"Lupakan saja. Kalau ibumu nggak mau pindah, biarkan saja dia tinggal di sini." Gibran melihat bahwa istrinya tampak baik-baik saja, jadi dia pun tidak memaksa istrinya untuk pindah ke bangsal VIP.Amel tidak mengatakan apa pun."Seperti kata pepatah, butuh waktu lama untuk menyembuhkan patah tulang. Aku sudah membuatkan sup tulang untukmu. Minumlah selagi panas." Gibran meletakkan termos yang dibawanya ke atas meja.Amel membantu Lili bangkit dari tempat tidur. Saat Amel hendak mengambil sendok untuk meminum sup, Andi menyerbu masuk dari luar bangsal dengan ekspresi cemas."Ibu, kamu sakit sampai masuk rumah sakit, kenapa merahasiakannya dariku? Bagaimana kondisi Ibu sekarang? Apakah Ibu sudah merasa lebih baik?" tanya Andi dengan wajah serius, tampak sangat marah."Ibu hanya nggak mau mengganggu pekerjaanmu," kata Amel."Ya, kamu baru saja bekerja di perusahaan belum lama ini. Kamu harus fokus pada pekerjaanmu. Lihatlah, aku baik-baik saja sekarang," kata Lili sambil tersenyum menghi
Dimas mengangguk tanpa ragu. Sepertinya dia sudah menduga Amel akan menanyakan hal ini padanya."Aku dan Pak Kristo adalah kenalan lama. Dia dan kakekku saling kenal, bisa juga dianggap teman. Jadi, aku juga pernah berinteraksi dengan Pak Kristo. Kali ini, saat Ibu dirawat di rumah sakit, aku khawatir pemeriksaan di rumah sakit nggak cukup menyeluruh, jadi aku pergi menemui Pak Kristo. Aku berharap dia akan merawat Ibu secara khusus." Dimas sudah mempersiapkan bagaimana akan menjawab pertanyaan Amel."Ternyata begitu." Amel tidak meragukan apa yang Dimas katakan. Wanita itu memilih untuk memercayai Dimas tanpa syarat. Dia tidak pernah berpikir bahwa Dimas akan membohonginya."Setelah ibuku keluar dari rumah sakit, kita bisa membeli beberapa hadiah, lalu mengunjungi Pak Kristo. Dia adalah orang yang sangat sibuk setiap harinya, tapi dia bisa meluangkan waktu untuk merawat Ibu. Aku jadi merasa agak nggak enak hati." Amel tidak suka berutang pada orang lain. Jika sampai berutang budi pada
"Kak Amel, ada yang nggak beres dengan rumah yang aku sewa. Bolehkah aku menginap di rumahmu malam ini? Jangan khawatir, aku bisa tidur di sofa!" Yunita menatap Amel dengan tatapan menyedihkan, membuat Amel tidak bisa menolaknya."Baiklah. Kalau begitu kamu bisa tinggal di rumahku dulu." Amel ragu-ragu sejenak sebelum menyetujuinya. Bagaimanapun juga, Yunita adalah adik perempuan Dimas, jadi dia tidak bisa mengabaikan Yunita begitu saja.Saat Dimas mendengar persetujuan Amel, wajahnya menjadi agak muram."Kamu mau tidur di sofa?" tanya Dimas sambil menatap Yunita dengan tajam.Yunita mengangguk dengan takut-takut."Dimas, Yunita bisa dianggap sebagai tamu. Nggak baik membiarkannya tidur di sofa, bagaimana kalau kamu yang menggantikannya tidur di sofa? Lagi pula, kamu nggak dirugikan juga, 'kan?" tanya Amel ragu-ragu.Mendengar itu, Dimas menjadi makin muram. "Aku ....""Kakakku tersayang, aku tahu kamu memang yang terbaik. Kamu pasti menyetujuinya, 'kan!" Sebelum Dimas bisa menolak, Yu
Dimas menepis tangan Yunita sambil berkata, "Sarapan ini bukan aku siapkan untukmu. Ini adalah makanan favorit kakak iparmu. Kalau kamu mau makan, beli sendiri sana."Dimas langsung membawa sarapan di atas meja ke dapur. Melihat itu, Yunita merasa sangat marah hingga dia menggertakkan giginya. Namun, sejak masih kecil, Yunita belum pernah melihat kakaknya yang dingin ini begitu peduli pada seorang wanita. Sepertinya kakaknya dan kakak iparnya ini adalah cinta sejati!Di sisi lain, Dimas membuka pintu kamar tidur dengan lembut, lalu melihat bahwa Amel masih tertidur. Karena merasa istrinya sudah bekerja sangat keras dalam dua hari terakhir ini, dia pun diam-diam mematikan alarm. Dia berharap Amel bisa tidur nyenyak.Amel tidur sampai pukul sepuluh pagi. Dia duduk dari tempat tidur sambil meregangkan tubuh dengan puas. Saat secara tidak sengaja melirik jam yang ada di meja samping tempat tidur, dia melihat bahwa sekarang sudah pukul sepuluh. Amel pikir dia belum sepenuhnya terbangun, jad
