Hari itu Aileen tidak langsung kembali bersama Axel ke azura hills estate. Besok adalah jadwal mereka berziarah ke makam Tuan Ferdian untuk meminta restu. Setelah itu, barulah Axel akan membawa Aileen ke rumahnya di tepi danau.
Sekepergian keluarga Axel, ruangan itu menjadi berisik oleh bisikan-bisikan sinis dari beberapa sanak saudara yang hadir. Acara pernikahan itu memang tidak besar, namun cukup untuk mengundang setidaknya lima puluh sanak saudara dari kedua mempelai. Ketika ruangan menjadi lebih sepi, Tuan Dakota datang ke arah Aileen dengan kedua tangan terlipat. "Besok setelah ziarah ke makam Tuan Ferdian, jangan pernah sekalipun berfikir untuk kembali ke rumah kecuali bersama Axel atau atas seijin nya." Bahkan Bima, adiknya sendiri, juga ikut menatapnya sinis, "pokoknya kakak harus langgeng sama Kak Axel. Jangan lupa bicarakan tentang aku padanya." Aileen hampir memutar bola matanya di depan mereka. Tapi untungnya ia bisa menahan itu dan masih berdiri dengan wajah menekuk dalam seperti yang ia lakukan tiga tahun lalu. Nyonya Dakota menggerakkan kipasnya semakin kencang. "Ayah, ayo cepat pulang. Gerah banget!" Besok, di makam Tuan Ferdian akan terjadi sesuatu yang sangat membuat Aileen kehilangan wajah di depan banyak sanak saudara Axel. Baiklah, karena kali ini ia telah di berikan kesempatan kedua, walau memang harus kembali menjadi istri Axel, setidaknya ia tak akan lagi bertindak bodoh seperti dulu! Untuk itu, ia telah memikirkan alasan yang bagus agar bisa terhindar dari masalah tepat waktu. Dan saat tiba di makam keesokan paginya, ia berhasil menyelinap pergi dari rombongan dengan alasan yang telah ia pikirkan semalaman. "Lihat saja, setelah mengubah sedikit alur ceritaku, apakah aku bisa keluar dari masalah itu atau tidak?" Maka, ketika hari esok tiba, ia begitu tenang menginjakkan kakinya di atas tanah pemakaman. Nyonya Ferdian mengumumkan, "acara masih akan di mulai setengah jam lagi. Para tamu silahkan menikmati makanan yang telah kami siapkan seadanya." Hebat sekali. Di depan sanak saudara mereka, Axel dan ibunya benar-benar bertingkah seperti seorang tuan rumah yang baik. Yang seolah sama sekali tak mempermasalahkan pernikahan busuk ini!! Aileen bahkan termakan oleh akting seperti itu dulu. Semua orang duduk di gazebo yang berada tak jauh dari makam. Memulai sarapan dengan obrolan ringan. Saat itu juga, seorang gadis manis berjalan dengan begitu anggun ke arah Aileen. "Kakak Aileen, perkenalkan, namaku Grace, aku adalah sepupunya Kak Axel." Aileen tersenyum sopan. Menjawab seadanya, "hai ...." Tanpa aba-aba Grace melingkari tangan Aileen dengan tangannya dan bertingkah manja seperti seorang kenalan lama. "Kakak, aku kebelet pipis, tapi takut mau ke kamar mandi sendirian." "Kau ingin aku menemanimu?" Grace tersenyum malu, "Kakak sungguh baik hati." Aileen berdiri, melangkahkan kakinya bersama Grace keluar gazebo. Namun, sebelum benar-benar bisa keluar, langkahnya di hentikan oleh nyonya Dakota. Nyonya Dakota tersenyum manis ke arah Grace dan berbisik sinis di telinga Aileen, dan suaranya terdengar di antara sela gigi yang terkatup. "Mau kemana? Jangan membuat masalah!" Aileen balas berbisik, "dia sepupu Axel. Kebetulan memintaku untuk menemaninya pergi ke kamar kecil." Tak ada raut khawatir di wajah Aileen. Karena ia tahu, ibunya akan selalu lunak jika menyangkut keluarga Axel. "Kalau