Dimas tiba-tiba berkata, "Amel, temanku ingin segera menjual tokonya. Entah kita akan membuka toko atau nggak, bisakah kita pergi dan melihat-lihat akhir pekan ini?"Setelah tertegun sejenak, Amel tersenyum sambil memberi isyarat oke dan berujar, "Oke!"Yang jelas mereka juga melihat-lihat saja, tidak ada ruginya. Karena ingin membuka toko, paling tidak Amel bisa mendapat pemahaman lebih dulu.Amel tidak tahu bahwa dia sedang berjalan selangkah demi selangkah ke jalan yang dibuat oleh Dimas.Melihat Amel berjalan ke toko dengan langkah ringan, Dimas tidak bisa menahan diri untuk mengangkat alisnya. Senyuman muncul di wajahnya.Sungguh gadis kecil yang optimis.Hanya saja ....Dimas memutar nomor telepon Irfan. Saat telepon diangkat, dia berkata, "Cari cara agar ketua tim inspeksi toko makanan penutup memotong setengah gaji bulanan Amel lagi."Irfan baru saja bangun tidur. Ketika dia mendengar perintah itu, dia mengira dirinya salah dengar dan berkata, "Hah?"Apa dia salah dengar? Kenap
"Ya, menurutku pekerjaan ini agak menyiksamu. Ini hanya sebuah pekerjaan, kamu nggak perlu menahan diri hanya untuk itu." Dimas menyeka air mata Amel dengan sabar dan lembut, tatapannya terlihat penuh tekad."Kita punya banyak pilihan tentang bagaimana melakukan pekerjaan kita. Kita bisa bekerja paruh waktu atau membuka toko sendiri. Arahnya berbeda, jadi hasilnya juga akan berbeda. Saat bekerja, kita mungkin dimanfaatkan atau menemui kesulitan. Ketika kamu membuka toko sendiri, sukses atau gagal memang nggak diketahui, tapi setidaknya kamu memiliki keberanian, juga kesempatan untuk mengubah takdirmu, bukan?"Perkataan Dimas benar.Jika berhasil, dia bisa menjadi pemilik toko. Jika gagal, dia hanya perlu terus bekerja. Paling-paling, Amel hanya tidak akan bekerja di toko ini lagi atau terlilit utang.Saat memikirkan utang, inilah yang paling dikhawatirkan dan ditakuti oleh Amel. Dia membual bahwa dia akan menghidupi Dimas. Namun, jika dia gagal, dia akan terlilit banyak utang. Bukankah
Tak lama kemudian, keduanya sampai di pasar. Mereka memilih sayuran dan menawar harga seperti biasa.Kemuraman sebelumnya tidak memengaruhi kemampuan tawar-menawar wanita itu sama sekali. Dia dengan cekatan memilih bahan untuk hidangan favorit ayah dan ibunya dengan wajah ceria.Melihat senyuman yang seperti sinar matahari kecil di wajah Amel, Dimas merasa sedikit bingung.Wanita ini selalu hangat dan optimis."Apa yang kamu lihat? Aku akan membuatkan udang rebus untukmu malam ini, mau nggak?" Amel mengambil jaring ikan yang diserahkan oleh penjual. Dia bersiap untuk mengambil dua kilogram udang segar.Udang-udang itu melompat ke sana kemari, membuat air terciprat ke mana-mana.Mengingat wajah Dimas yang terkena cipratan saat terakhir kali mereka membeli ikan, Amel menyuruh Dimas untuk mundur. Udang itu ditempatkan di kolam kecil di bawah, membuat Amel harus berjongkok untuk mengambilnya.Namun, Dimas sama sekali tidak mundur. Sebaliknya, Dimas berjongkok di dekat Amel untuk membantuny
Mereka kelihatannya ingin mengatakan sesuatu.Dimas yang mengerti pun duduk di sebelah Amel. Dia tampak sangat baik dan pengertian.Gibran menunjukkan sikap seorang tetua. Dia mengangkat kepalanya, melihat sekeliling ruangan, lalu berkata sambil mengerutkan kening, "Aku dan ibumu datang ke sini hari ini karena ingin melihat tempat tinggal kalian. Kami juga ingin melihat apakah ada barang yang perlu ditambahkan atau apakah kalian menemukan kesulitan yang perlu dibantu. Bagaimanapun juga, kalian adalah pengantin baru dan nggak memiliki tabungan lebih. Kalau kalian memiliki kesulitan, kami juga bisa mengerti."Kesulitan ....Dimas tersenyum ringan tanpa berkata apa-apa. Dia mungkin mengalami kesulitan di tempat kerja atau dalam hubungan, tapi dia tidak akan pernah mengalami kesulitan masalah uang."Ayah, kami baik-baik saja. Kami memiliki semua yang dibutuhkan di sini," jawab Amel buru-buru sambil tersenyum.Gibran melemparkan pandangan ke arah Amel, mengangkat kaca mata di hidungnya, lal
