"Ya, aku mau makan ...."Kamu.Dimas tidak mengucapkan kata terakhirnya. Pria itu langsung mengambil makanan penutupnya, lalu menarik tangan Amel kembali ke ruang tamu.Begitu duduk, Dimas melihat kue mousse yang ada di hadapannya.Ukuran kue stroberi mousse ini tidak terlalu besar, hanya setengah ukuran telapak tangan, tetapi dibuat dengan sangat indah dan penampilannya tidak jauh berbeda dengan stroberi aslinya.Dimas tidak terlalu menyukai makanan penutup, tetapi apa pun yang dibuat istrinya, menurut Dimas adalah makanan terlezat di dunia.Dimas mengambil sendok, kemudian menyendok kuenya dengan lembut dan memasukkannya ke dalam mulut. Begitu dimakan, langsung lumer di mulut, teksturnya padat, rasanya agak manis dan asam.Tidak manis atau membuat enek, pas sekali.Amel memegang dagunya sembari bertanya dengan penuh harap, "Bagaimana? Enak?""Enak."Dimas menjawab dengan nada serius, "Penampilannya sangat mirip dengan stroberi aslinya. Saat dimakan, selain kuenya yang seperti kue mou
"Omong-omong, apa kamu nggak mau memberitahuku cara membuat kue mousse stroberi ini?" tanya Dimas yang menggigit kuenya lagi dan tidak tahan untuk bertanya pada Amel.Amel secara alami memiliki banyak wawasan tentang cara membuat makanan penutup, tetapi Dimas juga tertarik dengan cara membuat makanan penutup, hal ini membuat Amel sedikit terkejut.Amel pun bertanya dengan heran, "Apakah kamu ingin belajar?""Nggak juga."Dimas menggelengkan kepalanya sambil melanjutkan makan, lalu menambahkan, "Bukankah kamu juga bilang kalau suatu hari nanti toko menjadi lebih besar atau kalau aku nggak bahagia di tempat kerjaku, aku bisa datang ke toko untuk membantumu?""Itu benar.""Aku cuma ingin punya pengetahuan di bidang ini, barangkali suatu hari nanti aku dalam keadaan mendesak. Aku nggak bisa terus mengabaikan pengetahuan makanan penutup ini, 'kan?"Amel terkekeh, merasa apa yang dikatakan Dimas cukup masuk akal. Meskipun 'keadaan mendesak' ini memang masih terlalu dini, pria itu tetap ingin
Air dingin menetes ke atas seprai, sorot mata Dimas tampak nyalang.Dimas memiliki kekuatan yang besar, sehingga saat dia memegang tangan kiri Amel dengan satu tangan, seluruh tubuhnya yang sebesar gunung setengah menempel pada Amel.Amel terkejut dan menekan dada Dimas yang terasa panas karena malu, lalu berkata dengan suara bergetar, "Dimas ... kamu .... Apa yang ingin kamu lakukan?""Sayang, kamu harum sekali."Dimas membenamkan kepalanya di ceruk leher Amel, mencium aroma wanita itu dengan rakus."Aku mau menciummu," kata Dimas dengan suara yang rendah dan serak.Mata Dimas yang sedikit merah tampak emosi yang tak tertahan, seluruh tubuhnya juga terasa sangat panas.Amel gemetar, dia jelas merasakan ada sesuatu yang panas yang menekan di bawah tubuhnya. Amel pun menjawab seraya gemetar ketakutan, "Bukankah kita ... bukankah kita sudah sepakat? Kita mendekatkan hubungan dulu, kamu sudah bilang kalau kamu nggak akan memaksaku ...."Benar, Dimas tidak ingin memaksa Amel.Dalam hati, D
Dimas mengusap bagian atas rambut Amel yang halus dan menghiburnya, "Kamu sedang mengalami gangguan kecemasan bisnis. Nggak perlu mengkhawatirkan hal-hal yang masih belum terjadi.""Tapi aku merasa agak cemas. Aku sudah mempersiapkannya selama sebulan penuh, aku nggak tahu hasil apa yang akan muncul pada akhirnya.""Karena kamu belum tahu, lakukan saja dengan berani. Kamu lupa, kita sudah berjanji kepada orang tua kita kalau kita harus berani untuk menanggung kehilangan segalanya.""Memang begitu .... Tapi aku nggak tahu apakah aku memiliki keberanian untuk mengatakannya ketika waktunya tiba dan benar-benar berani menanggungnya atau nggak," ungkap Amel sambil menghela napas panjang dan menjatuhkan tubuhnya di atas meja dengan sedikit frustrasi."Aku yakin kamu sudah pernah mendengar pepatah, 'peluang ada di tangan sedikit orang'." Dimas membasahi tenggorokannya dan berkata dengan serius, "Kenapa kalimat ini benar? Sebenarnya ini sangat mudah. Terkadang, hanya ada sedikit orang yang bis
