Wajah Ivander begitu geram, dia melihat Lysia yang sudah hampir kehabisan tenaga karena terus mengejan di dalam mobil. “Bagaimana ini, kenapa mobilnya tidak bergerak juga?” teriak Ivander murka. Rasanya dia ingin menghancurkan setiap mobil yang berbaris. Padahal rumah sakit ada di depan, tapi kemacetan terjadi dan tidak bergerak sama sekali. “Sabarlah, Tuan. Entah mengapa macetnya begitu lama,” jawab supir, dia begitu gugup melihat amarah Ivander dan rasanya ingin langsung bersembunyi saking takutnya melihat amarah di mata atasannya. “Sial!” gerutu Ivander, lalu dia menatap Lysia yang terlihat begitu lemas. Ivander langsung saja menarik pedal pintu mobil, lalu membopong tubuh Lysia keluar dari mobil. Dengan gagah Ivander membawa Lysia berlari untuk membawanya ke rumah sakit. Lysia yang masih memiliki kesadaran, langsung saja tersentuh dengan sikap Ivander yang sampai rela menggendongnya pergi ke rumah sakit. Jaraknya tidak begitu jauh dan dalam lima belas menit pun bisa sampai ka
“Ada apa dengan, Lysia?” bentak Ivander menatap tajam ke arah dokter. “Nyonya Lysia kehabisan banyak darah, kita harus segera menghentikan pendarahannya,” jelas Dokter dan langsung mengambil tindakan. “Ayo, Pak, Bu, mari keluar dulu agar kami bisa langsung menangani pasien,” ucap perawat kepada Ivander. Ivander tidak ingin keluar ruangan dan ingin menemani Lysia. Namun, dia tahu hal itu hanya akan mengganggu konsentrasi dokter yang akan menangani. Sehingga Ivander pun dengan langkah yang berat langsung saja pergi meninggalkan ruangan. ***“Lysia,” panggil Yandi. Dia mengetuk pintu dan ingin memberikan jus segar untuk Lysia seperti biasanya. Namun, setelah mencoba memanggil nama Lysia sambil mengetuk pintu, rupanya Yandi tidak mendapatkan balasan apapun dan rumah itu terlihat kosong. “Kemana Lysia? Biasanya jam segini dia sedang menyetrika pakaian,” gumam Yandi. Dia mencoba untuk mengintip dan melihat ke dalam rumah yang isinya benar-benar sepi. “Sepertinya Lysia memang tidak ada
“Fathan Alberto,” jawab Lysia. Dia memang sudah menyiapkan nama untuk putranya sendiri selama ini. Ivander mengangguk dan tersenyum, “nama yang bagus, ‘Fathan Alberto Dxel,” balas Ivander. Lysia tidak menjawab dan memilih diam. Dia tahu kalau nama Ivander tidak bisa dihilangkan dari putranya dan hal itu tidak ingin dia perdebatkan. Yang terpenting, putranya tidak diambil oleh Ivander. Seketika, Fathan menangis dan mengejutkan Ivander serta Lysia yang sedang sibuk dengan pikirannya masing-masing. Oek … Oek … Oek ….“Ya ampun, Nak. Ada apa, Sayang?” tanya Ivander menyentuh kepala Fathan yang mengenakan kupluk lucu. “Dia pasti ingin minum susu, lebih baik Nyonya Lysia memberikannya asi eksklusif,” timpal perawat yang masih ada disana. Lysia hendak membuka bajunya, tapi dia melirik Ivander. “Ada apa?” tanya Ivander yang melihat tatapan tajam dari Lysia. “Keluarlah, tidakkah kau dengar bahwa aku akan memberikan Fathan asi eksklusif?” geram Lysia. “Ow, baiklah kalau begitu,” jawab
Yandi datang membawa sebuah bunga dan kado. Dia terlihat begitu rapih dengan tampangnya yang pas-pasan. Begitu jauh jika dibandingkan dengan Ivander. Namun, Yandi begitu percaya diri bahwa dia akan segera menikah dengan Lysia. “Selamat siang, Lysia,” sapa Yandi memasuki ruangan rawat dan tersenyum ke arah Lysia. Ivander yang tadinya sedang duduk langsung saja bangkit dari tempatnya dan menghampiri Lysia. Rupanya walaupun dia bertekad untuk melepaskan Lysia. Hati kecilnya sungguh tidaklah rela. “Ya, Siang ….” Lysia menjawab dengan ramah. Yandi mendekati ranjang dan menyerahkan buket bunga serta kado yang begitu besar. “Kapan kamu melahirkan? Kenapa baru kabari aku sekarang?” tanya Yandi. Ivander menjentik-jentikan jarinya di besi penyangga selang infus. Dia berpura-pura bersikap tenang, padahal rasanya ingin sekali untuk meninju bibir Yandi yang pandai berkata manis. “Aku sudah melahirkan dari tiga hari yang lalu,” jawab Lysia. Yandi langsung mengarsir rambutnya dan bergaya sok
