Beberapa bulan kemudian, aku akhirnya bisa berjalan, bahkan mulai bicara dan mengenal tulisan. Seluruh keluarga mengira aku anak genius.Namun, aku tidak pernah memanggil Solana mama. Ketika tidak ada siapa pun, aku bahkan memanggil Solana jalang dan murahan.Suatu kali, Solana yang terprovokasi mencoba melemparkanku dari lantai atas. Namun, pengasuh langsung menghentikannya.Pedro pun yakin Solana sudah gila. Bagaimanapun, aku terlihat sangat akur dengan para pengasuh.Nenekku memanggil tiga psikiater kemari untuk memeriksa Solana. Karena takut Solana melukaiku, mereka mengurung Solana di lantai atas.Mental Solana makin hancur. Aku sering mendengar teriakan dan makiannya.Pada akhirnya, ketika aku berusia 1 tahun, Solana diizinkan keluar. Pedro berpesan banyak hal dan Solana hanya bisa menyetujuinya.Meskipun begitu, aku bisa melihat kekejaman pada tatapannya. Wanita ini pasti ingin mencari cara untuk membalas dendam!
Keluarga Wiguna bukan keluarga terhebat di Kota Malim. Namun, perkembangan mereka sangat pesat. Makanya, banyak orang yang datang ke pesta ulang tahunku yang pertama.Pedro dan Solana dijodohkan. Jadi, Keluarga Hutani datang sangat awal. Yang memimpin Keluarga Hutani adalah seorang pemuda. Wajahnya agak mesum.Setelah menyapa Pedro, pemuda itu membungkuk untuk mengelusku. Aku langsung memeluk leher Pedro dan memalingkan wajah sebagai bentuk penolakan."Anak ini memang penakut." Pedro tersenyum.Pemuda itu juga tersenyum dan tidak keberatan. Dia berkata dengan lirih, "Lain kali kita harus lebih sering ketemu ya."Suara ini .... Aku memeluk Pedro dengan makin erat. Pedro menepuk punggungku, tetapi aku terlalu takut.Di sebuah kamar mandi yang gelap gulita, tangan pemuda itu pernah menyentuh punggungku dan mencubit dagingku. Dia berbisik di samping telingaku, "Kamu cantik sekali."Ternyata dia, kakak Solana! Mereka sekeluarga memang jahat!"Sayang, kamu kenapa?" tanya Pedro dengan lembut.
Setelah makin banyak tamu yang datang, Solana berdiri di samping Pedro dengan mata memerah.Mengejutkannya, aku bisa merasakan sepasang mata sedang mengawasiku. Begitu melihat, ternyata itu adalah Fredy.Aku sontak terkesiap, seolah-olah diincar oleh harimau ganas. Aku menggigit lidahku, lalu berpura-pura polos saat memalingkan wajah.Solana pasti menceritakan keanehanku kepada Fredy. Pedro tidak mungkin berpihak pada Solana karena aku putrinya. Tidak ada ayah yang tidak mencintai putri sendiri. Apalagi, sandiwaraku sangat bagus.Namun, Fredy tidak akan seperti itu. Bagaimanapun, dia dan Solana adalah saudara. Sepertinya, aku tidak boleh terburu-buru.Segera, waktunya aku memilih barang. Aku berpura-pura merangkak tanpa tujuan. Semua orang menyaksikanku dari samping. Mereka membujukku untuk mengambil barang ini dan itu.Sebenarnya aku sudah tahu apa yang ingin kuambil. Itu adalah sebuah kotak hadiah di samping ikat pinggang.Aku mengambilnya, lalu memeluknya. Orang-orang menyuruhku mem
Di kehidupan lampau, Solana dan anteknya pernah menyeretku dari gerbang kampus ke sebuah mobil. Dia membawaku ke rumahnya."Solana, kumohon, tolong lepaskan aku. Aku pasti akan menuruti ucapanmu." Tanpa memedulikan permohonanku, Solana mendorongku masuk ke sebuah ruangan."Bianca, bukannya kamu suka merayu pria? Sekarang prianya sudah datang. Kamu bisa bersenang-senang." Solana menutup pintu dengan kesal. Seketika, ruangan menjadi gelap gulita.Tidak peduli bagaimana aku berteriak, tidak ada yang membantu. Ketika aku merasa putus asa, tiba-tiba pintu terbuka.Cahaya bulan menyinari sosok pria itu. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku selanjutnya. Pria itu seperti sedang mengamatiku. Aku merasa tidak nyaman, hanya bisa memohon untuk dilepaskan.Namun, pria itu terkekeh-kekeh dan terus mendekat. Jantungku berdetak kencang. Aku mundur beberapa langkah.Setelah mengamatiku sesaat, pria itu tiba-tiba melepas ikat pinggangnya. Aku terus meronta-ronta, tetapi tenaganya lebih besar dari
"Hantu! Hantu!" Solana memelotot sambil mundur dan akhirnya menabrak kue delapan tingkat yang disiapkan Pedro untukku.Solana duduk di atas kue. Tiba-tiba, dia memegang pisau kue. Dia menyeka krim di wajahnya, lalu menatapku dengan terkekeh-kekeh dan hendak menikamku.Semua orang terperanjat melihat adegan ini. Ketika pisau itu sudah dekat denganku, Pedro sontak melindungiku di pelukannya. Punggung Pedro pun tergores dan berdarah."Papa. Huhuhu ...." Setelah memanggil dengan ringan, aku menangis tersedu-sedu.Nenekku menendang Solana, lalu ikut menangis. Tangisanku ditambah tangisan Nenek, membuat seluruh vila menjadi sangat kacau.Pedro merasa lega melihatku baik-baik saja. Tanpa peduli pada rasa sakit di tubuhnya, dia langsung menggendongku dan menoleh memelototi Solana.Saat berikutnya, Pedro berucap dengan lantang, "Solana, kita bakal cerai! Beraninya kamu melukai putriku!"Solana sontak menangis. Dia menjelaskan dengan panik, "Sayang, aku nggak sengaja. Tolong percaya padaku. A ..
