Dimas baru saja membuka mulutnya, tapi Amel dan Lili membuka pintu, lalu berjalan keluar."Dimas, apa yang kamu lakukan di depan pintu?" tanya Lili dengan bingung."Aku bertemu dengan seorang kenalan lama. Ibu, Sayang, izinkan aku memperkenalkan kalian. Ini adalah Liana Hariono. Dia mantan tetanggaku, sekaligus teman bermain masa kecilku.""Halo, Nona Liana. Namaku Amel, aku adalah istrinya Dimas.""Halo. Dimas, kamu nggak mengatakan apa-apa tentang pernikahanmu. Aku harusnya memberimu hadiah!""Apakah ada anggota keluargamu yang sedang sakit di rumah sakit ini?" tanya Liana lagi.Dimas mengangguk, lalu menjawab, "Nenek istriku menderita penyakit jantung. Dia sedang dirawat di rumah sakit ini."Begitu Dimas selesai berbicara, dokter yang merawat Wati berlari ke arah Liana, kemudian berkata, "Dokter Liana, aku sedang mencarimu.""Ada apa mencariku?""Dokter Liana, aku mencarimu karena masalah pasien di bangsal ini. Kondisinya saat ini agak rumit, ditambah dengan usianya yang sudah tua,
"Bu, kamu dan Kakek pulang dan istirahatlah. Terus di sini juga nggak ada gunanya. Nenek membutuhkan seseorang untuk menemaninya setelah operasi. Kalian pulang dan istirahatlah dulu. Nanti kalian bisa kembali lagi saat diperlukan." Kata-kata Dimas dengan cepat meyakinkan keduanya."Baiklah kalau begitu. Amel, Dimas, tolong jaga Nenek di sini. Aku akan membawa Kakek pulang lebih dulu." Lili menyeka air mata di wajahnya, lalu memapah Toni pergi dari rumah sakit.Amel duduk di depan ranjang rumah sakit neneknya dengan air mata berlinang. Dia menggenggam tangan neneknya erat-erat karena takut jika dia melepaskannya, dia akan kehilangan neneknya."Nenek, kamu pasti akan baik-baik saja."Dimas dengan lembut memeluk bahu Amel sembari berkata, "Jangan khawatir. Nenek pasti akan baik-baik saja. Keterampilan medis Dokter Liana sangat bagus."Amel mengangguk dengan berat."Sayang, kamu sudah di sini sepanjang sore, belum makan apa pun dari siang sampai malam hari. Aku akan membelikanmu sesuatu un
"Bibi, ini sudah tugasku. Oh ya, nanti akan seseorang yang datang untuk memeriksa Nenek secara menyeluruh. Malam ini, aku akan bekerja sama dengan dokter lain untuk membuat rencana operasi. Operasinya bisa dilakukan besok atau lusa. Mohon persiapkan mental kalian," jelas Liana sebelum pergi dari tempat itu.Tubuh Lili gemetar, Amel langsung memeluknya sambil menenangkan, "Bu, Nenek akan baik-baik saja, jangan takut."Amel berpura-pura kuat untuk menghibur ibunya karena dalam hatinya dia juga merasa sangat ketakutan.Dimas keluar dari bangsal secara diam-diam, kemudian berdiri di luar pintu kantor Liana dan mengetuk dengan lembut."Masuk."Setelah mendapat izin dari dalam, Dimas membuka pintu dan segera masuk."Dimas, apakah kamu ada perlu mencariku?" tanya Liana sambil tersenyum ke arah Dimas.Dimas mengeluarkan kartu bank miliknya, lalu menaruhnya di atas meja Liana.Liana menyentuhnya sebentar, lalu tertawa keras sambil berkata, "Hei, Dimas. Kamu nggak mungkin memberiku kartu bank mi
Amel baru membuka matanya saat langit sudah terang. Dia mengeluarkan ponselnya untuk melihat jam, ternyata dia benar-benar tidur sampai jam enam pagi.Amel segera duduk dan melihat sekeliling bangsal, tetapi dia tidak melihat bayangan Dimas.'Aneh, dia pergi ke mana?' gumam Amel dalam hati.Tidak lama setelah itu, Dimas masuk ke bangsal sambil membawa termos air panas dan berseru, "Sayang, kamu sudah bangun!""Kamu pergi mengambil air sepagi ini?" tanya Amel sambil mengambil termos dari tangan Dimas."Ya, aku masih bisa mendapat air panas kalau pergi sekarang. Kalau aku pergi nanti, takutnya air panasnya sudah habis.""Kenapa semalam kamu nggak membangunkanku? Aku tidur sangat lama dan nggak membiarkanmu istirahat," ucap Amel sambil menggigit bibirnya dengan perasaan bersalah."Saat melihatmu tidur nyenyak, aku benar-benar nggak tega membangunkanmu. Lagi pula, aku nggak terlalu mengantuk, jadi aku nggak membangunkanmu," balas Dimas seraya mencubit pipi Amel dengan gemas.Amel bersandar
