***
Setelah melalui hari yang melelahkan, akhirnya Arumi bisa menikmati makan siangnya. Dia memang selalu membawa bekal agar bisa mengirit uang makan yang selalu di jatahkan oleh perusahaan. Dengan begitu, dia bisa menabung lebih banyak uang yang ia hasilkan selama bekerja.
Arumi terbiasa makan di ruangannya karena tidak ada larangan untuk makan di ruang kerja. Vanessa yang melihat Arumi sedang sendiri lalu berjalan ke arahnya dan berdiri di samping meja kerja Arumi.
“Bagaimana waktu pertama kali bertemu dengan Pak Bima?” tanya Vanessa dengan berbisik.
Arumi yang tak tahu kalau Vanessa ada di sampingnya langsung tersedak karena kaget. Vanessa yang juga kaget karena Arumi tiba-tiba tersedak, langsung memberikan air minum yang saat itu ada di atas meja Arumi dan langsung memberikannya pada Arumi.
Arumi memukul dadanya pelan agar makanannya bisa tertelan dengan baik sebelum dia berkata, “Tidak ada yang istimewa, mbak,” jawab Arumi sambil mengusap air minumnya yang tersisa di sudut bibirnya.
“Tapi apa kau tidak jatuh hati padanya? Meskipun dia dingin dan cuek tapi dia sangat tampan,” ucap Vanessa.
Arumi sangat bingung karena Vanessa terlihat tertarik dengan Bima. Arumi tidak mungkin mengungkapkan hubungannya dengan Bima pada Vanessa. Walau bagaimanapun, dia tidak terlalu dekat dengan Vanessa meskipun dalam bidang pekerjaan Arumi memang selalu bersama dengan Vanessa. Tapi jika menyangkut masalah pribadi, Arumi masih tidak bisa membuka pembicaraan personal dengan orang baru.
“Iya sih Pak Bima memang ganteng. Jangan-jangan Mbak Vaness suka sama Pak Bima?” ucap Arumi dengan senyuman penuh curiga.
“Kau ini! Tidak mungkin lah aku suka pada dia. Orang dia cuek banget, galak terus pelit banget lagi sama karyawan. Ya gaji emang gede sih, tapi kalau kemana-mana dia jarang banget buat jajanin karyawan yang dinas keluar bareng dia,” ucap Vanessa dengan wajah nyinyirnya.
Arumi baru melihat wajah Vanessa yang seperti tidak suka pada Bima yang terlalu dingin pada karyawannya. Padahal Vanessa sudah lama bekerja dengan Bima, tapi dia merasa kalau Bima menganggap Vanessa hanya karyawan yang dapat diandalkan seperti sekertarisnya Gyan. Selebihnya, Bima tidak menganggap Vanessa sebagai orang spesial.
“Gak coba dideketin gitu, mbak?” tanya Arumi, lalu kembali melahap makan siangnya.
“Enggak ah, males. Mending sama orang lain deh dari pada sama dia. Aku cuma mau ingetin sama kamu buat hati-hati sama dia. Apalagi katanya keluarganya pilih-pilih banget soal calon istri buat Pak Bima. Biasa lah, anak konglomerat pasti harus nikah sama anak konglomerat lagi kan?” ucap Vanessa dengan cuek.
Ucapan Vanessa seakan menjadi tamparan keras untuk Arumi. Ini yang menjadi kekhawatiran Arumi. Perbedaan kasta antara Bima dan Arumi memang sangat jauh. Bima yang sudah pasti terlahir dengan sendok emas di tangannya, berbeda dengan Arumi yang hanya gadis biasa di tambah dengan statusnya yang yatim piatu. Walau diibaratkan pun, sendok besi masih sangat terlalu mewah untuk menggambarkan kehidupan Arumi.
“Kalau begitu lanjut lagi deh makannya, aku mau ke kantin dulu,” ucap Vanessa, lalu pergi meninggalkan Arumi yang masih termenung memikirkan kata-kata yang diucapkan Vanessa.
