Tak lama kemudian, keduanya sampai di pasar. Mereka memilih sayuran dan menawar harga seperti biasa.Kemuraman sebelumnya tidak memengaruhi kemampuan tawar-menawar wanita itu sama sekali. Dia dengan cekatan memilih bahan untuk hidangan favorit ayah dan ibunya dengan wajah ceria.Melihat senyuman yang seperti sinar matahari kecil di wajah Amel, Dimas merasa sedikit bingung.Wanita ini selalu hangat dan optimis."Apa yang kamu lihat? Aku akan membuatkan udang rebus untukmu malam ini, mau nggak?" Amel mengambil jaring ikan yang diserahkan oleh penjual. Dia bersiap untuk mengambil dua kilogram udang segar.Udang-udang itu melompat ke sana kemari, membuat air terciprat ke mana-mana.Mengingat wajah Dimas yang terkena cipratan saat terakhir kali mereka membeli ikan, Amel menyuruh Dimas untuk mundur. Udang itu ditempatkan di kolam kecil di bawah, membuat Amel harus berjongkok untuk mengambilnya.Namun, Dimas sama sekali tidak mundur. Sebaliknya, Dimas berjongkok di dekat Amel untuk membantuny
Mereka kelihatannya ingin mengatakan sesuatu.Dimas yang mengerti pun duduk di sebelah Amel. Dia tampak sangat baik dan pengertian.Gibran menunjukkan sikap seorang tetua. Dia mengangkat kepalanya, melihat sekeliling ruangan, lalu berkata sambil mengerutkan kening, "Aku dan ibumu datang ke sini hari ini karena ingin melihat tempat tinggal kalian. Kami juga ingin melihat apakah ada barang yang perlu ditambahkan atau apakah kalian menemukan kesulitan yang perlu dibantu. Bagaimanapun juga, kalian adalah pengantin baru dan nggak memiliki tabungan lebih. Kalau kalian memiliki kesulitan, kami juga bisa mengerti."Kesulitan ....Dimas tersenyum ringan tanpa berkata apa-apa. Dia mungkin mengalami kesulitan di tempat kerja atau dalam hubungan, tapi dia tidak akan pernah mengalami kesulitan masalah uang."Ayah, kami baik-baik saja. Kami memiliki semua yang dibutuhkan di sini," jawab Amel buru-buru sambil tersenyum.Gibran melemparkan pandangan ke arah Amel, mengangkat kaca mata di hidungnya, lal
Lili berkata dengan cemas, "Meski begitu, harga rumah selalu meningkat dari hari ke hari. Sekarang kalian sudah menikah, bagaimana bisa kalian baru berpikir untuk membeli rumah dua tahun lagi? Kalian bisa menghemat banyak uang dengan membeli rumah lebih awal.""Bu, aku dan Dimas akan membahas masalah membeli rumah ini. Segalanya harus dilakukan secara bertahap, sama seperti makan suap demi suap."Amel memeluk lengan ibunya dan bersikap manja. Dia tidak ingin membicarakan tentang masalah membeli rumah lagi.Lili mengerutkan kening, bersiap melanjutkan kata-katanya, "Amel ....""Ayah, Ibu, jangan khawatir. Aku pasti akan membeli rumah. Aku dan Amel pasti akan memiliki rumah kecil kami sendiri," kata Dimas dengan suara yang dalam dan sikap penuh tanggung jawab.Amel menatap Dimas dengan cemas. Bagaimana bisa Dimas berjanji untuk membeli rumah dengan begitu mudah! Selain itu, dia masih ingin membuka tokonya sendiri.Sebenarnya, Lili juga menunggu kata-kata ini dari menantunya. Dia menjadi
Namun ... sekarang dia dan Dimas sedang berpacaran dalam hubungan pernikahan, bukan?Mereka belum pernah berhubungan seperti suami istri dan masih menjalin hubungan, kenapa tiba-tiba sudah mau menemui mertua?Sebenarnya, ucapan ibunya juga ada benarnya, mereka sudah menikah secara sah, jadi cepat atau lambat pasti akan bertemu dengan mertua. Entah apa yang akan terjadi sampai saat itu.Sementara Amel merenung, Lili tersenyum dan menasihatinya, "Nak, mau seperti apa pun ibunya, kita cukup melakukan tugas kita. Kamu juga buah hati keluarga kita, nggak ada bedanya dengan Dimas. Dia menyukaimu, jadi dia pasti akan mengurus soal keluarganya, 'kan?"Dimas menyukainya?Entah kenapa, hati Amel berdebar kencang ketika mendengar kata "suka".Apakah Dimas menyukainya? Mungkin hanya tidak membencinya, 'kan?Amel bahkan masih tidak bisa percaya akan dirinya yang menikah langsung dengan Dimas.Apakah ini bayaran atas pernikahan ini?Amel tidak fokus mendengarkan ucapan Lili, dia hanya tersenyum dan
