"Iya, Pak." Orang itu menjeda ucapannya sesaat, kemudian melanjutkan, "hanya saja, setiap orang yang membesarkan ulat ini akan menjadi pasangan hidup dan mati anda. Artinya adalah, jika salah satu di antara kalian meninggal, maka satu yang lainnya juga akan meninggal di waktu yang sama."
"Jadi aku akan terikat dengan orang itu?" "Iya, Pak." Karena terlalu serius dalam menjelaskan, orang itu, Profesor Johan, sampai tidak memperhatikan sebuah apel yang berada tepat di bawah kakinya. Profesor Johan terus berjalan dan tanpa sengaja menginjak apel itu. Setengah detik kemudian, tubuh gempal Profesor Johan terjatuh dengan bunyi 'gedebuk' tepat di depan wajah Aileen. Kedua mata Aileen membelalak besar sekali. Ia menutup mulutnya, jantungnya berdebar hingga rasanya akan keluar dari tempatnya. Saat ia hendak mengarahkan jari telunjuknya ke bibirnya, bermaksud mengisyaratkan agar Profesor Johan diam akan keberadaannya, ia merasakan sesuatu menggigit jari itu. Tanpa sadar ia berteriak kencang, "aaaa ...." Ia bahkan reflek hendak berdiri tapi terhalang meja yang tak tergoyahkan. Hal itu membuat kepalanya terasa sakit akibat terbentur bagian bawah meja. "Ada penyusup!" teriak Profesor Johan. Tubuh gempal itu berdiri kembali bersamaan dengan datangnya beberapa pria tinggi tegap berpakaian serba hitam. Aileen, yang merasa tak ada lagi tempat untuk bersembunyi, segera keluar dari kolom meja dengan cengiran lebar di wajahnya. "Aku bukan penyusup." Saat ia keluar dari meja. Hal pertama yang ia lihat adalah, seseorang bertubuh tinggi tegap, dengan rambut cepak, bibir tipis, hidung mancung dan rahang sempurna tengah menatapnya dingin. Orang itu mengenakan setelan jas berwarna abu-abu yang sangat pas dengan bentuk tubuhnya yang sempurna. Aileen terkesiap. Seolah baru saja melihat salah satu karakter komik yang beberapa hari lalu ia baca muncul di dunia nyata. Wajah orang itu terlalu sempurna, seolah di pahat dengan sangat hati-hati tanpa kesalahan sedikitpun. Kedua mata elang itu menatap Aileen tajam, dan bibir tipis itu perlahan terbuka, "bunuh wanita itu!" Ketika mendengar itu, Aileen masih belum bangun dari mimpinya. Ia masih terus berdiri seperti orang bodoh yang menatap bulan purnama. Seolah tak percaya ada keindahan seperti itu di langit yang hitam. "Baik, Pak!" Saat para pria berseragam hitam mengambil langkah tegas ke arahnya, barulah Aileen terbangun dari mimpi dan dengan cepat mencoba menjelaskan, "tidak-tidak, aku bukan penyusup. Kalian tidak bisa menyentuhku!" Dua orang pria telah memegang tangan kanan dan kirinya, salah seorang yang lain mengeluarkan pistol berperedam di jas hitamnya. "Tunggu, tunggu! Kalian sungguh salah sangka! Aku bukan penyusup, dan aku tidak berniat jahat disini!" Si pria tampan, "...." Bagaimana mungkin seseorang yang bukan penyusup bisa sampai ke laboratorium yang di jaga ketat? Ini bukan taman hiburan yang bisa di datangi oleh banyak orang! Melihat salah satu pria berseragam hitam yang memegang pistol telah bersiap mengarahkan pistol itu ke arahnya, Aileen tak lagi bisa merasakan hidup ini lebih dari kata konyol! "Kalian tidak bisa membunuh orang sembarangan!" Aduhaii, baru saja ia selamat dari maut dan ingin memulai hidup yang lebih baik dengan mengubah alur