"Nyonya Muda, Tuan telah kembali."
Aileen menghembuskan nafasnya pelan, ia tersenyum ke arah Bi Surti, "Bi, bisakah kau belikan saya body lotion seperti ini di supermarket?" Apapun yang terjadi, bahkan ketika ia telah merelakan nyawanya sendiri, ia tak akan melibatkan Bi Surti dalam keadaan apapun. Di villa azure hills estate yang besar ini, hanya Bi Surti yang bisa ia anggap sebagai 'keluarga'. Bi Surti menjawab dengan sepenuh hati, "tentu saja bisa. Nyonya Muda ingin wangi yang lain atau yang persis seperti itu?" "Belikan yang sama saja." "Baik ...." Saat Bi Surti hendak melangkahkan kakinya keluar, Aileen segera menghentikannya. "Bi Surti." Ia melepas kalungnya. Itu adalah satu-satunya benda berharga yang ia punya. "Selama ini Bibi telah merawatku dengan sangat baik. Semoga ini bisa bermanfaat untuk Bibi di masa depan." Aileen merasa perlu memberikan penghargaan untuk Bi Surti. Bi Surti hendak menolak dengan sopan. Namun, dari ekor matanya ia melihat sepasang kaki yang terbalut dengan sepatu hitam mengkilap milik tuannya, Axel Ferdian, telah memasuki kamar kecil Nyonya Mudanya. Ia pun tak berani berada di kamar itu lebih lama lagi dan bergegas keluar setelah mengucapkan terima kasih dan menyapa Axel dengan sopan. Sekepergian Bi Surti, ruangan tiba-tiba menjadi canggung dengan tak masuk akal. Aileen dengan tenang meneruskan gerakan tangan menyisir rambut. Kali ini, ia tak akan menyapa suaminya lebih dulu. Ia bahkan tak merasa perlu melihat kehadiran Axel yang telah berdiri tepat di belakangnya dengan selembar kertas. Merasa tak di hiraukan, Axel berdeham kecil sebelum berkata, "ini surat cerai yang telah aku tanda tangani. Kau bacalah terlebih dahulu atau langsung tanda tangani saja agar semua ini usai ...." Aileen tidak menjawab. Ia telah mendengar perihal surat perceraian ini saat tak sengaja melewati ruang kerja Axel dan melihat suaminya itu tengah berbicara dengan ibu mertuanya, Nyonya Ferdian. Dengan hati yang telah beku, Aileen menerima sura itu dan membacanya sekilas. Di bagian alasan perceraian tertulis dengan jelas bahwa, "selama tiga tahun menikah, Aileen tidak pernah menghormati mertuanya dan tidak memiliki keturunan! Terlalu mendominasi, dan suka berfoya-foya." Tiba-tiba Aileen tertawa sangat kencang, hingga sederet gigi putihnya terlihat di antara dua belahan bibir ranumnya. Wajah Axel menjadi merah dan ungu untuk beberapa saat. Dan wajahnya menjadi warna warni seperti baru menyelesaikan sebuah maha karya yang indah di atas kanvas dengan cat air, yang sangat indah. "Apa yang kau tertawakan?" Axel mencium bau bensin yang menyengat, tapi ia menghiraukannya. Sekarang bukan waktunya mengurusi hal yang tidak penting! Aileen menutupi sebagian wajah cantiknya dengan 'surat cerai' itu, masih tertawa keras dan menjawab, "hanya menertawakan tiga tahunku yang bagai lelucon!" "Aileen ...!" Selama tiga tahun ini, ia telah mengabdikan hidupnya di azure hills estate dengan melayani semua keinginan suami dan mertuanya. Ia bahkan telah melampaui pengabdian terbesar sebagai seorang istri dengan membiarkan suaminya tetap berhubungan dengan wanita yang ia cintai, dan bahkan menikahi wanita itu tanpa memperdulikan perasaannya sendiri. Ia merasa itu hanyalah hal yang wajar ia lakukan setelah semua orang di kota senden ini mengatakan bahwa keluarganyalah yang telah menjebak Axel agar menikahinya. Yah, pernikahan