Tiba-tiba Amel bergumam dan menghentikan niatan Dimas.Gerakan tangan Dimas terhenti, kemudian dia mendengar Amel berkata, "Bu, Apakah Dimas menyukaiku?"Ternyata Amel sedang mengigau!Namun, Amel memanggilnya dalam mimpi.Beginikah rasanya diingat oleh orang?Apakah tadi Amel bertanya dirinya menyukai Amel atau tidak? Apa maksudnya? Apakah Amel sudah memiliki perasaan kepadanya?Dimas tersenyum dengan bahagia, tentu saja.Tentu saja dia menyukai Amel!Dimas belum pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Dia sangat yakin bahwa dirinya sangat menyukai perasaan nyaman ketika sedang bersama Amel. Amel memiliki aura yang hangat, seperti kembang api yang nyata dan terang.Dia belum pernah merasakan perasaan seperti ini terhadap orang lain.Dimas tersenyum dan menatap rupa Amel yang lucu. Dia pun tidak menahan diri lagi dan langsung beraksi.Dimas mencium aroma bir bercampur persik yang menyegarkan, mencium Amel dengan pelan. Awalnya, dia hanya ingin mencobanya, tapi ketika bibir me
Jelas sekali bahwa Dimas tidak ingin melanjutkan topik pembicaraan ini.Amel pun cemberut. Dalam hati, dia merasa bahwa mungkin Dimas sudah agak kesal. Kalau benar begitu, entah kenapa dia merasa agak sedih."Baiklah, aku mandi dulu."Ketika bangkit untuk naik ke atas, entah karena mabuk atau berbaring terlalu lama, kaki Amel tidak bertenaga, dia pun terjatuh."Awas!"Dimas menangkap Amel dengan cekatan, lalu Amel malah berbalik masuk ke pelukannya.Amel mendekap di dada Dimas dengan terkejut dan sedikit terengah.Dimas mengenakan kaus berwarna putih, Amel bisa merasakan kehangatan dari pakaian tersebut."Mengagetkanku saja!" gumam Amel. Kemudian, dia mengangkat kepalanya dan menatap Dimas dengan panik. Saat itu, dia baru menyadari bahwa dirinya sangat dekat dengan Dimas.Seketika, wajah Amel memerah. Dia langsung melepaskan diri dari Dimas.Namun, tangan Dimas yang memegang pinggang Amel malah menjadi semakin erat.Amel tidak tahu apa yang sedang terjadi, dia hanya merasa wajahnya san
"Nanti aku akan menyuruhnya untuk meneleponmu kembali begitu dia keluar, ya?""Ya, tentu saja."Irfan langsung mematikan teleponnya, dia panik sampai berkeringat dingin.Setelah telepon dimatikan, Dimas keluar dengan mengenakan jubah mandi dengan rambut yang masih agak basah. Tubuhnya yang tinggi dengan sedikit hawa panas membuatnya tampak sangat santai.Dimas selalu tidur malam, sedangkan Amel sangat suka tidur. Jadi, biasanya Amel sudah tertidur lelap ketika Dimas selesai mandi.Mungkin seperti inilah tampak orang tampan setelah mandi.Amel melihat Dimas dengan agak terpesona."Siapa yang menelepon?"Dimas sangat senang melihat Amel menatapnya seperti itu, sebelum terkejut begitu melihat ponsel yang berada di tangan Amel.Ponsel itu adalah ponselnya.Amel agak panik karena memang tidak terlalu baik untuk menerima panggilan orang lain, jadi dia pun meminta maaf, "Oh, itu, Pak Irfan meneleponmu, tadi kamu nggak dengar waktu aku panggil, tapi aku takut dia ada urusan mendesak, jadi aku
Dimas adalah orang yang mudah terbangun. Karena pergerakan Amel agak heboh, dia pun langsung terbangun.Ketika mereka saling bertatapan, Amel merasa sangat malu sehingga wajahnya memerah.Apanya yang tidur dengan diam!"Kenapa?" tanya Dimas yang kebingungan sambil mengernyit. Wajah Amel merah sekali, apakah dia sakit?Dimas mengulurkan tangan untuk memegang dahi Amel, Amel pun menghindar dengan refleks.Dimas terkejut dan tatapannya menjadi muram. Dia tampak sangat kasihan seperti anjing yang terluka."Aku ... aku membangunkanmu, maaf." Amel menelan ludah karena agak gugup."Nggak perlu minta maaf, tidurku sudah cukup." Dimas tersenyum, lalu bangun untuk memakai pakaian.Dimas adalah tipe pria yang tampak kurus, tapi sebenarnya memiliki otot. Proporsi tubuhnya yang sempurna dan perut berototnya benar-benar luar biasa.Amel belum pernah melihat Dimas berganti pakaian. Awalnya dia merasa agak canggung, tapi kalau dipikir, tidak ada salahnya juga Dimas melakukan itu. Dia yang sudah terlal