Setiap menit dan detik yang berlalu saat menunggu di luar sangatlah menyiksa mereka. Mereka sangat berharap pintu operasi akan dibuka secepatnya, tetapi mereka juga takut hasilnya tidak memuaskan.Operasi berlangsung dari pagi sampai malam. Namun, mereka tetap berada di luar ruang operasi tanpa berani meninggalkan tempat barang sejenak saja.Akhirnya, pintu ruang operasi terbuka. Liana melepas masker dengan senyuman di wajahnya, kemudian berkata, "Kalian nggak perlu khawatir, operasi pasien sukses."Liana menjelaskan dengan sedikit lelah.Mendengar itu, Amel memeluk Liana dengan penuh semangat sambil berkata, "Terima kasih, terima kasih. Dokter Liana, kamu sudah menyelamatkan nenekku.""Kak, cepat lepaskan. Kamu bisa membuat Dokter Liana kehabisan napas," sahut Andi yang merasa khawatir dan tidak lupa untuk mengeluh.Amel pun melepaskan tangannya karena malu, kemudian meminta maaf, "Maaf, aku terlalu bersemangat."Setelah operasinya berhasil, kekhawatiran di hati mereka langsung sirna
Amel mengangguk perlahan."Sayang, istirahatlah. Aku akan membereskan rumah. Akhir-akhir ini aku terlalu sibuk dan nggak punya banyak waktu untuk melakukan pekerjaan rumah," kata Amel. Dia berdiri di ruang tamu seraya melihat sekeliling, kemudian dia merasakan bahwa rumahnya sedikit berantakan."Sayang, ini nggak terlalu berantakan. Sebaiknya kamu ikut beristirahat sebentar denganku. Kita harus kembali melihat Ayah dan Ibu besok," saran Dimas. Kemudian, dia meraih tangan Amel dan berjalan menuju kamar tidur.Namun, Amel menggelengkan kepalanya dan menolak, "Aku sudah tidur di rumah sakit, sekarang aku nggak mengantuk sama sekali. Daripada membuang waktu berbaring di tempat tidur, lebih baik aku membereskan rumah. Jangan khawatirkan aku, cepat mandi dan tidurlah."Amel berkata sambil mengangkat sudut bibirnya."Baiklah kalau begitu, aku mandi dulu," balas Dimas pada akhirnya. Dia tidak bisa memaksa Amel dan mau tidak mau pergi mandi.Amel menyingsingkan lengan bajunya dan mulai bekerja.
"Awalnya aku dan Dimas berencana pergi ke tempatmu untuk memindahkan barang-barang Andi, tapi tiba-tiba kami menerima telepon dari ibuku kalau Nenek sakit dan dirawat di rumah sakit, jadi kami nggak jadi pergi.""Bukankah beberapa waktu lalu Nenek masih menari di alun-alun bersama dengan ibu kita? Kenapa tiba-tiba jatuh sakit? Apa yang terjadi?" tanya Lidya dengan cemas."Penyakit jantung Nenek lumayan serius. Dia menjalani operasi sore ini. Orang tuaku dan Andi sedang menjaganya di rumah sakit," jawab Amel jujur."Berati kondisinya sangat serius sampai harus menjalani operasi. Kenapa aku nggak dengar dari ibuku?""Mungkin ibuku belum memberi tahu Bibi Mirna.""Nenek baru saja menyelesaikan operasinya hari ini, jadi biarkan dia istirahat dulu. Aku dan Ibu akan mengunjunginya besok.""Baiklah, ayo kita pergi ke sana bersama besok.""Amel, kalian pasti capek setelah sekian lama berjaga di rumah sakit. Kalau begitu, aku nggak akan berlama-lama di sini. Kalian berdua harus istirahat dengan
Karena alasan sopan santun, Lidya turun menemui Bima. Setelah turun, dia berjalan ke arah Bima dengan percaya diri.Bima segera mengeluarkan sebuah kotak kecil yang indah dari sakunya sambil berkata, "Buka dan lihatlah kamu menyukainya atau nggak."Bima menyunggingkan sebuah senyuman di wajahnya, cahaya dari lampu jalan menyinari dirinya, memberi kesan yang sangat nyaman padanya."Terima kasih atas hadiah kecilnya," ucap Lidya. Setelah menerima hadiah itu, dia tidak segera membukanya. Menerima hadiah dari Bima tidak membuat Lidya merasa senang, justru dia merasa makin terbebani."Bima, sebenarnya kita hanya pasangan kontrak, kamu nggak perlu bersusah payah seperti ini," ucap Lidya setelah mengumpulkan keberanian untuk mengingatkan Bima.Lidya berharap Bima bisa selalu mengingat bahwa mereka hanyalah pasangan kontrak. Dia juga berharap Bima tidak akan terjerumus ke dalam hubungan ini."Lidya, apa yang aku lakukan sekarang adalah hal yang sudah seharusnya dilakukan oleh seorang pacar. Ka
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,