mereka bukanlah karena cinta atau perjodohan! Tiga tahun yang lalu, Aileen terbangun dalam keadaan linglung di dalam sebuah kamar hotel mewah di kotanya tanpa busana. Hal yang semakin membuatnya terkejut adalah, ketika ia terbangun, terdapat begitu banyak orang yang mengintip kamar itu dengan berbagai emosi di wajah mereka. Kabar buruknya adalah, kedua orang tuanya juga ada di antara kepala yang menyembul itu, dan ia mendapati Axel berusaha menjelaskan dengan begitu marah! Akhirnya, pernikahan itu terjadi dengan begitu menyesakkan. Ketika para saksi melihat suka cita di wajah kedua orang tuanya atas pernikahan itu, maka semua kesalahan hanya bisa di tanggung olehnya. Semua orang terus memandangnya rendah dan berkata bahwa hanya demi harta, ia melakukan hal menjijikkan. Malangnya, hal itu bertepatan dengan kondisi perusahaan orang tuanya yang menyempit. Sehingga semua itu berhasil membenarkan spekulasi setiap orang atas tuduhan mereka. Axel adalah salah satu pemegang saham di grup mahkota. Walau bukan termasuk salah satu dari empat keluarga penguasa yang terkenal, posisi itu jelas jauh lebih tinggi daripada posisinya yang begitu mentereng dengan lebel "anak dari pengusaha banyak hutang!" Maka dari itu, ia selalu menganggap bahwa semua ketidak adilan yang ia terima di azure hills estate itu hal yang wajar. Karena saat kejadian itu terjadi, ia juga sama sekali tidak mengingat apapun. Dalam hatinya, entah bagaimana ia juga membenarkan spekulasi orang-orang tentang kedua orang tuanya lah yang telah menjebak Axel demi keuntungan pribadi. Dengan tenang Aileen meletakkan surat cerai itu di atas nakas, lalu meletakkan selembar yang lain, "Axel, orang lain tidak tahu kenapa aku tidak hamil. Tapi apakah kamu tidak tahu?" Saat terbangun tiga tahun yang lalu, Aileen sama sekali tidak mendapati dirinya ternoda sedikitpun. Hingga kini ia masih berfikir bahwa setelah menikah tiga tahun lamanya, ia masih perawan! Axel terdiam, hanya menatap wajah cantik Aileen dengan kedua mata burung cendrawasih nya. Aileen kembali membuka bibirnya, "selama ini aku sudah cukup merendahkan diri di depan keluargamu. Aku selalu berfikir bahwa aku adalah orang yang paling bersalah atas pernikahan kita. Sebagai gantinya, aku tunduk di bawah tingkah kalian dan berharap suatu hari nanti kau akan memberikan setitik kehangatan di hatimu untukku." Ia menggerakkan sisirnya di sepanjang nakas, dan bermain-main dengan sangat menyesal, "aku bahkan membiarkanmu menikahi Mira dan menjadikan diriku lelucon terbesar di hari pernikahanmu yang bahagia. Lalu sekarang kau datang agar aku menandatangani surat yang akan membuatku tak lagi bisa menemukan penggantimu seumur hidup?!" Aileen kembali tertawa miris, "kau sungguh seorang bajingan!" Axel tetap terdiam. Bagaimanapun, ia telah lama mengaku salah dalam hatinya. Kali ini, ia ingin menceraikan Aileen dengan damai, hanya saja ia takut Aileen tidak setuju, jadi ia berikan surat cerai buruk itu untuk mengancam. Dengan tenang, Aileen menunjuk kertas yang baru saja ia taruh di atas nakas dengan dagunya, "jika ingin bercerai, maka ceraikan aku baik-baik, kau tak perlu mengarang cerita yang kau sendiri tahu bahwa itu adalah kebohongan besar!" Axel mengerucutkan bibirnya. Tatapan matanya muram meski rasa bersalah menyelimuti hatinya, "jika kau menginginkan harta, kau juga bisa menuliskannya sekalian." Aileen