hidupnya. Tak di sangka, baru saja keluar dari kandang harimau, ia masuk ke kandang singa. Saat Aileen hampir pasrah dengan hidupnya, sebuah suara terdengar menginterupsi raungan putus asanya. "Tunggu, Pak! Kita tidak boleh membunuhnya." Pria yang memegang pistol menghentikan gerakan tangannya tepat waktu. Wajah kakunya kemudian menatap ke arah pria berwajah tampan tanpa menurunkan pistol itu. Seolah meminta instruksi langsung dari atasannya. Si pria berwajah tampan itu menatap Profesor Johan tanpa mengucapkan sepatah katapun. Namun, Profesor Johan segera mengerti maksudnya dan menjelaskan dengan patuh, "sepertinya gadis itu telah di gigit anak ulat cinta." Profesor Johan maju lima langkah. Kini ia berdiri tepat di depan Aileen, mengisyaratkan pria berseragam hitam yang memegang tangan kanannya untuk melepaskannya terlebih dahulu. Dan benar saja, dia melihat anak ulat cinta menempel di salah satu jadi Aileen. "Nona, saat ulat ini menempel padamu, apakah kau merasa seolah digigit nyamuk atau semut?" Bulu mata Aileen bergetar. Ia tadi telah mendengar apa konsekuensinya bagi orang yang di gigit oleh ulat cinta ini. Ketika baru saja Profesor Johan mengatakan bahwa itu adalah ulat cinta, ia merasa dunianya berputar tidak pada posisinya. Tak mendapat jawaban, Profesor Johan segera membangunkan Aileen dari lamunannya, "Nona?" Aileen tersentak. Wajahnya merah ungu karena takut. "I-iya." Profesor Johan mengalihkan pandangannya ke arah pria berwajah tampan itu lagi, "kita benar-benar tidak boleh membunuhnya, Pak." Ada kilatan kemarahan di mata elang pria berwajah tampan itu. Tapi bibir tipisnya hanya mengucapkan dua kata, "siapa kau?" Merasa ada harapan untuk hidup, dengan senang hati Aileen menjelaskan, "nama saya Aileen, Pak. Saya tidak sengaja menginjak tanah gembur dan jatuh." Barusan ia dengan orang-orang itu memanggil pria berwajah tampan dengan panggilan 'Pak'. Pria tampan itu memang terlihat paling muda di antara yang lain. Itu artinya, bukan umur yang membuatnya berhasil di panggil 'Pak'. Melainkan sebuah kedudukan yang berada di atas. Singkatnya adalah, Aileen merasa bahwa dia orang penting, jadi ia ikut saja memanggilnya 'Pak' karena tidak ingin menerima resiko. Pria berwajah tampan, "...." Ia seolah masih menunggu penjelasan Aileen selanjutnya. "Saya ini hanya warga biasa, Pak. Saya sungguh tak sengaja terjatuh ketika saya berjalan-jalan di sekitar makam sebelum berziarah." Ia menjeda sebentar, seluruh mata tertuju padanya, seolah bersiap mengulitinya hidup-hidup bila ia tidak berbicara jujur. "Saya sama sekali tidak bohong, Pak. Lihat tanah yang berserakan ini, itu tadi terjatuh bersama saya. Juga apel yang berserakan ini." Kali ini, semua orang kembali memandang pria berwajah tampan. Sedangkan yang di pandang masih terus berwajah datar. Sama sekali tidak menunjukkan emosi apapun. "Katakan apa yang kau dengar." "Saya tidak dengar apapun, Pak." Aileen hendak mengangkat dua jarinya sebagai tanda bahwa ia bersungut-sungut. Namun, belum sempat ia melakukan hal itu, pria berseragam hitam yang tadi telah melepaskan tangan kanannya kembali meraihnya kala merasakan ada gerakan kecil. "Itulah yang harus kau katakan di luar." Pria itu menatap Profesor Johan, yang segera di angguki olehnya