begitu jaga sikapmu. Jangan sampai membuatnya tidak senang!" Nyonya Dakota kemudian kembali tersenyum manis ke arah Grace. "Berjalanlah perlahan, Nona Kecil. Jika kau mendapati Kakak iparmu ini berbuat masalah, jangan ragu untuk menegurnya." Grace sepertinya merasakan aura ketidak senangan antara ibu dan anak di depannya. Hal itu membuatnya semakin senang, "Kakak Ipar sangat baik, dia tidak akan melakukan kesalahan apapun." "Kalau begitu kalian segera berjalanlah, Bibi tidak akan mengganggu lagi. Ingatlah untuk kembali secepatnya. Acara akan segera di mulai." "Bibi tenang saja. Kita tidak akan lama." Lihatlah kedua orang yang berakting ini! Aileen hampir muntah darah karena telah mengetahui hati keduanya! Saat telah sampai di depan pintu kamar kecil, Grace segera menunjukkan wajah aslinya dan mendorong Aileen ke dalam salah satu bilik dengan begitu kejam. Ia mengunci pintu dari luar dan berteriak, "Kakak, maaf aku harus mendorongmu. Aku sangat takut kau tinggalkan sendirian. Jadi aku terpaksa melakukan ini agar kau tetap disini." Aileen sama sekali tidak khawatir. "Tidak apa-apa. Kau lakukanlah apa yang ingin kau lakukan! Aku akan menunggumu disini!" "Kakak, kau sungguh baik sekali. Kalau begitu aku akan segera menuntaskan hajatku di bilik sebelah." Terdengar langkah kaki menjauh. Seolah Grace pergi meninggalkan tempat itu, alih-alih ke bilik sebelah. "Rupanya rencanamu masih sama." Aileen hampir tertawa terbahak-bahak. Ternyata begini rasanya bisa melihat masa depan! Ia telah menyiapkan jepit rambut terbaik dengan sedikit kawat. Itulah gunanya begadang semalaman. Ia akan bisa membuka pintu kamar kecil itu dengan mudah. Tak perlu waktu lama. Karena memang telah latihan semalaman suntuk, ia jadi sangat hebat dalam membuka kunci pintu. Saat pintu terbuka lebar, ia segera berlari menjauh dari tempat itu. Aileen tersenyum senang. "Baiklah, tidak buruk. Setidaknya aku masih bisa mengubah takdir busukku!" Ia berlari sangat kencang tanpa menoleh ke belakang. Saat dirasa nafasnya sudah tak mampu, ia berhenti tepat di lahan kosong sebelah pemakaman. Namun, siapa sangka tanah yang ia pijak bergerak tak terkendali saat itu melompat di atasnya dengan gembira? Tanah itu longsor dengan diameter enam puluh centimeter melingkar. Dan membuat Aileen terjun bebas di kedalaman sepuluh meter. "Aaaaaa ....." Aileen berteriak kencang. Dadanya terhenyak dan terasa sesak. Pikirannya berputar-putar, atau, ia justru tidak tahu apakah sekarang ia sedang berfikir? Ini terasa seperti kita adalah orang yang tengah tertidur pulas, lalu tiba-tiba ada teman kita yang begitu usil memindahkan tubuh kita ke perosotan curam. Yah, Aileen tak mampu berfikir! Ia terjatuh tepat di atas sebuah meja yang keras. Di atas meja itu terdapat beberapa buah apel yang di tata sangat rapi dengan sebuah wadah indah. Sayangnya, ketika Aileen akhirnya berhenti terjun, ia terjatuh tepat di atas tumpukan apel itu. Membuat beberapa apel ranum itu mulai menggelinding dan ia merasakan punggung serta pinggangnya terasa sakit, "aaauuu ssstt." Adegan jatuh itu hanya dua detik. Yang entah bagaimana terasa seperti setengah jam telah berlalu. Aileen mengamati sekitar, "dimana aku?" Ia mencoba untuk bangun, dan ia menghela nafas lega saat melihat sekitar, "untung nggak ada orang." Karena baru saja ia terjatuh dalam keadaan memalukan! Aileen berdiri. Melihat ruangan besar