"Jangan khawatir, Bibi. Aku nggak akan sungkan," kata Yunita sambil tersenyum lebar.Saat Lili melihat bahwa Yunita sepertinya seumuran dengan Andi, dia tiba-tiba terpikir akan sesuatu. Yunita cantik, anggun, juga memiliki kepribadian yang ceria. Selain itu, gadis itu juga adalah sepupunya Dimas. Jadi, Lili punya ide untuk menjodohkan Yunita dengan putranya."Yunita, berapa umurmu?""Bibi, tahun ini aku berumur 23 tahun.""Oh, apakah kamu sudah lulus kuliah?""Bibi, aku kuliah di universitas luar negeri dan sudah lulus tahun lalu. Aku mengambil jurusan desain, jadi aku bekerja di bidang desain sekarang." Yunita menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Lili dengan patuh.Amel menjulurkan kepalanya keluar dari dapur, lalu berkata tanpa daya, "Bu, apa kamu sedang melakukan sensus kependudukan?""Nggak, nggak, menurutku Yunita adalah anak yang cukup baik. Aku hanya bertanya saja. Yunita, kamu seumuran dengan putraku, Andi. Dia sedang bekerja di Grup Angkasa saat ini." Entah sengaja atau tida
Setelah menerima balasan seperti itu dari Andi, Lidya merasa jantungnya seperti hampir meledak. Dia berkata, "Bibi Lili bukan hanya menyukai Yunita. Dia jelas ingin menjodohkanmu dengan adiknya Dimas itu."Melihat ekspresi marah Lidya, Andi tertawa terbahak-bahak sambil bertanya, "Kenapa? Kamu cemburu?""Dasar bocah nakal, bagaimana menurutmu? Bibi Lili secara terang-terangan mau menjodohkanmu di depanku, sang pemilik sahnya. Bagaimana mungkin aku nggak cemburu? Awas saja kamu, kalau sampai kamu berani memiliki pikiran yang macam-macam, aku nggak akan menyukaimu lagi." Setelah Lidya mengatakan itu, dia berjalan cepat ke depan.Andi buru-buru menyusul Lidya, lalu berkata, "Jangan khawatir, aku nggak akan punya pikiran yang macam-macam. Cintaku padamu sudah terbukti sejak lama. Hatiku nggak bisa lagi menampung orang kedua. Ketika saatnya tiba nanti, aku akan menolak ibuku dengan alasan pekerjaan. Tenang saja."Andi dengan cepat mengungkapkan tekadnya, membuat Lidya langsung tersenyum pua
Dengan kehadiran Yunita, rumah Keluarga Santoso menjadi lebih ramai.Setelah makan malam, Lili menyeret Amel ke kamar, lalu menutup pintu secara misterius."Bu, kenapa kamu bersikap misterius sekali? Apa yang ingin kamu katakan padaku?""Amel, sepupu Dimas ini lumayan baik. Aku dan ayahmu sangat menyukainya. Bagaimana kalau kamu menjadi perantara untuk menjodohkannya dengan adikmu?" Lili menyatakan niatnya tanpa menutupi apa-apa.Amel tertegun sejenak, lalu bertanya sambil tertawa, "Bu, apakah kamu nggak merasa adikku itu masih muda? Agak nggak pantas untuk mulai memperkenalkan calon pasangan padanya sekarang. Lagi pula, dia baru saja mulai bekerja. Bukankah seharusnya seorang pria membangun karier terlebih dahulu sebelum membangun keluarga?"Meskipun menurutnya Yunita adalah gadis yang baik, Amel merasa bahwa adiknya masih terlalu muda. Sekarang adalah waktu bagi adiknya untuk meniti dan mengutamakan kariernya.Saat mendengar itu, Lili mengerutkan keningnya dan berujar, "Memang benar
"Hati-hati dalam perjalanan pulang. Yunita, kamu harus datang ke sini untuk main-main kalau ada waktu. Paman dan Bibi akan selalu menyambutmu.""Oke, Bibi!"Sesampainya di rumah, Amel masuk ke kamar. Sementara itu, Dimas menyeret Yunita ke ruang kerja. Dia berujar, "Kamu sudah tinggal di sini selama dua hari. Kapan kamu akan pergi?""Kak, tolong biarkan aku tinggal di sini beberapa hari lagi. Begitu kemarahan ayahku mereda, aku akan segera pergi," kata Yunita dengan tatapan menyedihkan. Dia menatap Dimas dengan raut memohon.Namun, Dimas tetap berkata dengan ekspresi dingin, "Nggak bisa, kamu harus pergi malam ini juga. Kalau kamu nggak pergi juga, aku harus terus tidur di sofa. Kamu sudah benar-benar mengganggu duniaku dan Amel. Aku harap kamu sadar diri."Setelah berkata demikian, Dimas mengeluarkan sebuah kunci dari sakunya."Apa ini?""Aku sudah membelikanmu sebuah apartemen kecil di bagian timur kota. Suruh Irfan mengantarmu ke sana." Dimas yang selalu bertindak cepat, menjawab ta
