel ini yang berfungsi sebagai ruang kerja sekaligus ruang peristirahatannya.Akmal merebahkan tubuhnya di pembaringan, lalu kembali berusaha memejamkan mata. Namun sosok istri keduanya itu justru tergambar di benaknya, yang membuat Akmal segera teringat sesuatu. Ya, dia belum shalat magrib sekaligus isya akibat waktu itu masih berada di perjalanan.Pria itu segera bangkit, lalu melepas paka
Bab 145"Nggak usah didengerin ucapan Mama. Kalau memang kamu nggak siap melakukan hubungan suami istri, aku bisa menunggu kok. Santai aja," ujar Reza menenangkan Dira yang terlihat amat gelisah saat mereka dalam perjalanan pulang dari bandara untuk mengantar rombongan ibunya."Bukan soal itu. Aku hanya kepikiran soal kita kedepannya. Aku nggak menyangka kita bisa melangkah sejauh ini," keluh gadis itu."Tidak apa-apa. Memang sudah jalannya begitu, yang penting kamu bisa menjalaninya dengan baik.""Aku nggak yakin." Tatapan Dira nampak kosong, meski di sepanjang perjalanan, nampak gedung-gedung pencakar langit berdiri dengan angkuh, mengalahkan rumah-rumah petak di sekitarnya."Aku akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meyakinkan kamu. Yang penting kamu nggak menentang jalan yang sudah kita ambil. Ini hanya soal waktu, jadi kita kembalikan saja kepada waktu.""Kamu begitu yakin, Reza?""Tidak ada hal yang membuatku tidak yakin, karena kurasa yang ada dalam dirimu itu bukan cinta,
Bab 144Luka itu kembali terbuka. Dia tidak menyangka Rio dan Risty muncul, padahal gadis itu merasa tidak pernah mengundang kedua orang itu. Lalu siapa yang mengundangnya? Apakah Hanina?!"Kamu harus hadapi semuanya, Dira. Jangan menghindar terus, karena terapi yang paling baik buat kesembuhan hati kamu adalah bertemu dengan orang yang membuat hatimu sakit, walaupun mungkin di awal perih. Tapi percayalah, lukamu akan segera sembuh." Hanina berbisik, lalu dia segera undur dua langkah dan memberikan kesempatan kepada para undangan yang lain untuk bersalaman dengan Dira dan Reza.Lagi-lagi gadis itu mengangguk dan anggukan itu pula yang ia tunjukkan saat harus bersalaman dengan Rio dan Risty. Pria di samping Dira itu hanya tersenyum kecut manakala akhirnya bisa bertemu langsung dengan pria yang sangat dicintai oleh Dira.Tanpa sadar dia membandingkan antara ia dengan Rio. Dilihat dari postur tubuh, dia tidak kalah dengan Rio, sama-sama gagah dan tampan, meski tentu struktur wajah mereka
Bab 143Aroma bunga yang semerbak tercium dengan jelas dari bunga-bunga yang disebarkan ke seluruh penjuru ruangan ini. Ruangan tamu di rumahnya yang tidak terlalu luas kini disulap menjadi ruangan tempat akad nikah. Pagi ini Reza akan melafalkan akad nikah atas nama dirinya. Dira menghela nafas. Akhirnya dia menyerah. Dia bersedia menikah dengan Reza, meski tak ada sedikitpun rasa cintanya pada pria itu. Sebelumnya dia selalu berkhayal jika ia akan menikah satu kali seumur hidup dengan orang yang ia cintai, tapi kenapa semuanya menjadi begini? Seolah takdir memaksanya untuk menerima pria itu. Dia hanya menganggap Reza sebagai teman, malaikat penolongnya. Seandainya tidak ada Reza waktu itu, maka barangkali dia sudah rusak oleh kecerobohan yang dibuatnya sendiri.Klub malam bukanlah tempat yang baik untuk gadis perawan seperti dirinya."Sebentar lagi mempelai pria akan datang, Nak. Jangan cemberut terus," tegur ibunya yang saat itu sudah masuk ke dalam ruangan dan kini duduk di sis
Bab 142Hanina celingak-celinguk, sembari mengerjapkan matanya berulang kali. Bayangan yang sempat dilihatnya barusan kini telah lenyap, padahal dia merasa belum lima menit ia memalingkan wajah ke arah lain, tapi sosok yang ia kenali sebagai Reza dan Dira itu sudah lenyap dari pandangannya."Kenapa, Sayang?" Akmal yang tengah menggendong Aqila itu pun memasang tampang keheranan menyaksikan tingkah istrinya. Dia memang lebih fokus pada putrinya dan mengabaikan sekelilingnya."Aku seperti melihat Dira di sini, tapi ke mana ya? Barusan dia ada di situ," tunjuk Hanina pada sebuah bangku dan meja yang memang barusan digunakan oleh Dira dan Reza untuk duduk bersantai sembari menikmati udara dan pemandangan laut."Nggak ada tuh." Akmal menatap arah yang ditunjuk oleh istrinya. Hanya ada sepasang kursi dan meja yang di atasnya dua batok kelapa dan bungkus cemilan."Tapi aku seperti melihat mereka. Aku masih mengenali Dira dan...." Perempuan itu menyanggah."Kok bilang mereka? Memangnya kamu l