Arumi menyimpan bekal makan siangnya yang tidak dia habiskan. Dia benar-benar bingung harus bagaimana. Di satu sisi dia ingin sekali mencoba menjalin hubungan dengan orang yang selama ini sudah membuatnya nyaman, tapi setelah mengetahui identitas dari Bima yang ternyata adalah bosnya sendiri, Arumi menjadi ragu dan bahkan tidak percaya diri. Dia merasa kecil dengan keadaan kehidupannya yang jauh berbanding terbalik dengan Bima yang serba ada.
***
Saking fokusnya bekerja, Arumi sampai tak sadar kalau jam sudah menunjukan pukul 8 malam. Dia memang sudah terbiasa lembur karena bonus yang diberikan perusahaan untuk karyawan yang lembur lumayan cukup besar. Arumi langsung mematikan komputernya dan merapikan meja kerjanya sebelum akhirnya dia keluar dari ruang kerjanya.
Sesampainya di Lobby kantor, Arumi meregangkan badannya yang terasa pegal karena seharian duduk di kursi, di tambah dengan pikirannya yang cukup berantakan karena hubungan rumitnya dengan Bima.
Tapi saat itu, sebuah mobil mewah berhenti di hadapannya. Arumi cukup di buat kagum dengan mobil berwarna hitam mengkilap yang merupakan mobil keluaran terbaru. Saat kaca mobil diturunkan, Arumi bisa melihat sosok tampan yang sedang tersenyum ke arahnya. Siapa lagi kalau bukan Bima.
Arumi kaget bukan main karena dia takut ada orang yang melihatnya. Beruntung lah dia karena tidak ada seorang pun di lobby kantor. Security kantorpun kebetulan sedang berpatroli di dalam.
Bima turun dari mobil dan berjalan ke arah Arumi. Dia berdiri di hadapan Arumi yang saat itu sedang sibuk memperhatikan sekitar.
“Kenapa? Kau tidak suka aku datang?” tanya Bima bingung.
“Aku kan sudah bilang kita ketemu di tempat yang aku sudah kirimkan tadi. Kenapa malah datang ke sini?” ucap Arumi dengan wajah kesal.
“Aku hanya ingin berkendara denganmu, memangnya aku salah?” tanya Bima lagi dengan wajahnya yang semakin bingung.
“Bukannya salah, tapi aku takut orang kantor lihat. Bagaimana respon mereka nanti jika mereka tahu aku ada hubungan dengan bos mereka?” ucap Arumi dengan wajah waspada.
Bima hanya tersenyum saat mendengar ucapan Arumi.
“Memangnya hubungan seperti apa yang kita punya? Apa kau akhirnya mengakui kalau aku selama ini kau anggap sebagai kekasihmu?” tanya Bima lalu tersenyum miring dengan kedua alisnya yang di naik turunkan.
“Berhenti menggodaku seperti itu. Kita harus pergi sekarang sebelum orang kantor lihat. Aku akan naik ojek online,” ucap Arumi lalu hendak pergi dari hadapan Bima, tapi langsung Bima tahan.
“Untuk apa? Aku datang kesini untuk menjemputmu!” ucap Bima dengan sedikit kesal.
“Kalau orang kantor lihat gimana?” tanya Arumi dengan wajah takut.
“Tidak akan ada yang lihat dan tidak akan ada yang berani menegur kita. Ayo!” ucap Bima dengan serius, lalu menarik pelan tangan Arumi untuk masuk ke dalam mobilnya.
Arumi dengan terpaksa memilih masuk ke dalam mobil Bima sebelum karyawan yang lain melihatnya.
Sepanjang jalan, Arumi hanya diam dan hanya melihat ke arah luar jendela sambil memeluk tas kerjanya dengan wajahnya sudah sangat lusuh karena terlalu lelah bekerja. Bima yang melihat itu cukup khawatir dan merasa kasihan pada Arumi.
“Apa pekerjaanmu cukup berat tadi?” tanya Bima sambil fokus pada setirnya.
“Biasa saja. Meskipun berat, harus tetap di jalani kan?” ucap Arumi lalu tersenyum tipis.