"Kalau begitu aku berterima kasih dulu pada Kak Amel," kata Clara sambil tertawa ringan.Saat ini, ponsel Amel tiba-tiba berbunyi. Amel pun segera menjawab panggilan itu."Sayang, apa kamu sudah pulang kerja?" Suara Dimas terdengar dari ujung lain telepon."Sebentar lagi.""Baiklah. Kalau begitu, aku akan datang langsung ke toko makanan penutup untuk menjemputmu."Tidak lama setelah menutup telepon, mobil Dimas sudah berhenti di luar toko makanan penutup. Dia membuka pintu, lalu masuk ke toko makanan penutup. Clara yang sedang menghitung uang di meja depan langsung mengangkat kepala saat mendengar suara seseorang masuk. Ketika melihat Dimas, dia terpaku selama beberapa saat.Kemudian, dia dengan cepat kembali menundukkan kepalanya."Sayang, bukankah kita masih harus pergi ke rumah sakit malam ini untuk menjenguk Ibu? Kamu cepatlah berkemas, lalu kita pergi ke sana," kata Dimas sambil duduk di kursi.Clara dengan cepat menuangkan segelas air, lalu menyodorkannya kepada Dimas sambil berk
"Bu, sinyalku di sini agak buruk, aku tutup teleponnya dulu." Lidya tidak mau mendengarkan omelan ibunya tentang masalah pernikahan lagi. Jadi, dia pun langsung menutup telepon.Jika ibunya tahu bahwa dia dan Andi menjalin hubungan, dia pasti akan dihukum berat. Lidya tidak berani mengatakan tentang hal ini."Ayah, pulang dan istirahatlah. Aku dan Dimas akan menjaga Ibu di rumah sakit malam ini." Amel baru saja menyelesaikan pekerjaannya di toko makanan penutup. Setelah pulang kerja, dia langsung mulai berbenah lagi begitu sampai di rumah sakit.Amel selalu sangat suka bersih-bersih. Setelah keluar sebentar, dia merasa bangsal ibunya agak berantakan.Setelah tinggal di rumah sakit selama dua hari, Lili akhirnya menerima kabar bahwa dia bisa keluar dari rumah sakit. Lili merasa jauh lebih baik setelah keluar dari rumah sakit. Selama beberapa hari dia berada di rumah sakit, dia merasa seperti burung yang terperangkap di dalam sangkar. Dia hanya bisa melihat dunia luar melalui jendela. Ra
"Jangan khawatir, Bibi. Aku nggak akan sungkan," kata Yunita sambil tersenyum lebar.Saat Lili melihat bahwa Yunita sepertinya seumuran dengan Andi, dia tiba-tiba terpikir akan sesuatu. Yunita cantik, anggun, juga memiliki kepribadian yang ceria. Selain itu, gadis itu juga adalah sepupunya Dimas. Jadi, Lili punya ide untuk menjodohkan Yunita dengan putranya."Yunita, berapa umurmu?""Bibi, tahun ini aku berumur 23 tahun.""Oh, apakah kamu sudah lulus kuliah?""Bibi, aku kuliah di universitas luar negeri dan sudah lulus tahun lalu. Aku mengambil jurusan desain, jadi aku bekerja di bidang desain sekarang." Yunita menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Lili dengan patuh.Amel menjulurkan kepalanya keluar dari dapur, lalu berkata tanpa daya, "Bu, apa kamu sedang melakukan sensus kependudukan?""Nggak, nggak, menurutku Yunita adalah anak yang cukup baik. Aku hanya bertanya saja. Yunita, kamu seumuran dengan putraku, Andi. Dia sedang bekerja di Grup Angkasa saat ini." Entah sengaja atau tida
Setelah menerima balasan seperti itu dari Andi, Lidya merasa jantungnya seperti hampir meledak. Dia berkata, "Bibi Lili bukan hanya menyukai Yunita. Dia jelas ingin menjodohkanmu dengan adiknya Dimas itu."Melihat ekspresi marah Lidya, Andi tertawa terbahak-bahak sambil bertanya, "Kenapa? Kamu cemburu?""Dasar bocah nakal, bagaimana menurutmu? Bibi Lili secara terang-terangan mau menjodohkanmu di depanku, sang pemilik sahnya. Bagaimana mungkin aku nggak cemburu? Awas saja kamu, kalau sampai kamu berani memiliki pikiran yang macam-macam, aku nggak akan menyukaimu lagi." Setelah Lidya mengatakan itu, dia berjalan cepat ke depan.Andi buru-buru menyusul Lidya, lalu berkata, "Jangan khawatir, aku nggak akan punya pikiran yang macam-macam. Cintaku padamu sudah terbukti sejak lama. Hatiku nggak bisa lagi menampung orang kedua. Ketika saatnya tiba nanti, aku akan menolak ibuku dengan alasan pekerjaan. Tenang saja."Andi dengan cepat mengungkapkan tekadnya, membuat Lidya langsung tersenyum pua