Bab 141Reza tertegun sejenak. Namun sedetik kemudian dia sudah bisa menguasai diri. "Tenanglah, aku nggak sakit kok. Kamu nggak perlu segitunya." Pria itu menarik tubuh Dira hingga akhirnya gadis itu kembali bangkit dan terduduk di ranjang.Keduanya kini duduk berhadapan dan lagi-lagi Reza menangkup kedua pipi gadis itu."Aku akan tanggung jawab. Sejak awal aku yang membawamu kemari, meskipun itu atas keinginanmu sendiri. Jika memang kedua orang tua kita mengira kita tinggal bersama atau melakukan hal yang tidak benar, aku akan berusaha meluruskannya. Kamu tenang aja." Reza meyakinkan."Bagaimana aku bisa tenang jika sudah seperti ini? Bagaimana kalau nanti kita dipaksa untuk menikah? Aku nggak mau kita terlibat dengan urusan pribadi. Lagi pula kita nggak ada hubungan apa-apa, masa iya dipaksakan gitu? Aku nggak mau tahu, kamu harus pastikan mereka bisa mengerti bahwa kita nggak ada hubungan apa-apa. Aku ke sini cuma untuk kerja," oceh Dira panjang lebar."Ya, tinggal nikah saja." P
Bab 140Dengan berat hati, Adira memberikan alamatnya di Jakarta. Kali ini ia tidak punya pilihan, meski perasaannya semakin resah, tak bisa membayangkan bagaimana tanggapan orang tuanya nanti seandainya ibunya Reza benar-benar datang ke rumahnya.Dia tidak kuasa membayangkan kemarahan bapak dan ibunya.Namun menilik dari sikap yang ditunjukkan oleh perempuan tua itu, sepertinya Kartika memang serius. Ibunda dari Reza itu kini sedang menelpon seseorang dan terlibat pembicaraan serius. Bahkan Dira mendengar namanya dan Reza disebut-sebut dalam pembicaraan mereka.Apa yang sedang direncanakan oleh perempuan tua itu?"Baiklah. Sekarang Mama pamit dulu. Dan ingat Reza, jangan macam-macam dengan anak gadis orang selama kamu belum bisa menghalalkannya," pesan Kartika yang iringi anggukan oleh Reza."Iya Ma. Jangan khawatir. Aku bukan pria rendahan yang suka mengumbar hawa nafsuku pada sembarang wanita," sahut Reza menimpali."Kecuali pada gadis ini, kan?" balas Kartika seraya mendengus. Seb
Bab 139Perempuan bernama Kartika itu menatap Adira dari atas ke bawah. "Jadi kamu yang bernama Adira?!""Iya Tante, maaf." Adira seolah kehabisan kata-kata. Dia tidak menyangka jika ternyata ibunda dari Reza ini pagi-pagi sudah sampai di apartemen ini. Apakah Sonya sudah bercerita tentang mereka? Mengapa Sonya bercerita secepat itu? Padahal mereka baru saja bertemu kemarin siang. "Sudah berapa lama kalian tinggal bersama?" Tentu saja perempuan tua itu langsung mengira hal yang tidak-tidak. Saat ini Adira hanya mengenakan celana pendek dengan atasan gaun tanpa lengan, itu pun dari bahan kain yang cenderung menerawang. Adira pun tidak menyadari penampilannya ini karena saat keluar kamar pertama kali usai bangun tidur, dia lupa jika di apartemennya ini ada seorang lelaki dewasa yang berpotensi akan terangsang saat melihat penampilannya yang seksi.Gadis itu meringis saat menyadari penampilannya. Pantas saja tatapan Reza saat ia memasak tadi begitu berbeda. "Ya Tuhan, aku terlihat beg
Bab 138"Malam ini Papa ingin mengunjungimu, Nak. Jangan marah ya," ucap Akmal dalam hati saat ia memulai penyatuan mereka. Hanina memekik tertahan ketika merasakan liang surgawinya yang terasa penuh. Seperti biasa, Akmal memang seperti itu. Dan kali ini pria itu begitu kuat, menghentak di atas tubuhnya.Dia tak munafik. Salah satu alasan yang membuat dia bertahan selama ini adalah karena permainan Akmal di tempat tidur. Sentuhannya, caranya mendamba, serta saat dia meracau nikmat, semua itu membuatnya tak bisa move on, walaupun sudah bertahun-tahun mereka berpisah. Nyatanya Akmal memang sedahsyat itu di atas pembaringan. Jadi tidak heran jika ia dengan mudah hamil Aqila sebulan setelah mereka menikah. Dan hal itu pula yang membuat Sierra begitu tergila-gila dan penasaran karena mendengar cerita Risty tentang Akmal yang begitu luar biasa jika tengah berada di tempat tidur.Satu pelajaran yang membuat semua orang harusnya tahu jika urusan tempat tidur adalah rahasia rumah tangga yang
Bab 137"Lumayan, tapi opening stand Hanina Collection tadi cukup ramai. Para jamaahnya Ustadz Zubair juga terlihat antusias mungkin mereka senang karena mendapatkan barang sekelas butik dengan harga kaki lima." Perempuan itu terkekeh-kekeh mengenang keseruan tadi sore. Dia memang sangat menikmati berinteraksi dengan para jamaahnya Ustadz Zubair yang ramah-ramah. Berasa mendapatkan teman baru saja! "Emak-emak memang begitu. Termasuk aku sendiri. Memangnya siapa sih yang nggak mau dapat barang berkualitas dengan harga murah?"Akmal langsung tepuk jidat. Dia melirik Aqila yang kini sudah berbaring di tempat tidur, berharap semoga saja pembicaraan mereka tidak membuat tidur putrinya terganggu. Aqila tidur di dalam gendongannya saat mereka akan menuju kemari, sehingga Akmal langsung merebahkan putrinya di pembaringan, sementara Hanina menaruh tasnya di atas meja nakas."Para perempuan memang selalu begitu, dan aku nggak masalah, Sayang. Lagi pula kecintaan kamu pada dunia fashion akhirn