dan langsung mengambil anak ulat cinta di tangan kanan Aileen. "Mulai sekarang Nona ini harus memberi makan anak ulat cinta ini sebanyak dua kali setiap bulan." kata Profesor Johan sopan. Pria berwajah tampan itu melihat ke arah atap yang berlubang. Itu adalah lubang pelarian jika sewaktu-waktu di butuhkan. Lubang itu selalu di tutup rapat dan hanya bisa di buka dengan kunci tertentu. Lalu, bagaimana bisa gadis ini 'tak sengaja' jatuh? Pasti ada sesuatu yang terjadi. "Selidiki hal ini dan segera beritahu saya hal sekecil apapun yang kalian temukan." "Baik, Pak." Lalu pria berwajah tampan itu berbalik dan pergi. Profesor Johan melihat kepergian bos besarnya. Memikirkan sesuatu, lalu dengan wajah bersalah ia memanggilnya, "Pak Zayn!"Pria berwajah tampan itu, Zayn, segera membalikkan badannya. Belum sempat Profesor Johan mengatakan kenapa ia memanggilnya, Zayn telah berkata, "bagaimana menetapkan tanggal pemberian makan itu?"Tadi Profesor Johan hanya mengatakan bahwa Aileen harus memberikan makan anak ulat cinta itu setiap sebulan dua kali, tapi tidak memberi tahu apakah waktunya bisa di atur sesuka hati atau harus menurut tanggal ketika anak ulat cinta itu menggigitnya.Secara kebetulan, itulah yang akan di sampaikan Profesor Johan."Karena hari ini tepat tanggal satu ulat itu menggigit Nona Aileen, maka bisa di pilih antara tanggal satu hingga sepuluh untuk memulai. Jika anda ingin memulai dari tanggal ini, maka hari pertama akan di hitung tanggal lima belas."Itu artinya, mulai tanggal lima belas bulan ini, Aileen harus siap memberi makan anak ulat cinta itu selama sebulan dua kali setiap tanggal satu dan lima belas.Zayn mengangguk faham. Wajah muramnya menatap Aileen penuh peringatan. Sebelah tangannya ia u
"Nyonya Muda, Tuan telah kembali." Aileen menghembuskan nafasnya pelan, ia tersenyum ke arah Bi Surti, "Bi, bisakah kau belikan saya body lotion seperti ini di supermarket?" Apapun yang terjadi, bahkan ketika ia telah merelakan nyawanya sendiri, ia tak akan melibatkan Bi Surti dalam keadaan apapun. Di villa azure hills estate yang besar ini, hanya Bi Surti yang bisa ia anggap sebagai 'keluarga'. Bi Surti menjawab dengan sepenuh hati, "tentu saja bisa. Nyonya Muda ingin wangi yang lain atau yang persis seperti itu?" "Belikan yang sama saja." "Baik ...." Saat Bi Surti hendak melangkahkan kakinya keluar, Aileen segera menghentikannya. "Bi Surti." Ia melepas kalungnya. Itu adalah satu-satunya benda berharga yang ia punya. "Selama ini Bibi telah merawatku dengan sangat baik. Semoga ini bisa bermanfaat untuk Bibi di masa depan." Aileen merasa perlu memberikan penghargaan untuk Bi Surti. Bi Surti hendak menolak dengan sopan. Namun, dari ekor matanya ia melihat sepasang kaki yang t
Seluruh bagian tajam pisau sempurna masuk ke dalam tubuh Axel. Ketika Axel melihat wajah Aileen yang terlihat tanpa penyesalan, Aileen merasa cukup dan mencabut kembali pisau itu.Pisau yang awalnya bersih mengkilap, kini di lumuri dengan darah segar yang kemudian Mengalir di sepanjang garis tajamnya. Menetes dan mengotori lantai marmer."Kau ... Kau ...!" Axel jelas tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ia memandang wajah Aileen sambil memegang dadanya, "cepat, panggil ambulans!"Aileen