"Ada pekerja yang mengalami kecelakaan, aku mengantarnya ke rumah sakit." Dimas takut Amel akan berpikir banyak, jadi dia tidak mengatakan siapa orang yang terluka itu."Apakah lukanya serius?""Nggak terlalu serius. Dia hanya terjatuh dan memerlukan operasi kecil. Apakah kamu di sini untuk membawa Ibu melakukan pemeriksaan?" tanya Dimas berusaha mengubah topik."Ya, dokter menyuruh Ibu datang untuk pemeriksaan ulang hari ini. Mereka ingin melihat bagaimana pemulihan lengannya.""Apakah pemeriksaannya sudah selesai? Bagaimana kondisi pemulihan lengan Ibu?""Dokter mengatakan bahwa pemulihan Ibu berjalan cukup baik. Kalau terus seperti ini, dia akan pulih sepenuhnya dalam waktu singkat," kata Amel sambil tersenyum kecil."Baguslah. Kamu dan Ibu bisa pulang naik taksi. Aku nggak bisa pergi dari sini. Pekerja yang terluka itu akan segera menjalani operasi, aku harus pergi memeriksanya." Dimas memegang tangan Amel dengan perasaan bersalah."Kalau begitu, cepat pergilah.""Bu, aku pergi dul
"Pak Dimas, aku sudah baik-baik saja sekarang. Kamu bisa kembali dulu. Jangan biarkan Kak Amel menunggu lama," kata Jessica dengan sengaja. Dia ingin melihat apakah Dimas akan tetap tinggal untuk menjaganya atau tidak."Baiklah, aku akan pergi mencari perawat untuk menjagamu sekarang." Jawaban Dimas sangat mengecewakannya. Dia dengan naif berpikir bahwa selama dia melakukan sesuatu untuk Dimas, pria itu akan fokus padanya. Sekarang, sepertinya dia keliru.Hari sudah larut ketika Dimas sampai di rumah. Dia masuk ke rumah dengan tubuh yang lelah."Sayang, apa kamu baik-baik saja?" Amel memperhatikan bahwa suasana hati Dimas sedang tidak baik, jadi dia mendekat untuk menghibur pria itu."Sayang, ada sesuatu yang menurutku harus kuberitahukan padamu." Dimas tiba-tiba mengangkat kepalanya, lalu menatap Amel dengan serius."Ada apa?""Pekerja yang dibawa ke rumah sakit untuk operasi hari ini sebenarnya adalah Jessica. Dia terluka karena aku." Dimas tidak ingin menyembunyikan apa pun dari Ame
Saat Jessica melihat Amel, senyuman di wajahnya langsung membeku."Kak Amel datang rupanya. Silakan duduk." Jessica segera mengatur emosinya, berpura-pura antusias dengan kedatangan Amel.Meskipun sebenarnya dia merasakan kebencian yang mendalam pada Amel, dia tetap harus tersenyum."Nona Jessica, aku benar-benar ingin berterima kasih atas apa yang sudah kamu lakukan kemarin. Terima kasih karena sudah menyelamatkan Dimas." Amel berterima kasih pada Jessica dari lubuk hatinya."Tak perlu berterima kasih. Pak Dimas biasanya memperlakukanku dengan sangat baik, jadi bagaimana mungkin aku nggak menolongnya?" Jessica mengangkat sudut mulutnya sedikit sambil berkata dengan nada penuh provokasi."Nona Jessica, aku sudah membuatkan sup untukmu. Kamu bisa meminumnya selagi masih hangat." Amel mengganti topik pembicaraan. Dia tahu dengan jelas apa maksud perkataan Jessica."Kak Amel, kamu sudah bersusah payah membuatkanku sup." Jessica melirik sup itu dengan kilat ketidaksukaan yang melintas di w
Namun, setelah mengamati sekian lama, Soni merasa jika Irfan juga merupakan orang yang hanya mementingkan keuntungan saja. Itu sebabnya di bawah pengawasan Irfan, Soni diam-diam mengurangi bahan. Jika tidak sengaja ketahuan, Soni sudah memikirkan strategi untuk menghadapinya."Kembalikan saja kiriman baja ini. Kalau ada material yang lagi-lagi nggak memenuhi syarat seperti ini, segera laporkan padaku," kata Dimas dengan wajah dingin, kemudian berlalu pergi.Untungnya material ini ditemukan tepat waktu. Jika sampai digunakan dalam konstruksi, pasti akan menyebabkan banyak masalah.Di sisi lain, Amel sedang berdiri di depan pintu toko. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru toko kecilnya dan merasa puas."Kak, berapa harga kue ini?" Tiba-tiba terdengar suara lembut dan menggemaskan dari arah belakang. Amel menoleh, lalu melihat seorang gadis kecil berkuncir dua sedang menggendong celengan sapi. Gadis kecil itu berdiri di belakang Amel sambil mengerjap-ngerjapkan matanya yang bes
