***
Keduanya sudah sampai di restoran dan hendak makan malam bersama. Arumi cukup canggung dan tidak tahu harus melakukan apa di hadapan Bima. Tapi berbeda dengan Bima yang dengan santai memesan makanan, bahkan dia sangat ingat makanan yang disukai oleh Arumi dan berinisiatif untuk memesankan makanan untuk Arumi.“Hari ini dietnya tunda dulu ya, aku tahu kau pasti lapar karena kelelahan,” ucap Bima lalu menatap Arumi setelah selesai memesan makanan pada pelayan yang datang ke meja mereka.Arumi baru sadar kalau seminggu sebelumnya dia mengatakan kalau dia sedang diet. Dia menyampaikan pesan itu pada Bima yang saat itu masih berada di Jepang. Arumi tidak mengira kalau Bima akan ingat dengan pesan yang dia kirimkan.“Bagaimana kau bisa ingat? Itu sudah seminggu yang lalu,” ucap Arumi dengan wajah bingung.“Tentu saja, aku akan selalu ingat dengan pesan yang dikirimkan orang yang aku cintai,” ucap Bima dengan santai sambil menangkup dagunya.“Sedari tadi kau selalu mengatakan hal itu. Pertama kau mengatakan kalau kau ingin menikah denganku, dan sekarang kau bilang aku adalah gadis yang kau cintai. Tapi kau sama sekali tidak menanyakan pendapatku tentangmu. Kau bahkan tidak menanyakan apakah aku mencintaimu atau tidak,” ucap Arumi dengan cukup kesal.“Kalau begitu katakan sekarang, apa kau mencintaiku?” tanya Bima tiba-tiba.Tentu saja Arumi cukup kaget, padahal dia sendiri yang menginginkan Bima untuk menanyakan pendapatnya, tapi dia sendiri yang kebingungan dengan pertanyaan itu. Arumi mengalihkan pandangannya dan tidak berani menatap Bima secara langsung.“Jawablah! Tadi kau bilang aku harus menanyakan pendapatmu, tapi setelah aku bertanya kau malah diam,” ucap Bima dengan tidak sabar.“Kau kira hanya dengan berhubungan lewat ponsel selama 3 bulan bisa mendatangkan cinta secara tiba-tiba? Kau pikir ini masuk akal? Kau bahkan baru melihatku sekarang, bagaimana kau bisa yakin dengan perasaanmu?” rentetan pertanyaan dari Arumi membuat Bima memutar bola matanya dengan malas. Bima sudah bosan dengan sikap ragu yang Arumi tunjukkan padanya.“Aku sudah bilang kalau itu sangat mungkin. Sekarang aku hanya akan bertanya padamu, kau mencintaiku atau tidak?” tanya Bima dengan sedikit penekanan.“Aku–”Arumi ragu. Dia ragu akan menjawab ‘iya’. Dia hanya takut Bima akan menyakitinya setelah dia mengatakan kalau dia juga mencintainya. Arumi juga ragu akan perasaannya yang menurutnya tidak masuk akal. Hanya tiga bulan dan menurut Arumi itu adalah waktu yang sangat singkat untuk memastikan perasaannya.“Aku harus mengenalmu terlebih dahulu untuk memastikan perasaanku,” Arumi akhirnya bisa mengutarakan perasaannya.Bima menghela nafas pasrah. Dia menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dengan kedua tangannya yang ia lipat di depan dada.“Tapi aku akan tetap menganggap kalau kau setuju untuk menjadi istriku,” ucap Bima lalu tersenyum miring.“Kau memang orang yang suka memaksa,” ucap Arumi dengan malas.Bima hanya mengangkat bahunya seolah tak peduli dengan ucapan Arumi. Arumi menghela nafas berat saat melihat Bima yang hanya mementingkan perasaannya.“Tapi ingat! Kau harus menjaga sikapmu ketika di kantor. Aku tidak ingin kau bersikap seolah-olah kau terlalu peduli padaku atau semacamnya. Perlakukan aku seperti karyawan yang lainnya, kau paham maksudku kan?” ucap Arumi dengan serius.“Maksudmu aku harus berpura-pura cuek dan tak peduli padamu begitu?” tanya Bima dengan ekspresi seolah-olah tidak terima dengan ucapan Arumi.“Ya pokoknya jangan menunjukan sikapmu yang seperti ini ketika di kantor,” ucap Arumi dengan serius.“Jadi maksudmu aku tidak boleh menciummu ketika aku bertemu denganmu?” tanya Bima lagi.