Bima ikut tersenyum. Dia tidak salah pilih dalam memilih pasangan. Arumi yang sangat cantik, di tambah dengan kepribadiannya yang baik dan mandiri, membuat Bima semakin yakin untuk menjadikan Arumi sebagai istrinya.
“Kau memang wanita idaman, Arumi,” ucap Bima sambil tersenyum.
Seketika Arumi tertawa ringan. Dia merasa ucapan Bima adalah sebuah lelucon yang sangat lucu.
“Kau hanya melihat sebagian dari hidupku. Jika melihat lebih dalam, aku tidak tahu apakah kamu akan tetap suka atau tidak,” ucap Arumi dengan santai.
“Kau mulai santai sekarang,” ucap Bima yang baru sadar dengan sikap Arumi yang terkesan santai saat mengobrol dengannya.
“Aku sudah bilang, kita harus bisa menyesuaikan diri kita sendiri. Di kantor kau memang presdir, tapi di luar beda lagi,” ucap Arumi dengan cueknya.
“Memangnya kalau di luar kantor aku ini apa? Kekasihmu?” tanya Bima tiba-tiba.
Arumi diam sejenak. Tidak mungkin dia menjawab ‘iya’. Tapi selama tiga bulan terakhir, percakapan keduanya justru menjurus ke hal-hal romantis dan bahkan terkadang Bima memanggil Arumi dengan panggilan ‘sayang’. Tapi bedanya, mereka berdua tidak saling mengungkapkan kalau mereka saling mencintai.
“Diam berarti ‘iya’,” ucap Bima lalu tersenyum.
Arumi seketika melihat ke arah Bima dengan tatapan kesal. Dia tidak suka dengan sikap Bima yang selalu memaksakan kehendaknya sendiri tanpa meminta persetujuan dari Arumi terlebih dahulu. Tapi meskipun begitu, Arumi tidak bisa membohongi hatinya sendiri kalau dia juga sebenarnya sangat senang bertemu dengan Bima. Dia senang akhirnya dia bisa bertemu dengan laki-laki pujaannya yang sebelumnya hanya bisa ia lihat dari ponsel.
*** Keduanya sudah sampai di restoran dan hendak makan malam bersama. Arumi cukup canggung dan tidak tahu harus melakukan apa di hadapan Bima. Tapi berbeda dengan Bima yang dengan santai memesan makanan, bahkan dia sangat ingat makanan yang disukai oleh Arumi dan berinisiatif untuk memesankan makanan untuk Arumi. “Hari ini dietnya tunda dulu ya, aku tahu kau pasti lapar karena kelelahan,” ucap Bima lalu menatap Arumi setelah selesai memesan makanan pada pelayan yang datang ke meja mereka. Arumi baru sadar kalau seminggu sebelumnya dia mengatakan kalau dia sedang diet. Dia menyampaikan pesan itu pada Bima yang saat itu masih berada di Jepang. Arumi tidak mengira kalau Bima akan ingat dengan pesan yang dia kirimkan. “Bagaimana kau bisa ingat? Itu sudah seminggu yang lalu,” ucap Arumi dengan wajah bingung. “Tentu saja, aku akan selalu ingat dengan pesan yang dikirimkan orang yang aku cintai,” ucap Bima dengan santai sambil menangkup dagunya. “Sedari tadi kau selalu mengatakan hal i
"Arumi, jangan ganggu aku terus dong! Aku lagi chat-an nih sama pacar aku!" pekik Julia, sahabat dari Arumi si gadis yang banyak di juluki jomblo abadi."Dasar! Giliran ada butuh aja sama aku." Arumi berhenti menggoda sahabatnya dan mulai memasang wajah kesal dengan tangannya di lipat di atas dadanya.Julia menghela nafas pasrah. Dia menyimpan ponsel yang sedang dia mainkan pada tas miliknya.Saat itu, Julia dan Arumi sedang berada di kafetaria kampus. Julia dan Arumi sama-sama baru menyelesaikan tugas akhirnya. Mereka ingin merayakannya dengan berlibur, maka dari itu Julia mengajak Arumi bertemu di Kafetaria untuk membahas hal tersebut."Ada apa? Kenapa kau menggangguku?" tanya Julia dengan tangannya yang mengambil kentang goreng di depannya dan memasukkannya ke dalam mulutnya.Wajah Arumi mendadak berubah. Tangannya yang sedari tadi di lipat, langsung di lepas dan dia simpan di pahanya. Dia meremas pelan gaun pendek yang sedang dia pakai."Kau kenapa? Apa kau sedang ada masalah?" ta