Dunia Lysia terasa runtuh. Dia sungguh merasa frustasi karena Fathan yang menghilang. Lysia menangis di ruangan rawatnya dengan histeris.Ivander datang dengan tergesa-gesa, pihak rumah sakit langsung menghubungi Ivander dan menyampaikan kabar tentang hilangnya Fathan. Suster Isil yang sudah bisa dihubungi rupanya mengatakan bahwa dia menyimpan Fathan di box bayi samping Lysia dan saat ini pihak rumah sakit sedang menyelidikinya. Ivander langsung merangkul tubuh Lysia yang terlihat begitu rapuh. Lysia mendongak dan dengan refleks mendorong tubuh Ivander. Serta langsung menarik kerah kemejanya dengan cekatan. “Dimana putraku? Dimana Fathan?” tanya Lysia berteriak dengan marah. Ia masih mengira kalau Ivander ada di balik semua ini. Sungguh ironi yang begitu kejam. “Lysia, aku disini untuk mencari putra kita, kamu yang tenang. Aku akan menemukannya,” jawab Ivander tulus. Dia langsung memeluk tubuh Lysia dan mendekapnya dengan erat. Dia begitu geram dengan apa yang telah terjadi. Ken
Yandi memasuki mini market dan mengambil satu kotak susu formula dan membelinya. Namun, pada saat dia keluar dari minimarket tersebut. Tiba-tiba saja ada seseorang yang menarik kerah kemejanya dan membawanya ke suatu tempat. “Heh siapa kalian?” teriak Yandi. Dia menjadi pucat karena telah dikepung oleh orang-orang yang terlihat menakutkan dengan wajah sangar dan badan yang berotot. “Diam! Sialan, Tuan kami yang akan menghajarmu,” desis orang yang berada di samping Yandi. Keringat dingin muncul di seluruh wajahnya, Yandi tidak menyangka tiba-tiba saja dia bisa dikepung serta ditawan oleh orang yang terlihat seperti anggota gengster ini. Apa yang telah terjadi? Hal apa yang dia buat sehingga bisa sampai menjadi seperti ini? Pikir Yandi. “Apa salahku?” tanya Yandi masih tidak mengerti. Seketika, sosok Ivander muncul di depannya. Dia terlihat begitu gagah dengan wajah yang terlihat murka, Yandi terbelalak melihat penampakan Ivander dengan orang-orang yang berada di belakang Ivander,
Sebuah mobil berjejer di halaman rumah sederhana di tepi jalan raya. Mereka keluar dari mobil dengan pakaian serba hitam dan terlihat tampak sangat menakutkan. Ivander dan kelompoknya sampai di tempat Kitty untuk mengambil Fathan. Tubuh Yandi yang terlihat hancur dengan luka memar dan wajah bengkak yang tidak beraturan itu langsung di banting keluar oleh David. Ivander keluar dan langsung bergegas menghampiri pintu dan melangkahi tubuh Yandi yang terbaring lemah di atas teras. David terus mengetuk pintu dan rupanya tidak ada respon apapun. “Tuan, kayaknya tidak ada orang di dalam rumah,” jelas David. “Dobrak!” suruh Ivander dingin. Brak!!! Pintu pun akhirnya didobrak, dan ketika semua orang memasuki rumah. Mereka tidak menemukan siapa-siapa. “Rumahnya kosong!” jelas David. Wajah Ivander semakin merah, dia jadi cemas dengan kondisi putranya yang baru berusia beberapa hari itu kenapa-napa. “Cepat geledah rumah ini, apakah ada tanda-tanda tentang keberadaan putraku!” titah Iva
Lysia semakin rapuh, dia tidak menyangka akan serumit ini. Bagaimana kalau sampai Kitty menyakiti putranya karena dia yakin bahwa Kitty melakukan itu semua hanya karena Yandi ingin menikah dengannya. Namun, dulu Yandi pernah mengatakan bahwa memang Kitty sendiri yang tidak ingin untuk mempunyai bayi. Apa yang terjadi? Kenapa semuanya begitu rumit dan penuh teka-teki? “Ivan! Aku tidak mau tahu kau harus menemukan Kitty secepatnya. Aku takut kalau dia akan menyakiti Fathan!” ucap Lysia gemetar menahan tangis. Sungguh rasanya dia lemas dan hampir kembali pingsan. Namun, dia harus kuat karena dia juga harus ikut mencari keberadaan Fathan. Ivander langsung mendekap tubuh Lysia dengan erat. Dia mencoba untuk menguatkan istrinya itu. “Iya, Sayang … beberapa menit lagi pasti akan ada kabar tentang koneksiku,” jelas Ivander.Kylie kesal karena Yandi berbuat ceroboh. Dia bahkan berani membawa penerus keluarga Brxian Dxel. Rasanya Kylie tidak akan menahan diri dan akan langsung menghabisi n