"Cari toko yang cocok untuk menjual makanan penutup dan beli toko itu."...Keesokan harinya ketika Amel bangun tidur, sisi lain dari tempat tidurnya sudah kosong.Amel mengulurkan tangannya dan meraba-raba bantal Dimas. Bantal itu tidak lagi terasa hangat. Amel berpikir, Dimas pasti sudah bangun pagi-pagi sekali.Ketika bangun dan berjalan menuju dapur, Amel menemukan Dimas sudah menyiapkan sarapan untuknya.Di samping segelas susu, terdapat secarik kertas yang tertempel di sana, "Ada urusan penting di lokasi proyek. Aku pergi dulu."Amel merobek kertas itu dengan hati-hati. Kemudian, dia meminum segelas susu hangat tersebut. Hatinya terasa hangat, sehangat susu itu.Setelah sarapan, Amel pergi ke toko.Sejak manajer toko memberi komisi kepada Amel, dia tidak lagi mengganggu Amel. Akhir-akhir ini, hari-hari yang dijalani Amel di toko juga menjadi lebih baik.Satu-satunya hal yang buruk adalah hampir semua pesanan kue berikutnya di toko diserahkan kepada pembuat kue lain.Yang lainnya
"Saya bertanggung jawab untuk mengatur orang-orang di toko. Hanya saja, pembuat makanan penutup yang satu ini agak berbeda. Saya ... saya benar-benar nggak bisa mengaturnya."Manajer toko menghentikan kata-kata yang ingin diucapkannya, membuat orang lain bertanya-tanya mengenai alasan di baliknya.Petugas inspeksi itu mendengus. "Apanya yang beda? Semua orang datang untuk bekerja. Ganti saja kalau dia nggak mau bekerja. Bagaimana kalau toko nggak bisa menangani pesanan pelanggan? Siapa yang akan menanggung kerugian toko? Siapa yang harus bertanggung jawab? Kamu atau dia?""Saya akan segera meneleponnya dan memintanya kembali."Manajer toko itu menelepon Amel dengan wajah ketakutan. Namun, dia merasa sangat senang dalam hati.Setiap empat bulan sekali, tim inspeksi akan datang untuk melakukan pemeriksaan sebanyak dua sampai tiga kali. Jadwal inspeksi tersebut tidak pasti. Tentu saja, setiap inspeksi yang dilakukan akan diberitahukan kepada manajer toko. Oleh karena itu, ketika tim inspe
Melihat kembali ke belakang, Amel baru menyadarinya. Pantas saja manajer toko tidak melarangnya saat dia keluar untuk membagikan selebaran. Amel selalu merasa ada yang aneh. Ternyata ada sesuatu yang menunggunya di sini.Pelayan toko menatap Amel dengan penuh simpati. "Amel, sepertinya gajimu bulan ini akan berkurang. Kepala inspeksi nggak mudah untuk diajak berbicara."Amel menundukkan kepalanya dan terdiam. Memikirkan hal ini, Amel merasa agak marah. Hanya saja, meskipun marah, Amel juga tidak punya solusi yang baik. Namun, apakah dia harus menerima kenyataan bahwa dirinya harus menanggung kerugian ini?Dengan kesal, Amel masuk ke dalam ruang untuk membuat makanan penutup. Memikirkan kata-kata manajer toko, Amel pun menggertakkan giginya karena marah. Dia tidak bisa menunggu sampai pulang kerja.Siang itu, Dimas dan Amel membuat janji untuk makan siang bersama.Begitu keluar dari toko, Amel melihat Dimas yang bertubuh tegap itu tengah berdiri di luar pintu. Dimas sedang duduk dengan
"Aku ... aku jawab telepon dulu."Melihat tulisan 'Ibu' yang menyala di layar ponselnya, Amel buru-buru mengangkat sambungan tanpa memedulikan apa-apa lagi."Amel, kamu dan Dimas sudah pindah selama beberapa hari dan belum kembali menemui kami. Kudengar adikmu datang ke tempatmu kemarin. Bocah nakal ini nggak membuat masalah untuk Dimas, 'kan?" Suara lembut Lili terdengar dari ujung sambungan.Amel buru-buru menjelaskan kejadian kemarin malam ketika Andi datang. Dia berkata, "Bagaimana mungkin Andi menyusahkan kami? Mereka berdua berhubungan dengan baik."Berhubungan dengan baik?Dimas hanya tersenyum. Dia tidak punya komplain terhadap adik iparnya ini. Bagaimanapun juga, Andi hanyalah seorang anak kecil. Hanya saja, adik iparnya ini tampak memiliki kebencian yang dalam terhadapnya.Namun, jika dilihat dari sudut pandang Andi, Dimas bisa memahami kebenciannya.Bagaimanapun juga, Dimas sudah menikahi kakaknya dengan terburu-buru.Lili berkata dengan nada puas, "Baguslah, baguslah. Aku d