dengan perabot seperti laboratorium. "Aneh, di bawah tanah samping kuburan bisa ada ruangan semegah ini." Tak ingin berfikir panjang, ia segera mulai memunguti apel yang berserakan di lantai. Sebelum menemukan jalan keluar, setidaknya ia harus bertanggung jawab terlebih dahulu. Beberapa apel telah berhasil ia kumpulkan, tapi sialnya, ada tiga apel menggelinding sampai di bawah meja. Saat ia mencoba menggeser meja itu agar lebih mudah mengambilnya, ternyata meja itu seolah tertanam dan tak bisa di geser. "Huft, mungkin ini artian 'sudah jatuh tertimpa meja pula'." Dengan enggan, Aileen memasukkan dirinya dengan kesakitan kebawah meja. Saat itulah, ia mendengar langkah kaki berjalan ke arahnya. "Karena racun ulat cinta ini sejatinya berpasangan, tiada yang bisa menyembuhkan racun itu selain pasangan racun itu sendiri. Tapi kami telah menemukan anak ulat cinta yang memungkinkan untuk menjadi pasangan pengganti racun ulat cinta di tubuh anda. Syaratnya hanyalah siapa yang di gigit oleh ulat ini, maka orang itulah yang harus membesarkannya." Suara lain menimpali, "apakah yang kau pegang itu yang kau maksud anak ulat cinta?""Iya, Pak." Orang itu menjeda ucapannya sesaat, kemudian melanjutkan, "hanya saja, setiap orang yang membesarkan ulat ini akan menjadi pasangan hidup dan mati anda. Artinya adalah, jika salah satu di antara kalian meninggal, maka satu yang lainnya juga akan meninggal di waktu yang sama.""Jadi aku akan terikat dengan orang itu?""Iya, Pak." Karena terlalu serius dalam menjelaskan, orang itu, Profesor Johan, sampai tidak memperhatikan sebuah apel yang berada tepat di bawah kakinya. Profesor Johan terus berjalan dan tanpa sengaja menginjak apel itu. Setengah detik kemudian, tubuh gempal Profesor Johan terjatuh dengan bunyi 'gedebuk' tepat di depan wajah Aileen.Kedua mata Aileen membelalak besar sekali. Ia menutup mulutnya, jantungnya berdebar hingga rasanya akan keluar dari tempatnya. Saat ia hendak mengarahkan jari telunjuknya ke bibirnya, bermaksud mengisyaratkan agar Profesor Johan diam akan keberadaannya, ia merasakan sesuatu menggigit jari itu. Tanpa sadar ia berteriak kencan
Pria berwajah tampan itu, Zayn, segera membalikkan badannya. Belum sempat Profesor Johan mengatakan kenapa ia memanggilnya, Zayn telah berkata, "bagaimana menetapkan tanggal pemberian makan itu?"Tadi Profesor Johan hanya mengatakan bahwa Aileen harus memberikan makan anak ulat cinta itu setiap sebulan dua kali, tapi tidak memberi tahu apakah waktunya bisa di atur sesuka hati atau harus menurut tanggal ketika anak ulat cinta itu menggigitnya.Secara kebetulan, itulah yang akan di sampaikan Profesor Johan."Karena hari ini tepat tanggal satu ulat itu menggigit Nona Aileen, maka bisa di pilih antara tanggal satu hingga sepuluh untuk memulai. Jika anda ingin memulai dari tanggal ini, maka hari pertama akan di hitung tanggal lima belas."Itu artinya, mulai tanggal lima belas bulan ini, Aileen harus siap memberi makan anak ulat cinta itu selama sebulan dua kali setiap tanggal satu dan lima belas.Zayn mengangguk faham. Wajah muramnya menatap Aileen penuh peringatan. Sebelah tangannya ia u