“Hah? Tentu saja tidak boleh!” jawab Arumi cepat.“Aku bahkan tak boleh memelukmu?”Arumi mengangguk dengan yakin.“Makan siang denganmu? Mesra-mesraan di kantor? Itu semua tidak boleh?” tanya Bima lagi.“TIDAK BOLEH!” ucap Arumi lalu melipat kedua tangannya di dada.Bima menghela nafas berat. Dia benar-benar tidak setuju dengan ucapan Arumi yang tidak membiarkan dia untuk bersikap manis pada Arumi.“Memangnya kenapa sih? Kau ini kan sudah resmi menjadi pacarku,” ucap Bima dengan kesal.“Aku masih belum menerimanya, dan lagipula kau adalah pimpinan di perusahaan tempatku bekerja. Aku tidak ingin ada gosip atau skandal tentang kita,” ucap Arumi dengan tegas.Bima tertawa lepas mendengar ucapan Arumi. Arumi yang melihat reaksi Bima, justru malah mengerutkan keningnya. Dia berpikir kalau Bima sangatlah santai dalam menghadapi masalah mereka berdua. Justru Arumi merasa dirinya sendirilah yang sibuk mengkhawatirkan masa depannya. Lebih tepatnya masa depan hubungan mereka berdua.Walau bagaimanapun, Arumi memang berharap kalau Bima benar-benar serius dengannya. Dia juga merasa kalau Bima bisa menjadi laki-laki baik yang bisa mengangkat derajat hidupnya. Arumi tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau sebenarnya dirinya juga sangat menyukai Bima. Namun dia masih ragu apakah perasaannya itu memang benar-benar cinta atau hanya sekedar obsesi belaka.“Arumi, kau terlalu mencemaskan hal-hal yang belum pasti,” ucap Bima lalu memajukan badannya agar bisa lebih dekat dengan Arumi, lalu melanjutkan ucapannya, “Tenang saja, aku akan menuruti semua permintaanmu itu,” Bima tersenyum sambil menangkup dagunya.Arumi menatap mata Bima dengan gugup, berbeda dengan Bima yang menatap Arumi dengan santai dan tidak mencerminkan sikap dingin sama sekali. Justru Bima menunjukkan sikap yang lembut dan seolah-olah sangat peduli pada Arumi.Terlihat jelas saat makanan tiba di meja makan mereka. Bima dengan sikap manisnya langsung memperlakukan Arumi layaknya ratu. dia memperhatikan semua yang Arumi lakukan. Bahkan ketika Bima melihat sedikit noda di bibir Arumi, dia langsung mengusapnya dengan lembut lalu menyesapnya dengan santai."Apa yang kau lakukan?" tanya Arumi yang canggung melihat tingkah Bima."Tidak ada, aku hanya melakukan apa yang kau suruh. Kau bilang kan aku boleh melakukan apapun selama itu bukan di lingkungan kantor," jawab Bima dengan santai."Astaga! Kenapa aku bisa sampai bertemu dengan laki-laki seperti dia?" gumam Arumi namun masih terdengar jelas oleh Bima."Sayang, kau harusnya beruntung bertemu laki-laki seekor aku. Aku akan selalu mencintai dan menjagamu sampai kapanpun," ucap Bima sambil mengelus pipi Arumi dengan lembut.Arumi hanya bisa menghela nafas pasrah saat Bima benar-benar memperlakukannya dengan sangat manis. Yang dia tahu Bima adalah orang yang terkenal sangat dingin dan cuek. Bahkan beberapa karyawan mengatakan kalau dirinya adalah jelmaan kulkas dua pintu, saking dingin dan tidak peduli dengan sekitar.Tapi begitu bertemu dengan Arumi, sikap manis dan manjanya keluar begitu saja. Tanpa rasa malu sedikitpun, Bima bersikap seolah-olah Arumi adalah wanita yang sangat penting di hidupnya."Arumi, aku sudah tidak sabar untuk menikah denganmu," ucap Bima sambil tersenyum."Arumi, jangan ganggu aku terus dong! Aku lagi chat-an nih sama pacar aku!" pekik Julia, sahabat dari Arumi si gadis yang banyak di juluki jomblo abadi."Dasar! Giliran ada butuh aja sama aku." Arumi berhenti menggoda sahabatnya dan mulai memasang wajah kesal dengan tangannya di lipat di atas dadanya.Julia menghela nafas pasrah. Dia menyimpan ponsel yang sedang dia mainkan pada tas miliknya.Saat itu, Julia