Begitu Irfan selesai menjelaskan, tak tahu kenapa Irfan merasa ada aura dingin meski tak ada suara apa pun yang terdengar dari ujung lain telepon.Memecat Amel? Sulit dipercaya bahwa ketua tim inspeksi itu bisa memikirkan hal ini. Dimas bisa membeli toko kue kecil mereka kapan saja dia mau. Memang mereka pikir siapa bosnya? Sungguh tidak masuk akal.Dimas bertanya, "Bagaimana dengan toko yang aku suruh kamu cari?""Jalan Canggar nomor 29. Tempat itu awalnya adalah sebuah toko kue dengan luas 80 meter persegi. Toko ini memiliki semua peralatan yang dibutuhkan untuk membuat makanan penutup. Di sekitarnya juga banyak orang yang lalu-lalang."Tokonya tidak terlalu besar, cocok sebagai toko awal bagi Amel. Jika Dimas ingin menyembunyikan identitasnya, sebaiknya mereka tidak mencari toko yang terlalu mewah. Toko ini adalah pilihan yang tepat.Irfan, yang sangat pandai memahami apa yang diinginkan oleh bosnya, mendapat pujian dari Dimas."Oke, aku mengerti."Suara telepon yang dimatikan pun d
"Kebetulan sekali? Apakah ada toko yang cocok?"Amel membeku di tempat dengan jantung yang berdebar kencang. Dia jelas merasa bersemangat setelah mendengar kata-kata Dimas.'Tentu saja ini bukan kebetulan. Aku memilih toko ini khusus untukmu,' batin Dimas.Dimas tersenyum diam-diam di dalam hatinya, tapi wajahnya masih menunjukkan ekspresi tenang. Dia berkata, "Sebenarnya ini bukan kebetulan. Dia sudah lama berpikir untuk menjual toko ini, tapi dia belum menemukan pembeli yang cocok. Dia sangat suka membuat kue, tapi pacarnya nggak tinggal di sini. Jadi, dia ingin menjual tokonya, lalu membuka toko di Kota Cipusa. Selain itu, dia sudah membuka toko di Kota Cipusa untuk beberapa waktu, jadi ingin menjual toko yang ada di sini."Dimas menceritakan kisah itu dengan wajah serius. Dia bahkan menceritakan dengan sangat detail dan jelas hingga Amel sama sekali tidak meragukan keaslian cerita tersebut.Jika Irfan mendengar apa yang dikatakan bosnya ini, mungkin matanya akan terbelalak lebar.S
Dimas tiba-tiba berkata, "Amel, temanku ingin segera menjual tokonya. Entah kita akan membuka toko atau nggak, bisakah kita pergi dan melihat-lihat akhir pekan ini?"Setelah tertegun sejenak, Amel tersenyum sambil memberi isyarat oke dan berujar, "Oke!"Yang jelas mereka juga melihat-lihat saja, tidak ada ruginya. Karena ingin membuka toko, paling tidak Amel bisa mendapat pemahaman lebih dulu.Amel tidak tahu bahwa dia sedang berjalan selangkah demi selangkah ke jalan yang dibuat oleh Dimas.Melihat Amel berjalan ke toko dengan langkah ringan, Dimas tidak bisa menahan diri untuk mengangkat alisnya. Senyuman muncul di wajahnya.Sungguh gadis kecil yang optimis.Hanya saja ....Dimas memutar nomor telepon Irfan. Saat telepon diangkat, dia berkata, "Cari cara agar ketua tim inspeksi toko makanan penutup memotong setengah gaji bulanan Amel lagi."Irfan baru saja bangun tidur. Ketika dia mendengar perintah itu, dia mengira dirinya salah dengar dan berkata, "Hah?"Apa dia salah dengar? Kenap
"Ya, menurutku pekerjaan ini agak menyiksamu. Ini hanya sebuah pekerjaan, kamu nggak perlu menahan diri hanya untuk itu." Dimas menyeka air mata Amel dengan sabar dan lembut, tatapannya terlihat penuh tekad."Kita punya banyak pilihan tentang bagaimana melakukan pekerjaan kita. Kita bisa bekerja paruh waktu atau membuka toko sendiri. Arahnya berbeda, jadi hasilnya juga akan berbeda. Saat bekerja, kita mungkin dimanfaatkan atau menemui kesulitan. Ketika kamu membuka toko sendiri, sukses atau gagal memang nggak diketahui, tapi setidaknya kamu memiliki keberanian, juga kesempatan untuk mengubah takdirmu, bukan?"Perkataan Dimas benar.Jika berhasil, dia bisa menjadi pemilik toko. Jika gagal, dia hanya perlu terus bekerja. Paling-paling, Amel hanya tidak akan bekerja di toko ini lagi atau terlilit utang.Saat memikirkan utang, inilah yang paling dikhawatirkan dan ditakuti oleh Amel. Dia membual bahwa dia akan menghidupi Dimas. Namun, jika dia gagal, dia akan terlilit banyak utang. Bukankah