Lili berkata dengan cemas, "Meski begitu, harga rumah selalu meningkat dari hari ke hari. Sekarang kalian sudah menikah, bagaimana bisa kalian baru berpikir untuk membeli rumah dua tahun lagi? Kalian bisa menghemat banyak uang dengan membeli rumah lebih awal.""Bu, aku dan Dimas akan membahas masalah membeli rumah ini. Segalanya harus dilakukan secara bertahap, sama seperti makan suap demi suap."Amel memeluk lengan ibunya dan bersikap manja. Dia tidak ingin membicarakan tentang masalah membeli rumah lagi.Lili mengerutkan kening, bersiap melanjutkan kata-katanya, "Amel ....""Ayah, Ibu, jangan khawatir. Aku pasti akan membeli rumah. Aku dan Amel pasti akan memiliki rumah kecil kami sendiri," kata Dimas dengan suara yang dalam dan sikap penuh tanggung jawab.Amel menatap Dimas dengan cemas. Bagaimana bisa Dimas berjanji untuk membeli rumah dengan begitu mudah! Selain itu, dia masih ingin membuka tokonya sendiri.Sebenarnya, Lili juga menunggu kata-kata ini dari menantunya. Dia menjadi
Namun ... sekarang dia dan Dimas sedang berpacaran dalam hubungan pernikahan, bukan?Mereka belum pernah berhubungan seperti suami istri dan masih menjalin hubungan, kenapa tiba-tiba sudah mau menemui mertua?Sebenarnya, ucapan ibunya juga ada benarnya, mereka sudah menikah secara sah, jadi cepat atau lambat pasti akan bertemu dengan mertua. Entah apa yang akan terjadi sampai saat itu.Sementara Amel merenung, Lili tersenyum dan menasihatinya, "Nak, mau seperti apa pun ibunya, kita cukup melakukan tugas kita. Kamu juga buah hati keluarga kita, nggak ada bedanya dengan Dimas. Dia menyukaimu, jadi dia pasti akan mengurus soal keluarganya, 'kan?"Dimas menyukainya?Entah kenapa, hati Amel berdebar kencang ketika mendengar kata "suka".Apakah Dimas menyukainya? Mungkin hanya tidak membencinya, 'kan?Amel bahkan masih tidak bisa percaya akan dirinya yang menikah langsung dengan Dimas.Apakah ini bayaran atas pernikahan ini?Amel tidak fokus mendengarkan ucapan Lili, dia hanya tersenyum dan
Tiba-tiba Amel bergumam dan menghentikan niatan Dimas.Gerakan tangan Dimas terhenti, kemudian dia mendengar Amel berkata, "Bu, Apakah Dimas menyukaiku?"Ternyata Amel sedang mengigau!Namun, Amel memanggilnya dalam mimpi.Beginikah rasanya diingat oleh orang?Apakah tadi Amel bertanya dirinya menyukai Amel atau tidak? Apa maksudnya? Apakah Amel sudah memiliki perasaan kepadanya?Dimas tersenyum dengan bahagia, tentu saja.Tentu saja dia menyukai Amel!Dimas belum pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Dia sangat yakin bahwa dirinya sangat menyukai perasaan nyaman ketika sedang bersama Amel. Amel memiliki aura yang hangat, seperti kembang api yang nyata dan terang.Dia belum pernah merasakan perasaan seperti ini terhadap orang lain.Dimas tersenyum dan menatap rupa Amel yang lucu. Dia pun tidak menahan diri lagi dan langsung beraksi.Dimas mencium aroma bir bercampur persik yang menyegarkan, mencium Amel dengan pelan. Awalnya, dia hanya ingin mencobanya, tapi ketika bibir me
Jelas sekali bahwa Dimas tidak ingin melanjutkan topik pembicaraan ini.Amel pun cemberut. Dalam hati, dia merasa bahwa mungkin Dimas sudah agak kesal. Kalau benar begitu, entah kenapa dia merasa agak sedih."Baiklah, aku mandi dulu."Ketika bangkit untuk naik ke atas, entah karena mabuk atau berbaring terlalu lama, kaki Amel tidak bertenaga, dia pun terjatuh."Awas!"Dimas menangkap Amel dengan cekatan, lalu Amel malah berbalik masuk ke pelukannya.Amel mendekap di dada Dimas dengan terkejut dan sedikit terengah.Dimas mengenakan kaus berwarna putih, Amel bisa merasakan kehangatan dari pakaian tersebut."Mengagetkanku saja!" gumam Amel. Kemudian, dia mengangkat kepalanya dan menatap Dimas dengan panik. Saat itu, dia baru menyadari bahwa dirinya sangat dekat dengan Dimas.Seketika, wajah Amel memerah. Dia langsung melepaskan diri dari Dimas.Namun, tangan Dimas yang memegang pinggang Amel malah menjadi semakin erat.Amel tidak tahu apa yang sedang terjadi, dia hanya merasa wajahnya san