dan Arumi sedang berada di kafetaria kampus. Julia dan Arumi sama-sama baru menyelesaikan tugas akhirnya. Mereka ingin merayakannya dengan berlibur, maka dari itu Julia mengajak Arumi bertemu di Kafetaria untuk membahas hal tersebut."Ada apa? Kenapa kau menggangguku?" tanya Julia dengan tangannya yang mengambil kentang goreng di depannya dan memasukkannya ke dalam mulutnya.Wajah Arumi mendadak berubah. Tangannya yang sedari tadi di lipat, langsung di lepas dan dia simpan di pahanya. Dia meremas pelan gaun pendek yang sedang dia pakai."Kau kenapa? Apa kau sedang ada masalah?" ta
***Hari itu cukup melelahkan bagi Arumi. Arumi selalu bekerja di shift 3 yaitu saat sore menjelang malam. Ditambah dengan malam ini adalah malam minggu. Cukup banyak pelanggan yang datang ke kafe tempat Arumi bekerja. Tapi meskipun begitu, Arumi senang karena itu artinya dia juga akan mendapatkan bonus karena sudah melebihi target penjualannya.Arumi melihat jam tangan yang terpasang di tangan kirinya.“Sudah jam 11 malam,” gumamnya, lalu menghela nafas berat.“Minum dulu!” sela Ranti sambil menyimpan segelas air minum di depan Arumi.Jam sebelas malam, saatnya kafe tersebut tutup. Arumi duduk di bangku pelanggan dengan nafas yang sedikit terengah-engah karena kelelahan.“Terima kasih,” ucap Arumi, lalu meneguk air putih yang ada di depannya.“Jadi…” ucapan Ranti terhenti kala ia akan duduk di samping Arumi, “Apa kau benar-benar akan berhenti bekerja disini?” lanjutnya.Wajah Arumi berubah serius. Senyum tipis terpancar di bibirnya. Dia tahu, tidak mudah meninggalkan pekerjaan yang s
***Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaannya, Arumi langsung pulang ke rumahnya dan langsung membersihkan badannya yang banjir akan keringat. Arumi berbaring di ranjangnya dengan ponsel ditangannya. Dia tidak sabar untuk menunggu panggilan dari Bima, laki-laki yang berkenalan dengannya lewat aplikasi dating online.“Aku penasaran sedang apa ya dia? Apa dia sudah selesai dengan pekerjaannya? Aku bahkan lebih penasaran dengan wajahnya yang pasti terlihat lebih tampan dari fotonya,” gumam Arumi sambil memandangi foto Bima.Dia langsung tersenyum dengan cerahnya saat melihat foto Bima yang terlihat sangat gagah. Arumi dengan mudahnya jatuh cinta pada laki-laki yang baru saja menelponnya. Padahal sudah sangat jelas kalau Julia sudah pernah mengingatkannya untuk berhati-hati, tapi Arumi seolah-olah lupa dengan nasihat Julia dan terus memikirkan Bima yang menurutnya sangat cocok dengan laki-laki impiannya selama ini.Sudah hampir jam 1 malam, tapi Arumi tetap menunggu panggilan dari Bima
***Mentari pagi menusuk masuk ke jendela kamar Arumi. Pagi ini Arumi tidak memiliki jadwal apapun, jadi dia memutuskan untuk bangun lebih siang dari biasanya. Dia ingin menikmati pagi hari yang tenang, sebelum akhirnya Arumi akan mencari pekerjaan untuk membuat hidupnya menjadi lebih baik.Dia kembali menghidupkan ponselnya yang semalaman dia matikan karena tidak ingin menerima panggilan dari Bima. Dia bisa melihat beberapa pesan di aplikasi berwarna hijau yang saat ini sangat ramai di gandrungi banyak orang untuk saling bertukar pesan.Arumi membaca beberapa pesan yang salah satunya dari nomor yang tidak dia kenal. Dia melihat isi pesan tersebut yang ternyata berasal dari Bima.“Arumi maafkan aku. Maaf aku tidak mengerti tentang perasaanmu. Ini adalah pengalaman pertama untukku. Aku harap kau bisa selalu mengingatkanku jika aku melakukan kesalahan atau mungkin menyakiti perasaanmu.”