Amel menjulurkan kepala dari selimut dengan malu-malu, lalu berujar, "Aku sedikit lelah, jadi aku tidur dulu."Amel berbalik menghadap ke sisi lain dengan perasaan malu, tidak bisa menahan diri untuk mengingat perasaan saat dia berciuman dengan Dimas.Dimas mematikan lampu dengan sedikit kecewa. Kemudian, dia memeluk Amel dari belakang. Semua ini salah Yunita yang tiba-tiba masuk. Gadis itu sudah merusak momen indah mereka.Setelah Lili keluar dari rumah sakit, Amel akhirnya bisa pergi bekerja dengan tenang. Sejak adanya Clara, setiap kali Amel datang ke toko makanan penutup, toko selalu sudah dalam keadaan bersih.Clara adalah orang pertama yang datang setiap harinya. Bahkan meski Amel datang lebih awal, Clara tidak akan bersantai saja. Pertama-tama, Clara akan membersihkan toko. Kemudian, dia akan mulai menyiapkan bahan-bahan untuk digunakan di hari itu. Pekerjaan Amel jelas menjadi jauh lebih mudah dengan adanya Clara.Ketika toko baru saja dibuka, seorang wanita dengan rambut kerit
Meski begitu, Amel tetap mempertahankan senyuman di wajahnya. Dia berkata, "Kak, semua makanan penutup yang kami miliki di sini sudah memenuhi standar kebersihan makanan. Kalau kamu nggak yakin, kita bisa meminta orang dari Biro Kesehatan untuk datang memeriksanya.""Sudahlah, kamu nggak perlu melakukan trik ini padaku. Awalnya anakku baik-baik saja. Dia mendapat reaksi alergi setelah memakan segigit kue nanasmu. Kalau dia nggak dirawat tepat waktu, dia pasti akan mati," kata wanita itu terus mengulangi kata-katanya."Kak, apakah anakmu memiliki alergi terhadap makanan tertentu, seperti madu atau kacang-kacangan?""Anakku alergi kacang almond. Aku sudah meminta dokter memeriksa kue nanas kalian. Ada kandungan bahan almond di dalamnya, itulah sebabnya anakku jadi harus masuk rumah sakit. Kalian harus menanggung biaya pengobatan anakku. Kalian harus memberi ganti rugi karena sudah menyebabkan kerugian mental pada kami, juga memberi kami biaya gizi," kata wanita itu dengan marah sambil me
"Awalnya, aku berpikir untuk datang ke toko makanan penutup ini ketika aku punya waktu untuk mencoba membeli kue krim kecil mereka. Tapi sekarang sepertinya aku harus melupakannya. Lebih penting menyelamatkan hidupku."...Para penonton mulai berbisik-bisik. Beberapa dari mereka bahkan mengatakan ucapan yang sangat kasar. Sebagai pemilik toko, Amel tentu saja harus maju."Semuanya, tolong dengarkan aku. Aku pemilik toko makanan penutup ini. Kalian hanya mendengar wanita ini memfitnah toko makanan penutupku, tapi apakah kalian sudah benar-benar memahami kebenaran masalah ini?"Amel mengambil pengeras suara dari toko. Kemudian, dia berkata dengan keras menggunakan pengeras suara.Kerumunan orang yang tadinya masih berceloteh, kini menjadi hening sepenuhnya."Wanita ini membawa putranya ke toko kami untuk membeli kue nanas pagi ini. Sekarang dia datang ke sini untuk membuat keributan. Dia mengatakan bahwa putranya mengalami reaksi alergi terhadap kue nanas di toko kami dan perlu dirawat d
Mendengar itu, Dimas langsung tersenyum cerah. Kali ini adalah pertama kalinya Amel memanggilnya sayang di depan orang lain. Dimas pun langsung merasa sangat senang."Tepung ini cukup berat, biarkan aku membantumu." Clara segera pergi membantu tanpa basa-basi."Nggak perlu, aku bisa melakukannya sendiri." Dimas dengan mudah mengangkat kantong tepung protein tinggi, lalu membawanya masuk ke dapur."Clara, kemarilah. Ada yang ingin kutanyakan padamu," panggil Amel."Kak Amel, ada apa?""Clara, kenapa aku merasa sikapmu terhadap Dimas sangat aneh. Kamu terlihat sedikit terlalu menghormatinya. Katakan yang sejujurnya, apakah kamu takut padanya?"Dimas menjadi gugup ketika mendengar apa yang Amel katakan. Dia sedikit khawatir Clara akan mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak dia katakan.Clara menggelengkan kepalanya sambil berujar, "Kak Amel, aku nggak takut padanya.""Kalau kamu nggak takut padanya, itu berarti kamu tertarik padanya?" tanya Amel setengah bercanda.Mata Clara membelalak,
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,