Di ruang kerja, Fredy tersenyum tipis sambil menatap. "Bianca, jangan bersandiwara lagi."Aku pura-pura meringkuk dengan polos dan ketakutan. "Papa, aku takut."Pedro mengernyit dengan wajah murung. Dia menegur, "Apa maksudmu?"Fredy tergelak sebelum berkata, "Pedro, kamu sangat cerdas. Kamu nggak merasa putrimu dirasuki roh?""Apa yang kamu katakan? Langsung saja ke intinya." Ekspresi Pedro tetap terlihat tenang."Solana bilang ada roh lain di tubuh putrimu. Itu adalah wanita penggoda yang bereinkarnasi," jelas Fredy."Omong kosong apa yang kamu katakan? Sekarang sudah zaman apa, masa masih percaya hantu. Kenapa kamu nggak bilang adikmu yang kerasukan?" cela Pedro setelah terkekeh-kekeh."Putriku mewarisi kecerdasanku. Ini wajar. Sementara itu, adikmu seperti orang gila setiap hari. Aku seharusnya membawanya ke rumah sakit jiwa sejak awal."Fredy seperti tidak mendengar ucapan Pedro. Dia menjadi makin berminat. Sambil menatapku, dia berucap, "Kamu benaran cuma anak kecil biasa? Kamu B
Solana menanggung penyiksaan setiap hari. Tanpa disadari, aku sudah berulang tahun tiga kali. Sekarang usiaku sudah 3 tahun.Pada musim dingin, aku mengambil permen dan bersandar di pinggir jendela sambil menikmati pemandangan di luar.Solana mengenakan piama tipis dan sandal. Di tengah angin dingin, dia mencuci pakaian dan menggosok sepatu dengan tubuh gemetaran.Penampilannya ini terlihat sungguh menyedihkan, persis saat dia menggunting selimutku dan menyuruhku bersujud padanya di tengah salju dengan tubuh telanjang.Tentunya, aku sudah memberi pelajaran kepada para anteknya. Ada yang bangkrut, ada yang dipecat. Hasil ini membuat kebencianku mereda.Namun, Fredy masih seperti bom waktu yang bisa meledakkanku kapan saja.Suatu hari, Keluarga Wiguna mendapat pesta undangan. Pedro berpesan kepada Solana, "Kamu ibu Lucia. Kamu harus menjaganya."Solana bertatapan denganku. Terlihat kebencian dan ambisi pada tatapan kami, serta tekad kuat. Ini karena kami sudah mencapai kesepakatan. Asalk
Orang-orang yang sibuk menyanjung Pedro pun mundur. Mereka berdiri di sekitar dan tersenyum menatap Fredy seperti menatap badut.Pedro terkekeh-kekeh. "Jangan sembarangan bicara kalau nggak ada bukti. Aku pengusaha jujur."Fredy makin murka. "Berhenti berakting! Kamu jelas-jelas tahu ada makam besar di bawah tanah itu! Kamu malah menawar supaya aku bangkrut!"Pedro tersenyum mencela. "Kenapa memangnya kalau aku tahu ada makam besar di bawah sana?""Cih! Kamu tunggu saja pembalasanku! Aku bakal membuatmu setengah mati!" ancam Fredy.Setelah keributan ini berakhir, menurut rencana kami, Solana akan menyerahkanku kepada Fredy. Solana tiba-tiba merasa cemas. "Nggak bakal ada masalah yang terjadi, 'kan?""Semua bakal baik-baik saja," jawabku dengan tenang.Segera, aku diserahkan ke pelukan seseorang. Aku tahu orang ini adalah Fredy, tetapi tetap berpura-pura tidur."Solana, permainan apa yang kamu mainkan?" tanya Fredy yang terus menatapku, seolah-olah ingin membongkar semua rahasia. Sekuju