"Bu, kamu dan Kakek pulang dan istirahatlah. Terus di sini juga nggak ada gunanya. Nenek membutuhkan seseorang untuk menemaninya setelah operasi. Kalian pulang dan istirahatlah dulu. Nanti kalian bisa kembali lagi saat diperlukan." Kata-kata Dimas dengan cepat meyakinkan keduanya."Baiklah kalau begitu. Amel, Dimas, tolong jaga Nenek di sini. Aku akan membawa Kakek pulang lebih dulu." Lili menyeka air mata di wajahnya, lalu memapah Toni pergi dari rumah sakit.Amel duduk di depan ranjang rumah sakit neneknya dengan air mata berlinang. Dia menggenggam tangan neneknya erat-erat karena takut jika dia melepaskannya, dia akan kehilangan neneknya."Nenek, kamu pasti akan baik-baik saja."Dimas dengan lembut memeluk bahu Amel sembari berkata, "Jangan khawatir. Nenek pasti akan baik-baik saja. Keterampilan medis Dokter Liana sangat bagus."Amel mengangguk dengan berat."Sayang, kamu sudah di sini sepanjang sore, belum makan apa pun dari siang sampai malam hari. Aku akan membelikanmu sesuatu un
"Bibi, ini sudah tugasku. Oh ya, nanti akan seseorang yang datang untuk memeriksa Nenek secara menyeluruh. Malam ini, aku akan bekerja sama dengan dokter lain untuk membuat rencana operasi. Operasinya bisa dilakukan besok atau lusa. Mohon persiapkan mental kalian," jelas Liana sebelum pergi dari tempat itu.Tubuh Lili gemetar, Amel langsung memeluknya sambil menenangkan, "Bu, Nenek akan baik-baik saja, jangan takut."Amel berpura-pura kuat untuk menghibur ibunya karena dalam hatinya dia juga merasa sangat ketakutan.Dimas keluar dari bangsal secara diam-diam, kemudian berdiri di luar pintu kantor Liana dan mengetuk dengan lembut."Masuk."Setelah mendapat izin dari dalam, Dimas membuka pintu dan segera masuk."Dimas, apakah kamu ada perlu mencariku?" tanya Liana sambil tersenyum ke arah Dimas.Dimas mengeluarkan kartu bank miliknya, lalu menaruhnya di atas meja Liana.Liana menyentuhnya sebentar, lalu tertawa keras sambil berkata, "Hei, Dimas. Kamu nggak mungkin memberiku kartu bank mi
Amel baru membuka matanya saat langit sudah terang. Dia mengeluarkan ponselnya untuk melihat jam, ternyata dia benar-benar tidur sampai jam enam pagi.Amel segera duduk dan melihat sekeliling bangsal, tetapi dia tidak melihat bayangan Dimas.'Aneh, dia pergi ke mana?' gumam Amel dalam hati.Tidak lama setelah itu, Dimas masuk ke bangsal sambil membawa termos air panas dan berseru, "Sayang, kamu sudah bangun!""Kamu pergi mengambil air sepagi ini?" tanya Amel sambil mengambil termos dari tangan Dimas."Ya, aku masih bisa mendapat air panas kalau pergi sekarang. Kalau aku pergi nanti, takutnya air panasnya sudah habis.""Kenapa semalam kamu nggak membangunkanku? Aku tidur sangat lama dan nggak membiarkanmu istirahat," ucap Amel sambil menggigit bibirnya dengan perasaan bersalah."Saat melihatmu tidur nyenyak, aku benar-benar nggak tega membangunkanmu. Lagi pula, aku nggak terlalu mengantuk, jadi aku nggak membangunkanmu," balas Dimas seraya mencubit pipi Amel dengan gemas.Amel bersandar
Setiap menit dan detik yang berlalu saat menunggu di luar sangatlah menyiksa mereka. Mereka sangat berharap pintu operasi akan dibuka secepatnya, tetapi mereka juga takut hasilnya tidak memuaskan.Operasi berlangsung dari pagi sampai malam. Namun, mereka tetap berada di luar ruang operasi tanpa berani meninggalkan tempat barang sejenak saja.Akhirnya, pintu ruang operasi terbuka. Liana melepas masker dengan senyuman di wajahnya, kemudian berkata, "Kalian nggak perlu khawatir, operasi pasien sukses."Liana menjelaskan dengan sedikit lelah.Mendengar itu, Amel memeluk Liana dengan penuh semangat sambil berkata, "Terima kasih, terima kasih. Dokter Liana, kamu sudah menyelamatkan nenekku.""Kak, cepat lepaskan. Kamu bisa membuat Dokter Liana kehabisan napas," sahut Andi yang merasa khawatir dan tidak lupa untuk mengeluh.Amel pun melepaskan tangannya karena malu, kemudian meminta maaf, "Maaf, aku terlalu bersemangat."Setelah operasinya berhasil, kekhawatiran di hati mereka langsung sirna
Amel mengangguk perlahan."Sayang, istirahatlah. Aku akan membereskan rumah. Akhir-akhir ini aku terlalu sibuk dan nggak punya banyak waktu untuk melakukan pekerjaan rumah," kata Amel. Dia berdiri di ruang tamu seraya melihat sekeliling, kemudian dia merasakan bahwa rumahnya sedikit berantakan."Sayang, ini nggak terlalu berantakan. Sebaiknya kamu ikut beristirahat sebentar denganku. Kita harus kembali melihat Ayah dan Ibu besok," saran Dimas. Kemudian, dia meraih tangan Amel dan berjalan menuju kamar tidur.Namun, Amel menggelengkan kepalanya dan menolak, "Aku sudah tidur di rumah sakit, sekarang aku nggak mengantuk sama sekali. Daripada membuang waktu berbaring di tempat tidur, lebih baik aku membereskan rumah. Jangan khawatirkan aku, cepat mandi dan tidurlah."Amel berkata sambil mengangkat sudut bibirnya."Baiklah kalau begitu, aku mandi dulu," balas Dimas pada akhirnya. Dia tidak bisa memaksa Amel dan mau tidak mau pergi mandi.Amel menyingsingkan lengan bajunya dan mulai bekerja.