***Hari itu cukup melelahkan bagi Arumi. Arumi selalu bekerja di shift 3 yaitu saat sore menjelang malam. Ditambah dengan malam ini adalah malam minggu. Cukup banyak pelanggan yang datang ke kafe tempat Arumi bekerja. Tapi meskipun begitu, Arumi senang karena itu artinya dia juga akan mendapatkan bonus karena sudah melebihi target penjualannya.Arumi melihat jam tangan yang terpasang di tangan kirinya.“Sudah jam 11 malam,” gumamnya, lalu menghela nafas berat.“Minum dulu!” sela Ranti sambil menyimpan segelas air minum di depan Arumi.Jam sebelas malam, saatnya kafe tersebut tutup. Arumi duduk di bangku pelanggan dengan nafas yang sedikit terengah-engah karena kelelahan.“Terima kasih,” ucap Arumi, lalu meneguk air putih yang ada di depannya.“Jadi…” ucapan Ranti terhenti kala ia akan duduk di samping Arumi, “Apa kau benar-benar akan berhenti bekerja disini?” lanjutnya.Wajah Arumi berubah serius. Senyum tipis terpancar di bibirnya. Dia tahu, tidak mudah meninggalkan pekerjaan yang s
***Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaannya, Arumi langsung pulang ke rumahnya dan langsung membersihkan badannya yang banjir akan keringat. Arumi berbaring di ranjangnya dengan ponsel ditangannya. Dia tidak sabar untuk menunggu panggilan dari Bima, laki-laki yang berkenalan dengannya lewat aplikasi dating online.“Aku penasaran sedang apa ya dia? Apa dia sudah selesai dengan pekerjaannya? Aku bahkan lebih penasaran dengan wajahnya yang pasti terlihat lebih tampan dari fotonya,” gumam Arumi sambil memandangi foto Bima.Dia langsung tersenyum dengan cerahnya saat melihat foto Bima yang terlihat sangat gagah. Arumi dengan mudahnya jatuh cinta pada laki-laki yang baru saja menelponnya. Padahal sudah sangat jelas kalau Julia sudah pernah mengingatkannya untuk berhati-hati, tapi Arumi seolah-olah lupa dengan nasihat Julia dan terus memikirkan Bima yang menurutnya sangat cocok dengan laki-laki impiannya selama ini.Sudah hampir jam 1 malam, tapi Arumi tetap menunggu panggilan dari Bima
***Mentari pagi menusuk masuk ke jendela kamar Arumi. Pagi ini Arumi tidak memiliki jadwal apapun, jadi dia memutuskan untuk bangun lebih siang dari biasanya. Dia ingin menikmati pagi hari yang tenang, sebelum akhirnya Arumi akan mencari pekerjaan untuk membuat hidupnya menjadi lebih baik.Dia kembali menghidupkan ponselnya yang semalaman dia matikan karena tidak ingin menerima panggilan dari Bima. Dia bisa melihat beberapa pesan di aplikasi berwarna hijau yang saat ini sangat ramai di gandrungi banyak orang untuk saling bertukar pesan.Arumi membaca beberapa pesan yang salah satunya dari nomor yang tidak dia kenal. Dia melihat isi pesan tersebut yang ternyata berasal dari Bima.“Arumi maafkan aku. Maaf aku tidak mengerti tentang perasaanmu. Ini adalah pengalaman pertama untukku. Aku harap kau bisa selalu mengingatkanku jika aku melakukan kesalahan atau mungkin menyakiti perasaanmu.”