"Nyonya Muda, Tuan telah kembali." Aileen menghembuskan nafasnya pelan, ia tersenyum ke arah Bi Surti, "Bi, bisakah kau belikan saya body lotion seperti ini di supermarket?" Apapun yang terjadi, bahkan ketika ia telah merelakan nyawanya sendiri, ia tak akan melibatkan Bi Surti dalam keadaan apapun. Di villa azure hills estate yang besar ini, hanya Bi Surti yang bisa ia anggap sebagai 'keluarga'. Bi Surti menjawab dengan sepenuh hati, "tentu saja bisa. Nyonya Muda ingin wangi yang lain atau yang persis seperti itu?" "Belikan yang sama saja." "Baik ...." Saat Bi Surti hendak melangkahkan kakinya keluar, Aileen segera menghentikannya. "Bi Surti." Ia melepas kalungnya. Itu adalah satu-satunya benda berharga yang ia punya. "Selama ini Bibi telah merawatku dengan sangat baik. Semoga ini bisa bermanfaat untuk Bibi di masa depan." Aileen merasa perlu memberikan penghargaan untuk Bi Surti. Bi Surti hendak menolak dengan sopan. Namun, dari ekor matanya ia melihat sepasang kaki yang t
Seluruh bagian tajam pisau sempurna masuk ke dalam tubuh Axel. Ketika Axel melihat wajah Aileen yang terlihat tanpa penyesalan, Aileen merasa cukup dan mencabut kembali pisau itu.Pisau yang awalnya bersih mengkilap, kini di lumuri dengan darah segar yang kemudian Mengalir di sepanjang garis tajamnya. Menetes dan mengotori lantai marmer."Kau ... Kau ...!" Axel jelas tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ia memandang wajah Aileen sambil memegang dadanya, "cepat, panggil ambulans!"Aileen menjatuhkan pisau itu hingga menimbulkan efek suara logam bertemu dinginnya lantai. Wajahnya ketakutan tapi tiada rasa penyesalan. "Saat kau memasuki kamar ini, tidakkah kau mencium bau bensin?" Ia tertawa hambar, "oh, bukan hanya di ruangan ini. Tapi seluruh rumah ini!"Hari masih sangat pagi, kedua penghuni azure hills estate lainnya masih tertidur di bawah selimut tebal.Axel masih tak percaya. Tubuh tinggi tegapnya ambruk begitu saja, dan untuk pertama kalinya dalam hidup, ia 'tergeletak' tak ber
Pria berwajah tampan itu, Zayn, segera membalikkan badannya. Belum sempat Profesor Johan mengatakan kenapa ia memanggilnya, Zayn telah berkata, "bagaimana menetapkan tanggal pemberian makan itu?"Tadi Profesor Johan hanya mengatakan bahwa Aileen harus memberikan makan anak ulat cinta itu setiap sebulan dua kali, tapi tidak memberi tahu apakah waktunya bisa di atur sesuka hati atau harus menurut tanggal ketika anak ulat cinta itu menggigitnya.Secara kebetulan, itulah yang akan di sampaikan Profesor Johan."Karena hari ini tepat tanggal satu ulat itu menggigit Nona Aileen, maka bisa di pilih antara tanggal satu hingga sepuluh untuk memulai. Jika anda ingin memulai dari tanggal ini, maka hari pertama akan di hitung tanggal lima belas."Itu artinya, mulai tanggal lima belas bulan ini, Aileen harus siap memberi makan anak ulat cinta itu selama sebulan dua kali setiap tanggal satu dan lima belas.Zayn mengangguk faham. Wajah muramnya menatap Aileen penuh peringatan. Sebelah tangannya ia u
"Iya, Pak." Orang itu menjeda ucapannya sesaat, kemudian melanjutkan, "hanya saja, setiap orang yang membesarkan ulat ini akan menjadi pasangan hidup dan mati anda. Artinya adalah, jika salah satu di antara kalian meninggal, maka satu yang lainnya juga akan meninggal di waktu yang sama.""Jadi aku akan terikat dengan orang itu?""Iya, Pak." Karena terlalu serius dalam menjelaskan, orang itu, Profesor Johan, sampai tidak memperhatikan sebuah apel yang berada tepat di bawah kakinya. Profesor Johan terus berjalan dan tanpa sengaja menginjak apel itu. Setengah detik kemudian, tubuh gempal Profesor Johan terjatuh dengan bunyi 'gedebuk' tepat di depan wajah Aileen.Kedua mata Aileen membelalak besar sekali. Ia menutup mulutnya, jantungnya berdebar hingga rasanya akan keluar dari tempatnya. Saat ia hendak mengarahkan jari telunjuknya ke bibirnya, bermaksud mengisyaratkan agar Profesor Johan diam akan keberadaannya, ia merasakan sesuatu menggigit jari itu. Tanpa sadar ia berteriak kencan
