Selanjutnya, Yunita benar-benar diam tanpa suara.Satu jam kemudian, hidangan disajikan satu demi satu di atas meja.Setelah makanan disajikan, Amel mengajak keduanya untuk makan.Yunita adalah orang pertama yang duduk. Dia bersikap sangat ramah dan langsung bisa menjalin hubungan yang baik dengan Amel saat pertama kali mereka bertemu. Sekarang, mereka berdua sudah saling mengenal, jadi tentu saja tidak perlu bersikap terlalu sopan.Dimas mengikuti di belakang Yunita, lalu duduk di kursi. Setelah duduk, dia menarik kursi di sebelahnya tanpa mengatakan apa-apa."Kak Amel, harum sekali."Yunita lebih sering membeli makanan dari luar. Terkadang dia merasa rasanya memang enak, tapi tidak selezat masakan rumah."Aku nggak tahu kamu suka makan apa, jadi aku membuat beberapa hidangan spesial dari Kota Nataya. Kudengar makanan di Kota Cipusa cenderung lebih manis, jadi aku menambahkan sedikit lebih banyak gula ke dalam masakan ini."Setelah duduk, Amel menunjuk ke arah masakan di atas meja.Be
Yunita pergi dengan begitu cepat, membuat vila segera kembali menjadi sunyi.Dimas berinisiatif memulai pembicaraan, "Sepupuku ... sedikit berisik."Sebenarnya, Yunita sudah banyak menahan diri hari ini. Jika mereka berada di Keluarga Cahyadi, wanita itu tidak akan berhenti sampai ada yang pingsan.Amel suka keramaian. Dengan adanya orang yang mengobrol di sampingnya, dia malah lebih merasa seperti berada di rumah sendiri."Dia nggak berisik, kok. Aku dan adikku sangat berisik saat kami masih kecil," kata Amel sambil membersihkan piring di atas meja."Adik?"Dimas membantu membersihkan piring sambil menunjukkan rasa penasaran.Dia tahu bahwa Amel memiliki adik laki-laki. Namun, saat Dimas datang ke rumah Amel, dia belum pernah melihat adik Amel. Selain itu, Dimas juga jarang mendengar Amel menyebutkan tentangnya."Oh ya, aku hampir lupa kalau kamu belum pernah bertemu dengan adikku sebelumnya."Amel membawa piring makan ke dapur, diikuti oleh Dimas yang membawa piring sisanya."Kelak p
"Masuklah dulu. Hari ini cuacanya sangat dingin."Amel membuka pintu, Andi pun mengikutinya masuk.Saat ini, Dimas yang baru saja selesai membersihkan dapur, keluar dari dapur.Keduanya bertemu secara tak terduga.Dalam vila yang luas ini, tidak ada banyak perabotan, membuatnya terlihat agak sepi. Selain itu, ada aroma makanan yang masih bisa tercium di udara.Andi sedikit mengernyit. Senyuman yang dia tunjukkan saat pertama kali bertemu Amel berangsur-angsur memudar."Kak, siapa ini?"Tentu saja Andi tahu siapa pria yang berdiri di seberangnya itu. Dia hanya sengaja bertanya.Dalam sekejap, suasana di dalam ruangan itu menjadi tegang.Amel menciutkan lehernya, seolah-olah dia adalah seorang anak kecil yang sudah melakukan kesalahan."Kakak iparmu."Setelah Amel selesai berbicara, dia dengan hati-hati mengangkat kepalanya untuk melirik ke arah Dimas. Dia merasa lega saat melihat ekspresi pria itu tidak berubah."Awalnya aku ingin memperkenalkanmu pada kakak iparmu setelah kamu menyeles
Karena satu kalimat, kesan baik Andi terhadap Dimas menghilang.Kakaknya bisa menikah dengan seseorang yang lebih baik. Jadi, kenapa kakaknya harus menikah dengan seseorang yang baru dia temui sekali?Bagaimana jika Dimas hanya terlihat baik, tapi sebenarnya jahat? Bagaimana jika Dimas adalah seorang playboy yang munafik? Bagaimana jika suatu hari Dimas membawa pulang seorang anak dan menyakiti kakaknya?Mereka baru bertemu sekali dan kakaknya pasti belum mengenal pria ini dengan baik. Menjalin hubungan dengan orang seperti itu terlalu berisiko. Andi merasa sangat waspada terhadap Dimas.Dimas sedikit menyipitkan matanya, tapi dia tidak mengindahkan kata-kata Andi. Di matanya, Andi hanyalah seorang anak yang belum dewasa.Sebagai seorang anak kecil, bukan hal yang aneh bagi Andi untuk membuat masalah.Jadi, Dimas mengabaikan Andi dan berjalan ke sisi Amel.Amel mencari-cari di tumpukan barang yang baru dia beli untuk beberapa saat, tapi tidak bisa menemukan sesuatu yang cocok untuk And