mendengus kasar, "selama tiga tahun belakangan ini, kau adalah orang yang paling tahu apakah aku adalah seorang yang hanya mengincar hartamu atau bukan!" Ia memang sangat menyukai uang. Bagaimanapun, ia juga menginginkan hidup dengan baik tanpa memikirkan apakah bisa makan atau minum di hari selanjutnya. Tapi itu bukan berarti ia akan melakukan segala hal untuk mendapatkan uang. Termasuk menikahi Axel dengan cara yang menjijikkan! Untuk terakhir kalinya, Axel ingin berbaik hati pada Aileen, "periksalah terlebih dahulu. Jika ada poin penting yang tertinggal, silahkan kau tambahkan. Setelah aku menandatangani surat itu, kita tidak akan lagi terlibat dalam hal apapun." "Aku tidak akan memeriksanya. Kau bisa langsung menandatanganinya sekarang." Aileen menyerahkan bulpen yang telah ia buka dan Axel mendekat tanpa curiga. Saat Axel membungkukkan badannya untuk menandatangani surat cerai itu, Aileen bergerak dengan begitu cepat mengambil pisau dapur yang telah lama ia sembunyikan di balik lengan bajunya. Lalu ia menancapkan ujung tajam pisau itu tepat ke bagian dada Axel tanpa belas kasih.Seluruh bagian tajam pisau sempurna masuk ke dalam tubuh Axel. Ketika Axel melihat wajah Aileen yang terlihat tanpa penyesalan, Aileen merasa cukup dan mencabut kembali pisau itu.Pisau yang awalnya bersih mengkilap, kini di lumuri dengan darah segar yang kemudian Mengalir di sepanjang garis tajamnya. Menetes dan mengotori lantai marmer."Kau ... Kau ...!" Axel jelas tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ia memandang wajah Aileen sambil memegang dadanya, "cepat, panggil ambulans!"Aileen menjatuhkan pisau itu hingga menimbulkan efek suara logam bertemu dinginnya lantai. Wajahnya ketakutan tapi tiada rasa penyesalan. "Saat kau memasuki kamar ini, tidakkah kau mencium bau bensin?" Ia tertawa hambar, "oh, bukan hanya di ruangan ini. Tapi seluruh rumah ini!"Hari masih sangat pagi, kedua penghuni azure hills estate lainnya masih tertidur di bawah selimut tebal.Axel masih tak percaya. Tubuh tinggi tegapnya ambruk begitu saja, dan untuk pertama kalinya dalam hidup, ia 'tergeletak' tak ber
Hari itu Aileen tidak langsung kembali bersama Axel ke azura hills estate. Besok adalah jadwal mereka berziarah ke makam Tuan Ferdian untuk meminta restu. Setelah itu, barulah Axel akan membawa Aileen ke rumahnya di tepi danau.Sekepergian keluarga Axel, ruangan itu menjadi berisik oleh bisikan-bisikan sinis dari beberapa sanak saudara yang hadir. Acara pernikahan itu memang tidak besar, namun cukup untuk mengundang setidaknya lima puluh sanak saudara dari kedua mempelai.Ketika ruangan menjadi lebih sepi, Tuan Dakota datang ke arah Aileen dengan kedua tangan terlipat. "Besok setelah ziarah ke makam Tuan Ferdian, jangan pernah sekalipun berfikir untuk kembali ke rumah kecuali bersama Axel atau atas seijin nya."Bahkan Bima, adiknya sendiri, juga ikut menatapnya sinis, "pokoknya kakak harus langgeng sama Kak Axel. Jangan lupa bicarakan tentang aku padanya."Aileen hampir memutar bola matanya di depan mereka. Tapi untungnya ia bisa menahan itu dan masih berdiri dengan wajah menekuk dala