“Arumi, apa kau sudah bangun? Pagi ini aku ada meeting dengan klien. Aku akan menghubungimu lagi nant
***Setelah melewati beberapa tahap interview, akhirnya Arumi lolos dan sudah mulai bekerja. Sudah 2 bulan lamanya Arumi bekerja di perusahaan tersebut sebagai pegawai magang, sebelum akhirnya nanti ia akan ditetapkan menjadi pegawai kontrak.“Arumi, bisa kau kesini sebentar?” teriak seorang perempuan berwajah cantik namun terlihat sangat sinis. Dia adalah Vanessa Zahara. Vanessa merupakan mentor yang membimbing Arumi selama dia magang di anak perusahaan di bawah naungan Cakra Group. Arumi terbilang beruntung karena dia magang di kantor pusat dari perusahaan tersebut, dimana presiden dari Cakra Group juga bekerja disana.Tapi setahu Arumi, bos nya tersebut sedang berada di Jepang untuk mengurus anak perusahaan dari Cakra Group yang dia kembangkan di Jepang. Arumi cukup kagum pada bosnya tersebut karena di usianya yang masih muda, dia sudah bisa mengelola perusahaan sebesar itu.“Arumi!!” teriak Vanessa lagi.Arumi langsung tersentak dan langsung menghampiri Vanessa sebelum ia mengamu
“Kak– Kak Bima?” ucap Arumi dengan terbata-bata.Arumi kaget bukan main. Badannya melemah, tangannya gemetar dan jantungnya berdetak tak karuan. Bahkan berkas yang Arumi pegangpun langsung tercecer di lantai. Dia tidak sadar dengan keadaan yang ada di sekelilingnya. Fokusnya saat ini adalah pada Bima yang selama tiga bulan terakhir ini selalu mengisi hari – harinya dengan pesan singkat yang membuatnya nyaman.Tak hanya Arumi, Bima yang sedang berdiri di hadapannya pun hanya bisa tersenyum melihat Arumi. Dia bersyukur karena Arumi yang selama ini selalu bertukar pesan dengannya ternyata gadis yang benar-benar cantik dan bukan seorang penipu.“Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu secepat ini,” ucap Bima memecah keheningan di antara keduanya.Arumi langsung tersadar dari lamunannya. Dia langsung merapikan berkas yang berceceran di lantai lalu kembali memegangnya dengan erat. Bima hanya tersenyum melihat sikap salah tingkah dari Arumi.“Aku ingin mengobrol sebentar denganmu, Arumi,”
***Setelah melalui hari yang melelahkan, akhirnya Arumi bisa menikmati makan siangnya. Dia memang selalu membawa bekal agar bisa mengirit uang makan yang selalu di jatahkan oleh perusahaan. Dengan begitu, dia bisa menabung lebih banyak uang yang ia hasilkan selama bekerja.Arumi terbiasa makan di ruangannya karena tidak ada larangan untuk makan di ruang kerja. Vanessa yang melihat Arumi sedang sendiri lalu berjalan ke arahnya dan berdiri di samping meja kerja Arumi.“Bagaimana waktu pertama kali bertemu dengan Pak Bima?” tanya Vanessa dengan berbisik.Arumi yang tak tahu kalau Vanessa ada di sampingnya langsung tersedak karena kaget. Vanessa yang juga kaget karena Arumi tiba-tiba tersedak, langsung memberikan air minum yang saat itu ada di atas meja Arumi dan langsung memberikannya pada Arumi.Arumi memukul dadanya pelan agar makanannya bisa tertelan dengan baik sebelum dia berkata, “Tidak ada yang istimewa, mbak,” jawab Arumi sambil mengusap air minumnya yang tersisa di sudut bibirn
*** Keduanya sudah sampai di restoran dan hendak makan malam bersama. Arumi cukup canggung dan tidak tahu harus melakukan apa di hadapan Bima. Tapi berbeda dengan Bima yang dengan santai memesan makanan, bahkan dia sangat ingat makanan yang disukai oleh Arumi dan berinisiatif untuk memesankan makanan untuk Arumi. “Hari ini dietnya tunda dulu ya, aku tahu kau pasti lapar karena kelelahan,” ucap Bima lalu menatap Arumi setelah selesai memesan makanan pada pelayan yang datang ke meja mereka. Arumi baru sadar kalau seminggu sebelumnya dia mengatakan kalau dia sedang diet. Dia menyampaikan pesan itu pada Bima yang saat itu masih berada di Jepang. Arumi tidak mengira kalau Bima akan ingat dengan