“Arumi, apa kau sudah bangun? Pagi ini aku ada meeting dengan klien. Aku akan menghubungimu lagi nant
***Setelah melewati beberapa tahap interview, akhirnya Arumi lolos dan sudah mulai bekerja. Sudah 2 bulan lamanya Arumi bekerja di perusahaan tersebut sebagai pegawai magang, sebelum akhirnya nanti ia akan ditetapkan menjadi pegawai kontrak.“Arumi, bisa kau kesini sebentar?” teriak seorang perempuan berwajah cantik namun terlihat sangat sinis. Dia adalah Vanessa Zahara. Vanessa merupakan mentor yang membimbing Arumi selama dia magang di anak perusahaan di bawah naungan Cakra Group. Arumi terbilang beruntung karena dia magang di kantor pusat dari perusahaan tersebut, dimana presiden dari Cakra Group juga bekerja disana.Tapi setahu Arumi, bos nya tersebut sedang berada di Jepang untuk mengurus anak perusahaan dari Cakra Group yang dia kembangkan di Jepang. Arumi cukup kagum pada bosnya tersebut karena di usianya yang masih muda, dia sudah bisa mengelola perusahaan sebesar itu.“Arumi!!” teriak Vanessa lagi.Arumi langsung tersentak dan langsung menghampiri Vanessa sebelum ia mengamu
“Kak– Kak Bima?” ucap Arumi dengan terbata-bata.Arumi kaget bukan main. Badannya melemah, tangannya gemetar dan jantungnya berdetak tak karuan. Bahkan berkas yang Arumi pegangpun langsung tercecer di lantai. Dia tidak sadar dengan keadaan yang ada di sekelilingnya. Fokusnya saat ini adalah pada Bima yang selama tiga bulan terakhir ini selalu mengisi hari – harinya dengan pesan singkat yang membuatnya nyaman.Tak hanya Arumi, Bima yang sedang berdiri di hadapannya pun hanya bisa tersenyum melihat Arumi. Dia bersyukur karena Arumi yang selama ini selalu bertukar pesan dengannya ternyata gadis yang benar-benar cantik dan bukan seorang penipu.“Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu secepat ini,” ucap Bima memecah keheningan di antara keduanya.Arumi langsung tersadar dari lamunannya. Dia langsung merapikan berkas yang berceceran di lantai lalu kembali memegangnya dengan erat. Bima hanya tersenyum melihat sikap salah tingkah dari Arumi.“Aku ingin mengobrol sebentar denganmu, Arumi,”
*** Keduanya sudah sampai di restoran dan hendak makan malam bersama. Arumi cukup canggung dan tidak tahu harus melakukan apa di hadapan Bima. Tapi berbeda dengan Bima yang dengan santai memesan makanan, bahkan dia sangat ingat makanan yang disukai oleh Arumi dan berinisiatif untuk memesankan makanan untuk Arumi. “Hari ini dietnya tunda dulu ya, aku tahu kau pasti lapar karena kelelahan,” ucap Bima lalu menatap Arumi setelah selesai memesan makanan pada pelayan yang datang ke meja mereka. Arumi baru sadar kalau seminggu sebelumnya dia mengatakan kalau dia sedang diet. Dia menyampaikan pesan itu pada Bima yang saat itu masih berada di Jepang. Arumi tidak mengira kalau Bima akan ingat dengan pesan yang dia kirimkan. “Bagaimana kau bisa ingat? Itu sudah seminggu yang lalu,” ucap Arumi dengan wajah bingung. “Tentu saja, aku akan selalu ingat dengan pesan yang dikirimkan orang yang aku cintai,” ucap Bima dengan santai sambil menangkup dagunya. “Sedari tadi kau selalu mengatakan hal i
***Setelah melalui hari yang melelahkan, akhirnya Arumi bisa menikmati makan siangnya. Dia memang selalu membawa bekal agar bisa mengirit uang makan yang selalu di jatahkan oleh perusahaan. Dengan begitu, dia bisa menabung lebih banyak uang yang ia hasilkan selama bekerja.Arumi terbiasa makan di ruangannya karena tidak ada larangan untuk makan di ruang kerja. Vanessa yang melihat Arumi sedang sendiri lalu berjalan ke arahnya dan berdiri di samping meja kerja Arumi.