Ketika Soni mendengar ini, senyuman di wajahnya langsung berubah muram. Dia mengerutkan bibirnya sambil menatap tajam ke arah Dimas.Sebelum Soni dapat berbicara, Hardi yang selalu tidak senang dengan Dimas berbicara terlebih dahulu, "Dimas, apa maksudmu? Pak Soni hanya ingin menggunakan kesempatan ini untuk menjalin hubungan baik dengan Pak Irfan. Kenapa semua ini berubah menjadi sangat buruk saat kamu mengatakannya?""Pak Irfan, tolong jangan dengarkan omong kosongnya. Aku memintamu untuk menghadiri pesta ulang tahunku karena aku ingin semua orang bersenang-senang bersama. Dimas, kalau kamu nggak suka denganku, kamu bisa mengatakannya secara pribadi. Jangan menuduhku seperti ini di depan Pak Irfan." Pak Soni juga buru-buru menjelaskan semuanya."Kamu sudah mengadakan pesta ulang tahun di ulang tahun ke-40. Apa kamu takut nggak bisa hidup sampai umur 70 tahun?"Dimas menatap keduanya dengan tatapan dingin. Arti kata-kata Dimas sudah sangat jelas. Dia tahu betul apa yang ada dalam piki
Amel awalnya berpikir mempekerjakan dua orang pekerja lepas untuk membagikan brosur. Setelah bertanya-tanya, gaji pekerja lepas bisa mencapai 400 ribu sehari. Setelah ragu sejenak, Amel akhirnya memutuskan untuk melakukan pekerjaan itu sendiri. Lebih baik baginya untuk terlibat secara langsung dalam membagikan brosur.Dimas menatap wajah kelelahan wanita itu dengan lembut. Dia menyeka keringat di wajah Amel, lalu berkata dengan sedih, "Lihat dirimu. Kamu sudah kelelahan. Kamu harus melayani tamu dan juga membagikan brosur, terlalu lelah. Aku akan carikan dua orang pekerja untukmu."Dimas benar-benar tidak tega membiarkan Amel bekerja begitu keras. Namun, Amel segera menggelengkan kepalanya sembari berkata, "Nggak perlu. Lagi pula, aku juga nggak ada kerjaan. Aku nggak lelah kok, tenang saja. Seperti kata pepatah, kita harus bekerja keras baru bisa sukses. Nggak apa-apa kesusahan sedikit."Amel mengatakan itu sambil tersenyum. Melihat senyuman cerah di wajah Amel, Dimas dipenuhi dengan
Demi mencegah Amel terus berpikir untuk berhemat, Dimas tidak punya pilihan lain selain mengatakan bahwa dia akan mendapat kenaikan gaji."Baiklah kalau begitu. Aku akan mendengarkanmu. Ayo kita makan di luar hari ini." Dimas merasa bahwa dirinya sudah menikah dengan orang yang tepat."Aku mau makan bihun!" kata Amel."Oke, kalau begitu ayo kita makan bihun!" Dimas menyalakan mobil. Dengan arahan dari Amel, mereka tiba di sebuah kedai yang ada di dekat rumah Amel."Tempat ini cukup dekat dengan rumah Ayah dan Ibu. Kita bisa mengunjungi mereka setelah makan malam," tawar Dimas."Baiklah."Tidak lama setelah keduanya duduk, pemilik kedai membawa mangkuk bihun yang masih panas.Amel berdiri, mengambil dua mangkuk kecil, lalu menyerahkan satu pada Dimas."Cobalah bihun restoran ini. Rasanya benar-benar enak," kata Amel sambil mengisi mangkuk kecil Dimas dengan beberapa sendok bihun. Setelah itu, dia mengisi mangkuknya sendiri dengan bihun, lalu menuangkan cuka serta cabai ke dalam mangkuk.
