"Sayang, kamu marah padaku, ya? Aku akan menjemputmu dan menjelaskan semuanya padamu dengan baik." Nada bicara Dimas terdengar sedikit panik. Dia sangat khawatir Amel akan mengabaikannya karena marah.Setelah menonton film bersama Lidya, perasaan Amel sudah jauh lebih tenang saat ini."Nggak perlu, Lidya akan mengantarku pulang nanti," kata Amel, lalu menutup telepon dengan mengeraskan hati.Lidya tidak bisa menahan diri untuk mendecakkan lidah sambil berkata, "Bagus sekali Amel. Kamu harus memperlakukan dia seperti ini. Lihat saja apa dia masih berani begitu dekat dengan wanita lain atau nggak di masa depan."Perut Amel keroncongan. Dia menyentuh perutnya yang kosong sambil menatap Lidya dengan sedih, lalu berkata, "Aku lapar setelah menonton film begitu lama. Temani aku makan, ya.""Oke. Kamu mau makan apa?""Kita sudah lama nggak makan barbeku bersama. Bagaimana kalau kita pergi makan barbeku?" Amel memiringkan kepalanya, berpikir sejenak sebelum memberi saran.Lidya mengemudi langs
Dimas langsung menyalakan mobilnya.Setelah makanan mereka hampir habis, Amel dan Lidya bersiap untuk membayar dan pergi. Namun, pada saat yang bersamaan, beberapa pria mabuk di meja sebelah datang menghentikan mereka."Adik-adik, apa kalian sudah mau pergi? Temani kami makan dan minum sebentar saja, ya. Lagi pula, masih jam berapa ini?" Seorang pria botak dengan telinga besar dan wajah bulat mengamati mereka dari atas hingga ke bawah, tatapannya yang mesum begitu memuakkan."Tolong kalian minggir." Dengan wajah dingin, Lidya menarik Amel agar menghindar dari mereka."Jangan sungkan begitu, Dik. Ayo, ayo, duduk dan temani kami makan sebentar saja. Kami akan mengantar kalian berdua pulang nanti." Pria berambut kuning itu menarik lengan Lidya."Lepaskan aku.""Cepat lepaskan dia. Kalau kalian terus seperti ini, aku akan lapor polisi." Sambil berkata seperti itu, Amel mengeluarkan ponselnya dan mengancam hendak menelepon polisi.Pria botak yang tadi, langsung mengambil ponsel Amel, lalu m
Amel melihat orang-orang itu datang dengan niat yang tidak baik. Dia khawatir jika Dimas akan mendapat celaka.Namun, Dimas sama sekali tidak merasa takut. Dia langsung menempatkan Amel di belakangnya untuk melindungi wanita itu."Hari ini, aku akan mengajari kalian bagaimana menjadi orang yang baik," kata Dimas. Kemudian, Dimas langsung menarik lengan pria berambut kuning itu dan memukul perutnya dengan keras. Pria itu langsung terkesiap dan merasa kesakitan.Melihat hal tersebut, orang-orang yang menonton di sekitar juga langsung merangsek maju. Dimas dengan gerakannya yang gesit itu, dalam sekejap berhasil merobohkan yang lainnya hanya dalam beberapa jurus saja.Pria botak itu menatap Dimas dengan mata terbelalak. Dia tidak pernah menyangka jika dengan jumlah orang yang lebih banyak, mereka tetap tidak mampu mengalahkan Dimas yang hanya sendirian itu.Dimas menatap pria botak itu dengan tajam. Kemudian, dia mengangkat kakinya yang panjang dan berjalan perlahan-lahan menghampiri pria
Amel bergumam sedih. Jelas, uang tersebut sebenarnya bisa saja disimpan semuanya."Nggak perlu beli ponsel baru. Baru-baru ini Yunita terpilih sebagai karyawan teladan. Perusahaan menghadiahinya ponsel baru. Dia nggak memakai ponsel itu, jadi aku akan membawakannya untukmu besok." Dimas sengaja berkata seperti itu, karena dia tahu jika Amel sangat sayang menggunakannya uangnya.Namun, Amel menolaknya, "Nggak usah, nggak usah. Yunita sudah memberiku banyak barang berharga. Sekarang bagaimana bisa aku kembali meminta ponselnya? Besok pagi aku lihat di toko ponsel dan beli ponsel yang lebih murah saja.""Nggak apa-apa, toh kita ini sekeluarga.""Nggak bisa seperti itu. Justru karena kita adalah keluarga, kita harus hidup rukun di masa mendatang. Itu sebabnya, kita nggak boleh terus-menerus mengambil keuntungan dari orang lain. Dalam masalah ini, kamu harus percaya padaku," kata Amel dengan keras kepala.Meskipun hanya orang biasa, Amel juga punya harga diri dan prinsip hidupnya sendiri."