menjatuhkan pisau itu hingga menimbulkan efek suara logam bertemu dinginnya lantai. Wajahnya ketakutan tapi tiada rasa penyesalan. "Saat kau memasuki kamar ini, tidakkah kau mencium bau bensin?" Ia tertawa hambar, "oh, bukan hanya di ruangan ini. Tapi seluruh rumah ini!"Hari masih sangat pagi, kedua penghuni azure hills estate lainnya masih tertidur di bawah selimut tebal.Axel masih tak percaya. Tubuh tinggi tegapnya ambruk begitu saja, dan untuk pertama kalinya dalam hidup, ia 'tergeletak' tak ber
Hari itu Aileen tidak langsung kembali bersama Axel ke azura hills estate. Besok adalah jadwal mereka berziarah ke makam Tuan Ferdian untuk meminta restu. Setelah itu, barulah Axel akan membawa Aileen ke rumahnya di tepi danau.Sekepergian keluarga Axel, ruangan itu menjadi berisik oleh bisikan-bisikan sinis dari beberapa sanak saudara yang hadir. Acara pernikahan itu memang tidak besar, namun cukup untuk mengundang setidaknya lima puluh sanak saudara dari kedua mempelai.Ketika ruangan menjadi lebih sepi, Tuan Dakota datang ke arah Aileen dengan kedua tangan terlipat. "Besok setelah ziarah ke makam Tuan Ferdian, jangan pernah sekalipun berfikir untuk kembali ke rumah kecuali bersama Axel atau atas seijin nya."Bahkan Bima, adiknya sendiri, juga ikut menatapnya sinis, "pokoknya kakak harus langgeng sama Kak Axel. Jangan lupa bicarakan tentang aku padanya."Aileen hampir memutar bola matanya di depan mereka. Tapi untungnya ia bisa menahan itu dan masih berdiri dengan wajah menekuk dala
Pria berwajah tampan itu, Zayn, segera membalikkan badannya. Belum sempat Profesor Johan mengatakan kenapa ia memanggilnya, Zayn telah berkata, "bagaimana menetapkan tanggal pemberian makan itu?"Tadi Profesor Johan hanya mengatakan bahwa Aileen harus memberikan makan anak ulat cinta itu setiap sebulan dua kali, tapi tidak memberi tahu apakah waktunya bisa di atur sesuka hati atau harus menurut tanggal ketika anak ulat cinta itu menggigitnya.Secara kebetulan, itulah yang akan di sampaikan Profesor Johan."Karena hari ini tepat tanggal satu ulat itu menggigit Nona Aileen, maka bisa di pilih antara tanggal satu hingga sepuluh untuk memulai. Jika anda ingin memulai dari tanggal ini, maka hari pertama akan di hitung tanggal lima belas."Itu artinya, mulai tanggal lima belas bulan ini, Aileen harus siap memberi makan anak ulat cinta itu selama sebulan dua kali setiap tanggal satu dan lima belas.Zayn mengangguk faham. Wajah muramnya menatap Aileen penuh peringatan. Sebelah tangannya ia u
"Iya, Pak." Orang itu menjeda ucapannya sesaat, kemudian melanjutkan, "hanya saja, setiap orang yang membesarkan ulat ini akan menjadi pasangan hidup dan mati anda. Artinya adalah, jika salah satu di antara kalian meninggal, maka satu yang lainnya juga akan meninggal di waktu yang sama.""Jadi aku akan terikat dengan orang itu?""Iya, Pak." Karena terlalu serius dalam menjelaskan, orang itu, Profesor Johan, sampai tidak memperhatikan sebuah apel yang berada tepat di bawah kakinya. Profesor Johan terus berjalan dan tanpa sengaja menginjak apel itu. Setengah detik kemudian, tubuh gempal Profesor Johan terjatuh dengan bunyi 'gedebuk' tepat di depan wajah Aileen.Kedua mata Aileen membelalak besar sekali. Ia menutup mulutnya, jantungnya berdebar hingga rasanya akan keluar dari tempatnya. Saat ia hendak mengarahkan jari telunjuknya ke bibirnya, bermaksud mengisyaratkan agar Profesor Johan diam akan keberadaannya, ia merasakan sesuatu menggigit jari itu. Tanpa sadar ia berteriak kencan