"Iya, Pak." Orang itu menjeda ucapannya sesaat, kemudian melanjutkan, "hanya saja, setiap orang yang membesarkan ulat ini akan menjadi pasangan hidup dan mati anda. Artinya adalah, jika salah satu di antara kalian meninggal, maka satu yang lainnya juga akan meninggal di waktu yang sama.""Jadi aku akan terikat dengan orang itu?""Iya, Pak." Karena terlalu serius dalam menjelaskan, orang itu, Profesor Johan, sampai tidak memperhatikan sebuah apel yang berada tepat di bawah kakinya. Profesor Johan terus berjalan dan tanpa sengaja menginjak apel itu. Setengah detik kemudian, tubuh gempal Profesor Johan terjatuh dengan bunyi 'gedebuk' tepat di depan wajah Aileen.Kedua mata Aileen membelalak besar sekali. Ia menutup mulutnya, jantungnya berdebar hingga rasanya akan keluar dari tempatnya. Saat ia hendak mengarahkan jari telunjuknya ke bibirnya, bermaksud mengisyaratkan agar Profesor Johan diam akan keberadaannya, ia merasakan sesuatu menggigit jari itu. Tanpa sadar ia berteriak kencan
Pria berwajah tampan itu, Zayn, segera membalikkan badannya. Belum sempat Profesor Johan mengatakan kenapa ia memanggilnya, Zayn telah berkata, "bagaimana menetapkan tanggal pemberian makan itu?"Tadi Profesor Johan hanya mengatakan bahwa Aileen harus memberikan makan anak ulat cinta itu setiap sebulan dua kali, tapi tidak memberi tahu apakah waktunya bisa di atur sesuka hati atau harus menurut tanggal ketika anak ulat cinta itu menggigitnya.Secara kebetulan, itulah yang akan di sampaikan Profesor Johan."Karena hari ini tepat tanggal satu ulat itu menggigit Nona Aileen, maka bisa di pilih antara tanggal satu hingga sepuluh untuk memulai. Jika anda ingin memulai dari tanggal ini, maka hari pertama akan di hitung tanggal lima belas."Itu artinya, mulai tanggal lima belas bulan ini, Aileen harus siap memberi makan anak ulat cinta itu selama sebulan dua kali setiap tanggal satu dan lima belas.Zayn mengangguk faham. Wajah muramnya menatap Aileen penuh peringatan. Sebelah tangannya ia u
Pria berwajah tampan itu, Zayn, segera membalikkan badannya. Belum sempat Profesor Johan mengatakan kenapa ia memanggilnya, Zayn telah berkata, "bagaimana menetapkan tanggal pemberian makan itu?"Tadi Profesor Johan hanya mengatakan bahwa Aileen harus memberikan makan anak ulat cinta itu setiap sebulan dua kali, tapi tidak memberi tahu apakah waktunya bisa di atur sesuka hati atau harus menurut tanggal ketika anak ulat cinta itu menggigitnya.Secara kebetulan, itulah yang akan di sampaikan Profesor Johan."Karena hari ini tepat tanggal satu ulat itu menggigit Nona Aileen, maka bisa di pilih antara tanggal satu hingga sepuluh untuk memulai. Jika anda ingin memulai dari tanggal ini, maka hari pertama akan di hitung tanggal lima belas."Itu artinya, mulai tanggal lima belas bulan ini, Aileen harus siap memberi makan anak ulat cinta itu selama sebulan dua kali setiap tanggal satu dan lima belas.Zayn mengangguk faham. Wajah muramnya menatap Aileen penuh peringatan. Sebelah tangannya ia u
"Iya, Pak." Orang itu menjeda ucapannya sesaat, kemudian melanjutkan, "hanya saja, setiap orang yang membesarkan ulat ini akan menjadi pasangan hidup dan mati anda. Artinya adalah, jika salah satu di antara kalian meninggal, maka satu yang lainnya juga akan meninggal di waktu yang sama.""Jadi aku akan terikat dengan orang itu?""Iya, Pak." Karena terlalu serius dalam menjelaskan, orang itu, Profesor Johan, sampai tidak memperhatikan sebuah apel yang berada tepat di bawah kakinya. Profesor Johan terus berjalan dan tanpa sengaja menginjak apel itu. Setengah detik kemudian, tubuh gempal Profesor Johan terjatuh dengan bunyi 'gedebuk' tepat di depan wajah Aileen.Kedua mata Aileen membelalak besar sekali. Ia menutup mulutnya, jantungnya berdebar hingga rasanya akan keluar dari tempatnya. Saat ia hendak mengarahkan jari telunjuknya ke bibirnya, bermaksud mengisyaratkan agar Profesor Johan diam akan keberadaannya, ia merasakan sesuatu menggigit jari itu. Tanpa sadar ia berteriak kencan