“Bagaimana waktu pertama kali bertemu dengan Pak Bima?” tanya Vanessa dengan berbisik.Arumi yang tak tahu kalau Vanessa ada di sampingnya langsung tersedak karena kaget. Vanessa yang juga kaget karena Arumi tiba-tiba tersedak, langsung memberikan air minum yang saat itu ada di atas meja Arumi dan langsung memberikannya pada Arumi.Arumi memukul dadanya pelan agar makanannya bisa tertelan dengan baik sebelum dia berkata, “Tidak ada yang istimewa, mbak,” jawab Arumi sambil mengusap air minumnya yang tersisa di sudut bibirn
“Kak– Kak Bima?” ucap Arumi dengan terbata-bata.Arumi kaget bukan main. Badannya melemah, tangannya gemetar dan jantungnya berdetak tak karuan. Bahkan berkas yang Arumi pegangpun langsung tercecer di lantai. Dia tidak sadar dengan keadaan yang ada di sekelilingnya. Fokusnya saat ini adalah pada Bima yang selama tiga bulan terakhir ini selalu mengisi hari – harinya dengan pesan singkat yang membuatnya nyaman.Tak hanya Arumi, Bima yang sedang berdiri di hadapannya pun hanya bisa tersenyum melihat Arumi. Dia bersyukur karena Arumi yang selama ini selalu bertukar pesan dengannya ternyata gadis yang benar-benar cantik dan bukan seorang penipu.“Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu secepat ini,” ucap Bima memecah keheningan di antara keduanya.Arumi langsung tersadar dari lamunannya. Dia langsung merapikan berkas yang berceceran di lantai lalu kembali memegangnya dengan erat. Bima hanya tersenyum melihat sikap salah tingkah dari Arumi.“Aku ingin mengobrol sebentar denganmu, Arumi,”
***Setelah melewati beberapa tahap interview, akhirnya Arumi lolos dan sudah mulai bekerja. Sudah 2 bulan lamanya Arumi bekerja di perusahaan tersebut sebagai pegawai magang, sebelum akhirnya nanti ia akan ditetapkan menjadi pegawai kontrak.“Arumi, bisa kau kesini sebentar?” teriak seorang perempuan berwajah cantik namun terlihat sangat sinis. Dia adalah Vanessa Zahara. Vanessa merupakan mentor yang membimbing Arumi selama dia magang di anak perusahaan di bawah naungan Cakra Group. Arumi terbilang beruntung karena dia magang di kantor pusat dari perusahaan tersebut, dimana presiden dari Cakra Group juga bekerja disana.Tapi setahu Arumi, bos nya tersebut sedang berada di Jepang untuk mengurus anak perusahaan dari Cakra Group yang dia kembangkan di Jepang. Arumi cukup kagum pada bosnya tersebut karena di usianya yang masih muda, dia sudah bisa mengelola perusahaan sebesar itu.“Arumi!!” teriak Vanessa lagi.Arumi langsung tersentak dan langsung menghampiri Vanessa sebelum ia mengamu
***Mentari pagi menusuk masuk ke jendela kamar Arumi. Pagi ini Arumi tidak memiliki jadwal apapun, jadi dia memutuskan untuk bangun lebih siang dari biasanya. Dia ingin menikmati pagi hari yang tenang, sebelum akhirnya Arumi akan mencari pekerjaan untuk membuat hidupnya menjadi lebih baik.Dia kembali menghidupkan ponselnya yang semalaman dia matikan karena tidak ingin menerima panggilan dari Bima. Dia bisa melihat beberapa pesan di aplikasi berwarna hijau yang saat ini sangat ramai di gandrungi banyak orang untuk saling bertukar pesan.Arumi membaca beberapa pesan yang salah satunya dari nomor yang tidak dia kenal. Dia melihat isi pesan tersebut yang ternyata berasal dari Bima.