Hari itu Aileen tidak langsung kembali bersama Axel ke azura hills estate. Besok adalah jadwal mereka berziarah ke makam Tuan Ferdian untuk meminta restu. Setelah itu, barulah Axel akan membawa Aileen ke rumahnya di tepi danau.Sekepergian keluarga Axel, ruangan itu menjadi berisik oleh bisikan-bisikan sinis dari beberapa sanak saudara yang hadir. Acara pernikahan itu memang tidak besar, namun cukup untuk mengundang setidaknya lima puluh sanak saudara dari kedua mempelai.Ketika ruangan menjadi lebih sepi, Tuan Dakota datang ke arah Aileen dengan kedua tangan terlipat. "Besok setelah ziarah ke makam Tuan Ferdian, jangan pernah sekalipun berfikir untuk kembali ke rumah kecuali bersama Axel atau atas seijin nya."Bahkan Bima, adiknya sendiri, juga ikut menatapnya sinis, "pokoknya kakak harus langgeng sama Kak Axel. Jangan lupa bicarakan tentang aku padanya."Aileen hampir memutar bola matanya di depan mereka. Tapi untungnya ia bisa menahan itu dan masih berdiri dengan wajah menekuk dala
Seluruh bagian tajam pisau sempurna masuk ke dalam tubuh Axel. Ketika Axel melihat wajah Aileen yang terlihat tanpa penyesalan, Aileen merasa cukup dan mencabut kembali pisau itu.Pisau yang awalnya bersih mengkilap, kini di lumuri dengan darah segar yang kemudian Mengalir di sepanjang garis tajamnya. Menetes dan mengotori lantai marmer."Kau ... Kau ...!" Axel jelas tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ia memandang wajah Aileen sambil memegang dadanya, "cepat, panggil ambulans!"Aileen menjatuhkan pisau itu hingga menimbulkan efek suara logam bertemu dinginnya lantai. Wajahnya ketakutan tapi tiada rasa penyesalan. "Saat kau memasuki kamar ini, tidakkah kau mencium bau bensin?" Ia tertawa hambar, "oh, bukan hanya di ruangan ini. Tapi seluruh rumah ini!"Hari masih sangat pagi, kedua penghuni azure hills estate lainnya masih tertidur di bawah selimut tebal.Axel masih tak percaya. Tubuh tinggi tegapnya ambruk begitu saja, dan untuk pertama kalinya dalam hidup, ia 'tergeletak' tak ber
"Nyonya Muda, Tuan telah kembali." Aileen menghembuskan nafasnya pelan, ia tersenyum ke arah Bi Surti, "Bi, bisakah kau belikan saya body lotion seperti ini di supermarket?" Apapun yang terjadi, bahkan ketika ia telah merelakan nyawanya sendiri, ia tak akan melibatkan Bi Surti dalam keadaan apapun. Di villa azure hills estate yang besar ini, hanya Bi Surti yang bisa ia anggap sebagai 'keluarga'. Bi Surti menjawab dengan sepenuh hati, "tentu saja bisa. Nyonya Muda ingin wangi yang lain atau yang persis seperti itu?" "Belikan yang sama saja." "Baik ...." Saat Bi Surti hendak melangkahkan kakinya keluar, Aileen segera menghentikannya. "Bi Surti." Ia melepas kalungnya. Itu adalah satu-satunya benda berharga yang ia punya. "Selama ini Bibi telah merawatku dengan sangat baik. Semoga ini bisa bermanfaat untuk Bibi di masa depan." Aileen merasa perlu memberikan penghargaan untuk Bi Surti. Bi Surti hendak menolak dengan sopan. Namun, dari ekor matanya ia melihat sepasang kaki yang t