"Kenapa dia tidur di sini?" gumam Dimas pada dirinya sendiri. Kemudian, Dimas langsung membopong Amel yang sedang tidur tersebut.Amel menggosok-gosok matanya yang masih mengantuk, lalu bertanya, "Kamu sudah pulang? Apa kamu lapar? Aku akan membuatkan makanan untukmu."Dimas tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Aku nggak lapar. Tadi aku sudah makan di luar bersama klien. Biarkan aku menggendongmu ke dalam untuk tidur. Kamu akan masuk angin kalau tidur di sofa."Setelah Dimas berkata seperti itu, terdengar suara keroncongan dari perut Amel. Amel pun tersenyum malu sambil menggaruk-garuk kepalanya."Kamu lapar? Kamu sudah makan malam?" tanya Dimas dengan serius."Aku belum makan malam. Waktu pulang kerja tadi, aku nggak merasa lapar. Tapi, aku ketiduran di sofa waktu menunggumu. Sekarang aku merasa agak lapar." Amel merajuk sambil menggigit bibirnya dengan lembut."Kamu ini. Mulai sekarang, kamu nggak boleh kelaparan lagi. Beban kerjamu setiap hari itu nggak sedikit. Jadi, kamu har
Setelah selesai membersihkan dan membereskan dapur, Amel ingin membuang sampah ke luar. Saat melewati ruang kerja Dimas, Amel merasa ragu mau masuk untuk mengambil sampah dari ruang kerja tersebut dan sekalian membuangnya atau tidak. Namun, saat hendak mengetuk pintu, Amel khawatir akan mengganggu Dimas. Itu sebabnya, Amel mengurungkan niatnya.Setelah keluar dari rumah, Dimas mengikuti lokasi yang diberikan oleh Irfan. Tiba-tiba saja, Irfan muncul tanpa diketahui dari mana asalnya. "Pak Dimas, aku ada di sini."Dimas langsung menoleh dan melihat Irfan tengah tersenyum lebar sambil melambaikan tangan kepadanya."Kenapa kamu nggak menungguku di mobil dan malah bersembunyi di sini?" tanya Dimas sambil melirik Irfan."Jangan bicarakan itu lagi, Pak Dimas. Keamanan di sini terlalu ketat. Mobilku nggak terdaftar, jadi aku sama sekali nggak boleh masuk. Aku berjalan masuk dari gerbang area vila ini. Butuh waktu 15 menit untuk sampai di tempat ini," keluh Irfan dengan sedih."Sudahlah. Cepat
Mendengar itu, Amel baru merasa lega. Sebelumnya, dia khawatir jika Dimas akan kehilangan pekerjaannya karena masalah ini."Oh, ternyata hanya bercanda. Sepertinya aku sudah berpikir terlalu banyak. Pak Irfan, apa kamu datang kemari untuk urusan bisnis?" tanya Amel sambil lalu pada Irfan."Aku ... aku datang untuk mengunjungi seorang teman. Waktu aku mau pulang, kebetulan aku bertemu dengan Pak Dimas. Kami pun akhirnya mengobrol sebentar." Irfan bisa menjawab dengan cepat, karena otaknya juga bereaksi dengan cepat."Berhubung sudah datang kemari, mampirlah sebentar ke rumah kami untuk minum teh.""Nggak usah, nggak usah. Sekarang sudah malam. Lain kali saja aku mengunjungi kalian. Aku pergi dulu." Setelah berkata seperti itu, Irfan pun langsung menyelinap pergi."Aku pikir kamu masih bekerja di ruang kerjamu. Kenapa kamu keluar?" tanya Amel sambil menatap Dimas dengan bingung."Ada beberapa barang yang tertinggal di mobil. Aku ingin membawanya masuk. Kebetulan, aku bertemu dengan Pak I
Amel tidak tahu bahwa semua hadiah ini sebenarnya diberikan oleh Dimas. Dimas hanya meminjam tangan Yunita untuk memberikannya saja."Sudahlah, berhentilah memikirkan hal-hal yang nggak berguna ini. Kita semua adalah keluarga, nggak perlu sungkan." Dimas mengambil gelang itu, lalu langsung memakainkannya di pergelangan tangan Amel.Amel memiliki kulit yang cerah serta pergelangan tangan yang sangat ramping. Dia terlihat sangat anggun saat memakai gelang itu."Kamu terlihat sangat cantik memakai gelang ini. Saat kita punya uang di masa depan, aku akan membelikanmu banyak perhiasan. Selama kamu menyukainya, aku akan membelikan semuanya untukmu.""Baiklah, kalau begitu aku akan menunggumu memenuhi janjimu."Setelah mengobrol sebentar dengan Dimas, Amel dengan senang hati pergi ke kamar mandi dengan gelangnya.Setelah mandi, Amel tiba-tiba teringat bahwa dia tidak membawa pakaian ataupun handuk saat masuk. Dia melihat dirinya yang tanpa busana di cermin, tiba-tiba pipinya seakan terbakar.
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,