“Arumi maafkan aku. Maaf aku tidak mengerti tentang perasaanmu. Ini adalah pengalaman pertama untukku. Aku harap kau bisa selalu mengingatkanku jika aku melakukan kesalahan atau mungkin menyakiti perasaanmu.”“Arumi, apa kau sudah bangun? Pagi ini aku ada meeting dengan klien. Aku akan menghubungimu lagi nant
***Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaannya, Arumi langsung pulang ke rumahnya dan langsung membersihkan badannya yang banjir akan keringat. Arumi berbaring di ranjangnya dengan ponsel ditangannya. Dia tidak sabar untuk menunggu panggilan dari Bima, laki-laki yang berkenalan dengannya lewat aplikasi dating online.“Aku penasaran sedang apa ya dia? Apa dia sudah selesai dengan pekerjaannya? Aku bahkan lebih penasaran dengan wajahnya yang pasti terlihat lebih tampan dari fotonya,” gumam Arumi sambil memandangi foto Bima.Dia langsung tersenyum dengan cerahnya saat melihat foto Bima yang terlihat sangat gagah. Arumi dengan mudahnya jatuh cinta pada laki-laki yang baru saja menelponnya. Padahal sudah sangat jelas kalau Julia sudah pernah mengingatkannya untuk berhati-hati, tapi Arumi seolah-olah lupa dengan nasihat Julia dan terus memikirkan Bima yang menurutnya sangat cocok dengan laki-laki impiannya selama ini.Sudah hampir jam 1 malam, tapi Arumi tetap menunggu panggilan dari Bima
***Hari itu cukup melelahkan bagi Arumi. Arumi selalu bekerja di shift 3 yaitu saat sore menjelang malam. Ditambah dengan malam ini adalah malam minggu. Cukup banyak pelanggan yang datang ke kafe tempat Arumi bekerja. Tapi meskipun begitu, Arumi senang karena itu artinya dia juga akan mendapatkan bonus karena sudah melebihi target penjualannya.Arumi melihat jam tangan yang terpasang di tangan kirinya.“Sudah jam 11 malam,” gumamnya, lalu menghela nafas berat.“Minum dulu!” sela Ranti sambil menyimpan segelas air minum di depan Arumi.Jam sebelas malam, saatnya kafe tersebut tutup. Arumi duduk di bangku pelanggan dengan nafas yang sedikit terengah-engah karena kelelahan.“Terima kasih,” ucap Arumi, lalu meneguk air putih yang ada di depannya.“Jadi…” ucapan Ranti terhenti kala ia akan duduk di samping Arumi, “Apa kau benar-benar akan berhenti bekerja disini?” lanjutnya.Wajah Arumi berubah serius. Senyum tipis terpancar di bibirnya. Dia tahu, tidak mudah meninggalkan pekerjaan yang s
"Arumi, jangan ganggu aku terus dong! Aku lagi chat-an nih sama pacar aku!" pekik Julia, sahabat dari Arumi si gadis yang banyak di juluki jomblo abadi."Dasar! Giliran ada butuh aja sama aku." Arumi berhenti menggoda sahabatnya dan mulai memasang wajah kesal dengan tangannya di lipat di atas dadanya.Julia menghela nafas pasrah. Dia menyimpan ponsel yang sedang dia mainkan pada tas miliknya.Saat itu, Julia dan Arumi sedang berada di kafetaria kampus. Julia dan Arumi sama-sama baru menyelesaikan tugas akhirnya. Mereka ingin merayakannya dengan berlibur, maka dari itu Julia mengajak Arumi bertemu di Kafetaria untuk membahas hal tersebut."Ada apa? Kenapa kau menggangguku?" tanya Julia dengan tangannya yang mengambil kentang goreng di depannya dan memasukkannya ke dalam mulutnya.Wajah Arumi mendadak berubah. Tangannya yang sedari tadi di lipat, langsung di lepas dan dia simpan di pahanya. Dia meremas pelan gaun pendek yang sedang dia pakai."Kau kenapa? Apa kau sedang ada masalah?" ta