Dimas menyipitkan matanya dan tersenyum makin lebar. Dia pun memiringkan kepala untuk memperlihatkan pipi tampannya, lalu memberi isyarat pada Amel untuk menciumnya.Jarang sekali wanita itu bisa mengerti apa yang dia inginkan.Namun, setelah menunggu beberapa saat, Amel masih belum berinisiatif untuk mencium pipinya."Bukankah kamu bilang kamu akan memberiku hadiah?" tanya Dimas dengan nada tidak puas sambil mengangkat alisnya.Mungkinkah Amel menyesalinya?"Ya, aku akan menciummu." Amel menunjukkan senyuman. Dia menatap wajah Dimas dengan malu-malu, lalu tiba-tiba mengulurkan tangan untuk memegang pipi Dimas.Di bawah tatapan tertegun Dimas, wanita itu memberikan ciuman selembut bulu di bibirnya.Amel ... mencium dirinya?"Ahem, um ... ini sudah larut, tidurlah lebih awal."Amel tersenyum lebar, lalu bangkit dan berjalan menuju tempat tidur.Namun, Dimas yang sudah pulih dari keterkejutannya tiba-tiba menyeringai. Dia meraih Amel ke dalam pelukannya."Panggil aku sayang," kata Dimas
Tawa Dimas membuat dada Amel bergetar. Tawa pria itu mengandung kepuasan dan juga sedikit kebahagiaan. Dia berkata, "Baiklah, aku nggak akan mengganggumu lagi.""Benarkah?""Kalau kamu masih mau.""Nggak!" protes Amel. Dia berkata dengan tersipu, "Aku ... aku khawatir kamu nggak bisa menahan diri ...."Apa yang akan Amel lakukan kalau pria itu tidak bisa menahan diri?"Haih."Dimas menghela napas panjang sambil menahan senyuman, lalu berkata, "Sayang, aku sudah bilang aku sangat menghormatimu. Aku nggak bermaksud melakukan hal seperti ini malam ini. Kupikir kamu menginginkannya, jadi aku mengambil inisiatif.""Kamu bilang kamu mau hadiah, makanya aku melakukan itu!" Amel tidak bisa mengungkapkan apa yang dia pikirkan. Bagaimana bisa pria itu mengira dia ingin meminta ciuman?Dimas segera mengakui kesalahannya, "Ya, ya, semua ini adalah salahku. Maafkan aku, Sayang. Aku nggak akan melakukannya lagi."Ah, tidak akan melakukannya lagi?Amel tidak bisa menahan diri untuk merenungkan ciuman
"Kamu nggak melakukan kesalahan apa pun. Kita tidur saja seperti ini." Amel tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Jadi, dia menutupi dirinya dengan selimut, berbalik ke samping, lalu mencoba untuk tidur.Namun, tampak tidak ada gerakan untuk waktu yang lama dari tempat tidur di sebelahnya.Amel mengerutkan kening, lalu menjulurkan kepalanya dengan cemas. Dia melihat Dimas duduk di samping dengan ekspresi kecewa dan kesepian. Pria itu mengenakan piama lengan pendek, menatapnya dengan tatapan menyedihkan dan hampa.Melihat ini, Amel merasa agak kasihan."Ah, kenapa kamu belum tidur juga?"Amel duduk, lalu mengulurkan tangan untuk menyentuh lengan Dimas. Dia menyadari bahwa lengan pria itu terasa sangat dingin.Dimas tersenyum pahit. Dia berkata sambil mengedipkan matanya, "Nggak apa-apa, kamu bisa tidur duluan."Dimas terlihat jelas sedang sedih dari ekspresinya. Hal ini membuat hati Amel menegang. Dia mengerutkan bibirnya, merasa sedikit bersalah, sebelum akhirnya berkata, "Nggak perlu s
Kalau tidak, dia juga tidak akan tidak mengetahui apa pun tentang kunjungan bos ke cabang tersebut.Dio akan segera kembali, yang berarti dia akan terlibat dalam urusan cabang dan kemajuan proyek "Kota Masa Depan".Dimas mendengus dingin, lalu berkata, "Bagus kalau dia sudah akan kembali. Ada beberapa masalah yang harus diselesaikan. Selain itu, segera susun daftar personel di cabang ini. Perusahaan nggak memerlukan kaki tangan Dio yang nggak berguna. Orang-orang yang punya kemampuan bisa tetap tinggal, sementara mereka yang nggak kompeten ... seperti siapa itu."Irfan buru-buru menjawab, "Hardi Chandra.""Benar."Saat menyebut tentang Hardi, mata Dimas dipenuhi dengan rasa jijik. Dia berkata, "Parasit seperti ini harus segera dibereskan."Irfan mengangguk. "Baik, Bos."Setelah kedua orang itu selesai berbicara, terdengar ketukan dari pintu kantor.Mata Dimas tampak sedikit dingin. Dia berdiri dari kursi bos, lalu memberi isyarat agar Irfan duduk.Irfan merasa agak gugup, tapi dia teta