"Awalnya aku dan Dimas berencana pergi ke tempatmu untuk memindahkan barang-barang Andi, tapi tiba-tiba kami menerima telepon dari ibuku kalau Nenek sakit dan dirawat di rumah sakit, jadi kami nggak jadi pergi.""Bukankah beberapa waktu lalu Nenek masih menari di alun-alun bersama dengan ibu kita? Kenapa tiba-tiba jatuh sakit? Apa yang terjadi?" tanya Lidya dengan cemas."Penyakit jantung Nenek lumayan serius. Dia menjalani operasi sore ini. Orang tuaku dan Andi sedang menjaganya di rumah sakit," jawab Amel jujur."Berati kondisinya sangat serius sampai harus menjalani operasi. Kenapa aku nggak dengar dari ibuku?""Mungkin ibuku belum memberi tahu Bibi Mirna.""Nenek baru saja menyelesaikan operasinya hari ini, jadi biarkan dia istirahat dulu. Aku dan Ibu akan mengunjunginya besok.""Baiklah, ayo kita pergi ke sana bersama besok.""Amel, kalian pasti capek setelah sekian lama berjaga di rumah sakit. Kalau begitu, aku nggak akan berlama-lama di sini. Kalian berdua harus istirahat dengan
Karena alasan sopan santun, Lidya turun menemui Bima. Setelah turun, dia berjalan ke arah Bima dengan percaya diri.Bima segera mengeluarkan sebuah kotak kecil yang indah dari sakunya sambil berkata, "Buka dan lihatlah kamu menyukainya atau nggak."Bima menyunggingkan sebuah senyuman di wajahnya, cahaya dari lampu jalan menyinari dirinya, memberi kesan yang sangat nyaman padanya."Terima kasih atas hadiah kecilnya," ucap Lidya. Setelah menerima hadiah itu, dia tidak segera membukanya. Menerima hadiah dari Bima tidak membuat Lidya merasa senang, justru dia merasa makin terbebani."Bima, sebenarnya kita hanya pasangan kontrak, kamu nggak perlu bersusah payah seperti ini," ucap Lidya setelah mengumpulkan keberanian untuk mengingatkan Bima.Lidya berharap Bima bisa selalu mengingat bahwa mereka hanyalah pasangan kontrak. Dia juga berharap Bima tidak akan terjerumus ke dalam hubungan ini."Lidya, apa yang aku lakukan sekarang adalah hal yang sudah seharusnya dilakukan oleh seorang pacar. Ka
"Nenekku sudah sangat tua. Aku sangat takut dia akan makan berlebihan.""Nenek memang sudah tua, tapi dia nggak bodoh. Dia nggak akan memakan semuanya sekaligus. Kamu tenang saja. Semua ini direkomendasikan oleh temanku yang adalah seorang dokter. Ini pasti aman," kata Lidya sambil menepuk dadanya untuk menjamin."Sudah, sudah, cepat masuk ke mobil. Aku harus mengantarkan sarapan untuk orang tuaku.""Apa mereka masih di rumah sakit? Bagaimana dengan adikmu?""Andi seharusnya masih di sana juga." Begitu mendengar perkataan Amel, Lidya langsung menunjukkan ekspresi aneh.Lidya mengangkat kepalanya, lalu melihat dengan tatapan penuh gosip Dimas. Dia pun segera menoleh ke samping dengan perasaan bersalah.Ketika tiba di rumah sakit, Lidya masuk ke bangsal dengan cepat sambil membawa segala macam suplemen yang dia beli."Nenek, aku datang untuk menjengukmu!"Saat mendengar suara itu, Andi melihat ke arah pintu. Keduanya saling pandang, lalu segera membuang muka. Lidya langsung mengabaikan A