pesan yang dia kirimkan. “Bagaimana kau bisa ingat? Itu sudah seminggu yang lalu,” ucap Arumi dengan wajah bingung. “Tentu saja, aku akan selalu ingat dengan pesan yang dikirimkan orang yang aku cintai,” ucap Bima dengan santai sambil menangkup dagunya. “Sedari tadi kau selalu mengatakan hal i
***Setelah melalui hari yang melelahkan, akhirnya Arumi bisa menikmati makan siangnya. Dia memang selalu membawa bekal agar bisa mengirit uang makan yang selalu di jatahkan oleh perusahaan. Dengan begitu, dia bisa menabung lebih banyak uang yang ia hasilkan selama bekerja.Arumi terbiasa makan di ruangannya karena tidak ada larangan untuk makan di ruang kerja. Vanessa yang melihat Arumi sedang sendiri lalu berjalan ke arahnya dan berdiri di samping meja kerja Arumi.“Bagaimana waktu pertama kali bertemu dengan Pak Bima?” tanya Vanessa dengan berbisik.Arumi yang tak tahu kalau Vanessa ada di sampingnya langsung tersedak karena kaget. Vanessa yang juga kaget karena Arumi tiba-tiba tersedak, langsung memberikan air minum yang saat itu ada di atas meja Arumi dan langsung memberikannya pada Arumi.Arumi memukul dadanya pelan agar makanannya bisa tertelan dengan baik sebelum dia berkata, “Tidak ada yang istimewa, mbak,” jawab Arumi sambil mengusap air minumnya yang tersisa di sudut bibirn
“Kak– Kak Bima?” ucap Arumi dengan terbata-bata.Arumi kaget bukan main. Badannya melemah, tangannya gemetar dan jantungnya berdetak tak karuan. Bahkan berkas yang Arumi pegangpun langsung tercecer di lantai. Dia tidak sadar dengan keadaan yang ada di sekelilingnya. Fokusnya saat ini adalah pada Bima yang selama tiga bulan terakhir ini selalu mengisi hari – harinya dengan pesan singkat yang membuatnya nyaman.Tak hanya Arumi, Bima yang sedang berdiri di hadapannya pun hanya bisa tersenyum melihat Arumi. Dia bersyukur karena Arumi yang selama ini selalu bertukar pesan dengannya ternyata gadis yang benar-benar cantik dan bukan seorang penipu.“Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu secepat ini,” ucap Bima memecah keheningan di antara keduanya.Arumi langsung tersadar dari lamunannya. Dia langsung merapikan berkas yang berceceran di lantai lalu kembali memegangnya dengan erat. Bima hanya tersenyum melihat sikap salah tingkah dari Arumi.“Aku ingin mengobrol sebentar denganmu, Arumi,”
***Setelah melewati beberapa tahap interview, akhirnya Arumi lolos dan sudah mulai bekerja. Sudah 2 bulan lamanya Arumi bekerja di perusahaan tersebut sebagai pegawai magang, sebelum akhirnya nanti ia akan ditetapkan menjadi pegawai kontrak.“Arumi, bisa kau kesini sebentar?” teriak seorang perempuan berwajah cantik namun terlihat sangat sinis. Dia adalah Vanessa Zahara. Vanessa merupakan mentor yang membimbing Arumi selama dia magang di anak perusahaan di bawah naungan Cakra Group. Arumi terbilang beruntung karena dia magang di kantor pusat dari perusahaan tersebut, dimana presiden dari Cakra Group juga bekerja disana.Tapi setahu Arumi, bos nya tersebut sedang berada di Jepang untuk mengurus anak perusahaan dari Cakra Group yang dia kembangkan di Jepang. Arumi cukup kagum pada bosnya tersebut karena di usianya yang masih muda, dia sudah bisa mengelola perusahaan sebesar itu.“Arumi!!” teriak Vanessa lagi.Arumi langsung tersentak dan langsung menghampiri Vanessa sebelum ia mengamu
***Mentari pagi menusuk masuk ke jendela kamar Arumi. Pagi ini Arumi tidak memiliki jadwal apapun, jadi dia memutuskan untuk bangun lebih siang dari biasanya. Dia ingin menikmati pagi hari yang tenang, sebelum akhirnya Arumi akan mencari pekerjaan untuk membuat hidupnya menjadi lebih baik.Dia kembali menghidupkan ponselnya yang semalaman dia matikan karena tidak ingin menerima panggilan dari Bima. Dia bisa melihat beberapa pesan di aplikasi berwarna hijau yang saat ini sangat ramai di gandrungi banyak orang untuk saling bertukar pesan.Arumi membaca beberapa pesan yang salah satunya dari nomor yang tidak dia kenal. Dia melihat isi pesan tersebut yang ternyata berasal dari Bima.