"Nggak."Ketika mendengar Amel mengatakan tidak, rasa ingin tahu yang sebelumnya berkobar di hati Lidya langsung padam. Dia bertanya, "Lalu, ada apa? Bukankah saat ini kamu sedang memupuk hubungan dengan suamimu?"Setelah mengatakan hal ini, entah kenapa Lidya teringat sikap licik Dimas ketika mereka bertemu di hari itu. Lidya merasakan rasa dingin di bagian belakang lehernya, membuatnya merinding.Amel sebenarnya enggan untuk membicarakan tentang rumah Lidya yang ada di kawasan bisnis timur. Namun, dia tetap mengumpulkan keberanian untuk membicarakan hal ini demi adiknya. Dia berkata, "Aku ingat kamu punya rumah di kawasan bisnis timur, 'kan?"Lidya mengangguk, lalu menjawab, "Ya, aku tinggal di sini sekarang. Ada apa?"Beberapa hari terakhir ini, Lidya sudah memposting iklan sewa di jejaring online. Dia berencana untuk mencari teman serumah untuk tinggal bersama. Baginya, tinggal bersama seseorang pasti lebih ramai daripada tinggal sendirian."Apakah kamu masih mencari orang untuk ti
Amel tertegun. Saat dia hendak mengangguk, tiba-tiba saja sebuah tangan besar menghalangi pintu.Tiba-tiba saja Andi melompat ke arah Lidya dari belakang. "Sudah malam."Lidya menengadah, bibirnya yang kering sedikit bergerak. "Kamu ....""Sudah pergi sejauh ini untuk kemari. Apa Kak Lidya nggak mau mempersilakan kami masuk dan duduk dulu? Berdiri di beranda begini, sepertinya nggak sopan."Lidya tampak tidak senang. Lalu, dia menoleh ke arah Amel yang berada di sampingnya dengan kaku. "Masuklah."Mereka mengikuti Lidya masuk ke dalam ruangan. Setelah duduk di ruang tamu, Lidya menuangkan segelas air untuk mereka.Ruangan itu ber-AC. Ventilasi udara mengeluarkan udara sejuk yang menyenangkan.Setelah beberapa saat, Amel menatap Lidya. "Bukankah kamu baru saja bilang kalau kamu ingin mencari seseorang untuk diajak menyewa bersama?"Amel ingat dengan apa yang mereka bicarakan di telepon sebelumnya, jadi dia pun bertanya pada Lidya.Lidya menundukkan kepalanya. Dia memutar-mutar kedua tan
Setelah berkata seperti itu, Andi menarik Amel dan Dimas untuk pergi.Begitu mereka keluar dari pintu, Lidya langsung mengentak-entakkan kakinya karena merasa sangat marah....Barang-barang Andi memang tidak banyak. Mereka bertiga hanya membutuhkan waktu dua puluh menit untuk berkemas dan juga mengangkutnya ke mobil.Mobil itu merupakan mobil pengangkut barang yang dipanggil oleh Andi. Sebenarnya, barang-barang Andi tidak banyak, jadi tidak memerlukan mobil sebesar itu. Namun, Andi tidak ingin terus-menerus merepotkan Amel. Itu sebabnya, dia memanggil mobil pengangkut barang tersebut. Andi juga menyuruh mereka berdua untuk pulang dan beristirahat, tidak perlu mengikutinya ke kawasan bisnis timur."Sebaiknya aku tetap ikut denganmu." Amel berpikir sebentar, tetapi masih merasa agak cemas.Andi melompat masuk ke dalam mobil pengangkut barang itu, lalu melambaikan tangannya seraya berkata, "Nggak perlu. Terlalu jauh. Bolak-balik hanya akan membuang-buang waktu. Kakak masih harus bekerja
Melihat Dimas tidak kunjung duduk, Amel pun mendongak dan bertanya dengan bingung, "Ada apa?"Dimas mengerutkan kening. Setelah merasa ragu-ragu untuk waktu yang lama, Dimas akhirnya duduk juga. Dia langsung mengambil tisu dari meja dan membentangkannya di atas meja. Setelah tisu yang tampak sedikit lebih bersih itu menutupi meja, Dimas baru menghela napas lega."Nggak ada apa-apa."Baru saja Dimas selesai bicara, nenek tua itu datang sambil membawa dua mangkuk mi ayam ke atas meja.Amel dengan cekatan langsung menuangkan saus dan sambal. Sekali lihat saja, sudah jelas bahwa dia sering datang ke tempat itu."Dulu, ayahku biasa pergi ke sekolah untuk rapat. Aku dan adikku sering datang ke rumah Nenek untuk makan mi ayam setelah selesai belajar di malam hari."Dimas tanpa sadar mengikuti gerakan Amel. Dia menggenggam sendok di tangannya dan mengayun-ayunkannya sedikit sebanyak beberapa kali.Meskipun tatapan matanya tertuju pada mi ayam, perhatian Dimas selalu tertuju pada Amel.Dimas be