Lili merasa cukup puas atas sikap Dimas. Dia berkata, "Aku bisa tenang menyerahkan putriku padamu."Setelah duduk selama beberapa saat, Lili melihat ke arah jam di dinding dan bertanya, "Bagaimana kalau kalian berdua menginap saja di sini malam ini?"Amel khawatir Dimas akan merasa tidak nyaman menginap di sini, jadi dia berkata, "Nggak, Bu. Kami berdua harus kembali malam ini. Dimas harus pergi ke lokasi konstruksi besok pagi.""Baiklah kalau begitu. Sekarang sudah larut, kalian berdua harus hati-hati dalam perjalanan pulang.""Setelah mendengar apa yang ibuku katakan, aku merasa sedikit ragu. Membuka toko dan berbisnis memang bukan pekerjaan yang mudah. Aku nggak tahu apakah aku memiliki kemampuan untuk menjalankan toko makanan penutup sendiri atau nggak," kata Amel sambil menatap ke arah pemandangan di luar jendela dengan cemas.Demi membuka toko ini, Amel dan Dimas sudah bersiap menginvestasikan hampir seluruh uang mereka. Selain itu, dua hari yang lalu, Dimas juga berjanji pada or
"Nggak perlu beli obat. Aku sudah jauh lebih baik setelah minum air hangat." Sekarang sudah sangat larut, bagaimana mungkin Dimas rela membiarkan Amel untuk pergi keluar sendirian.Lagi pula, sakit perutnya tidak terlalu serius. Dimas hanya ingin Amel sedikit peduli padanya."Nggak bisa, kamu terlihat sangat kesakitan. Bagaimana bisa kalau nggak minum obat? Kalau sakitnya makin parah di malam hari, kamu akan makin menderita," kata Amel dengan cemas sambil mengerutkan kening."Nggak apa-apa. Aku mengenal tubuhku dengan baik. Minum air hangat dan istirahat saja sudah cukup. Minum obat terus-menerus akan membuat tubuh jadi kebal. Ini nggak baik untuk kesehatan. Tenang saja, nggak usah khawatir," jelas Dimas dengan penuh perhatian. Saat mendengar itu, Amel baru tidak memaksa lagi untuk keluar membeli obat.Amel dengan hati-hati membantu Dimas kembali ke kamar tidur, lalu berkata, "Sayang, istirahatlah dulu. Aku akan memasakkanmu sup hangat untuk menghilangkan rasa sakitmu."Ketika Dimas me
Amel tidak tahu bahwa rumah ini milik Dimas."Nggak apa-apa. Temanku punya banyak properti. Dia nggak akan memedulikan rumah ini.""Meskipun dia nggak peduli, aku masih akan merasa nggak enak. Dimas, setelah modal toko makanan penutup kita kembali dan kita menghasilkan uang, ayo kita beli rumah kita sendiri. Lagi pula, kita bisa hidup lebih tenang di rumah kita sendiri." Setelah kejadian ini, Amel juga menyadari bahwa mereka memang harus membeli rumah sendiri.Dimas mengangguk setuju sambil berkata, "Oke, aku akan mendengarkanmu. Apa yang terjadi hari ini adalah salahku. Maaf Sayang, kamu jadi ketakutan."Dimas menyeka wajah Amel dengan penuh penyesalan. Jika bukan karena dia, hal yang menakutkan seperti itu tidak akan terjadi malam ini.Amel tidak menyalahkan Dimas. Dia berkata, "Aku baik-baik saja. Hari ini adalah pengingat bagi kita untuk nggak meninggalkan dapur saat masak."Saat Dimas mempertaruhkan nyawa dengan mendorong dirinya keluar dari dapur, Amel merasa sangat terharu. Mana
"Jadi begitu. Terima kasih sudah datang membantuku," ucap Amel penuh rasa terima kasih."Kak Amel, kamu nggak perlu sungkan pada kami. Pak Dimas biasanya memperlakukan kami sebagai saudaranya. Selain itu, kedua anak ini juga nggak ada kerjaan di rumah. Dengan kesempatan ini. bagus juga untuk melatih mereka sedikit."Pria itu berdiri di depan pintu sambil memberikan beberapa instruksi pada kedua gadis itu sebelum pergi dengan tergesa-gesa."Pada jam segini biasanya nggak ada seorang pun di jalan. Kalian berdua bisa masuk untuk beristirahat sebentar." Amel mengajak kedua gadis itu masuk ke dalam toko. Kemudian, dia menuangkan segelas air untuk mereka."Terima kasih, Kak." Linda melihat bahwa Amel masih cukup muda, mungkin hanya beberapa tahun lebih tua dari dirinya. Jadi, dia berinisiatif memanggil Amel dengan panggilan 'kakak'."Sama-sama. Kalian berdua umur berapa?""Kak, umurku 18 tahun. Yovita juga 18 tahun, tapi dia dua bulan lebih muda dariku," jawab Linda yang memiliki kepribadian
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam sekejap mata, hari sudah malam."Kak, ini sudah larut. Kami berdua harus pergi ke sekolah besok, jadi kami harus pulang dulu. Kami akan datang untuk membantumu kalau ada waktu lain kali," ucap Linda dengan sopan.Saat mereka berdua hendak pergi, Amel tiba-tiba menghentikan keduanya."Kalian berdua, tunggu sebentar. Kalian berdua sudah membantuku sepanjang hari di sini. Aku jadi merasa nggak enak. Kalian bisa membawa pulang kue untuk dimakan. Kalau kelak kalian ingin makan makanan penutup, kalian bisa datang ke tokoku kapan saja," kata Amel sambil mengemas beberapa kue untuk kedua gadis itu.Kedua gadis itu tidak bisa menolak dan hanya bisa menerimanya. Setelah mengantarkan kepergian mereka, Amel duduk di depan kasir, lalu mulai menghitung pemasukan hari ini."Bos, apakah kamu punya kue stroberi?" tanya Dimas sambil berjalan masuk sambil berpura-pura menjadi seorang tamu."Ada," jawab Amel sambil mendongak. Setelah melihat Dimas, dia tersenyum makin leb
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,