“Arumi maafkan aku. Maaf aku tidak mengerti tentang perasaanmu. Ini adalah pengalaman pertama untukku. Aku harap kau bisa selalu mengingatkanku jika aku melakukan kesalahan atau mungkin menyakiti perasaanmu.”“Arumi, apa kau sudah bangun? Pagi ini aku ada meeting dengan klien. Aku akan menghubungimu lagi nant
***Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaannya, Arumi langsung pulang ke rumahnya dan langsung membersihkan badannya yang banjir akan keringat. Arumi berbaring di ranjangnya dengan ponsel ditangannya. Dia tidak sabar untuk menunggu panggilan dari Bima, laki-laki yang berkenalan dengannya lewat aplikasi dating online.“Aku penasaran sedang apa ya dia? Apa dia sudah selesai dengan pekerjaannya? Aku bahkan lebih penasaran dengan wajahnya yang pasti terlihat lebih tampan dari fotonya,” gumam Arumi sambil memandangi foto Bima.Dia langsung tersenyum dengan cerahnya saat melihat foto Bima yang terlihat sangat gagah. Arumi dengan mudahnya jatuh cinta pada laki-laki yang baru saja menelponnya. Padahal sudah sangat jelas kalau Julia sudah pernah mengingatkannya untuk berhati-hati, tapi Arumi seolah-olah lupa dengan nasihat Julia dan terus memikirkan Bima yang menurutnya sangat cocok dengan laki-laki impiannya selama ini.Sudah hampir jam 1 malam, tapi Arumi tetap menunggu panggilan dari Bima
***Hari itu cukup melelahkan bagi Arumi. Arumi selalu bekerja di shift 3 yaitu saat sore menjelang malam. Ditambah dengan malam ini adalah malam minggu. Cukup banyak pelanggan yang datang ke kafe tempat Arumi bekerja. Tapi meskipun begitu, Arumi senang karena itu artinya dia juga akan mendapatkan bonus karena sudah melebihi target penjualannya.Arumi melihat jam tangan yang terpasang di tangan kirinya.“Sudah jam 11 malam,” gumamnya, lalu menghela nafas berat.“Minum dulu!” sela Ranti sambil menyimpan segelas air minum di depan Arumi.Jam sebelas malam, saatnya kafe tersebut tutup. Arumi duduk di bangku pelanggan dengan nafas yang sedikit terengah-engah karena kelelahan.“Terima kasih,” ucap Arumi, lalu meneguk air putih yang ada di depannya.“Jadi…” ucapan Ranti terhenti kala ia akan duduk di samping Arumi, “Apa kau benar-benar akan berhenti bekerja disini?” lanjutnya.Wajah Arumi berubah serius. Senyum tipis terpancar di bibirnya. Dia tahu, tidak mudah meninggalkan pekerjaan yang s
"Arumi, jangan ganggu aku terus dong! Aku lagi chat-an nih sama pacar aku!" pekik Julia, sahabat dari Arumi si gadis yang banyak di juluki jomblo abadi."Dasar! Giliran ada butuh aja sama aku." Arumi berhenti menggoda sahabatnya dan mulai memasang wajah kesal dengan tangannya di lipat di atas dadanya.Julia menghela nafas pasrah. Dia menyimpan ponsel yang sedang dia mainkan pada tas miliknya.Saat itu, Julia dan Arumi sedang berada di kafetaria kampus. Julia dan Arumi sama-sama baru menyelesaikan tugas akhirnya. Mereka ingin merayakannya dengan berlibur, maka dari itu Julia mengajak Arumi bertemu di Kafetaria untuk membahas hal tersebut."Ada apa? Kenapa kau menggangguku?" tanya Julia dengan tangannya yang mengambil kentang goreng di depannya dan memasukkannya ke dalam mulutnya.Wajah Arumi mendadak berubah. Tangannya yang sedari tadi di lipat, langsung di lepas dan dia simpan di pahanya. Dia meremas pelan gaun pendek yang sedang dia pakai."Kau kenapa? Apa kau sedang ada masalah?" ta