Hari itu Aileen tidak langsung kembali bersama Axel ke azura hills estate. Besok adalah jadwal mereka berziarah ke makam Tuan Ferdian untuk meminta restu. Setelah itu, barulah Axel akan membawa Aileen ke rumahnya di tepi danau.Sekepergian keluarga Axel, ruangan itu menjadi berisik oleh bisikan-bisikan sinis dari beberapa sanak saudara yang hadir. Acara pernikahan itu memang tidak besar, namun cukup untuk mengundang setidaknya lima puluh sanak saudara dari kedua mempelai.Ketika ruangan menjadi lebih sepi, Tuan Dakota datang ke arah Aileen dengan kedua tangan terlipat. "Besok setelah ziarah ke makam Tuan Ferdian, jangan pernah sekalipun berfikir untuk kembali ke rumah kecuali bersama Axel atau atas seijin nya."Bahkan Bima, adiknya sendiri, juga ikut menatapnya sinis, "pokoknya kakak harus langgeng sama Kak Axel. Jangan lupa bicarakan tentang aku padanya."Aileen hampir memutar bola matanya di depan mereka. Tapi untungnya ia bisa menahan itu dan masih berdiri dengan wajah menekuk dala
Seluruh bagian tajam pisau sempurna masuk ke dalam tubuh Axel. Ketika Axel melihat wajah Aileen yang terlihat tanpa penyesalan, Aileen merasa cukup dan mencabut kembali pisau itu.Pisau yang awalnya bersih mengkilap, kini di lumuri dengan darah segar yang kemudian Mengalir di sepanjang garis tajamnya. Menetes dan mengotori lantai marmer."Kau ... Kau ...!" Axel jelas tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ia memandang wajah Aileen sambil memegang dadanya, "cepat, panggil ambulans!"Aileen menjatuhkan pisau itu hingga menimbulkan efek suara logam bertemu dinginnya lantai. Wajahnya ketakutan tapi tiada rasa penyesalan. "Saat kau memasuki kamar ini, tidakkah kau mencium bau bensin?" Ia tertawa hambar, "oh, bukan hanya di ruangan ini. Tapi seluruh rumah ini!"Hari masih sangat pagi, kedua penghuni azure hills estate lainnya masih tertidur di bawah selimut tebal.Axel masih tak percaya. Tubuh tinggi tegapnya ambruk begitu saja, dan untuk pertama kalinya dalam hidup, ia 'tergeletak' tak ber
"Nyonya Muda, Tuan telah kembali." Aileen menghembuskan nafasnya pelan, ia tersenyum ke arah Bi Surti, "Bi, bisakah kau belikan saya body lotion seperti ini di supermarket?" Apapun yang terjadi, bahkan ketika ia telah merelakan nyawanya sendiri, ia tak akan melibatkan Bi Surti dalam keadaan apapun. Di villa azure hills estate yang besar ini, hanya Bi Surti yang bisa ia anggap sebagai 'keluarga'. Bi Surti menjawab dengan sepenuh hati, "tentu saja bisa. Nyonya Muda ingin wangi yang lain atau yang persis seperti itu?" "Belikan yang sama saja." "Baik ...." Saat Bi Surti hendak melangkahkan kakinya keluar, Aileen segera menghentikannya. "Bi Surti." Ia melepas kalungnya. Itu adalah satu-satunya benda berharga yang ia punya. "Selama ini Bibi telah merawatku dengan sangat baik. Semoga ini bisa bermanfaat untuk Bibi di masa depan." Aileen merasa perlu memberikan penghargaan untuk Bi Surti. Bi Surti hendak menolak dengan sopan. Namun, dari ekor matanya ia melihat sepasang kaki yang t