Hari itu Aileen tidak langsung kembali bersama Axel ke azura hills estate. Besok adalah jadwal mereka berziarah ke makam Tuan Ferdian untuk meminta restu. Setelah itu, barulah Axel akan membawa Aileen ke rumahnya di tepi danau.Sekepergian keluarga Axel, ruangan itu menjadi berisik oleh bisikan-bisikan sinis dari beberapa sanak saudara yang hadir. Acara pernikahan itu memang tidak besar, namun cukup untuk mengundang setidaknya lima puluh sanak saudara dari kedua mempelai.Ketika ruangan menjadi lebih sepi, Tuan Dakota datang ke arah Aileen dengan kedua tangan terlipat. "Besok setelah ziarah ke makam Tuan Ferdian, jangan pernah sekalipun berfikir untuk kembali ke rumah kecuali bersama Axel atau atas seijin nya."Bahkan Bima, adiknya sendiri, juga ikut menatapnya sinis, "pokoknya kakak harus langgeng sama Kak Axel. Jangan lupa bicarakan tentang aku padanya."Aileen hampir memutar bola matanya di depan mereka. Tapi untungnya ia bisa menahan itu dan masih berdiri dengan wajah menekuk dala
Seluruh bagian tajam pisau sempurna masuk ke dalam tubuh Axel. Ketika Axel melihat wajah Aileen yang terlihat tanpa penyesalan, Aileen merasa cukup dan mencabut kembali pisau itu.Pisau yang awalnya bersih mengkilap, kini di lumuri dengan darah segar yang kemudian Mengalir di sepanjang garis tajamnya. Menetes dan mengotori lantai marmer."Kau ... Kau ...!" Axel jelas tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ia memandang wajah Aileen sambil memegang dadanya, "cepat, panggil ambulans!"Aileen menjatuhkan pisau itu hingga menimbulkan efek suara logam bertemu dinginnya lantai. Wajahnya ketakutan tapi tiada rasa penyesalan. "Saat kau memasuki kamar ini, tidakkah kau mencium bau bensin?" Ia tertawa hambar, "oh, bukan hanya di ruangan ini. Tapi seluruh rumah ini!"Hari masih sangat pagi, kedua penghuni azure hills estate lainnya masih tertidur di bawah selimut tebal.Axel masih tak percaya. Tubuh tinggi tegapnya ambruk begitu saja, dan untuk pertama kalinya dalam hidup, ia 'tergeletak' tak ber
"Nyonya Muda, Tuan telah kembali." Aileen menghembuskan nafasnya pelan, ia tersenyum ke arah Bi Surti, "Bi, bisakah kau belikan saya body lotion seperti ini di supermarket?" Apapun yang terjadi, bahkan ketika ia telah merelakan nyawanya sendiri, ia tak akan melibatkan Bi Surti dalam keadaan apapun. Di villa azure hills estate yang besar ini, hanya Bi Surti yang bisa ia anggap sebagai 'keluarga'. Bi Surti menjawab dengan sepenuh hati, "tentu saja bisa. Nyonya Muda ingin wangi yang lain atau yang persis seperti itu?" "Belikan yang sama saja." "Baik ...." Saat Bi Surti hendak melangkahkan kakinya keluar, Aileen segera menghentikannya. "Bi Surti." Ia melepas kalungnya. Itu adalah satu-satunya benda berharga yang ia punya. "Selama ini Bibi telah merawatku dengan sangat baik. Semoga ini bisa bermanfaat untuk Bibi di masa depan." Aileen merasa perlu memberikan penghargaan untuk Bi Surti. Bi Surti hendak menolak dengan sopan. Namun, dari ekor matanya ia melihat sepasang kaki yang t