Entah kenapa, Amel tiba-tiba merasa terharu. "Sayang, kamu sangat baik padaku."Setelah berkata seperti itu, Amel menundukkan kepalanya dengan malu-malu. Dimas menangkupkan kedua tangannya di wajah Amel. "Sayang, meski sekarang aku nggak punya uang, aku pasti akan membuatmu menjalani hidup yang baik dengan usahaku sendiri. Aku juga bersedia memberikan yang terbaik untukmu, sesuai dengan kemampuanku."Mata Amel menjadi berkaca-kaca. Dimas adalah orang yang paling baik baginya, selain kedua orang tuanya."Aku yakin kamu pasti mampu membuatku menjalani kehidupan yang baik. Kita akan bekerja sama untuk mewujudkannya." Amel sangat yakin jika pria ini pasti akan meraih kesuksesan dalam kariernya nanti.Dalam perjalanan ke toko, Amel mengutak-atik ponsel barunya dengan gembira."Warna ponsel ini sangat cantik. Ponsel mahal memang terasa berbeda saat digenggam." Amel merasa sangat senang layaknya anak kecil."Saat aku sudah kaya nanti, aku hanya akan mengizinkanmu menggunakan ponsel keluaran t
Begitu Dimas tiba di lokasi konstruksi, mandor menyapanya, "Pak Dimas, kamu akhirnya sampai juga. Tadi aku mau pergi ke kantormu untuk mengambil gambar, tapi kantormu ternyata terkunci. Setelah bertanya-tanya, ternyata nggak ada yang punya kuncinya.""Hanya aku yang punya kuncinya." Setelah selesai berbicara, Dimas mengeluarkan kunci, lalu menyerahkannya pada mandor."Pak Dimas, pintu kantormu sebelumnya nggak pernah dikunci. Kenapa sekarang pintunya tiba-tiba dikunci? Apakah kamu kehilangan sesuatu?" tanya mandor dengan cemas.Dimas menggelengkan kepala sambil berkata, "Aku menemukan bahwa ada orang yang suka masuk ke kantorku. Meskipun sekarang nggak ada yang hilang, tapi ke depannya aku akan selalu mengunci pintu untuk mencegah masalah terjadi."Ketika Dimas mengatakan ini, Jessica kebetulan berjalan di dekatnya. Wanita itu langsung berubah menjadi sedikit malu."Pak Dimas, apakah kamu sangat membenciku?" Setelah mandor pergi, Jessica kembali dan berdiri di depan Dimas dengan air ma
"Hentikan dulu pekerjaan konstruksi di sana. Sekarang kita cari tahu siapa yang membawa kembali tumpukan baja ini," kata Dimas dengan wajah dingin.Jika mereka menggunakan bahan yang tidak memenuhi standar keselamatan dalam pembangunan, kemungkinan besar akan terjadi masalah. Pada saat itu, tidak hanya kemajuan proyek yang akan tertunda, tapi juga bisa menyebabkan kecelakaan pada pekerja."Pak Dimas, aku akan segera menyelidiki masalah ini." Setelah mengatakan itu, mandor buru-buru meninggalkan kantor.Dimas segera menelepon perusahaan. Dia sudah menentukan besi baja yang diperlukan, tapi semua itu diganti oleh orang lain. Masalah ini pasti ada hubungannya dengan perusahaan. Dia menelepon perusahaan dua kali berturut-turut, tapi tidak ada orang di sana yang menjawab.Dimas bangkit dari kursinya, lalu bersiap-siap untuk melihat secara langsung apa yang terjadi dengan besi baja tersebut."Pak Dimas, kamu datang.""Apakah ini kumpulan baja yang sudah diganti?"Pekerja yang bertugas memeri
Karena lengannya belum pulih, Lili hanya bisa tinggal di rumah tanpa melakukan apa pun. Dalam keadaan bosan seperti ini, dia pasti akan berpikir macam-macam. Jadi, dia pun pergi mencari Amel untuk menghabiskan waktu bersama. Setidaknya dia memiliki seseorang untuk diajak bicara sehingga dia tidak akan terlalu bosan."Bu, hari ini tanggal 6. Kalau aku nggak salah ingat, Ibu harusnya pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan hari ini." Amel mengingatkan Lili tanpa daya.Lili tersadar, dia tiba-tiba teringat akan hal ini. Dia pun berkata, "Astaga, aku memang sudah semakin tua. Lihatlah ingatanku ini, aku benar-benar melupakan jadwal pemeriksaanku. Kalau kamu nggak mengingatkanku, aku mungkin nggak akan ingat."Lili menepuk keningnya dengan frustrasi. Bisa-bisanya dia melupakan hal yang begitu penting."Bu, kamu tunggu aku sebentar. Aku akan menemanimu ke rumah sakit setelah aku menyelesaikan pekerjaanku.""Amel, nggak perlu. Lagi pula, tempatmu ini nggak jauh dari rumah sakit. Aku bisa pergi